Serat Mahaparwa


Serat Mahaparwa – Awal Mula Tanah Jawa

Sejarah ini didasarkan pada Serat Mahaparwa, karangan Empu Satya di Mamenang, Kediri, pada tahun 851 Surya (S) atau 879 Candra (C). Waktu itu Pulau Jawa belum bernama Jawa dan masih menjadi satu dengan Pulau Sumatra, Madura, dan Bali. 

Konon, para Dewa yang berkayangan di puncak Gunung Tengguru tanah Hindi, yang disebut Gunung Himalaya, datang ke Pulau Jawa. Pimpinan para dewa adalah Sanghyang Manikmaya, atau Sanghyang Guru. Pulau tadi dinamakan Pulau Jawa oleh Sanghyang Manikmaya, berasal dari kata dawa. Setelah para dewa tinggal di Pulau Jawa , lalu semua hilang dan kembali ke kayangan di Puncak Gunung Tengguru, tanah Hindi.

Gunung Lawu yang bernama asli Wukir Mahendra konon merupakan tempat para dewa tatkala dewa-dewa dari Gunung Himalaya (Hindustan) saat berpindah ke tanah Jawa. 

Pada zaman dulu pulau-pulau Jawa, Sumatera, Bali… masih jadi satu… para dewa dari Himalaya datang… itu ada di Babad Tanah Jawa. Singgah di beberapa tempat… dan sempat menetap dan kawin dengan penduduk asli… dan membuahkan keturunan… Jejak-jejaknya terekam… misalnya di Sumatera, Bali, Jawa (Gunung Lawu) dsb… kemudian mereka kembali.

 Uga Wangsit Siliwangi : 

” Daréngékeun! Jaman bakal ganti deui. tapi engké, lamun Gunung Gedé anggeus bitu, disusul ku tujuh gunung.” ” Dengarkan! jaman akan berganti lagi, tapi nanti, Setelah Gunung Gede meletus, disusul oleh tujuh gunung.”Sadurunge ana tetenger lintang kemukus lawa ngalu-ngalu tumanja ana kidul wetan bener lawase pitung bengi, parak esuk bener ilange Bethara Surya njumedhul

Sebelumnya ada pertanda Bintang Pari panjang sekali tepat di arah Selatan Timur lamanya tujuh malam hilangnya menjelang pagi sekali bersama munculnya Batara Surya. Kita semua masih ingat benar tentang cuplikan dari ramalan Jayabaya. Kalimat itu menunjukkan waktu dan tempat. Hampir sama persis dengan posisi Nibiru saat ini. Posisi Nibiru berada dekat dengan matahari. tetapi masih sedikit berada satu garis dengan matahari sebelah kanan. artinya berada di timur agak ke selatan. belum selatan benar. dan munculnya atau bisa dilihat hanya di pagi hari menjelang matahari terbit sekitar jam 5 pagi.

161. Dunungane ana sikil redi Lawu sisih wetan wetane bengawan banyu andhe dukuh pindha Raden Gatotkaca arupa pagupon dara tundha tiga kaya manungsa angleledha

– “Asalnya dari kaki Gunung Lawu sebelah Timur sebelah timurnya bengawan berumah seperti Raden Gatotkaca berupa rumah merpati susun tiga seperti manusia yang menggoda”

- Bercerita tentang Gunung Lawu

- Deskripsi rumah yang seperti Candi Portal 

Piramida kuno yang tersembunyi 

- Menyebut tentang: Raden Gatotkaca yang di Puncak Gunung Lawu ada tempat yang dinamakan: Pringgodani.    

Ada juga air terjun Pringgodani, tempat bertapa Prabu Anom Gatotkaca anaknya Bima. Untuk menuju kesana melawati jalanan yang sempit dan terjal. Disini terdapat bertapaan yang juga ada sebuah kuburan yang konon merupakan kuburan Gatotkaca. Kuburan ini dikeramatkan dan banyak peziarah yang datang. Di atasnya terdapat hutan Pringgosepi.

Hargo Dalem diyakini Masyarakat setempat sebgai tempat Moksha Prabu Brawijaya, Raja Majapahit yang terakhir. 

Hargo Dumilah diyakini sebagai tempat Moksha Sabdo Palon.

Perjalanan Kerajaan Majapahit



Perjalanan sejarah Kemaharajaan Majapahit (1292-1527) dari awal berdirinya, masa kebangkitannya sebagai penguasa lautan Nusantara hingga keruntuhannya berdasarkan prasasti, berita Mancanegara dan Kitab Kakawin.  

1292 M Kerajaan Singasari diserang oleh Jayakatwang dari Kerajaan Kediri. Raja Kertanegara gugur. Raden Wijaya bersama salah seorang putri Kertanegara berhasil meloloskan diri. menyeberang ke Madura dan minta bantuan kepada Arya Wiraraja yang menasehatinya untuk mengabdi kepada Jayakatwang. 

1293 M Pasukan Mongol mendarat di Tuban dipimpin oleh tiga orang panglima yaitu Ike Mese, Kau Hsing, dan Shih Pi. Ketika terdengar kabar bahwa tentara Cina mendarat di Tuban, Raden Wijaya mengirim utusan yang menyampaikan pernyataan bahwa ia sanggup membantu tentara Cina tersebut menyerbu Kediri. Raja Jayakatwang bersama keluarganya dan para pejabat kerajaan ditawan dan dibawa oleh panglima tentara Cina ke benteng pertahanan mereka di Hujung Galuh dimana Jayakatwang sempat menggubah sebuah kakawin "Wukir Polaman" sebelum meninggal dunia dalam tahanan tersebut. Ardaraja melarikan diri ke pegunungan tetapi dapat dikejar dan ditangkap oleh tentara Mongol, kemudian ditawan di Daha. Setelah pasukan Mongol meninggalkan Jawa setelah diserang pasukan Majapahit secara bergerilya Raden Wijaya menjadi Raja Majapahit bergelar Kertarajasa Jayawardhana. 

1294 M Prasasti Kudadu, setelah menjadi Raja Majapahit, Raden Wijaya memberi hadiah kepada penduduk dan kepala desa Kudadu berupa tanah Sima karena telah berjasa menolong Raden Wijaya sewaktu menyelamatkan diri dari kejaran tentara Jayakatwang. Aria Wiraraja menjadi Rakyan Mahamantri Agung diberi daerah status khusus (Madura) dan diberi wilayah otonom di Lumajang hingga Blambangan. Nambi diangkat menjadi Rakryan Mapatih (Perdana menteri), Ranggalawe menjadi Rakyan Mahamantri Agung diangkat sebagai Adipati Tuban, Sora menjadi patih Daha (Kadiri).

1294 M Penyerangan ke Sambas. Mustika Bintang, sebuah meteor bercahaya seukuran buah kelapa jatuh di Kerajaan Sambas di Kalimantan Barat. Benda ini dianggap sebagai benda keramat yang dipercaya membawa banyak keberuntungan. Meteor ini pun disimpan oleh Raden Janur, penguasa Sambas. Mendengar hal itu, Wijaya mengirimkan pasukan ke Sambas untuk meminta benda tersebut. Sambas tak bersedia menyerahkannya, sehingga pecahlah pertempuran, yang dimenangkan pihak Majapahit. Raden Janur melarikan diri ke hutan sambil membawa Mustika Bintang dan tak diketahui lagi nasibnya. Sambas yang kehilangan Raja pun otomatis jatuh ke dalam kekuasaan Majapahit. Sejak tahun ini pulalah, dimulainya pemerintahan orang Jawa terhadap Kerajaan Sambas, yang akan berlangsung hingga tahun 1631. 

1295 M Seorang tokoh licik bernama Hakayudha menghasut Ranggalawe untuk memberontak. Pemberontakan ini dipicu oleh pengangkatan Nambi sebagai patih, dan menjadi perang saudara pertama yang melanda Majapahit. Setelah Ranggalawe tewas di tangan Kebo Anabrang, Arya Wiraraja mengundurkan diri dari jabatannya sebagai pasangguhan. Ia menagih janji Wijaya tentang pembagian wilayah kerajaan. Radem Wijaya mengabulkannya. Maka, sejak saat itu, wilayah kerajaan pun hanya tinggal setengah, di mana yang sebelah timur dipimpin oleh Wiraraja dengan ibu kota di Lumajang.

1296 M Prasasti Sukamerta Raden Wijaya telah memperistri keempat anak dari Kartanegara. Keempat putri Kartanegara tersebut adalah Sri Paduka Parameswari Dyah Sri Tribhuwaneswari, Sri Paduka Mahadewi Dyah Dewi Narendraduhita, Sri Paduka Jayendradewi Dyah Dewi Prajnaparamita, dan Sri Paduka Rajapadni Dyah Dewi Gayatri. Selain itu putranya yaitu Jayanegara yang dijadikan raja muda di Daha.

1298 M Prasasti Butulan (Gresik), Sang Rama Samadya tersingkir dari kerajaan Majapahit akibat kurangnya dukungan politik. Dikisahkan bahwa kala itu Sang Rama tengah bersemedi di dalam goa bersama beberapa muridnya.

1298 M Raja Kecik Mambang mendirikan Kerajaan Keritang di Indragiri, Riau sebagai bawahan Majapahit.

1300 M Pemberontakan Lembu Sora masih karena tipu muslihat Halayudha. Dalam pemberontakan Ranggalawe, Sora memihak Majapahit. Namun, ketika Ranggalawe dibunuh dengan kejam oleh Kebo Anabrang, Sora merasa tidak tahan dan berbalik membunuh Kebo Anabrang. Peristiwa ini diungkit-ungkit oleh Halayudha sehingga terjadi suasana perpecahan. Pada puncaknya, Sora dan kedua kawannya, yaitu Gajah Biru dan Jurudemung tewas dibantai kelompok Nambi, teman seperjuangannta sendiri di halaman istana.

1300 M Kerajaan Tmasik (Singapura) pimpinan Sang Nila Utama diperkirakan merebut seluruh kekuasaan dan vasal Majapahit di Kalimantan (Borneo).

1301 M Kerajaan Aru Barumun dari Simalungun (Sumatra Utara) menyerang Kampar dan berhasil merebutnya dari Majapahit.

1305 M Prasasti Balawi (Lamongan) Raden Wijaya mengukuhkan daerah Balawi sebagai daerah perdikan atau sima swatantra atas permintaan Sang Wirapati. Keswatantraan Balawi sebenarnya telah diberikan sejak masa pemerintahan Çri Harsawijaya (Raja di Bhumi Janggala/Dyah Kebu Tal ), namun belum dikukuhkan dengan prasasti. Oleh karena itu, Wirapati memohon kepada Maharaja Narāryya Sanggramawijaya (Raden Wijaya) untuk mengukuhkan keswatantraan tanah Balawi dalam bentuk prasasti. -Indreswari (Dara Petak) dari Dharmasraya disebut sebagai ibu dari Jayanagara. Sang putra disebutkan menjabat sebagai Raja Muda di Daha. Kelak, dirinyalah yang menggantikan Raden Wijaya sebagai Maharaja Majapahit.

1309 M Raden Wijaya meninggal dunia pada tahun 1309. Ia dimakamkan di Antahpura dan dicandikan di Simping sebagai Harihara, atau perpaduan Wisnu dan Siwa. Tahta diserahkan kepada Jayanagara. Ia naik tahta sebagai Maharaja Majapahit ke-2 dengan gelar 'Sri Maharaja Wiralandagopala Sri Sundarapandya Dewa Adhiswara'.

1313 M Gajah Mada, tokoh yang kelak berperan penting dalam perkembangan sejarah Majapahit, memulai karier militernya dengan berhasil menjabat sebagai kepala kesatuan pasukan khusus Majapahit, Bhayangkara.

1316 M Pemberontakan Nambi, Kidung Sorandaka dan Pararaton menyimpulkan pemberontakan Nambi akibat fitnah dari Halayudha yang menginginkan kedudukan patih amangkubhumi sehingga terjadi kesalahpahaman antara Nambi sebagai patih dan Jayanegara sebagai Raja. Mahapati berhasil menghasut Raja agar menaklukkan Nambi dan pengikutnya dengan menyerang lebih dulu benteng Pajarakan, kemudian Gading, dan terakhir mengepung Lumajang. Siasat itu berhasil memadamkan pemberontakan. Nambi mati disambar anak panah Sang Prabu. Jayanagara akhirnya melantik Halayudha sebagai Mahapatih yang baru.

1318 M Pemberontakan Ra Semi, Pararaton mengisahkan pemberontakan itu ia lakukan di daerah Lasem. Ra Semi adalah seorang pemangku kekuasaan Majapahit di Lasem tepat sebelum Mpu Mettabhadra. Akhirnya pemberontakan kecil ini dapat ditumpas oleh pihak Majapahit di mana Ra Semi akhirnya tewas dibunuh di bawah pohon kapuk.

1319 M Pemberontakan Ra Kuti, menurut Pararaton pemberontakan ini terjadi langsung di ibu kota Majapahit dimana Jayanagara sekeluarga harus diungsikan ke desa Bendander (Jombang) dengan dikawal para prajurit bhayangkari yang dipimpin oleh Gajah Mada. Akhirnya, Ra Kuti dan komplotannya berhasil ditumpas. Atas jasa tersebut, Jayanagara pun mengangkat Gajah Mada sebagai seorang Patih di Kahuripan. Peristiwa ini juga membuka kedok Halayudha yang telah mengadu domba tokoh-tokoh penting Majapahit demi mendapatkan jabatan Mahapatih. Jayanagara yang marah pun memerintahkan hukuman mati dengan cara keji terhadap Halayudha, yakni dengan 'dicincang bak babi hutan'. Jayanagara kemudian melantik Arya Tadah (Mpu Krewes) sebagai Mahapatih yang baru.

1321 M Odorico da Pordenone, seorang musafir Kristen asal Venesia dilaporkan mengunjungi keraton Majapahit dan menemui Jayanagara. Gajah Mada berganti menjadi Patih Daha menggantikan posisi Patih sebelumnya, Arya Tilam. Pembangunan Candi Sumberjati oleh Jayanagara untuk mengenang Raden Wijaya.

1323 M Prasasti Tuhanaru Raja Majapahit, Jayanegara menambah gelarnya dengan Abhiseka Wiralanda Gopala pada tanggal 13 Desember 1323 M. Dengan patihnya yang setia dan berani bernama Dyah Malayuda dengan gelar "Rakai", Pada saat pengumuman itu bersamaan dengan pisuwanan agung yang dihadiri dari Adipati di Majapahit. 

1325 M Catatan Dinasti Yuan, pihak Jawa mengirim duta besar bernama Seng-kia-lie-yulan (Adityawarman) untuk misi diplomatik. Ia pergi ke Khanbaliq (Beijing) untuk menghadap Kaisar Yuan, dalam rangka memperbaiki hubungan kedua negeri (Majapahit dan Yuan) yang sebelumnya bermusuhan tersebut.

1328 M Jayanagara tewas dibunuh oleh Ra Tanca, tabib istana yang merupakan satu-satunya anggota Dharmaputra Winehsuka yang masih hidup. Alasan pembunuhan ini kemungkinan akibat ulah Jayanagara yang diduga telah melakukan hal yang tak bisa dimaafkan terhadap istri Ra Tanca. Melihat hal itu, Gajah Mada yang tengah berada di sana langsung membunuh sang tabib saat itu juga. Tahta Majapahit jatuh ke tangan Gayatri Rajapatni, satu-satunya putri Kertanegara dan istri Raden Wijaya yang masih hidup. Namun, karena Gayatri telah menjadi seorang bhikkuni (pendeta Buddha wanita), pemerintahan diwakili oleh putrinya, Dyah Gitarja, yang naik tahta sebagai penguasa Majapahit ke-3 dengan gelar 'Tribhuwana Wijayatunggadewi'.

1329 M Menurut Nagarakretagama, Tribhuwana naik takhta atas perintah ibunya (Gayatri) menggantikan Jayanagara yang meninggal tahun 1328. Tribhuwana memerintah didampingi suaminya, Kertawardhana. 

1321 M Pemberontakan Keta. Bhre Keta di Situbondo dan pemberontakan Sadeng di Jember -Gayatri wafat Menurut  Pararaton terjadi persaingan antara Gajah Mada dan Ra Kembar dalam memperebutkan posisi panglima. Akhirnya, Ratu Tribhuwana sendiri, didampingi Adityawarman yang juga sepupunya, yang berangkat memimpin langsung penyerangan ke Sadeng, dan berhasil. Keta dan Sadeng pun kembali tunduk pada Majapahit.

1332 M Adityawarman dilantik sebagai Wreddamantri. Ia kemudian kembali diutus ke Khanbaliq (Beijing) sebagai duta besar untuk menghadap Kaisar Yuan.

1334 M Gajah Mada dilantik sebagai Mahapatih Majapahit, Menurut Pararaton Gajah Mada bersumpah tidak akan menikmati makanan enak (rempah-rempah) sebelum berhasil menaklukkan wilayah kepulauan Nusantara di bawah Majapahit. -Letusan Gunung Kelud.- Hayam Wuruk lahir sebagai putra dari Ratu Tribhuwana dengan suaminya, Cakradhara Kertawardhana yang menjabat sebagai Bhre Tumapel.

1337 M Wang Dayuan, seorang pengelana Yuan-Mongol mengunjungi Majapahit dan melaporkan tentang adanya sisa-sisa pasukan Mongol yang menetap dan membentuk komunitas Muslim Hui di lembah Gelam, Sidoarjo. Kemungkinan besar orang-orang inilah yang memperkenalkan bubuk mesiu serta mengajarkan ilmu membuat meriam dan senjata api sederhana kepada militer Majapahit, yang berujung pada diciptakannya 'cetbang' dan 'lantaka', yang kelak akan segera tersebar ke seluruh Nusantara.

1338 M Kerajaan Buton di Sulawesi Tenggara menjadi vasal Majapahit. Penguasanya, Ratu Wa Kaa Kaa, menikah dengan Raden Sibatara, seorang pangeran Jawa yang konon merupakan putra dari Wijaya. Keduanya pun bersama-sama memerintah Kerajaan Buton, menempatkan negeri tersebut ke dalam lingkup pengaruh Majapahit.

1339 M Invasi Majapahit ke Sumatra. Gajah Mada memulai misi penaklukannya. Bersama Adityawarman, ia menggempur negeri-negeri di Sumatra dan sekitarnya. Adityawarman berhasil menaklukkan Palembang dan Lampung, sementara Gajah Mada berhasil menduduki Bangka dan Belitung. Adityawarman kemudian dilantik sebagai Uparaja (penguasa bawahan) Majapahit di Sumatra Selatan.

1339 M Pasukan Majapahit dibawah pimpinan Mahapatih Gajahmada dan Adityawarman menyerang kerajaan Silo, Raja Indrawarman gugur dalam pertempuran dengan pasukan Majapahit. Kerajaan Silo berantakan, keturunan raja bersembunyi di Haranggaol. Para Keturunan Indrawarman akhirnya kembali ke kerajaan dan mendirikan kerajaan baru bernama Kerajaan Dolok Silo dan Kerajaan Raya Kahean.

1340 M Majapahit kemungkinan telah berhasil merebut kembali kekuasaan dan vasalnya di Kalimantan dari tangan Tumasik. Patih Gumantar, seorang pejabat Majapahit yang konon merupakan saudara dari Gajah Mada mendirikan Kerajaan Sidiniang di Mempawah sebagai bagian dari Majapahit. Gajah Mada mulai menyerang Aru Barumun, dan diperkirakan telah berhasil menduduki Kepulauan Riau, Siak, dan Rokan di tahun ini.

1343 M Invasi Majapahit ke Bali dan Lombok. Gajah Mada dan Adityawarman, konon turut didampingi oleh Ratu Tribhuwana, menggempur Bali. Di Bali, pasukan Majapahit sempat kewalahan melawan pasukan Kerajaan Pejeng (Bedahulu) pimpinan Mahapatih Kebo Iwa, yang konon merupakan kawan seperguruan Gajah Mada saat masa mudanya dalam berlatih silat dan olah kanuragan di Lamongan. Gajah Mada baru berhasil mengalahkan Kebo Iwa setelah menggunakan suatu muslihat licik. Bali pun takluk pada Majapahit, yang kemudian memindahkan pusat pemerintahannya dari Bedahulu ke Samprangan. Pasukan Majapahit kemudian lanjut menaklukkan Lombok.

1344 M Invasi Majapahit Pertama ke Sumbawa. Pasukan Majapahit berhasil menundukkan negeri-negeri kecil di bagian barat pulau tersebut, yakni Taliwang, Seran, Alas, Utan, dan Sumbawa. Mereka kemudian lanjut menggempur Kerajaan Dompu, namun mengalami kegagalan.

1345 M Seluruh wilayah Aru Barumun kemungkinan telah berhasil diduduki oleh pasukan Majapahit di tahun ini. Gajah Mada kemudian memecahnya menjadi empat kerajaan vasal, yakni Siak, Rokan, Kampar, dan Aru. Pasukan Majapahit dibawah pimpinan Mahapatih Gajahmada dan Adityawarman menyerang kerajaan Silo, sebuah negara kecil di pesisir utara Danau Toba yang didirikan oleh Senapati Indrawarman, seorang panglima Jawa yang memberontak pasca runtuhnya Singhasari. Raja Indrawarman gugur dalam pertempuran dengan pasukan Majapahit. Kerajaan Silo berantakan, keturunan raja bersembunyi di Haranggaol. Para Keturunan Indrawarman akhirnya kembali ke kerajaan dan mendirikan kerajaan baru bernama Kerajaan Dolok Silo dan Kerajaan Raya Kahean.

1345 M Pasukan Majapahit dibawah pimpinan Gajahmada menyerang Pasai, tetapi berhasil dipukul mundur oleh tentara Raja Muda Setia, bawahan Sultan Pasai di Aceh Tamiang setelah pinangan Majapahit kepada putri Junjung Bulan ditolak. Pasukan Raja Muda Setya berhasil menjebak kapal-kapal Majapahit du rawa-rawa Sungai Tamiang sehingga sulit bergetak. Gajahmada pun kembali ke Majapahit. 

1347 M Pemberontakan Adityawarman. Ia mendirikan sebuah kerajaan baru bernama Malayapura yang merdeka dari Majapahit. Sebelumnya, Adityawarman telah mengunjungi negeri-negeri di Minangkabau dan menemui para penguasa serta datuk setempat. Adityawarman naik tahta sebagai raja dengan gelar 'Maharajadiraja Srimat Sri Udayadityawarman Pratapaparakrama Rajendra Maulimali Warmadewa'. Ia kemungkinan turut memasukkan Palembang dan Dharmasraya ke dalam kekuasaannya, merebut keduanya dari hegemoni Majapahit.

1350 M Tribhuwana Wijayatunggadewi turun takhta sesudah mengeluarkan  prasasti Singasari. Ia kemudian kembali menjadi Bhre Kahuripan yang tergabung dalam Saptaprabhu, yaitu semacam dewan pertimbangan agung yang beranggotakan keluarga kerajaan. Hayawuruk dinobatkan menjadi Raja Majapahit, bergelar Sri Tiktawilwanagareswara Sri Rajasanagaragharbott Pasutinama Dyah Sri Hayam Wuruk, atau Paduka Bhatara Sri Rajasanagara Dyah Sri Hayam Wuruk.

1350 M Hayam Wuruk memerintahkan Gajah Mada untuk segera menghimpun pasukan dan bergegas berangkat ke Samudera Pasai ini. Pertempuran pun tak terhindarkan. Majapahit ternyata lebih unggul. Sultan Ahmad Malik Az-Zahir terpaksa menyelamatkan diri ke suatu tempat bernama Menduga yang berlokasi kira-kira 15 hari perjalanan dari ibukota Samudera Pasai (Jones, 1999: 57-65). Tetapi kerajaan Pasai tetap tegak berdiri hingga bertahun-tahun ke depan, bahkan sempat berjaya pada era Sultanah Nahrasiyah Nahrisyyah (1406-1428), 

Menurut “Hikayat Raja-raja Pasai”, ketika Majapahit menyerang Pasai, dan dipukul mundur (1345), lalu menyerang kembali kerajaan Pasai (1350), Gajah Mada membawa tawanan orang Pasai yang terdiri dari para ahli, insinyur lulusan Baghdad, Damaskus dan Andalusia. Gajah Mada membebaskan tawanan tersebut setelah bernegosiasi dengan Prabu Hayam Wuruk. Kemudian orang Pasai ini bekerjasama dengan Gajah Mada untuk membangun kejayaan Majapahit. Sebagai balas jasa, Majapahit memberi otonomi kepada Kerajaan Pasai Darussalam, dan menempatkan orang Pasai di komplek elite di ibukota Majapahit – Trowulan. 

Dengan adanya orang Pasai yang ahli dalam bidang tempa logam, baik itu baja maupun emas, maka didirikanlah bengkel senjata dan alat pertanian yang sempurna (standar baja Damaskus) , saluran irigasi model Andalusia di Trowulan dan pabrik koin dinar emas Majapahit yang bertuliskan kalimat syahadat. 

Di tahun yang sama, Majapahit juga telah sukses menjadikan dua kerajaan lain di Aceh, Lamuri dan Tamiang, sebagai vasalnya. Beberapa kerajaan di pesisir barat Kalimantan kemungkinan juga telah menjadi vasal Majapahit, yakni Landak, Semandang, Samarahan, dan Kalaka. Pulau Bawean dan Kepulauan Masalembo juga telah dikuasai oleh Majapahit sejak tahun ini. Gajah Mada mengirim telik sandi (mata-mata) ke Kerajaan Nan Sarunai di Kalimantan Selatan. Laksamana Nala, salah satu petinggi militer terkuat Majapahit memasuki negeri itu dengan menyamar sebagai nahkoda kapal dagang bernama Tuan Penayar. Dalam penyamarannya, ia berhasil menemui penguasa Nan Sarunai, Raden Anyan dan kagum akan banyaknya barang yang terbuat dari emas murni di negeri itu. Laksamana Nala pun kembali ke Trowulan dan melaporkan hasil pengamatannya kepada Gajah Mada.

1351 M Prasasti Gajah Mada. Sebuah inskripsi buatan Gajah Mada yang menuliskan tentang pembangunan caitya (bangunan suci penganut Buddha Theravada) olehnya yang dipersembahkan untuk arwah Maharaja Kertanegara dan patihnya, Mpu Raganatha, yang tewas dalam serangan Raja Jayakatwang dari Kediri. Prasasti ini menyimpulkan bahwa Gajah Mada dan Kertanegara merupakan penganut Buddha, juga sebagai legitimasi Gajah Mada untuk mencapai misinya, politik 'Nusantara Mandala', yang kurang lebih sama dengan misi Kertanegara, yakni politik 'Dwipantara Mandala'. Caitya yang dimaksud kemungkinan besar adalah Candi Singhasari di Malang. Kerajaan Brunei dan Melanau di bagian utara Kalimantan menjadi vasal Majapahit.

1355 M Gajah Mada memimpin ekspedisi ke Semenanjung Melayu. Kala itu, seluruh kerajaan di daerah tersebut merupakan vasal dari Kerajaan Siam Ayutthaya. Namun mereka, yakni Langkasuka (Jawaka), Kedah, Manjung, Beruas, Pahang, dan Muar, telah lama ingin lepas dari pengaruh Ayutthaya. Gajah Mada pun memanfaatkan hal ini untuk menanamkan pengaruh Majapahit atas Semenanjung Melayu. Bekerja sama dengan penguasa Kerajaan Langkasuka, Sri Bharubhasa, Gajah Mada dan pasukannya berhasil mengusir pasukan Siam di seantero Semenanjung Melayu. Seluruh kerajaan di daerah tersebut pun bersedia tunduk tanpa perlawanan sebagai vasal Majapahit.

1356 M Invasi Majapahit Pertama ke Nan Sarunai. Gajah Mada mengirim armada sejumlah 5000 tentara pimpinan Senapati Arya Manggala untuk menyerang Nan Sarunai. Nan Sarunai meminta bantuan Tanjungpuri, yang mengirimkan 1000 orang prajurit pimpinan lima panglima bersaudara, Datu Banua Lima. Pertempuran sengit berlangsung selama dua hari, dan berakhir dengan kemenangan di pihak Nan Sarunai. Arya Manggala tewas terpenggal oleh mandau Panglima Angin, salah satu pimpinan pasukan Nan Sarunai. Majapahit pun terpaksa menarik mundur pasukannya.

1357 M Penyerangan ke Ayutthaya. Sumber sejarah dari Kelantan menyebutkan tentang sebuah perang antara Majapahit melawan Ayutthaya yang terjadi pada tahun ini. Gajah Mada dan Sri Bharubhasa membentuk pasukan aliansi Majapahit-Langkasuka. Dipimpin langsung oleh kedua tokoh tersebut, pasukan besar ini menyerang pusat pemerintahan Kerajaan Siam, kota Ayutthaya, dan berhasil mendudukinya untuk sementara. Pendudukan berakhir setelah penguasa Ayutthaya, Raja Ramathibodi (Uthong), berjanji untuk tidak lagi mengganggu negeri-negeri di Semenanjung Melayu yang telah mengaku sebagai vasal Majapahit. Gajah Mada dan pasukannya pun pulang kembali ke Trowulan, setelah Sri Bharubhasa mendirikan Kerajaan Chermin Jiddah menggantikan Langkasuka, yang tetap setia sebagai vasal Majapahit. Raja Bharubhasa kemudian memeluk Islam dan mengganti nama gelarnya menjadi 'Sultan Mahmud Jiddah Riayat Sa'adat as-Salam'.

1357 M Insiden Bubat. Sebuah tragedi yang diawali dengan keinginan Hayam Wuruk untuk menikahi putri Kerajaan Sunda, Dyah Pitaloka. Ia pun mengirim utusan ke Sunda untuk menyampaikan hal itu. Penguasa Sunda, Linggabuana menyambutnya dengan positif dan segera bertolak ke Majapahit untuk mendampingi putrinya menghadap Hayam Wuruk. Namun, sesampainya di sana terjadi perdebatan sengit antara Linggabuana dengan Gajah Mada (yang telah kembali dari Semenanjung Melayu). Sang Mahapatih menganggap pernikahan Hayam Wuruk dan Dyah Pitaloka sebagai pengakuan tunduknya Sunda pada Majapahit, sedangkan Linggabuana hanya menganggapnya sebagai hubungan persahabatan biasa. Kesalahpahamanpun berujung pada pecahnya pertempuran yang tidak perlu. Pertempuran berakhir dengan tewasnya Linggabuana dan para pengikutnya ditangan pasukan Bhayangkara termasuk Dyah Pitaloka yang memutuskan untuk bunuh diri. Tragedi ini membuat Hayam Wuruk sangat terpukul dan menempatkan Mahapatih Gajah Mada di Madakaripura.

Ekspedisi militer ke Indonesia Timur. Angkatan Laut Majapahit pimpinan Laksamana Nala mengadakan penaklukan ke Nusa Tenggara. Dengan armada berjumlah sekitar 3000 orang prajurit, mereka berhasil menundukkan seluruh kerajaan merdeka yang tersisa di Sumbawa (Dompu, Bima, Sapi, Sangiang). Hikayat lokal dari Nusa Tenggara Timur juga mengisahkan penaklukan Majapahit terhadap Flores (Bajo, Cibal, Ngada, Sikka, Kerantoka), Sumba, Solor, Lembata (Marisa), Pantar (Pandai, Bernusa, Munaseli), dan Alor (Bungabali). Seluruh negeri tersebut pun menjadi vasal Majapahit. Laksamana Nala kemungkinan juga telah berhasil menjadikan beberapa negeri di Sulawesi Selatan (Tallo, Bantaeng, Selayar) dan Buru (Kadali) sebagai vasal Majapahit.

1358 M Invasi Majapahit Kedua ke Nan Sarunai. Dengan jumlah armada yang lebih besar yakni 10.000 orang prajurit pimpinan Laksamana Nala, serangan kali ini sukses menaklukkan Kerajaan Nan Sarunai dan menjadikannya sebagai bagian dari Majapahit. Raden Anyan dan istrinya gugur dalam pertempuran, istana Nan Sarunai dihancurkan. Masyarakat Dayak Maanyan pun terpaksa mengungsi ke pedalaman, secara penuh meninggalkan budaya maritim mereka. Riwayat negeri Nan Sarunai yang telah berusia lebih dari 1600 tahun itu pun berakhir. Armada Majapahit lalu lanjut menyerang Tanjungpuri, namun gagal. Akhirnya kedua pihak memutuskan untuk mengadakan perjanjian damai, yang mana Tanjungpuri bersedia menjadi vasal Majapahit. Sementara bekas wilayah Nan Sarunai dianeksasi penuh oleh Majapahit. Di tahun yang sama, Majapahit juga berhasil menundukkan Kerajaan Tumasik dan seluruh jajahannya di Kepulauan Riau: Tambelan, Siantan, Jemaja, Bunguran, Serasan, Subi, Pulau Laut, Tiuman, Pulau Tinggi, Pemanggilan, Lingga, Riau, Bintan, dan Bulan. Negara itu pun bersedia menjadi bawahannya. 

1358 M Prasasti Canggu, Prabu Hayam Wuruk mengatur kedudukan desa-desa di tepian Sungai Brantas dan Bengawan Solo yang menjadi tempat penyeberangan. Pada saat itu, di sekitar Bengawan Solo terdapat beberapa tempat penyeberangan yang berfungsi untuk menyeberangkan orang.

1359 M Gajah Mada diangkat kembali sebagai Mahapatih, namun memerintah dari Madakaripura.

1360 M Kunjungan Raja Kutai ke Majapahit. Penguasa Kerajaan Kutai Kartanegara, Aji Maharaja Sultan mengunjungi Majapahit. Didampingi oleh kakak sulungnya (Maharaja Sakti) dan penguasa Kutai Martadipura (Maharaja Indra Mulya), ia mendatangi keraton Trowulan untuk menimba ilmu tentang adat istiadat dan tata cara pengelolaan pemerintahan kerajaan untuk diterapkan di negerinya. Namun, Indra Mulya kemudian memutuskan untuk kembali ke negerinya tanpa sebab yang jelas. Di sana, mereka dibina langsung oleh Hayam Wuruk dan Gajah Mada (yang telah diperbolehkan kembali ke Trowulan). Setelah selesai, Aji Maharaja Sultan dan kakaknya pun kembali ke Kutai didampingi seorang Patih Jawa sebagai perwakilan Majapahit di Kutai Kartanegara. Kehadiran seorang Patih menunjukkan bahwa saat itu wilayah Kutai Kartanegara telah menjadi vasal Majapahit, secara sukarela. Di tahun yang sama, Majapahit mendirikan Kerajaan Kuripan sebagai negara bawahan di bekas wilayah Nan Sarunai.

1362 M Pembangunan Candi Bhayalango oleh Hayam Wuruk untuk mengenang neneknya, Gayatri Rajapatni. -Kerajaan Tidung di Kalimantan Utara dan Sulu (Lupah Sug) di Filipina Selatan diperkirakan telah menjadi vasal Majapahit sejak tahun ini.1364 - Gajah Mada wafat.

1365 M Puncak kejayaan Majapahit di bawah pimpinan Hayam Wuruk. Naskah Kakawin Nagarakretagama selesai ditulis oleh Mpu Prapanca, seorang bekas pejabat Majapahit yang kala itu telah menetap di sebuah dusun di pelosok Jawa Timur. Dalam karyanya, ia menuliskan daftar wilayah kekuasaan Majapahit (Negara Agung dan Mancanegara) serta vasal (Nusantara) dan negeri-negeri sahabatnya (Mitreka Satata). Palembang dan Dharmasraya kemungkinan telah berhasil direbut kembali oleh Majapahit dari pengaruh Pagaruyung. Sejak tahun ini pula, beberapa daerah di Maluku Selatan (Ambon, Banda, Gorong, Watubela, Kei) telah menjadi vasal dan bagian dari Majapahit. Hikayat Tom-Tad mengisahkan pendudukan kepulauan Kei dan Watubela oleh orang Jawa dan Bali, yang kemudian mendirikan pelabuhan pertama di sana dengan nama Balsorbay. Tiga kerajaan kecil di Semenanjung Onin, Papua Barat, yakni Rumbati, Atiati, dan Fatagar diperkirakan juga telah menjadi vasal Majapahit sejak tahun ini. Kepulauan Sitaro, Sangihe, dan Talaud diperkirakan juga telah jatuh ke tangan Majapahit, yang merebutnya dari Kerajaan Tampungan Lawo. Pasukan Majapahit di sana lalu menyatukan ketiganya menjadi sebuah koloni bernama Udamakatraya. Sebuah sumber menyebutkan bahwa Majapahit mengadakan ekspedisi militer ke Flilipina Utara untuk menaklukkan Kerajaan Tondo di Luzon. Disebutkan bahwa perang terjadi di Manila (Seludong), dan berakhir dengan kekalahan pasukan Majapahit. Namun, sumber ini meragukan sehingga tak diketahui dengan pasti apakah memang pernah terjadi perang antara Majapahit melawan Tondo.

1367 M Prasasti Biluluk I (1366 M), Biluluk II (1393 M), Biluluk III (1395 M) daerah Lamongan, Prabu Hayam Wuruk mengeluarkan peraturan terkait sumber air asin dan ketentuan pajaknya. Sumber air asin adalah aset yang sangat berharga untuk membuat garam, sehingga diperlukan peraturan yang ketat. 

1368 M Raja Awang Alak Betatar naik tahta di Brunei.

1369 M Sulu memerdekakan diri dari Majapahit, lalu mengirim segerombolan perompak ke Brunei untuk menyerang dan melancarkan penjarahan besar-besaran terhadap negeri kaya tersebut. Di tahun yang sama, Majapahit kemungkinan besar telah menarik mundur pasukannya di Talaud dan meninggalkan Udamakatraya, yang kemudian direbut kembali oleh Tampungan Lawo.

1370 M Majapahit mengirim pasukan untuk mengusir para perompak Sulu dari Brunei dan berhasil dengan sukses. Tetapi kemudian armada Majapahit meninggalkan Brunei begitu saja, yang menjadi bangkrut dan miskin pasca penjarahan Sulu.

1371 M Menurut Pararaton Tribhuwana (Bhre Kahuripan) meninggal dunia setelah pengangkatan Gajah Enggon sebagai patih Hayam Wuruk menggantikan Gajahmada pada tahun 1371 dan didharmakan dalam Candi Pantarapura yang terletak di desa Panggih. Sedangkan suaminya, yaitu Kertawardhana (Bhre Tumapel) meninggal tahun 1386, dan didharmakan di Candi Sarwa Jayapurwa, yang terletak di desa Japan. Berita kematian ibunya tersebut membuat Hayam Wuruk sangat terpukul. Akibatnya, Kemaharajaan Majapahit mulai memasuki masa kemundurannya sejak tahun ini. Raja Brunei, Awang Alak Betatar mengirim utusan kepada Kaisar Cina di Nanjing untuk meminta pengakuan kedaulatan dari Kekaisaran Ming (yang telah menggantikan Kekaisaran Yuan). Dengan kata lain, Brunei berniat melepaskan diri dari hegemoni Majapahit.

1373 M Pemberontakan Sumatra Selatan. Palembang dan Dharmasraya melancarkan pemberontakan terhadap hegemoni Majapahit. Keduanya mengirim utusan kepada Kaisar Cina untuk meminta pengakuan kedaulatan dari Kekaisaran Ming (yang telah menggantikan Kekaisaran Yuan). Kaisar Cina pun bersedia dan balik mengirim utusan ke Palembang dan Dharmasraya untuk meresmikan kemerdekaan mereka. Mendengar hal ini, Hayam Wuruk marah dan memerintahkan pasukan Majapahit untuk segera memblokade Palembang dan Dharmasraya serta membunuh para utusan Cina.

1376 M Wijayarajasa mendirikan Kedhaton Timur di bekas wilayah Lumajang sebagai bawahan Majapahit.

1377 M Majapahit memadamkan Pemberontakan Sumatra Selatan. Palembang dan Dharmasraya pun berhasil takluk kembali, dan para utusan Ming dibunuh. Kemudian, Majapahit menganeksasi keduanya dan mendirikan pemerintahan langsung di sana. Mengetahui hal itu, Kaisar Cina memutuskan untuk diam dan membiarkannya, melegitimasi kekuasaan Majapahit atas Sumatra Selatan. Pemberontakan Berau. Di Kalimantan Utara, Baddit Dipattung mendirikan Kerajaan Berau dan memerdekakan diri dari Majapahit. Ia memimpin penaklukkan kembali terhadap wilayah yang sebelumnya termasuk dalam kekuasaan pendahulunya, Kerajaan Tidung.

1379 M Ayutthaya melanggar janjinya dengan kembali melancarkan invasi ke Semenanjung Melayu, menyebabkan Majapahit kehilangan kontrol atas wilayah tersebut. Ayutthaya juga menganeksasi Singapura.

1380 M Kerajaan Pekantua berdiri di Pelalawan sebagai bawahan Majapahit, didirikan oleh seorang bangsawan Singapura yang mengungsi setelah negerinya ditaklukkan oleh Ayutthaya. Majapahit mengirim pasukan pimpinan Patih Lohgender ke Tanjungpura dalam rangka ekspedisi penaklukkan terhadap negeri-negeri di sepanjang sungai Kapuas. Kerajaan Sanggau dan Sekadau kemungkinan telah takluk menjadi vasal pada tahun ini. 

1383 M Kinabatangan, sebuah negeri kecil di Sabah yang didirikan oleh seorang pelarian Cina bernama Ong Sum Ping menjadi vasal dari Brunei, yang masih merupakan bawahan dari Majapahit.

1384 M Sintang takluk pada Majapahit. Pasukan Jawa membawa Demong Nutup, putra Raja Sintang, Jubair I sebagai tawanan perang. Saudarinya, Dara Juanti menyusul ke Jawa untuk membebaskannya. Saat mendarat di Tuban, sang putri dihadang oleh Patih Lohgender yang kemudian kasmaran kepadanya. Sang Patih pun bersedia membebaskan Demong Nutup. Dara Juanti lalu kembali ke Sintang didampingi kedua pria tersebut.

1385 M Raja Jubair I menikahkan Dara Juanti dengan Patih Lohgender. Sang Patih Jawa menyerahkan maskawin berupa seperangkat gamelan, yang hingga kini masih disimpan oleh keraton Kesultanan Sintang. Kemungkinan di tahun ini, Kerajaan Selimbau dan Silat telah menjadi vasal Majapahit. Pihak Majapahit kemudian menghadiahkan beberapa buah keris kepada kedua negeri di pedalaman Kapuas tersebut. Dengan ini, berakhirlah ekspedisi penaklukkan Majapahit terhadap negeri-negeri Kapuas di Kalimantan Barat.

1387 M Mpu Jatmika, seorang perantau asal Keling (salah satu kadipaten Majapahit yang terletak di antara Daha dan Tumapel) mendirikan Kerajaan Negara Dipa sebagai bawahan Majapahit. Negeri ini merupakan peleburan dari Kerajaan Kuripan dan Tanjungpuri, dengan pusat pemerintahannya terletak di kota Amuntai. 

1387 M Prasasti Karang Bogem, dua tahun sebelum wafatnya Prabu Hayam Wuruk, Batara Parameswara Pamotan Wijayarajasa dyah Kudamerta, raja Kedaton Wetan yang wafat pada tahun 1388 M menetapkan tanah sima kepada Patih Tamba di Karang Bogem daerah Gresik untuk perikanan, batas selatannya adalah tanah padang, batas timurnya adalah tanah dataran yang mentok ke segara. batas barat adalah daerah pembabatan alas Demung, sampai segara. Sawahnya seluas satu jung dan pembabatan hutannya sakikil. 

1389 M Hayam Wuruk wafat. Putrinya, Dyah Kusumawardhani naik tahta menggantikannya didampingi oleh suaminya, Wikramawardhana. Dalam perkembangannya, jalannya pemerintahan lebih banyak dipegang oleh Wikramawardhana, sehingga tokoh inilah yang lebih sering dianggap sebagai penguasa Majapahit ke-5 pengganti Hayam Wuruk. Parameswara, konon merupakan seorang mantan penguasa bawahan Majapahit di Palembang dan keturunan bangsawan Bintan merebut Tumasik dari Ayutthaya dan mengangkat dirinya sebagai Raja yang merdeka di sana, mengganti nama Tumasik menjadi 'Singapura'.

1391 M Chermin melepaskan diri dari Ayutthaya dan kembali menjadi vasal Majapahit. Raden Mas Pamari naik tahta sebagai penguasa ke-2 kerajaan tersebut. Ia naik tahta dengan gelar 'Paduka Sri Sultan Baki Syah'. Putranya, Maulana Nenggiri, menjadi seorang ulama muda yang giat menjalankan dakwah Islam ke berbagai tempat di Nusantara. Bahkan, sebelumnya ia dikabarkan telah berdakwah kepada Maharaja Majapahit ke-4, Hayam Wuruk.

1392 M Prasasti Ketiden, Wikramawardhana meneguhkan kembali keputusan Bhre Wĕngkĕr Śrī Wijayarājasa, kakek Kusumawarddhani, permaisurinya yang pembebasan daerah penduduk di desa Katiden. Pembebasan daerah di desa Katiden ini meliputi 11 desa. Pembebasan ini diberikan karena penduduk di desa Katiden mendapatkan tugas berat dengan menjaga dan memilihara hutan alang-alang di daerah Gunung Lejar.

1398 M Penaklukan Singapura. Melalui bantuan Sang Rajuna Tapa, Majapahit menganeksasi Singapura. Parameswara berhasil meloloskan diri ke Muar dan menetap di Malaka, tempat ia mendirikan sebuah negara besar beberapa tahun kemudian. Adipati Perbaita Sari (Datuk Merpati), konon seorang pejabat Majapahit yang terusir dari Jawa, diperkirakan tiba di Sarawak pada tahun ini. Ia memiliki seorang putra bernama Datuk Merpati Jepang, salah satu tokoh yang dipercaya sebagai leluhur aristokrat Melayu Perabangan di Sarawak saat ini. Mereka pun menetap di sana. Merpati Jepang kemudian diangkat menjadi penguasa di Samarahan setelah menikah dengan putri seorang penguasa setempat.

1400 M Di Mempawah, Patih Gumantar tewas terpenggal dalam perang kayau melawan suku Dayak Biaju, yang lalu membawa kepalanya sebagai rampasan perang. Akibatnya, Kerajaan Sidiniang pun kehilangan kepala pemerintahan. Semandang, bawahan Tanjungpura yang merupakan atasan Sidiniang kemungkinan mengambil alih pemerintahan di sana, dan menghapus monarki Sidiniang.

1401 M Brunei memulai ekspedisi perluasan wilayah. Di bawah pimpinan Awang Semaun, Awang Jerambak, dan Pateh Damang Sari, pasukan Brunei menggempur Tutong yang kala itu dipimpin oleh seorang pembesar Melanau bernama Mawangga. Baik Melanau maupun Brunei sendiri saat itu masih merupakan vasal Majapahit. Perang antar vasal ini kemungkinan diakibatkan oleh semakin merosotnya pengaruh Majapahit atas vasal-vasalnya serta hadirnya kembali Kekaisaran Cina yang diperintah oleh bangsa Han.

1402 M Parameswara mendirikan Kerajaan Malaka di Semenanjung Melayu bagian selatan, yang merdeka dari pengaruh Majapahit maupun Ayutthaya. Perang Igan meletus di Borneo Utara. Brunei melancarkan invasi besar-besaran terhadap Melanau.1403 - Bhre Wirabhumi, penguasa Blambangan yang merupakan putra Hayam Wuruk dengan seorang selir memerdekakan diri dari Majapahit. Ia mengirim utusan kepada Kaisar Cina untuk meminta pengakuan kedaulatan. Hal ini membuat hubungan antara Wirabhumi dengan Wikramawardhana semakin meruncing dan berujung pada perang besar setahun kemudian. Brunei menaklukkan Melanau.

1404 M Perang Paregreg. Perang saudara Majapahit dimulai. Konflik antara Keraton Majapahit Timur (Blambangan) pimpinan Wirabhumi dengan Keraton Majapahit Barat (Trowulan) pimpinan Wikramawardhana. Wirabhumi merebut Pamotan dan Pakembangan. Sunan Gresik, salah seorang pelopor penyebaran Islam di Jawa, mendirikan Walisongo, sebuah majelis dakwah Islam.

1405 M Ekspedisi Laut Dinasti Ming pimpinan Laksamana Cheng Ho (Zheng He). 'Armada Harta Karun', sebutan untuk jung-jung raksasa Cina dalam ekspedisi tersebut, mengunjungi berbagai pelabuhan di Nusantara, di antaranya Kelantan, Malaka, Pasai, Aru, Palembang, Semarang, dan Surabaya. Memanfaatkan kekacauan yang tengah terjadi di Jawa, Pasai dan Aru memohon bantuan Kaisar Cina untuk memerdekakan negeri mereka dari Majapahit. Cheng Ho menyampaikan hal ini pada Yongle, sang Kaisar Cina, dan ia menyetujuinya. Maka, Pasai dan Aru (serta sejumlah negara-kota kecil di pesisir Aceh) berhasil lepas dari hegemoni Majapahit.

1406 M Perang Paregreg berakhir. Kedhaton Majapahit Timur berhasil diserbu dan diduduki oleh pasukan Kedhaton Barat Kala penyerbuan terjadi, sekitar 100 orang Cina anggota ekspedisi Dinasti Ming tengah menghadap Wirabhumi. Tanpa mengetahui apakah mereka kawan atau lawan, pasukan Majapahit Barat menyerang dan membunuh mereka, bersama dengan sebagian besar penghuni istana Blambangan. Wirabhumi berhasil meloloskan diri, namun dapat dikejar dan dibunuh oleh salah seorang panglima Majapahit Barat, Raden Gajah.

1407 M Armada Harta Karun Ming kembali mengunjungi Nusantara. Kali ini singgah di beberapa negeri pesisir di Kalimantan, di antaranya Sambas dan Brunei. Beberapa puluh orang kru armada ini lalu menetap di Sambas, mendirikan permukiman Muslim Hui pertama di daerah itu. Di Brunei, mereka bersedia membantu negeri itu untuk merdeka dari Majapahit. Bahkan, penguasanya sendiri, Sultan Abdul Majid Hasan turut pergi ke Beijing untuk memohon langsung pada Kaisar Yongle.

1408 M Untuk ketiga kalinya, armada Ming kembali mengunjungi Nusantara. Saat singgah di Majapahit, Cheng Ho menyampaikan pesan Kaisar Yongle untuk Wikramawardhana agar segera membayar hutang atas terbunuhnya 100 orang utusan Cina saat Perang Paregreg. Armada Ming juga mengunjungi Brunei Di tahun yang sama, menyampaikan kabar kematian Sultan Abdul Majid Hasan serta restu Kaisar Yongle untuk kemerdekaan kesultanan tersebut. Brunei pun resmi merdeka dari Majapahit. Malaka mulai memperluas wilayahnya dengan menguasai pesisir selatan Malaya dari Selangor sampai Johor, serta merebut Singapura dari Majapahit.

1409 M Sebagai usaha untuk mendapatkan sumber emas di pegunungan Minangkabau, Majapahit melancarkan agresi militer terhadap Pagaruyung. Di Borneo, Kesultanan Brunei memulai ekspansi besar-besaran ke seantero pulau besar tersebut. Pasukan Brunei berturut-turut menundukkan Kalaka, Samarahan, Sambas, Sanggau, Landak, dan Semandang. Mereka juga berhasil menundukkan Sulu dan Berau.

1410 M Pasukan Brunei menduduki negeri-negeri Kapuas serta Tanjungpura dan Kutai.

1411 M Pertempuran Padang Sibusuk. Perang Majapahit-Pagaruyung berakhir dengan kekalahan pasukan Jawa. Majapahit juga kehilangan kontrol atas daerah Siak, Kampar, Pekantua, Keritang, dan Bintan, yang kemungkinan besar direbut oleh Pagaruyung. Puncak ekspansi Brunei. Armada kesultanan tersebut berhasil menduduki seluruh pesisir Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur. Mereka bahkan lanjut menyerang Negara Dipa, namun kemungkinan besar dapat dipukul mundur.

1412 M Ekspansi militer Brunei berakhir. Tanjungpura, Semandang, Sambas, Samarahan, Kalaka, Landak, Sanggau, Sekadau, Sintang, Selimbau, dan Silat resmi jatuh ke dalam kekuasaan Brunei. Ini menyisakan Negara Dipa, Sampit, Kotawaringin, Kendawangan, dan Kutai Kartanegara sebagai negara bawahan Majapahit yang tersisa di Kalimantan. Armada Ming untuk kesekian kalinya kembali mengunjungi Nusantara. Cheng Ho menagih Wikramawardhana untuk melunasi hutangnya, namun sang Maharaja mengatakan bahwa uangnya belumlah cukup. Mendengar hal ini, Kaisar Yongle yang merasa kasihan memutuskan untuk melepaskan hutang Majapahit terhadap Ming tersebut.

1414 M Kerajaan Malaka diperkirakan telah resmi menjadi kesultanan Islam sejak tahun ini. Konon, peristiwa ini diawali dengan surat-menyurat tentang perdagangan antara Raja Malaka (Parameswara) dengan Ratu Pasai (Ratu Nahrasyah) dan Maharaja Majapahit (Wikramawardhana). Parameswara memohon pada Wikramawardhana agar pedagang-pedagang Jawa diperbolehkan mengunjungi pelabuhan Malaka. Wikramawardhana setuju, namun berkata pada Parameswara untuk turut meminta izin pada Ratu Pasai, karena kala itu pedagang-pedagang Jawa lebih suka singgah di pelabuhan Pasai dibandingkan Malaka.  Sejak lama, pedagang Jawa telah mendapat perlakuan istimewa dari Samudra Pasai yang tidak memberlakukan pungutan pajak kepada mereka. Biasanya, para saudagar Jawa menukar beras dengan lada yang banyak tumbuh di Pasai. Parameswara pun menyampaikan maksudnya pada Ratu Nahrasyah. Sang Ratu bersedia membantunya dengan satu syarat, yakni agar Parameswara memeluk Islam terlebih dahulu. Raja Malaka pun setuju, dan pedagang-pedagang Jawa (juga orang Arab, Persia, dan Gujarat) pun mulai banyak yang singgah di bandar Malaka. Sementara itu, sumber lain menyebutkan bahwa Parameswara memeluk Islam setelah menikahi seorang putri Pasai (kemungkinan salah satu putri dari Ratu Nahrasyah). Mengikuti jejak sang Raja, sebagian besar masyarakat Malaka berbondong-bondong memeluk Islam secara sukarela. Kesultanan Malaka pun mulai memasuki masa kejayaannya. 

1415 M Kaisar Cina mengakui kedaulatan Majapahit atas Palembang. Kunjungan Raja Buton ke Majapahit. Penguasa Buton ke-3, Bancapatola (Bataraguru) yang merupakan cucu dari Ratu Wa Kaa Kaa dan Raden Sibatara mengunjungi keraton Trowulan, namun sempat tak diakui sebagai anggota keluarga Kerajaan Majapahit. Untuk membuktikannya, ia mengucapkan sumpah bahwa tanah yang tengah dipijaknya akan naik hingga setara dengan singgasana Maharaja Majapahit. Konon hal itu benar-benar terjadi, dan menjadi asal-usul bangunan keramat Siti Hinggil di istana Jawa hingga kini. Setelah diakui, Bancapatola diperkenankan tinggal di keraton Majapahit selama 1 tahun, sebelum pulang kembali ke Buton.

1418 M Maulana Nenggiri naik tahta sebagai penguasa Kerajaan Chermin ke-3, dinobatkan dengan gelar 'Paduka Sri Sultan Sadik Muhammad Syah'. Ia memindahkan pusat pemerintahan negerinya ke kota Nenggiri di pedalaman Kelantan.

1419 M Sunan Gresik wafat. Mpu Jatmika wafat. Lambung Mangkurat (Lembu Mengkurat), putra kedua Mpu Jatmika mengambil alih kendali pemerintahan Negara Dipa, namun tak mengangkat dirinya sebagai Raja, atas pesan sang ayah. Ia melakukan perluasan wilayah ke daerah Seruyan.Masa pemerintahan Dyah Suhita (1427-1447):

1427 M Wikramawardhana wafat. Keponakannya, Dyah Suhita naik tahta sebagai penguasa Majapahit ke-6 menggantikannya. Sang Ratu menikah dengan seorang bangsawan Melayu Kelantan dari Chermin bernama Raja Kemas Jiwa, yang mendampinginya dalam memerintah Majapahit dengan gelar 'Sang Aji Jayaningrat'.

1429 M Sang Aji Jayaningrat dilantik sebagai penguasa Chermin ke-4 menggantikan Maulana Nenggiri disebabkan adanya invansi Ayuttaya ke Jelantan. Karena hal ini, ia terpaksa bercerai dengan Ratu Suhita dan segera pergi ke Kelantan. Ia dinobatkan dengan gelar 'Paduka Sri Sultan Iskandar Syah'. Manggalawardhani Dyah Suragharini, cucu Wikramawardhana diangkat sebagai Bhre Tanjungpura. Sejak tahun ini, kekuasaan Majapahit di Kalimantan Barat yang diduduki Brunei telah berhasil dipulihkan kembali. Adanya jabatan 'Bhre Tanjungpura' juga menyimpulkan bahwa Kerajaan Tanjungpura telah dianeksasi oleh Majapahit yang mendirikan pemerintahan langsung di sana. Di Kalimantan Selatan, Lambung Mangkurat mengangkat Putri Junjung Buih sebagai Ratu Negara Dipa menggantikannya. Lambung Mangkurat mendampinginya sebagai Mangkubumi (Perdana Menteri).

1443 M Swan Liong (Arya Damar), seorang pangeran Majapahit putra Hyang Wisesa (Wikramawardhana) dilantik sebagai Adipati Palembang dan memerintah sebagai bawahan Majapahit. Menurut Kronik Sam Po Kong, ia memiliki seorang asisten Muslim bernama Bong Swi Hoo (Sunan Ampel) yang membantunya dalam mengatur administrasi Palembang.

1444 M Raden Putra (Arya Gegombak Janggala Rajasa), seorang pangeran Majapahit dilantik sebagai penguasa ke-4 Kerajaan Negara Dipa, setelah menikahi Putri Junjung Buih. Ia naik tahta dengan gelar 'Maharaja Suryanata'. Dalam memerintah, ia didampingi oleh istrinya serta Lambung Mangkurat. Menurut Hikayat Banjar, Suryanata berhasil memperluas wilayah negerinya ke pedalaman, melebur Kotarawingin dan Sampit ke dalam kekuasaannya, serta menjadikan Kutai dan Berau sebagai vasalnya. Kedua negeri itu (Kutai dan Berau) pun secara tak langsung turut jatuh ke dalam lingkup pengaruh Majapahit.Masa pemerintahan Brawijaya I / Dyah Kertawijaya (1447-1451):

1447 M Dyah Kertawijaya naik tahta sebagai Maharaja Majapahit ke-7. Ia dinobatkan dengan gelar ''Wijaya Parakramawardhana'. Prasasti Waringin Pitu. Menuliskan tentang 14 kadipaten mancanegara Majapahit di Jawa dan Kalimantan, yakni Daha, Kahuripan, Pajang, Wengker, Wirabhumi, Matahun, Tumapel, Jagaraga, Tanjungpura, Kembang Jenar, Kabalan, Singhapura, Keling, dan Kalinggapura.

1449 M Lambung Mangkurat wafat.

1450 M Peristiwa perebutan tengkorak Patih Gumantar di Kalimantan Barat. Patih Gumantar adalah pemimpin Kerajaan Mempawah berkedudukan di dekat pegunungan Sidiniang, Sangking, Mempawah Hulu yang berdiri kira-kira tahun 1340 Masehi. Konon Patih Gajahmada adalah saudara dari Patih Gumantar ini, salah satu peninggalan Patih Gajahmada di kerajaan Mempawah ini adalah sebuah keris Susuhan yang diberikan Patih Gajahmada sesudah ia melakukan lawatannya ke kerajaan Muang Thai untuk membendung serangan pasukan Mongol.

Patih Gumantar dikenal sebagai raja yang berjaya dan sangat kaya raya, sehingga banyak juga yang ingin merebut kekayaan ini. Pasukan dari kerajaan MIAJU nekad menyerangnya dengan kekuatan yang besar sehingga mengalahkan kerajaan Patih Gumantar dan terkayaunya kepala Patih Gumantar, karena memang saat itu adalah masa tenang dimana masuk musim berladang. kemudian dibawa oleh pasukan MIAJU ini ke kerajaannya. Tengkorak kepala Patih Gumantar diyakini memiliki khasiat yang luar biasa bagi kerajaan MIAJU ini sehingga kepala ini jaga dengan ketat dan disimpan didalam sebuah tajau / balanga disebut TAJAU TARUS.

1451 M Rajasawardhana naik tahta sebagai Maharaja Majapahit ke-8, dinobatkan dengan gelar 'Brawijaya II'. Sunan Ampel (dipercaya sebagai tokoh yang sama dengan Bong Swi Hoo) mendirikan Pesantren Ampeldenta di Surabaya, sebuah pusat perguruan agama Islam.

Fase Interregnum / Periode Tanpa raja 1453-1456):

1453 M Rajasawardhana wafat, meninggalkan pewaris tahta yang masih kecil. Hal ini menyebabkan Majapahit mengalami Fase Interregnum (Periode Tanpa Raja) hingga tiga tahun berikutnya.

1454 M Prabu Jaya naik tahta di Tanjungpura.

1455 M Raden Patah (Jin Bun/Pate Rodim) lahir di Palembang (sumber lain menyebutkan Jepara). Jin Bun menghabiskan sebagian besar masa mudanya di Palembang, sebagai salah satu asisten Swan Liong, penguasa Palembang yang juga merupakan salah seorang pengasuhnya sejak kecil.

1456 M Girisawardhana (Purwawisesa/Bhre Wengker) naik tahta sebagai Maharaja Majapahit ke-9.

1458 M Sultan Mansur Syah naik tahta di Malaka. Di bawah pemerintahannya, kesultanan itu mencapai puncak kejayaannya. Ia mengadakan ekspansi besar-besaran ke seantero Sumatra dan Malaya. Di bawah pimpinan Laksamana Hang Tuah, pasukan Malaka berhasil menaklukkan Pahang, Terengganu, Siak, Kampar, Rokan, dan Riau.

1459 M Pernikahan politik antara Majapahit dengan Malaka yaitu Sultan Mansur Syah dengan Dewi Galuh Candrakirana putri Ratu Suhita dengan Jatiningrat. Melalui peristiwa ini, Girisawardhana bersedia menyerahkan Keritang dan Kepulauan Siantan (Anambas-Natuna) kepada Sultan Mansur Syah. Akibatnya, Majapahit semakin kehilangan pengaruhnya atas Selat Malaka dan Laut Champa (Laut Cina Selatan).

1460 M Puti Selaro Pinang Masak mendirikan Kerajaan Jambi di atas reruntuhan Kerajaan Dharmasraya di Batanghari sebagai vasal Majapahit. Perang saudara melanda Kekaraengan Gowa di Sulawesi Selatan, antara Batara Gowa (penguasa Sombaopu) melawan adiknya, Karaeng Loe ri Sero (penguasa Makassar). Batara Gowa muncul sebagai pemenang dan menduduki Makassar. Sang adik yang kalah konon mengungsi ke Jawa, meminta perlindungan pada Majapahit. Namun tak lama kemudian, Batara Gowa wafat tanpa diketahui penyebabnya, membuat Karaeng Loe ri Sero pulang kembali ke Makassar dan menyatukan kembali Kekaraengan Gowa.

1464 M Raden Arya Dewangsa dinobatkan sebagai penguasa Negara Dipa ke-5 menggantikan ayahnya, Suryanata yang memutuskan untuk pulang kembali ke Majapahit bersama Putri Junjung Buih. Sang pangeran naik tahta dengan gelar Maharaja Carang Lalean.

1465 M Di Semenanjung Melayu, Ayutthaya menaklukkan Chermin. Sultan Iskandar Syah terpaksa mengungsi ke Champa dan wafat di sana. Untuk sementara, Majapahit kehilangan pengaruhnya di Semenanjung Melayu.

1466 M Singhawikramawardhana (Dyah Suraprabhawa/Bhre Pandansalas) naik tahta sebagai Maharaja Majapahit ke-10, 

1467 M Chermin kembali menjadi vasal Majapahit, namun dengan wilayah yang jauh lebih kecil karena Kedah dan Perak telah lepas dan berganti menjadi vasal Ayutthaya.

1468 M Kudeta Trowulan Pertama. Singhawikramawardhana dilengserkan oleh putra-putra Sang Sinagara. Gindawardhana Dyah Wijayakarana baik tahta karena kakak sulungnya tewas dalam penyerangan tersebut. 

1470 M Kerajaan Tanah Hitu berdiri di Ambon, memerdekakan diri dari Majapahit.

1472 M Raden Ismahayana (Raden Abdul Kahar) naik tahta di Landak. Raja Bapurung naik tahta di Tanjungpura.

1474 M Dyah Wijayakarana wafat. Adik bungsunya Girindrawardhana (Dyah Ranawijaya) naik tahta menggantikannya.

1475 M Raden Patah, putra Brawijaya V mendirikan Kesultanan Demak di pesisir utara Jawa Tengah sebagai vasal Majapahit Timur. Ia mengangkat dirinya sebagai penguasa dengan gelar 'Panembahan Jimbun'. Demak dengan cepat berkembang menjadi sebuah bandar persinggahan internasional yang kaya karena menguasai Selat Muria yang cukup strategis saat itu.

1477 M Demak melebur Semarang ke dalam pemerintahannya.

1478 M Kudeta Trowulan Kedua. Girindrawardhana menyerang Trowulan dan berhasil mendudukinya. Njo Lay Wa, pejabat Demak di Majapahit terbunuh dalam serbuan tersebut. 

Girindrawardhana Dyah Ranawijaya mengangkat dirinya sebagai Maharaja Majapahit ke-12 di Daha. Ia juga dikenal dengan nama 'Sri Wilwatikta Janggala Kadiri'. Ia memerintah didampingi oleh Patih Udara (Hudhara)

Kapan Islam Masuk Nusantara?

Islam masuk ke Nusantara dibawa para pedagang dari Gujarat, India, di abad ke 14 Masehi. Teori masuknya Islam ke Nusantara dari Gujarat ini disebut juga sebagai Teori Gujarat.

Demikian menurut buku-buku sejarah yang sampai sekarang masih menjadi buku pegangan bagi para pelajar kita, dari tingkat sekolah dasar hingga lanjutan atas, bahkan di beberapa perguruan tinggi.

Namun, tahukah Anda bahwa Teori Gujarat ini berasal dari seorang orientalis asal Belanda yang seluruh hidupnya didedikasikan untuk menghancurkan Islam? 

Orientalis ini bernama Snouck Hurgronje, yang demi mencapai tujuannya, ia mempelajari bahasa Arab dengan sangat giat, mengaku sebagai seorang Muslim, dan bahkan mengawini seorang Muslimah, anak seorang tokoh di zamannya.

Mengutip buku Gerilya Salib di Serambi Makkah (Rizki Ridyasmara, Pustaka Alkautsar, 2006) yang banyak memaparkan bukti-bukti sejarah soal masuknya Islam di Nusantara, Peter Bellwood, Reader in Archaeology di Australia National University, telah melakukan banyak penelitian arkeologis di Polynesia dan Asia Tenggara.

Bellwood menemukan bukti-bukti yang menunjukkan bahwa sebelum abad kelima masehi, yang berarti Nabi Muhammad SAW belum lahir, beberapa jalur perdagangan utama telah berkembang menghubungkan kepulauan Nusantara dengan Cina.

Adanya jalur perdagangan utama dari Nusantara—terutama Sumatera dan Jawa—dengan Cina juga diakui oleh sejarahwan G. R. Tibbetts. Bahkan Tibbetts-lah orang yang dengan tekun meneliti hubungan perniagaan yang terjadi antara para pedagang dari Jazirah Arab dengan para pedagang dari wilayah Asia Tenggara pada zaman pra Islam. Tibbetts menemukan bukti-bukti adanya kontak dagang antara negeri Arab dengan Nusantara saat itu.

Sebuah dokumen kuno asal Tiongkok juga menyebutkan bahwa menjelang seperempat tahun 700 M atau sekitar tahun 625 M hanya berbeda 15 tahun setelah Rasulullah menerima wahyu pertama atau sembilan setengah tahun setelah Rasulullah berdakwah terang-terangan kepada bangsa Arab di sebuah pesisir pantai Sumatera sudah ditemukan sebuah perkampungan Arab Muslim yang masih berada dalam kekuasaan wilayah Kerajaan Budha Sriwijaya.

Di perkampungan-perkampungan ini, orang-orang Arab bermukim dan telah melakukan asimilasi dengan penduduk pribumi dengan jalan menikahi perempuan-perempuan lokal secara damai. Mereka sudah beranak–pinak di sana.

Temuan ini diperkuat Prof. Dr. HAMKA yang menyebut bahwa seorang pencatat sejarah Tiongkok yang mengembara pada tahun 674 M telah menemukan satu kelompok bangsa Arab yang membuat kampung dan berdiam di pesisir Barat Sumatera.

Ini sebabnya, HAMKA menulis bahwa penemuan tersebut telah mengubah pandangan orang tentang sejarah masuknya agama Islam di Tanah Air. 

HAMKA juga menambahkan bahwa temuan ini telah diyakini kebenarannya oleh para pencatat sejarah dunia Islam di Princetown University di Amerika.

Dari berbagai literatur, diyakini bahwa kampung Islam di daerah pesisir Barat Pulau Sumatera itu bernama Barus atau yang juga disebut Fansur. 

Kampung kecil ini merupakan sebuah kampung kuno yang berada di antara kota Singkil dan Sibolga, sekitar 414 kilometer selatan Medan.

Amat mungkin Barus merupakan kota tertua di Indonesia mengingat dari seluruh kota di Nusantara, hanya Barus yang namanya sudah disebut-sebut sejak awal Masehi oleh literatur-literatur Arab, India, Tamil, Yunani, Syiria, Armenia, China, dan sebagainya.

Sebuah peta kuno yang dibuat oleh Claudius Ptolomeus, salah seorang Gubernur Kerajaan Yunani yang berpusat di Aleksandria Mesir, pada abad ke-2 Masehi, juga telah menyebutkan bahwa di pesisir barat Sumatera terdapat sebuah bandar niaga bernama Barousai (Barus) yang dikenal menghasilkan wewangian dari kapur barus.

Bahkan dikisahkan pula bahwa kapur barus yang diolah dari kayu kamfer dari kota itu telah dibawa ke Mesir untuk dipergunakan bagi pembalseman mayat pada zaman kekuasaan Firaun sejak Ramses II atau sekitar 5. 000 tahun sebelum Masehi!

Setelah abad ke-7 M, Islam mulai berkembang di kawasan ini, misal, menurut laporan sejarah negeri Tiongkok bahwa pada tahun 977 M, seorang duta Islam bernama Pu Ali (Abu Ali) diketahui telah mengunjungi negeri Tiongkok mewakili sebuah negeri di Nusantara (F. Hirth dan W. W. Rockhill (terj), Chau Ju Kua, His Work On Chinese and Arab Trade in XII Centuries, St.Petersburg: Paragon Book, 1966, hal. 159).

Dari bukti-bukti di atas, dapat dipastikan bahwa Islam telah masuk ke Nusantara pada masa Rasulullah masih hidup. 

Secara ringkas dapat dipaparkan sebagai berikut: Rasululah menerima wahyu pertama di tahun 610 M, dua setengah tahun kemudian menerima wahyu kedua (kuartal pertama tahun 613 M), lalu tiga tahun lamanya berdakwah secara diam-diam—periode Arqam bin Abil Arqam (sampai sekitar kuartal pertama tahun 616 M), setelah itu baru melakukan dakwah secara terbuka dari Makkah ke seluruh Jazirah Arab.

Menurut literatur kuno Tiongkok, sekitar tahun 625 M telah ada sebuah perkampungan Arab Islam di pesisir Sumatera (Barus). 

Jadi hanya 9 tahun sejak Rasulullah SAW memproklamirkan dakwah Islam secara terbuka, di pesisir Sumatera sudah terdapat sebuah perkampungan Islam.

Selaras dengan zamannya, saat itu umat Islam belum memiliki mushaf Al-Qur’an, karena mushaf Al-Qur’an baru selesai dibukukan pada zaman Khalif Utsman bin Affan pada tahun 30 H atau 651 M. 

Naskah Qur’an pertama kali hanya dibuat tujuh buah yang kemudian oleh Khalif Utsman dikirim ke pusat-pusat kekuasaan kaum Muslimin yang dipandang penting yakni (1) Makkah, (2) Damaskus, (3) San’a di Yaman, (4) Bahrain, (5) Basrah, (6) Kuffah, dan (7) yang terakhir dipegang sendiri oleh Khalif Utsman.

Naskah Qur’an yang tujuh itu dibubuhi cap kekhalifahan dan menjadi dasar bagi semua pihak yang berkeinginan menulis ulang. Naskah-naskah tua dari zaman Khalifah Utsman bin Affan itu masih bisa dijumpai dan tersimpan pada berbagai museum dunia. Sebuah di antaranya tersimpan pada Museum di Tashkent, Asia Tengah.

Mengingat bekas-bekas darah pada lembaran-lembaran naskah tua itu maka pihak-pihak kepurbakalaan memastikan bahwa naskah Qur’an itu merupakan al-Mushaf yang tengah dibaca Khalif Utsman sewaktu mendadak kaum perusuh di Ibukota menyerbu gedung kediamannya dan membunuh sang Khalifah

Perjanjian Versailes (Versailes Treaty), yaitu perjanjian damai yang diikat pihak Sekutu dengan Jerman pada akhir Perang Dunia I, di dalam pasal 246 mencantumkan sebuah ketentuan mengenai naskah tua peninggalan Khalifah Ustman bin Affan itu yang berbunyi: (246) Di dalam tempo enam bulan sesudah Perjanjian sekarang ini memperoleh kekuatannya, pihak Jerman menyerahkan kepada Yang Mulia Raja Hejaz naskah asli Al-Qur’an dari masa Khalif Utsman, yang diangkut dari Madinah oleh pembesar-pembesar Turki, dan menurut keterangan, telah dihadiahkan kepada bekas Kaisar William II (Joesoef Sou’yb, Sejarah Khulafaur Rasyidin, Bulan Bintang, cet. 1, 1979, hal. 390-391).

Menengok catatan sejarah, pada seperempat abad ke-7 M, kerajaan Budha Sriwijaya tengah berkuasa atas Sumatera. Untuk bisa mendirikan sebuah perkampungan yang berbeda dari agama resmi kerajaan—perkampungan Arab Islam—tentu membutuhkan waktu bertahun-tahun sebelum diizinkan penguasa atau raja.

Jika ini yang terjadi, maka sesungguhnya para pedagang Arab yang mula-mula membawa Islam masuk ke Nusantara adalah orang-orang Arab Islam generasi pertama para shahabat Rasulullah, segenerasi dengan Ali bin Abi Thalib r. A..

Diceritakan sebelum Sunan Gunung Jati dan Walisongo ada, agama Islam sudah masuk ke Nusantara.

Seorang sejarawan M.C. Ricklefs mengungkapkan sesuatu yang sangat mengejutkan tentang masuknya Islam ke Nusantara.

Ia mengatakan dalam Sejarah Indonesia Modern 1200-2008 menegaskan bahwa, sejarah masuknya Islam ke Indonesia tidak jelas asal dan usulnya.

Tahun 1522, ada seorang pengelana dari Italia yang berkelana bersama penjelajah Portugis bernama Antonio Pigafetta, datang ke Jawa dan dia menyaksikan bagaimana penduduk pribumi di sepanjang Pantai Utara Jawa itu semuanya beragama Islam. 

Di pedalaman masih ada Kerajaan Majapahit yang rajanya bernama Wijaya tapi sudah tidak berkembang. 

Menurut kesaksian itu artinya Islam baru dapat berkembang pada era Walisongo yang sampai sekarang dipertanyakan oleh banyak sejarawan, kenapa begitu cepat dakwah Islam di era Walisongo. 

Dalam tempo 40 sampai 50 tahun pengislaman begitu meluas. 

Padahal 800 tahun ditolak, 

apa yang menjadi penyebab begitu cepatnya Islam tersebar ?

Selain itu, Belanda juga pernah mengarang cerita yang mengatakan bahwa semua Walisongo berasal dari Cina. 

Mereka berdalih mendapatkan sumber dari tiga cikar keramik hasil rampasan dari Kuil Sam Poo Kong.

Kerajaan Islam pertama di Jawa bukanlah Kerajaan Demak (abad 15), melainkan Kerajaan Lumajang yang menunjuk kurun waktu awal abad 12, yaitu saat Singasari di bawah Sri Kertanegara.

Para sejarawan dunia hingga kini masih bingung, kenapa dalam tempo tak sampai 50 tahun, Walisongo berhasil mengislamkan banyak sekali manusia nusantara.

Kenyataan inilah yang membuat sejarawan Ahmad Mansyur Suryanegara sangat yakin bahwa Islam masuk ke Nusantara pada saat Rasulullah masih hidup di Makkah dan Madinah.

Bahkan Mansyur Suryanegara lebih berani lagi dengan menegaskan bahwa sebelum Muhammad diangkat menjadi Rasul.

Islam Dan Peradaban

“…dua kota terletak dalam kegelapan dan bersebelahan dengan Gunung Qaf….(penduduknya) bahkan tidak mengenal Adam…Mereka tidak mengetahui bahwa Allah telah menciptakan matahari dan bulan…cahaya datang kepada mereka dari Gunung Qaf, dan mereka dinding, batu, dan debu mereka semuanya bersinar seperti cahaya….mereka tidak perlu menutupi tubuh mereka dengan pakaian…mereka semua laki-laki, dan mereka tidak memiliki perempuan…

Pada malam Mi'raj, ketika Jibril membawaku ke Surga, dia membawaku ke orang-orang ini. Saya menawari mereka Islam, mereka percaya pada saya, dan pada Allah. Saya mengangkat seorang Khalifah di antara mereka dari antara bangsa mereka sendiri, dan saya mengajari mereka Islam. Jibril  lalu membawaku ke Tharis dan Taqil dan menuju Yajuj dan Majuj; mereka kafir dan tidak menerima Islam.” – Hadits, Direkam oleh al-Tabari

“Kamu akan melihat mereka (Imam Mahdi) terbang. Mereka akan menentang gravitasi seperti halnya jet tempur. Mereka akan tampak terbang dan kuku tunggangan mereka tidak akan menyentuh bumi. Di depan mereka adalah Hadrat 'Ali, Guru kami.” -Mawlana GrandSyaikh Nazim al-Qubrusi

“ Atas perintah Nabi, dia (al Mahdi) pertama kali dibawa pergi ke belakang Gunung Qaf. Nujaba, Awtad, Budalla dan Akhyar membawanya. Imam mereka adalah Shihabuddin. Kemudian, dia diperintahkan untuk (kembali ke bumi dan) berada di Tempat Kosong. Di situlah Yaman dan Hijaz bergabung. Itu adalah gurun yang mati… Tuhan akan mengirim orang dari belakang Gunung Qaf. Tidak ada yang akan sendirian saat itu. 

Ketika Mahdi (alaihi salam) datang, dia akan membawa begitu banyak orang baru bersamanya yang akan datang dari sekitar (luar) bumi ini. Ada begitu banyak dunia yang tidak diketahui di sekitar (di luar) dunia kita. Orang-orang akan datang dari Nujaba, Awtad, Budalla dan Akhyar .” -Mawlana GrandSyaikh Nazim al-Qubrusi

“ Adam turun ke bumi. Ini menunjukkan bahwa kita tidak berasal dari bumi. Sebaliknya Adam dan Hawa diturunkan dari langit di atas dengan bahasa, pengetahuan, teknologi dan kekuatan untuk menjajahnya. Bumi awalnya dihuni oleh Nasnas dan Shiqqs (Manusia-kera yang dikenal sebagai Manusia Gua, Neanderthal, dan Ya’juj dan Ma’juj yang berevolusi dari bumi seperti yang dinyatakan oleh Imam al-Nawawi)– bentuk primitif dari manusia pra-Adam (kedatangan permanen), yang merupakan penghasut perang dan terus-menerus menumpahkan darah di bumi. 

Peradaban tiba-tiba muncul “tiba-tiba” hampir 7000 tahun yang lalu karena kedatangan Adam dan Hawa secara permanen dari surga dan mengungkapkan pengetahuan yang datang bersama mereka dan selanjutnya kepada keturunan mereka di antara para nabi… untuk lebih memahami tingkat ilmu pengetahuan dan matematika tingkat lanjut pengetahuan para nabi melalui wahyu lihatlah keajaiban ilmiah dan matematis dari Al-Qur'an ... apakah Anda menganggap mungkin seorang ilmuwan saat ini dapat mengetahui keajaiban matematika Al-Qur'an seperti Rasio Emas tetapi Nabi Penutup yang atasnya diturunkan? dari Allah sendiri, tidak bisa? Perjalanan ini dimulai dari Puncak Adam di Sri Lanka yang merupakan bagian dari India, dan konstruksi pertama oleh Raja Muda Tuhan di Bumi Adam adalah Jembatan Adam (Rama Setu/Jembatan Ram) antara India dan Sri Lanka. Pengetahuan dari Adam di India dilestarikan dalam Weda, meskipun kemudian disalahtafsirkan. Ram adalah kata yang digunakan hingga saat ini oleh orang Arab seperti yang kita lihat dalam nama Ramallah. Kata "Ramallah" terdiri dari dua bagian: "Ram" berasal dari Arami yang berarti gunung atau ketinggian, dan "Allah", kata Arab untuk Tuhan. Adam sangat tinggi dan dia turun di puncak gunung… kata Arab untuk Tuhan. Adam sangat tinggi dan dia turun di puncak gunung… kata Arab untuk Tuhan. Adam sangat tinggi dan dia turun di puncak gunung…kemudian dia pergi ke Arab untuk mencari Hawa – di mana kota pertama (Ibu Kota) Mekah dan Ka'bah Suci dibangun. Dari sana Adam dan Hawa bersatu kembali di Arafah, dan dilanjutkan ke Irak, serta mendirikan peradaban Sumeria. Adam (Atum) dan Seth (Agathodaimon) terus memperluas perbatasan mereka sampai mereka mencapai Yerusalem melalui Shivta (شبطا) dimana Adam membangun Masjid al-Aqsa. Kemudian Idris (Thoth) membawa warisan ini ke Mesir melalui Gaza dan membangun Piramida Agung Giza dan menyimpan pengetahuan ini secara kasat mata dalam 'bahasa burung' (hieroglif) yang disebutkan dalam Al-Qur'an. Nuh (Nu) datang setelah dia, dia menyelesaikan pekerjaan Adam dan Hawa selama 950 tahun. Air bah melenyapkan segala sesuatu yang lama dan primitif dari masa lalu dan dunia baru tercipta. Peternakan, pertanian, astronomi, navigasi, arsitektur, matematika, hukum, ilmu sosial dan bahkan genetika adalah ilmu wahyu yang dibawa ke bumi bersama Adam dan Hawa. Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam (sel punca) oleh Malaikat melalui bentuk rekayasa genetika yang sangat canggih. Adam dianugerahi pemahaman dan pengetahuan yang bahkan lebih tinggi daripada para Malaikat. Para nabi memiliki ilmu pengetahuan yang sangat maju…”   –  Sayyid Ahmed Amiruddin

Menurut tradisi Islam kuno, pada Malam Kenaikan ( al-Isra wal-Mi'raj) , Rasulullah ( sallallahu alaihi wa sallam ) mengunjungi peradaban cerdas non-manusia, dan mendakwahkan Islam kepada mereka. Menurut narasi, kota ada di luar tata surya kita.

"Tradisi Islam umumnya mendukung konsepsi kehidupan di luar bumi," kata Jorg Matthias Determann dalam  buku terbarunya Islam, Science Fiction and Extraterrestrial Life.

Al-Qur'an berulang kali menyebut Tuhan sebagai 'Tuhan Semesta Alam', dan umat Islam menggabungkan gagasan semacam itu dengan penelitian astrobiologi global dan fiksi ilmiah.

Ketika kita mulai melihat ke dalam hadits, khususnya tradisi Muslim Syiah, hal-hal mulai menjadi lebih menarik.

Imam Jafar Al-Sadiq, cendekiawan terkenal dan Imam ke-6 Islam Syiah, cukup spesifik dalam topik ini. Dia berkata:

Mungkin Anda melihat bahwa Tuhan hanya menciptakan satu dunia ini dan bahwa Tuhan tidak menciptakan manusia selain Anda. Saya bersumpah demi Tuhan bahwa Tuhan menciptakan ribuan dan ribuan dunia lain dan ribuan umat manusia.”(Bihar Al-Anwar, Vol. 8, hal. 375) Wahyu Mekkah (Futuhat al-Makkiyya) oleh Ibn Arabi

Sufi dan filsuf Andalusia, Ibn Arabi, menulis karya besarnya selama 30 tahun, mengumpulkan puisi, prosa filosofis, dan dongeng naratifnya menjadi satu karya. Dengan 560 bab, karya Ibn Arabi dimulai dengan pertemuan mistikus abad ke-12 dengan roh leluhur saat melakukan tawaf  (   keliling) Ka'bah di Masjid Agung Mekah, situs tersuci Islam.

Roh tersebut memperkenalkan Ibn Arabi pada rahasia keberadaan dan sifat sejati Tuhan dan alam semesta, tetapi juga mengungkapkan informasi menarik yang akan menarik bagi mereka yang tertarik dengan makhluk luar angkasa.

Memiliki pengetahuan tentang dunia di luar Bumi, roh tersebut mengajarkan  mistikus tentang peradaban lain dan "kota besar mereka, memiliki teknologi yang jauh lebih unggul dari kita".

Hal menarik lainnya dalam Futuhat  adalah penyebutan kutipan yang dikaitkan dengan Nabi Muhammad, di mana ia konon mengatakan bahwa ada 100.000 "Adam" sebelum Adam yang melahirkan manusia.

Babad Tanah Jawa

“Indonesia, adalah negara terkaya di dunia, bahkan seluruh kesuburan tanah di Eropa jika dikumpul tak akan menyamai kesuburan di tanah Jawa.”

Petikan kalimat di atas terdapat dalam naskah kuno “Babad Tanah Jawi”. Di situ, ada kesaksian Belanda sebagai negara penjajah tentang Indonesia yang “Gemah Ripah Loh Jinawi”.

Naskah “Babad Tanah Jawi” merupakan salah satu naskah kuno tahun 1700-an mengenai sejarah Indonesia yang kini awet tersimpan di tanah air. Sayang, tidak banyak naskah kuno yang bernasib baik seperti “Babad Tanah Jawi”. 

Sebagian naskah kuno tak jelas keberadaannya, sebagian lagi dibawa oleh negara lain. Maka tak perlu heran, jika para peneliti asal Indonesia yang ingin meneliti sejarah negerinya sendiri, seringkali kerepotan akan referensi naskah-naskah kuno. Banyak di antaranya yang harus terbang ke Belanda atau Inggris untuk mengakses naskah kuno yang justru tersimpan apik di negara orang.

Menurut data Perpustakaan Nasional, terhitung sekitar 26.000 koleksi naskah Indonesia terdapat di Perpustakaan Universitas Leiden, Belanda. Angka itu belum terhitung naskah-naskah kuno Indonesia yang tersimpan di Perpustakaan The British Library London, The Bodleian Library di Oxford, Perpustakaan Berlin di Jerman, atau di sejumlah negara lainnya. Semua naskah-naskah itu, hampir dapat dipastikan kondisinya terawat dengan sangat baik dan dapat diakses dengan mudah. Tentu melalui prosedur tertentu.

Diboyongnya warisan budaya ini memang telah lama terjadi, bahkan sejak ratusan tahun lalu. Maklum, saat itu kita masih dijajah Belanda atau Inggris di beberapa wilayah. Walau begitu, hal yang harus digarisbawahi, para negara pemboyong sangat peduli terhadap kekayaan sejarah bangsa lain.

Terbukti di Inggris, naskah-naskah Indonesia telah berdiam dan terinventarisasi secara teliti dalam sebuah katalogus susunan MC Ricklefs dan P Voorhoeve sejak awal abad ke-17. Sebanyak lebih dari 1.200 naskah teridentifikasi ditulis dalam berbagai bahasa daerah. 

Sebut saja Aceh, Bali, Batak, Bugis, Jawa (kuno), Kalimantan, Lampung, Madura, Makasar, Melayu, Minangkabau, Nias, Rejang, Sangir, Sasak, Sunda (kuno), dan Sulawesi (di luar Bugis dan Makasar). Naskah-naskah itu, menurut Oman Fathurahman, Filolog Indonesia, tersebar di 20-an perpustakaan dan museum di beberapa kota di Inggris. Koleksi terbanyak bermukim di dua tempat, yakni British Library dan School of Oriental and African Studies.

Pada tahun 1990, British Library bahkan mengklaim bahwa naskah yang berada di tempatnya mulai dikoleksi sejak abad ke-15. Koleksi mereka berisi berbagai macam hikayat, syair, primbon, surat, sampai bukti transaksi dagang dari abad ke-15. 

Menurut Syarif Bando, Kepala Membaca Perpusnas, Inggris memang merupakan salah satu negara yang menyimpan naskah-naskah kuno Indonesia terbanyak kedua setelah Belanda. Hal ini dikarenakan Inggris pernah menduduki Bengkulu. Selain itu, Raffles yang datang di abad ke-18 juga banyak membawa surat-surat dari berbagai raja yang berkuasa di Indonesia. 

Surat-surat tersebut, banyak yang merupakan koleksi unggulan, seperti surat dari Sultan Pontianak kepada Gubernur Thomas Stamford Raffles yang dikirim dalam sampul terbuat dari kain sutra berwarna-warni. Inggris juga menyimpan surat dari Raja Bali kepada seorang Gubernur Belanda di Semaran yang ditulis di atas lempengan emas. 

“Karena Bengkulu jajahan Inggris, lalu Belanda jajah Singapura, lalu kemudian mereka bertukar, jadi banyak juga naskah kita di sana” Panjangnya 12 Km

Selain Inggris, negara yang juga banyak mengoleksi naskah kuno Indonesia adalah Belanda. Maklum, Negara Kincir Angin ini telah berada di Indonesia 350 tahun lamanya. Naskah kuno di Belanda banyak tersimpan di sejumlah perpustakaan dan museum, antara lain di Amsterdam, Leiden, Delft, dan Rotterdam. 

Pada tahun 2015 lalu, Rektor Universitas Leiden, Belanda, Profesor Carel Stolker, pernah berkunjung ke Yogyakarta dan mengatakan bahwa naskah-naskah kuno Indonesia yang berada di negaranya, jika dijejer panjangnya bisa mencapai 12 km. Kebanyakan, naskah-naskah yang berada di sana tergolong adikarya, warisan berbagai kerajaan di Nusantara. Salah satu yang terkenal yakni naskah “Nagarakretagama” yang baru dikembalikan pada tahun 1970 oleh Ratu Yuliana kepada Presiden Soeharto setelah dikuliti isinya dan menjadi ampas.

Menurut penuturan Profesor Stolker, koleksi mereka dahsyat lantaran Universitas Leiden memiliki jurusan yang khusus mempelajari budaya timur, budaya Asia. Amsterdam juga turut menyumbang naskah kuno untuk memperkaya koleksi. 

Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono X, pernah menginginkan ribuan naskah yang ada di Belanda dan Inggris, khususnya yang berkaitan dengan keraton DIY, dapat ditarik ke Indonesia. Namun Stolker bergeming. Ia malah menyatakan sebagian besar naskah yang tersimpan di Leiden merupakan naskah berbahasa Belanda, sehingga sudah semestinya bermukim di sana. Walau begitu, pihaknya berjanji akan fokus pada digitalisasi naskah yang rapuh agar kajian Asia atau Indonesia tersebut dapat diakses dengan mudah. 

Berdasarkan data Keraton Yogyakarta, ada sekitar 7.000 naskah atau manuskrip milik keraton yang ada di Belanda dan Inggris. Sedangkan Museum Sonobudoyo hanya mengoleksi 363 naskah saja. Inggris sendiri baru mengembalikan 21 microfilm kepada pihak keraton. Hal ini lantaran mereka khawatir pihak keraton tak mampu merawatnya. 

Menurut Syarif, selain Belanda dan Inggris, terdapat negara lain yang juga menyimpan naskah-naskah kuno Indonesia, misal Myanmar, Thailand, dan Malaysia. Secara keseluruhan, diperkirakan naskah-naskah ini tersebar di 30 negara di dunia.

Prabu Jayabaya

Jayabaya adalah seorang raja Hindu yang memerintah kerajaan kuno Kediri. Dia dikreditkan karena mengantarkan kerajaan Jawa Timur ke kemakmuran yang belum pernah terjadi sebelumnya, dan sebagian besar dikenang karena ramalannya yang terkenal. Di antara ramalannya yang menjadi kenyataan adalah kedatangan penjajah Belanda yang menjajah pulau-pulau di Indonesia yang terjadi lebih dari 800 tahun setelah ia menjadi raja.

Kekayaan dan pengaruh Kediri bahkan didokumentasikan dalam teks Cina abad ke-12 Zhou Qufei. Dalam bukunya, Lingwai Daida , yang diterjemahkan secara longgar menjadi Answers From Beyond The Mountains , Zhou menulis tentang kerajaan Jawa yang makmur yang menyaingi kekayaan China sendiri. Para sarjana percaya dia menulis tentang Kediri.

Seperti banyak raja sebelumnya, Jayabaya melegitimasi haknya atas takhta melalui klaim sebagai keturunan para dewa. Dalam beberapa teks sejarah dia adalah cicit dari dewa kebijaksanaan Hindu, Brahma, sementara yang lain mengklaim dia adalah reinkarnasi Wisnu, dewa berlengan empat yang memulihkan kebaikan dan ketertiban dunia.

Nostradamus (1503 – 1566) paling dikenal sebagai penulis ramalan. Dia dikreditkan oleh beberapa orang dengan memprediksi sejumlah peristiwa dalam sejarah dunia, termasuk Revolusi Perancis, bom atom, kebangkitan Adolf Hitler dan serangan 11 September di World Trade Center. Namun, sekitar 400 tahun sebelum dia hidup Jayabaya, seorang raja Hindu di Jawa yang penting dalam sejarah nusantara yang sekarang dikenal sebagai Indonesia, juga dikenal karena ramalannya, terutama tentang masa depan Jawa.

Ramalan Jayabaya, seperti ramalan Nostradamus, masih memiliki pengaruh besar di benak banyak orang Indonesia, karena diyakini banyak dari apa yang dia prediksi menjadi kenyataan.

Raja Jayabaya (atau Joyoboyo) memerintah Kerajaan Kediri pada tahun 1135-1157 dan masih populer di kalangan orang Jawa hingga saat ini, seperti yang tertulis dalam Babad Tanah Jawi dan Serat Aji Pamasa.

Ayahnya, Gendrayana, mengaku sebagai keturunan legendaris Pandawa Lima Bersaudara dari epos Hindu Mahabharata, menelusuri garis keturunannya hingga Arjuna, Kakak Pandawa ketiga, yang dirinya adalah putra dewa Indra. Karena itu, Jayabaya diyakini memiliki bakat magis yang kuat yang menyebabkan kemampuannya untuk melihat jauh ke masa lalu dan jauh ke masa depan.

Dalam Serat Musarar Jayabaya diceritakan bahwa Jayabaya belajar dari surai yang bernama Maolana Ngali Samsujen. Dari pembelajarannya, Jayabaya mendapat visi tentang Pulau Jawa dari zaman Aji Saka hingga ujung dunia.

Ramalan Jayabaya masih memiliki pengaruh besar di benak banyak orang Indonesia hari ini karena banyak dari apa yang dia prediksi menjadi kenyataan. Salah satu ramalan Jayabaya yang paling terkenal adalah kedatangan pria berkulit putih yang membawa senjata yang mampu membunuh dari jarak jauh. Dia meramalkan bahwa pria berkulit putih akan menduduki Jawa untuk waktu yang sangat lama. Mereka kemudian akan dikalahkan, katanya, oleh orang-orang berkulit kuning dari Utara, yang hanya akan menduduki Jawa seumur hidup sebagai batang jagung.

Ramalan Jayabaya yang paling dinanti adalah kedatangan Ratu Adil (Raja/Ratu Keadilan, meskipun orang Jawa menganggapnya sebagai laki-laki) sebagai pemimpin baru Indonesia. Jayabaya meramalkan bahwa orang ini akan menjadi keturunan keluarga kerajaan Majapahit kuno yang akan bangkit menjadi pemimpin terbesar yang pernah diketahui Jawa dan dunia. Dia akan muncul, menurut Jayabaya, "ketika kereta besi bisa melaju tanpa kuda dan kapal bisa berlayar di langit" (saat ada mobil dan pesawat terbang).

Nubuatannya kira-kira seperti ini:

Ketika kereta melaju tanpa kuda,

kapal terbang melintasi langit,

dan kalung besi mengelilingi pulau Jawa

Ketika wanita mengenakan pakaian pria,

dan anak-anak mengabaikan orang tua mereka yang sudah lanjut usia,

ketahuilah bahwa waktu kegilaan telah dimulai.

Kereta dengan kuda, kapal yang terbang di langit, wanita yang mengenakan pakaian pria dan anak-anak mengabaikan orang tua mereka….apa yang mungkin terdengar keterlaluan di Jawa abad ke-12 terdengar sangat normal di dunia modern yang mengendarai mobil dan menerbangkan pesawat.

Sebagaimana orang Jawa percaya pada sejarah siklus kemakmuran hidup yang silih berganti - di mana era kemakmuran akan diikuti oleh era kegelapan yang akan kembali lagi ke era kemakmuran pada waktunya, prediksi ini menarik bagi sistem kepercayaan orang Jawa. 

Banyak orang Jawa yang percaya bahwa mereka sekarang berada di tengah Jaman Edan (zaman kegilaan), atau zaman kegelapan. Oleh karena itu, kedatangan Ratu Adil diperkirakan sudah mendekati waktunya dan dia akan mengantarkan fajar zaman keemasan baru.

Sabda Palon bersumpah untuk kembali lagi dalam 500 tahun setelah meninggalkan raja untuk menjadi penjaga Tanah Jawa. 

Selain itu, pada ayat-ayat terakhir kitab nubuat di Jayabaya tahun 1135-1157 disebutkan Sabda Palon pada ayat 164 dan 173 yang menggambarkan sosok Putra Betara Indra yang menguasai seluruh pelajaran, dia membelah tanah Jawa dua kali.

Bagian paling aneh? Jayabaya juga meramalkan bencana alam terakhir dunia akan terjadi pada tahun 2100. Ini untuk 79 tahun lagi di Bumi!

Brawijaya

 

Brawijaya Goa Bribin - Pantai Ngobaran - Tan Keno Kinoyo Ngopo -

Pada permulaan masa dewa-dewa, keberadaan lahir dari ketiadaan. (Rig Veda).

Suatu waktu di sekitar akhir abad XVI, seorang ‘Raja Jawa’ manekung di sebuah gua. Menyendiri. Meninggalkan riuh kekuasaan yang ‘ambruk’. Melenguhkan penderitaan Jawa. Seakan hendak merelakan kebesaran ‘agama’nya dipergantikan; nuju kelepasan. Kemudian, ia mengulang-ulang pertanyaan ini: akan memilih ke mana tubuh-ruhku, ke agamaku ataukah ke ‘anakku’?

Barangkali, jauh di kedalaman hatinya, sebelum menepi-menyepi ke Gua Bribin itu, sebelum meninggi di tebing Ngobaran, sebelum memelosok di gunung-gunung Gunungkidul, ia sudah punya jawaban. Jawaban setua paganisme Jawa. Bukankah Jawa telah cukup dari mula; tak butuh tetek-bengek lagi ideologi? Bukankah orang-orang dunia kuno [baca: Yunani kuno] menyebut Jawa tempat leluhurnya menancapkan paku sebagai ‘tanah suci’, white island; the land pured by fire?

Hanya tampak bersit cahaya dari luaran, untuk beberapa waktu ia merenungkannya. Toh pada akhirnya, ia, raja Majapahit yang ‘ada’ dalam angan-angan kolektif rakyat pegunungan selatan, yang tak pernah sama sekali disebut dalam prasasti atau manuskrip sebagai raja terakhir Majapahit―karena sumber prasasti menyebut Raja Majapahit terakhir dari Dinasti Girindrawarddhana, tokoh yang dituturkan ulang kali dalam upacara-upacara, legenda, dan mitologi, yang diceritakan berbeda-beda dalam Babad Tanah Jawi, Serat Kanda, dan Darmogandul tentang keberadaannya menjelang runtuhnya Majapahit, memilih moksa: senyap yang tanpa bekas.

Rakyat punya versi sejarah sendiri tentangnya. Keyakinannya lebih tertanam pada apa yang telah indah dan akan selalu indah di bumi Jawa, di nusa-antara; Eden yang penuh tetumbuhan. Menumbuhkan biji-biji Ideologi. Islam adalah tetumbuh yang keluar dari tanah pertiwi, dan ia, Brawijaya, satu dari sekian bapak sejarahnya di waktu-waktu kemudian. Setelah mengembara sekian lama akhirnya si biji tumbuh menjadi anak ideologi, pulang pada sang ibu, lantas setelah si anak menemukan si ayah diam di situ, dengan bahasa dekoratif yang tenang ia menginjak bapaknya. Menyetubuhi ibunya.

‘Orang-orang’ menganggap pilihan Brawijaya kontroversial. Dan kontroversi metafor bagi kreatifitas. Namun sudah banyak disebutkan dalam cerita-cerita: Raden Patah pulang membawa oleh-oleh, agama hubb yang akan menentramkan nusantara, merubah ibu pertiwi menjadi ‘madani’. ‘Buku sejarah’ pernah mewartakan, manusia berusaha menciptakan sejarah demi visi kemenangan, kejayaan, keadilan satu ideologi, yang dipercaya sebagai ‘satu-satunya’ jalan bagi kehidupan yang serba terbatas.

Suatu wilayah geografi sebagai ‘pan-islam’ adalah sebuah angan-angan. Dan melalui bahasa, Raden Patah mencoba mewujudkannya. Bahasa berujung ganda. Konon ia, Si Anak, akan ‘mengajak’ ayahandanya ke surga. Dan Si Bapak, tanpa ragu, sebenarnya telah memilih surganya sendiri. Bukankah dalam ‘kitab-kitab’ disebutkan bahwa nusa-antara adalah surga, di timur? Bukankah Barat mencari ‘ekstator’ di timur, di wilayah yang katanya disepakati bernama (h)indus-nesos ini? Bukankah Gunungkidul surga bagi manusia pra-aksara? Bukankah sejak 1800-an pegunungan seribu oleh Junghuhn disebut sebagai ‘taman Firdaus’? Brawijaya tak perlu sorga, karena ia di sorga, ia sorga.

Cerita moksa sang raja bermula dari alur yang tidak lah njlimet: Raden Patah bukan ‘orang Jawa’, ia tokoh’ dalam sejarah Jawa. Ini tentang ‘anak’ yang mencari bapaknya; ngawu-awu sudarma jika meminjam terma pewayangan. Ia anak ”Elit Arab” yang karena determinasi peperangan lantas di-aku-kan sebagai anak oleh Brawijaya. Dan, lagi-lagi, konstruksi sejarah nusa-antara yang terpaut langsung atau tak langsung dengan hadirnya ‘Islam’ tetaplah abu-abu, bahkan seluruh bangun sejarah nusa-antara yang ‘kewolak-walik’. Sang Anak tak merasa sebagai bagian klan pribumi yang ‘kafir’; sebutan bagi orang-orang yang kediriannya tak dibentuk oleh baju ”Islam”; oleh langit Islam. Sang Bapak bukan ”Islam”. De­ngan ‘kepercayaan Arab’ yang dihaluskan dalam Kitab ia dianggap nista, melenceng, tak pantas. Sang Anak hendak menuntut tahta, sekaligus menegakkan ‘a-gama’ yang ia bawa dari rantau. Sang Bapak memilih senyap.

Membaca moksa Brawijaya seakan meletakkan Complex Oedius psiko-analisisnya Freudian di lembar-lembar tanah Jawa. Teringat sebuah ketegangan antara Sangkuriang dan ayahnya, atau antara Watugunung dengan para dewa. Jika Oedipus membunuh Laius lantas mendapatkan Jocasta beserta kerajaannya, maka Sangkuriang membunuh ayahnya (anjing Si Tumang) dan kemudian hari mengawini Dayang Sumbi, Watugunung mengawini Shinta, ibunya, maka Raden Patah ‘yang Islam’ menyingkirkan ‘ayahnya’ untuk saresmi dengan Pertiwi, lantas menjadi raja Jawa.

Raden Patah resah layaknya remaja yang sedang mencari kediriannya yang terbelah, risau akan identitas. Siapa aku? Barangkali di dalam hatinya ia berkata: Aku adalah putra raja Jawa! Aku membawa agama perdamaian! Aku bukan anak haram! Aku pemimpin baru, harapan baru! Kelahiran baru! Namun, pantaskah seorang anak menyingkirkan bapak demi sebuah konsep kemaslahatan? Bukankah perkawinan sumbang melahirkan bencana?

Dulu, di masa yang lebih tua, seseorang dari tanah seberang dengan genealogi ‘ibrahiman’ menuju tanah Jawa, mengawini putri leluhur Jawa bernama Aki Tirem dan menggantikannya menjadi raja. Kratonnya bernama Salaka-Nagara [Negeri Perak]. Ia mewartakan ide ‘tuhan yang menyatukan’: allahu ahad. Kemudian, di masa-masa yang kemudian, anak cucu Jawa mengamini ide ketuhanan ini; menggunakannya sebagai laku kehidupannya. Ia seperti Bathara Brahma yang mengabarkan ‘ketuhanan’ di tanah Jawa. Tuhan yang menyatukan. Cerita ini seperti ide tentang tuhan yang mengembara, kemudian di waktu-waktu berikutnya ide tentang tuhan itu pulang kampung.

Terkadang konsep ”tuhan” hanya dilihat seba­gai salah satu terma leksikal: theos saja. Ia tak dipersejajarkan dengan konsep ‘paling mutakhir’ dari ‘bukan konsep tuhan’ yang lain. Dengan demikian, tentu saja, kemaslahatan Raden Patah dengan Allah Semitik-nya seakan-akan ‘antagonisme’ bagi Brawijaya. Bersama dengan itu, Brawijaya tak dianggap punya daya khalifah yang universal. Ia bukan khalifah, namun Brahmin. Dan barangkali Brawijaya waktu itu menjawab: “Jawa adalah Islam, namun ‘Islam’ terkadang bukan Jawa, Anakku!” Dan ia pun tampak tak berkenan dengan ekspresi-agresif Raden Patah dan Sunan Kalijaga yang penuh determinasi atas nama ‘Islam’. Mereka ‘memburu’ Brawijaya dari Ngawen, Nglipar, Gubug Gedhe, Ngobaran, hingga Bribin, dalam rangka agar ‘menjadi Islam’.

Bukankah ia sudah Islam, dengan baju Budo? Bukankah ia tak pernah memamerkan kepintaran ‘kitab’ dengan suara-suara yang hebat? Brawijaya tidak dengan ‘sholat’ untuk menuju ‘cahaya maha cayaha’, untuk menjadi ‘cahaya’. Ia cahaya. Ketika beberapa helai rambut gondrongnya ditebas dengan pisau, sebagai kode ‘pengislaman’, ia moksa. Ia lenyap; tubuh, pikir, jiwa, dan ruhnya. Kini ia mungkret, karena selama ruang waktu ini keyakinan telah membuatnya mulur. Ia bintang yang tak lagi punya massa. Ia supernova. Ia pekat. Ia memangsa tubuhnya sendiri. Ia irasional. Ia monisme. Dan tentu saja, lagi-lagi, segala aroma Monistik-Timur yang ‘irasional’ Platonik dianggap berbahaya seperti oleh Pythagoras, karena akan merusak alam semesta.

Dari cerita-cerita yang laten di seluas gunung-gunung selatan, Brawijaya menawarkan sesuatu yang akan selalu hidup sebagai spirit paganisme: Jawa adalah heningnya laku, di goa-goa, bukan teriakan yang menggemuruh.

Kesultanan Demak


Kesultanan merupakan sebutan bagi sebuah Kerajaan yg didirikan atas dasar Agama Islam. Di Indonesia sendiri, banyak berdiri Kesultanan, salah satunya yaitu Kesultanan Demak.

Demak adalah Kesultanan atau Kerajaan Islam pertama yg berdiri di Pulau Jawa. Dan Kesultanan Demak lah yg menurunkan Kesultanan lain di Pulau Jawa, seperti Pajang, Banten, dan Mataram.

Sebelumnya, Demak merupakan sebuah Kadipaten yg berdiri dibawah Kerajaan Majapahit. Di Akhir-akhir kekuasaan Majapahit, Kadipaten Demak sendiri dipimpin oleh Jin Bun atau Raden Fatah.

Kala itu, Kerajaan Majapahit mulai terombang-ambing menuju keruntuhan. Kekacauan di internal Kerajaan membuat daerah bawahannya mulai tidak terurus.

Pada saat itulah, sebagai Bupati Demak, Raden Fatah memisahkan diri dari Majapahit, dan memproklamirkan berdirinya Kerajaan tersendiri yaitu Kerajaan Demak.

Setelah Majapahit benar-benar runtuh, maka Kesultanan Demak lah yg disebut-sebut sebagai Ahli Waris dari Kerajaan Majapahit. Terutama karena Raja pertamanya yaitu Raden Fatah adalah keturunan dari Raja Majapahit terakhir, Raja Brawijaya V.

Sepeninggal Raden Fatah, Kesultanan Demak diteruskan oleh Adipati Unus atau yg juga dikenal sebagai Pangeran Sabrang Lor, karena pernah memimpin penyerangan terhadap Portugis di Malaka atau sebelah Utara.

Setelah Adipati Unus wafat, Pemimpin selajutnya diserahkan kepada Saudaranya yaitu Pangeran Trenggono. Di masa kepemimpinannya lah, Kesultanan Demak mencapai puncak kejayaannya. Saat itu, Kesultanan Demak berhasil menguasai hampir seluruh Pulau Jawa.

Namun, setelah berakhirnya era Pangeran Trenggono, di Kesultanan Demak terjadi perebutan tahta kekuasaan. Hingga akhirnya, justru berimbas pada runtuhnya Kesultanan Demak.

Masjid agung Demak

Masjid Agung Demak merupakan Masjid yg dibangun pada abad 15, dan salah satu Masjid tertua di Indonesia.

Letak Masjid ini berada di Kampung Kauman, Kelurahan Bintoro, Kecamatan Demak, Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Lokasinya yg berada di dekat alun-alun Ibukota Demak, menjadikan Masjid ini mudah untuk ditemui. 

Masjid Agung Demak dibangun oleh Sultan pertama Kesultanan Demak, yaitu Raden Patah, bersama para Walisongo.

4 tiang utama di dalam Masjid atau Saka Guru Masjid, dibuat langsung oleh Walisongo. Tiang sebelah barat laut, dibuat oleh Sunan Bonang. Tiang sebelah barat daya, dibuat oleh Sunan Gunung Jati. Tiang sebelah tenggara, dibuat oleh Sunan Ampel. Tiang sebelah timur laut, dibuat oleh Sunan Kalijaga.

Masjid Agung Demak inilah yg menjadi tempat berkumpulnya Dewan Walisongo, untuk bermusyawarah terutama dalam urusan penyebaran Agama Islam.

Sebagai bangunan penting Kesultanan Demak, Di Komplek Masjid Agung Demak ini, juga terdapat Makam-Makam para Sultan Demak dan abdinya.





Kesultanan Pajang

Sultan Hadiwijaya terlahir dengan nama Mas Karebet pada tanggal 18 Jumadilakhir tahun Dal mongso Kawolu. Beliau adalah putra dari Penguasa Kraton Pengging, Ki Ageng Kebo Kenanga dari garwanya Rara Alit putri Pangeran Gugur (putra Prabu Brawijaya V). Mas Karebet sejak kecil hidup sebatang kara. Pada usia dua tahun, Bapaknya meninggal sewaktu ada penyerangan Demak ke Pengging. Ki Ageng Kebo Kenanga wafat tertusuk keris Sunan Kudus. Sedangkan Ibunya, Rara Alit meninggal setelah 40 hari wafatnya Ki Ageng Kebo Kenanga. Beberapa waktu kemudian Mas Karebet diangkat putra oleh Nyai Ageng Tingkir. Kemudian Mas Karebet dikenal dengan nama Joko Tingkir.

Joko Tingkir sangat suka bertapa dan menyepi untuk menambah kekuatan batinnya. Beliau belajar kepada berbagai Guru antara lain Ki Ageng Selo, Sunan Kalijaga, Ki Ageng Butuh, Ki Ageng Ngerang, Ki Adirasa, dan Ki Buyut Banyubiru. 

Cinarita Jumungah marêngi | lingsir wêngi saking lèr kang cahya | nalika wahyu dhawuhe | muncar kadya andaru | manjing marang Dyan Jaka Tingkir | waridah ing karajan | wus angalih pulung | pulungira Sultan Dêmak | nganti sangat mring putrangkat Jaka Tingkir | eca panendranira(Sekar Asmaradana pupuh 40, Babad Tanah Jawa ~ tentang rawuhnya Wahyu Ratu kepada Raden Joko Tingkir)

Banyak Tokoh Tokoh yang telah mengetahui bahwa kelak Joko Tingkir akan menjadi Raja yang menurunkan Raja Raja Jawa. Ayahnya pun tahu bahwa beliau harus menikah untuk melahirkan calon raja. Dan akhirnya takdir membawanya ke Keraton Demak. Joko Tingkir menjadi Prajurit Tamtama,  Lurah Wira Tamtama. Kemudian beliau menjadi Pengawal Pribadi Sultan Trenggana dengan nama Rahadyan Joko Tingkir. Meski sempat diusir dari Demak karena salah paham akhirnya  berkat usahanya Joko Tingkir bisa kembali menduduki jabatannya dengan gelar Adipati. Enam bulan kemudian Adipati Joko Tingkir dinikahkan dengan Ratu Mas Cempaka, putri  Sultan Trenggana dari garwa putri ketiga Sunan Kalijaga. Setelah pernikahan, Raden Joko Tingkir diangkat menjadi Adipati di Kadipaten Paos dengan gelar Adipati Pajang. Setelah Sultan Trenggana wafat, Dan kondisi Demak yang tidak stabil, kemudian tahun 1458 Raden Joko Tingkir diangkat menjadi Sultan Pajang oleh Panembahan Giri Prapen juga disaksikan Sunan Kalijaga dengan gelar "  Sultan Hadiwijaya Hing Pajang.Tahun Candrasengkala 1503 Dahana Muluk Barat Nempuh Wani. Sultan Hadiwijaya memerintah Kraton Pajang selama 32 tahun Berikut silsilah Sultan Hadiwijaya :

Retno Pembayun putri Prabhu Brawijaya V menikah dengan Sri Makurung Prabu Handayaningrat yang terakhir, berkedudukan di Pengging . Menurunkan 3(tiga) putera adalah :

1. Ki Ageng Kebo kanigara, tidak mempunyai keturunan

2. Ki Ageng Kebo kenanga, menurunkan Mas Karebet, dan

3. Raden Kebo Amiluhur, dewasa wafat.

Ki Ageng Kebo Kenanga menikah dengan Rara Alit putri Pangeran Gugur menurunkan : Mas Karebet.

Mas Karebet atau Raden Joko Tingkir menikah dengan Ratu Mas Cempaka putri Sultan Trenggana.

Menurunkan 7 (tujuh) putera puteri, adalah:

 1. Ratu Mas Pambayun, di Ngarisbaya;

 2. Ratu Mas Kumelut, di Tuban;

 3. Ratu Mas Adipati, di Surabaya;

 4. Ratu Mas Banten menikah dengan Ki Juru Mertani.

 5. Ratu Mas Jepara menikah dengan Arya Pangiri ( putra Panembahan Prawata )

 6. Pangeran Benawa 

 7. Pangeran Sindusena

Tahun 1458 Sultan Hadiwajaya, dinobatkan Raja di Pajang, dan berkuasa selama 32 (tiga puluh dua) tahun.

Sultan Ngawantipura, dinobatkan sebagai raja dan berkuasa selama 3 (tiga) tahun.

Adipati Benawa Sultan Hawijaya, dinobatkan sebagai raja dan berkuasa selama 1 (satu) tahun.

Setelah wafat Sultan Hadiwijaya dan puteranya Adipati Benawa, dimakamkan di Pasareyan Butuh, terletak di wilayah Kabupaten Sragen.

Kanjeng Adipati Benawa menurunkan 3 (tiga) putera puteri yaitu  :

1. Pangeran Mas, menjabat sebagai Adipati di Pajang.

2. Pangeran Sidowingi

3. Pangeran Kaputrah, di Pajang.

4. Kanjeng Ratu Mas Hadi, sebagai prameswari Hingkang Sinuhun Prabu Hadi Hanyakrawati, di Mataram, menurunkan putra Hingkang Sinuhun Kanjeng Sultan Agung Prabu Hanyakrakusuma di Mataram.

Dan kelak menurunkan Raja Raja Jawa.

Al Fatihah kagem Eyang Sultan Hadiwijaya.