Belajar Spiritual Untuk Apa


1. Niat belajar Spiritual untuk kepentingan egoistik : agar sakti, bisa bayar hutang, tambah kaya, dan hal lain semacam itu tanpa bekerja sungguh-sungguh memurnikan jiwa dan raga.

2. Tidak sungguh-sungguh mempraktekkan hening, hanya senang menganalisa teori spiritual tapi sering lupa menikmati nafas.

3. Merasa cukup dengan meditasi formal/duduk bersila mengisi zikir selama beberapa menit sehari, lalu sisa waktu malah banyak ngelamun atau berpikir analitik tanpa menyadari nafas.

4. Melekat pada konsep atau pengetahuan lama, apa yang diajarkan saat ini dicocok-cocokkan, karena dianggap mirip, tanpa mengerti perbedaan energi dan esensi.

5. Gampang terpukau dan heran oleh kata-kata indah tanpa mengerti bagaimana energinya; asal baca dan share tulisan bertema spiritual di medsos tanpa tahu energi di baliknya.

6. Tidak rendah hati dalam menerima umpan balik; ingin belajar spiritual tapi ego masih dipelihara, tidak mau menghadapi rasa sakit saat sisi gelap hendak diselesaikan lewat keheningan.

7. Belajar/berguru disana sini dengan anggapan semua akan mengajarkan kebaikan, tanpa mengerti corak energi dari pengajarnya, tidak waspada bahwa dalam tubuh pengajar ada dark forcenya.

Ilmu Itu Open Ending

Entah siapa penulisnya.....,  tapi sisi cara pandangnya berbeda dengan kebanyakan yang menggambarkan level ilmu berbentuk  piramida, dan penulis ini menggambarkan bahwa semakin paham akan ilmu maka diri semakin menghilang.

=======================

🍵 "SECANGKIR ILMU PAHAM".

Tingkat terbawah dalam ilmu itu adalah "paham".

Ini wilayah kejernihan logika berfikir dan kerendahan hati. Ilmu tidak membutakannya, malah menjadikannya kaya. 

Tingkat kedua terbawah adalah "kurang paham". Orang kurang paham akan terus belajar sampai dia paham ..., dia akan terus bertanya untuk mendapatkan simpul2 pemahaman yang benar ...!

Naik setingkat lagi adalah mereka yang salah paham. Salah paham itu biasanya karena emosi dikedepankan, sehingga dia tidak sempat berfikir jernih. Dan ketika mereka akhirnya paham, mereka biasanya meminta maaf atas kesalah-pahamannya. Jika tidak, dia akan naik ke tingkat tertinggi dari ilmu.

Nah, tingkat tertinggi dari ilmu itu adalah gagal paham. Gagal paham ini biasanya lebih karena kesombongan.

Karena merasa berilmu, dia sudah tidak mau lagi menerima ilmu dari orang lain. Tidak mau lagi menerima masukan dari siapapun (baik itu nasehat dll ), atau pilih-pilih hanya mau menerima ilmu (nasehat) dari yang dia suka saja .......Lihatlah apa yang disampaikan, dan jangan melihat siapa yang menyampaikan. Dia tertutup hatinya. Tertutup akal pikirannya.Tertutup pendengarannya.Tertutup logikanya. Ia selalu merasa cukup dengan pendapatnya sendiri. Dia tidak menyadari bahwa pemahamannya yang gagal itu, menjadi bahan tertawaan orang yang paham. Dia tetap dengan dirinya, dan dia bangga dengan ke-gagal paham-annya ...

"Kok paham ada ditingkat terbawah dan gagal paham di tingkat yang paling tinggi ? Apa tidak terbalik ?" "Orang semakin paham akan semakin membumi, menunduk, merendah." Dia menjadi bijaksana, karena akhirnya dia tahu, bahwa sebenarnya banyak sekali ilmu yang belum dia ketahui, dia merasa se-akan2 dia tidak tahu apa-apa ...Dia terus mau menerima ilmu, dari mana-pun ilmu itu datangnya. Dia tidak melihat siapa yang bicara, tetapi dia melihat ..., apa yang disampaikan ...!Dia paham ...,ilmu itu seperti air, dan air hanya mengalir ke tempat yang lebih rendah. Semakin dia merendahkan hatinya, semakin tercurah ilmu kepadanya.

Sedangkan gagal paham itu ilmu tingkat tinggi. dia seperti balon gas yang berada di atas awan. Dia terbang tinggi dengan kesombongannya ..., Memandang rendah ke-ilmuan lain yang tak sepaham dengannya, Dan merasa akulah kebenaran ... !!! Masalahnya ..., dia tidak mempunyai pijakan yang kuat, sehingga mudah ditiup angin, tanpa mampu menolak. Sering berubah arah, tanpa kejelasan yang pasti. Akhirnya dia terbawa ke-mana2 sampai terlupa jalan pulang ..., dia tersesat dengan pemahamannya dan lambat laun akan dibinasakan oleh kesombongannya ...Dia akan mengakui ke-gagalpaham-annya ..., dengan penyesalan yang amat sangat dalam.

"Jadi yang perlu diingat ...,akal akan berfungsi dengan benar, ketika hatimu merendah ...Ketika hatimu meninggi.., maka ilmu juga-lah yang akan membutakan si pemilik akal ..Ternyata di situlah kuncinya.

"Lidah orang bijaksana, berada didalam hatinya, dan tidak pernah melukai hati siapapun yang mendengarnya ..., tetapi hati orang bodoh, berada di belakang lidahnya, selalu hanya ingin perkataannya saja yang paling benar dan harus didengar ... !!!"

"Ilmu itu open ending" Makin digali makin terasa dangkal. Jadi kalau ada orang yang merasa sudah tahu segalanya, berarti dia tidak tahu apa - apa..!!

~ Dhe Har

Kata Bijak Sufi

1. Hidupku mengalir menuju-Mu, Oh Samudra Ilahi, seperti sungai yang mengalir ke lautan.

2. Hembusan angin, bawa pesan saya, saya berdoa, ke tempat tinggal Kekasih ilahi.

3. Air yang membasuh hati adalah aliran cinta yang terus mengalir.

4. Cinta adalah inti dari semua agama, mistisisme, dan filsafat.

5. Cinta adalah barang dagangan yang diminta oleh seluruh dunia; jika Anda menyimpannya di hati Anda, setiap jiwa akan menjadi pelanggan Anda.

6. Cinta adalah lengan Bunda Ilahi, dan ketika lengan itu direntangkan, setiap jiwa jatuh ke dalamnya.

7. Kamu adalah cinta. Kamu datang dari cinta. Anda dibuat oleh cinta.

8. Hidup itu sendiri menjadi kitab suci bagi jiwa yang menyala.

9. Kebahagiaan sejati jiwa terletak pada mengalami kegembiraan batin.

10. Bahkan menyebut nama Tuhan adalah berkah yang dapat memenuhi jiwa dengan cahaya, kegembiraan, dan kebahagiaan yang tidak dapat dilakukan oleh hal lain.

11. Mempelajari kebijaksanaan di setiap langkah di jalan kehidupan adalah satu-satunya karya sufi.

12. Ketika jiwa mencapai puncaknya, ia mulai menunjukkan warna dan menyebarkan keharuman Roh ilahi Allah.

13. Orang bijak melihat dalam setiap bentuk wujud ilahi; di setiap hati mereka melihat cahaya ilahi bersinar.

14. Semua nama dan bentuk adalah jubah dan selimut yang menyembunyikan satu kehidupan.

15. Memperlakukan setiap manusia sebagai tempat suci Tuhan berarti memenuhi semua agama.

16. Hati Yang Kudus adalah pintu gerbang kuil Tuhan.

17. Setiap jiwa memiliki jalan hidupnya sendiri; jika Anda ingin mengikuti jalan orang lain, Anda harus meminjam matanya untuk melihatnya.

18. Dia yang dengan tulus mencari tujuan hidupnya yang sebenarnya, dia sendiri dicari oleh tujuan itu.

19. Alam semesta seperti kubah; itu bergetar pada apa yang Anda katakan di dalamnya, dan menjawab hal yang sama kembali kepada Anda.

20. Kita selalu mencari Tuhan dari jauh, padahal Dia lebih dekat dengan kita daripada jiwa kita sendiri.

21. Jiwa semua adalah satu jiwa, dan kebenaran adalah satu kebenaran di bawah agama apa pun yang tersembunyi.

22. Kematian adalah pajak yang harus dibayar jiwa karena memiliki nama dan wujud.

23. Kematian menghilangkan keletihan hidup, dan jiwa memulai kehidupan baru.

24. Kematian membuka pintu antara kehidupan di sini dan di akhirat.

25. Kematian adalah perjalanan sunyi ke pelabuhan keabadian.

26. Masa depan itu tidak bisa dipastikan. Karena kalau sudah pasti tidak Ada lagi harapan untuk orang yang gagal. Ada niat di situ pasti Ada jalan. Ada ikhtiar di situ pasti Ada jalan keluar. Menjadi lebih baik itu pilihan tapi berasa paling baik itu kesalahan. Teruslah berbuat kebaikan tanpa harus dapat pujian dari orang lain. Berbuat baik itu Kesadaran.

27. JANGAN Pernah Bersedih Dengan Apa Yang Sudah Terjadi HARI INI. SEBAB Kita Tidak Pernah Tahu Apa Yang Akan Terjadi Pada HARI ESOK. JANGAN Pernah Menyerah Jika ImpianMu Belum Juga TERWUJUD. DENGAN Semangat Keyakinan dan Iman Serta Diiringi Dengan DOA. SEMUA Yang Tidak Mungkin Akan Menjadi MUNGKIN

28. Jangan menyesali Perbuatan baik kita pada siapa pun. Walaupun salah menilai orang. Walaupun dikecewakan. Karena kau baik pada orang lain. Semua Tidak mewakili seberapa baiknya orang lain itu.  Tapi karena kamu yang terlalu baik. Pertemuan di Dunia adalah semacam membayar karma. Jika tidak ada hutang. Bagaimana bisa saling bertemu. Sebenarnya kamu seharusnya Berterima kasih pada mereka. Yang membuatmu merasakan sakit. Orang yang pernah memarahimu. Jika tanpa kesusahan Yang mereka berikan padamu. Kehidupanmu tidak akan naik satu tingkat

29. Jangan menyesali Perbuatan baik kita pada siapa pun. Walaupun kau salah menilai orang. Walaupun kau dikecewakan karena kau baik pada orang lain. Semua tidak mewakili seberapa baiknya orang lain itu, tetapi karena kamu yang terlalu baik. Pertemuan di dunia ini adalah semacam membayar karma. Jika tidak ada hutang, Bagaimana bisa saling bertemu.  Seharusnya kamu berterima kasih pada mereka. Yang membuatmu merasakan sakit. Jika tanpa kesusahan yang mereka berikan padamu, Kehidupanmu tidak akan naik satu tingkat. Apa yg kamu tanam, itulah yg akan kamu tuai

30. Jalani hidup mu sesuai keinginan mu. Itu tidak egois. Egois adalah menuntut orang lain menjalani hidup sesuai keinginan Kamu.















Konsep Persaudaraan

 

"Kibarkan panji cinta sejati dan persaudaraan abadi."

Seorang ulama dari Jawa Timur yang juga mantan Rais Aam PB Nahdlatul Ulama, KH Ahmad Shiddiq. 

konsep ukhuwah (persaudaraan). Menurutnya, ada 3 macam ukhuwah, yaitu ukhuwah Islamiyah (persaudaraan umat Islam), ukhuwah  wathaniyah   (persaudaraan bangsa), dan ukhuwah basyariyah (persaudaraan umat manusia).

1. Pada konsep ukhuwah Islamiyah, seseorang merasa saling bersaudara satu sama lain karena sama-sama memeluk agama Islam. Umat Islam yang dimaksudkan bisa berada di belahan dunia mana pun.
2. Dalam konsep ukhuwah wathaniyah, seseorang merasa saling bersaudara satu sama lain karena merupakan bagian dari bangsa yang satu, misalnya bangsa Indonesia. Ukhuwah model ini tidak dibatasi oleh sekat-sekat primordial seperti agama, suku, jenis kelamin, dan sebagainya.
3. Adapun, dalam konsep ukhuwah basyariyah, seseorang merasa saling bersaudara satu sama lain karena merupakan bagian dari umat manusia yang satu yang menyebar di berbagai penjuru dunia. Dalam konteks ini, semua umat manusia sama-sama merupakan makhluk ciptaan Tuhan.
Hampir sama dengan ukhuwah wathaniyah, ukhuwah basyariyah juga tidak dibatasi oleh baju luar dan sekat-sekat primordial seperti agama, suku, ras, bahasa, jenis kelamin, dan sebagainya. 

Ukhuwah basyariyah  merupakan level ukhuwah yang tertinggi dan mengatasi dua ukhuwah lainnya: Islamiyah dan wathaniyah. Artinya, setelah menapaki ukhuwah Islamiyah dan ukhuwah wathaniyah, sudah sepatutnya seseorang menggapai ukhuwah yang lebih tinggi, lebih mendalam, dan lebih mendasar, yaitu ukhuwah basyariyah.

Dengan semangat ukhuwah basyariyah, seseorang melihat orang lain terutama sebagai sesama manusia, bukan apa agamanya, sukunya, bangsanya, golongannya, identitasnya, dan baju-baju luar lainnya. Kita mau menolong seseorang yang membutuhkan pertolongan bukan karena dia seagama, sesuku, atau sebangsa dengan kita misalnya, melainkan karena memang dia seorang manusia yang berada dalam kesulitan dan sudah seharusnya kita tolong, apa pun agama dan sukunya.
Dalam ukhuwah basyariyah, seseorang merasa menjadi bagian dari umat manusia yang satu: jika seorang manusia "dilukai", maka lukalah seluruh umat manusia. 

Hal ini sesuai dengan pesan Alquran dalam surah Al-Mâ’idah [5] Ayat 32: barang siapa membunuh seorang manusia tanpa alasan yang kuat, maka dia bagaikan telah membunuh seluruh umat manusia. Sebaliknya, barang siapa menolong seseorang, maka ia telah menolong seluruh manusia.                    Betapa sangat indah, kuat, dan mendalamnya pesan yang disampaikan ayat Alquran di atas. 

Kemudian, apakah ukhuwah Islamiyah dan ukhuwah wathaniyah--yang masih mempertimbangkan dan mementingkan identitas formal dan baju luar seseorang--lantas tidak diperlukan lagi? Tentu saja keduanya masih dibutuhkan. Tetapi, seseorang perlu berhati-hati, jangan sampai  ukhuwah Islamiyah dan ukhuwah wathaniyah yang diekspresikannya terjatuh pada apa yang bisa diistilahkan sebagai fanatisme juga nasionalisme yang sempit dan picik.

Dalam konteks itu, misalnya, seseorang mau menolong dan mau berteman dengan orang lain karena faktor agamanya dan kebangsaannya belaka. Seseorang yang beragama Islam hanya mau "bersentuhan" dengan seseorang yang beragama Islam juga. Atau lebih sempit lagi hanya mau "bersentuhan" dengan seseorang yang sealiran/semazhab dan segolongan belaka. Seseorang juga hanya mau "bersentuhan" dan bekerja sama dengan seseorang yang secara formal diidentifikasi sebagai bangsa Indonesia.

Ukhuwah wathaniyah yang sempit juga bisa terjatuh pada apologi dan pembelaan seseorang yang tidak proporsional bagi bangsanya. Padahal, kalau bangsa kita salah dan berbuat jahat (misalnya mengagresi dan menjajah negara lain), maka menjadi kewajiban dari warganya untuk mengkritik, menyalahkan, dan meluruskannya. Meskipun agama, mazhab, dan kebangsaannya sama dengan kita, jika seseorang berbuat salah dan zalim, harus kita kritik dan tunjukkan kesalahannya secara lugas, jujur, dan tegas.
Dalam kasus lain, kadang ada ukhuwah Islamiyah yang dipahami secara sempit dan picik yang lantas menggerakkan seseorang untuk menempatkan para pemeluk agama di luar Islam sebagai saingan bahkan musuh yang layak diserang dan dibinasakan. Ukhuwah Islamiyah yang seperti ini tentu saja kontraproduktif karena diekspresikan secara fanatik dan dogmatik.
Sebagaimana kita simak dalam lembar-lembar sejarah umat manusia, fanatisme dan dogmatisme atas nama apa pun (misalnya atas nama "agama" dan "ideologi" tertentu) bisa sangat membahayakan karena memunculkan kekerasan dan destruktivitas. 

Yang terpenting dalam kehidupan seseorang bukanlah identitas formal semisal agama, suku, bangsa, dan seterusnya, melainkan apa yang dilakukannya. Hal yang dilakukan seseorang ini secara sederhana mungkin bisa diidentifikasi sebagai moralitas dan tindakan sosialnya.

Seseorang (meskipun agama, keyakinan, suku, dan bangsanya sama dengan kita) sudah sepatutnya kita ingatkan, kita kritik, bahkan kita lawan jika apa yang diperbuatnya merugikan, menindas, dan menggerus hak orang lain. Dalam bahasa yang lain, apa yang merugikan, menindas, dan menggerus hak orang lain itu bisa diistilahkan sebagai tindakan jahat dan kriminal.
Lawan kita bukanlah orang yang beragama lain, melainkan orang yang bertindak zalim dan tidak adil, apa pun agamanya. Orang kafir, menurut cendekiawan Muslim bereputasi internasional Asghar Ali Engineer, bukanlah orang yang tidak beragama Islam, melainkan orang yang melakukan kezaliman, diskriminasi, penindasan, ketidakadilan, korupsi, dan semacamnya, apa pun agamanya.
Dengan semangat ukhuwah basyariyah/insaniyah, marilah kita tebarkan semangat "bersaudara" antar sesama manusia untuk mewujudkan kehidupan yang semakin baik, indah, adil, dan maslahah. 

Hadis Nabi yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim mengatakan,"Tidaklah beriman seseorang dari kamu sehingga dia mencintai saudaranya seperti dia mencintai dirinya sendiri." Kata "saudara" dalam hadis di atas bukanlah sekadar sesama Muslim, melainkan sesama umat manusia


Diri Sejati Melampaui Semua

Bagaimanapun, secerdas apapun, seindah apapun, kata-kata berada di dalam ruang dan waktu. Dan kita ingin dapat melampaui nya. karena Diri Sejati lebih daripada itu. Jadi dapatkah kita kini hidup tanpa harus memberi label kata pada segalanya, ini Islam, itu Kristen, itu Hindu, ini Buddha.. Dapatkah kita melihat segala sesuatu tanpa adanya keharusan memberikan nama, label, kategori..

Seperti kepedihan, jika itu hadir dapatkah kita hanya merasakan dan mengamatinya tanda harus memberikan judul 'ini kepedihan' baginya? Dan kita memberikan nama 'ini kepedihan' hanya karena itu adalah sesuatu yang asing dan berbeda, karena kita tidak mengenalnya sebelumnya maka kita memberikan nama itu. 

Atau seperti kerinduan, dapatkah kita hanya menikmatinya saja selagi rasa itu masih ada? Karena cinta, kepedihan dan juga kerinduan, mereka datang dari alam yang berbeda, yang tidak kita kenal selama ini, dan jika kita dapat hanya merasakannya serta membiarkan mereka hadir, maka kita akan mengetahui bahwa mereka sesungguhnya adalah para pembawa pesan untuk membuat kita dapat menjadi Terjaga. Guru Zen yang sudah tercerahkan terkenal sangat nyentrik dan bersikap ikonoklas yaitu menolak norma-norma umum dan larangan dalam tradisi Buddhis. 

Kisah-kisah Zen menceritakan master Zen yang membakar patung Buddha untuk kayu bakar dan mencemooh kitab-suci. Saat master Zen Cina (Chan) Yunmen Wenyan ditanya, "Apakah Buddha itu?" jawabnya, "Tahi yang sudah kering."

Agama dan Spiritualitas

Agama: memuja Tuhan. Spiritualitas: kemanunggalan dengan Tuhan

Agama: Tuhan ada di luar diri. Spiritualitas: Tuhan ada di dalam diri

Agama: memisahkan manusia dengan keyakinan berbeda. Spiritualitas: mempersatukan manusia apapun keyakinannya

Agama: mengajarkan orang takut pada neraka. Spiritualitas: mengajarkan orang menciptakan surga di dunia

Agama: berdasarkan ketakutan dan larangan. Spiritualitas: berdasarkan cinta dan kebebasan

Agama: bagai setitik air di samudera. Spiritualitas: bagai samudera dalam satu titik

Agama: berdasarkan kisah hidup orang lain. Spiritualitas: berdasarkan pengalaman pribadi

Agama dan Spritualitas : Lihatlah apa yg disampaikan, Jangan melihat siapa yg menyampaikan dan Belajarlah ilmu sampai negeri Cina

Semoga Dijauhkan Dari Dogma

Semoga saya dijauhkan dari kredo dan dogma yang saling bertentangan. Sejak Rahmat Tuhanku memasuki pikiranku, 

Pikiranku tidak pernah tersesat untuk mencari gangguan seperti itu. Terbiasa lama merenungkan cinta dan kasih sayang, 

Saya lupa semua perbedaan antara saya dan orang lain.Terbiasa lama untuk bermuroqobah pada Mursyid saya sebagai tambahan diatas kepala saya, 

Saya telah melupakan semua orang yang berkuasa dengan politik kekuasaan dan prestise. Terbiasa lama untuk merenungkan Para Wali yang  saya ziarahi sebagai tidak terpisahkan dari diri saya sendiri, 

Saya telah melupakan bentuk kedagingan. Terbiasa lama untuk merenungkan rahasia membisikkan kebenaran, 

Saya lupa semua yang dikatakan dalam buku-buku tertulis atau medsos. Seperti biasa, terbiasa dengan mempelajari Kebenaran abadi, 

Saya telah kehilangan semua pengetahuan tentang ketidaktahuan.Sudah terbiasa, seperti yang telah saya lakukan, untuk merenungkan baik surga dan neraka sebagai hal yang melekat dalam diri saya, 

Saya lupa memikirkan harapan dan ketakutan. Sudah terbiasa, seperti saya, untuk bertafakur pada kehidupan ini dan selanjutnya sebagai satu, 

Saya telah melupakan ketakutan akan kelahiran dan kematian. Terbiasa lama belajar, sendiri, pengalaman saya sendiri, berkelana.

Saya lupa perlunya mencari pendapat teman dan saudara. Terbiasa lama menerapkan setiap pengalaman baru untuk pertumbuhan spiritual saya sendiri, 

Saya telah melupakan semua kredo dan dogma.Terbiasa lama untuk merenungkan yang belum lahir, yang tidak bisa dihancurkan, yang tidak berubah, 

Saya sudah lupa semua definisi tujuan khusus ini atau itu. Terbiasa lama untuk merenungkan semua fenomena yang terlihat sebagai Dharma kaya, 

Saya telah melupakan semua meditasi tentang apa yang dihasilkan oleh pikiran. Terbiasa ingin menjaga pikiran saya dalam kondisi kebebasan yang tidak tercipta, 

Saya sudah lupa semua konvensi dan artifisial.Terbiasa rindu akan kerendahan hati, tubuh dan pikiran, 

Saya telah melupakan kesombongan dan sikap angkuh dari yang perkasa. Terbiasa ingin menganggap tubuh dagingku sebagai pertapaanku, 

Saya lupa kemudahan dan kenyamanan Terbiasa ingin mengetahui arti dari Tanpa Kata, 

Saya lupa cara menelusuri akar kata kerja, dan sumber kata dan frosa. Terbiasa, 0 yang dipelajari, yang dapat dilacak hal-hal ini di buku