Bhaerawa Tantra Tanah Jawa

Alas Krendawahana adalah sebuah hutan yang sampai sekarang masih terkenal dengan kesan keangkerannya. Karena dipercaya sebagai tempat bersemayamnya Bathari Kalayuwati [Durga].
Mungkin tidak banyak yang pernah mendengar nama Krendawahana, kecuali para penggemar wayang kulit dan orang-orang yang aktif di dunia spiritual Jawa.
Hutan Krendawahana identik dengan Hutan Pasetran Gandamayit tempat tinggal Bathari Durga dari dunia pewayangan.

Durga

Bathari Durga adalah manifestasi (avatara) Bathari Uma atau Parwati yang merupakan permaisuri Bathara Guru (Shiva) dalam mitologi Jawa Kuno.
Lebih jauh mengenai Dewi Durga dan Dumawati, dalam mitologi Hindu Dumawati hanya dikenal dalam aliran Tantra, yaitu sebuah aliran esoterik yang dianut terbatas oleh kalangan tertentu di masa Hindu-Buddha. Masyarakat umum biasanya menganut aliran Shaiva atau Siwa-isme yang cenderung moderat, namun kalangan tertentu  menganut aliran Tantra yang bersifat esoterik atau mistik.
Salah satu tokoh penganut aliran Tantra yang terkenal adalah Raja Singasari terakhir yaitu Raja Kertanegara. Dia menganut agama Buddha aliran Tantrayana yang bersifat mistik yang umumnya dipenuhi dengan ritual-ritual pengorbanan yang diyakini sebagai jalan pintas untuk memutus rantai Karma. Namun nampaknya hingga era peralihan Hindu – Islam, aliran tantra masih bertahan di daerah-daerah terpecil  di Jawa Tengah & Jawa Timur, hal ini terbukti dengan temuan-temuan arkeologis yang bersifat tantra di candi-candi lereng Gunung Lawu (Sukuh-Cetho dll) yang berasal dari dari abad 15-16.
Hutan Krendawahana nampaknya juga memiliki kaitan dengan Candi-candi Tantra di lereng Gunung Lawu. Candi Sukuh & Candi Cetho memiliki relief yang bercerita mengenai Sudamala, dimana tokoh sentral dalam cerita ini adalah Sadewa (bungsu Pandawa). Dalam kisah ini Sadewa diculik oleh Ranini Dewi Durga untuk dikorbankan supaya Dewi Durga yang berwujud raksasa bisa kembali menjadi dewi yang cantik dan kembali tinggal di kahyangan. Setelah berhasil menculik Sadewa, Dewi Durga kemudian mengikat Sadewa disebuah pohon di Hutan Sentra Ganda Mayit. Namun sebelum Sadewa berhasil dijadikan korban persembahan, Sadewa berhasil diselamatkan oleh Bathara Guru yang merasuk ke dalam tubuhnya. Setelah selamat Sadewa pun meruwat Dewi Durga dan mengembalikan ke wujud aslinya yang cantik kemudian kembali ke Kahyangan.

Di situs Hutan Krendawahana dapat ditemukan Pohon Beringin Putih yang dinamakan Punden, yang menurut legenda merupakan pohon tempat Dewi Durga mengikat Sadewa sebelum dikorbankan. Setiap tahun, Keraton Surakarta mengadakan upacara Wilujengan Nagari Mahesa Lawung, dalam upacara ini dilakukan penanaman kepala kerbau lawung, yaitu kerbau jantan khusus yang masih belum kawin dan belum dipakai untuk bekerja.
Penanaman kepala kerbau ini semakin menguatkan hubungan hutan ini dengan Dewi Durga, mengingat dalam mitologi Hindu, Dewi Durga digambarkan berkendaraan kerbau yang kepalanya dipenggal yaitu Mahesasura (Arca Durga Mahisasuramardini). Upacara Mahesa Lawung sendiri  menurut literatur kuno merupakan upacara Raja Weda dari masa kerajaan Hindu-Buddha  yang diformat ulang oleh wali songo sehingga menjadi upacara yang lebih Islami.
Pada zaman Pakubuwono XII  bertakhta (1945-2004), Setiap Grebeg Maulud tahun Dal (grebeg kelima dalam siklus sewindu), Sunan dan Garwa Ampeyan (selir) mengadakan upacara khusus dengan mengukus dandang beras bersama. Inilah yang menggarisbawahi makna Sekaten sebagai ritual panen tingkat kerajaan.
Dua utusan kerajaan mengunjungi tempat sakral paling penting bagi Keraton Surakarta yakni Alas Krendowahono (di utara Surakarta) dimana menjadi tempat bagi Batari Durga bersemayam, dan Parangtritis (di pantai selatan) yang dipercaya sebagai kerajaan Ratu Kidul.