Welas Asih Sufi

Hati mendapat posisi yang sangat penting dalam tradisi spiritualitas manapun. 

Hati yang dimaksud adalah Spiritual Heart, yang dalam spiritualitas yoga disebut dengan istilah Hridaya, dan dalam istilah Tasawuf/Sufisme disebut Qalb, dan dalam bahasa Indonesia disebut sebagai Kalbu, Hati Nurani.

Dalam spiritualitas yoga, Hridaya adalah tempat bersemayamnya Atman – the seat of the transcendental Self – Sang Kesadaran Murni. 

Dalam spiritualitas Islam Sufisme/Tasawuf, Hati seorang mukmin (orang yang beriman) adalah rumah Allah. 

Shalat syariat kiblatnya adalah Kabah, yang waktunya ditentukan dan dengan bacaan tertentu juga. Sedangkan Shalat thariqat kiblatnya Hati, waktunya bisa setiap saat dan bacaannya dzikir kepada Allah.

Perjalanan sang sufi adalah perjalanan sang kekasih kembali ke pelukan Sang Kekasih, sebuah perjalanan cinta yang di dalamnya kita 'mati' sebagai ego agar bisa menyatu dengan-Nya. Itu adalah jalan Hati. Temanku ada di dalam diriku, didalam Temanku ada aku – tidak ada pemisahan di antara kita. 

Inti dari meditasi sufi adalah sadar akan Ketuhanan setiap saat, hingga tidak ada lagi rasa keterpisahan antara meditasi, Tuhan, dan kehidupan sehari-hari. 

Jadikan segala sesuatu yang ada dalam dirimu sebagai TELINGA, setiap atom dalam keberadaanmu, dan kamu akan mendengar setiap saat apa yang Sang Sumber bisikkan kepadamu, hanya untukmu dan untukmu, tanpa membutuhkan kata-kataku atau kata-kata orang lain.— Rumi

Berserahlah kedalam Hati, untuk semua pertanyaanmu, jawabannya akan hadir melalui HATI.

Dalam beberapa tradisi yang lebih esoteris, dikatakan bahwa sang Mursyid mentransmisikan kekuatannya kepada muridnya (tavajjoh  atau  tawajjuh) dan itu membangkitkan hati spiritualnya, yang kemudian dipenuhi dengan cinta. Hanya setelah hal ini terjadi barulah latihan ini benar-benar efektif.

“Apakah benar jika Cinta Kasih (Loving Kindness) dan Belas Kasih (Compassion) adalah bagian dari praktik spiritual kita ? “. Buddha pun menjawab, “Bukan, tidak benar jika Cinta Kasih dan Belas Kasih adalah bagian dari praktik spiritual kita. Yang benar adalah, Cinta Kasih dan Belas Kasih adalah satu-satunya praktik spiritual kita“.

Welas Asih Sufi Lanjutan


Tasawuf adalah jalan esoteris dalam Islam, yang tujuannya adalah untuk menyucikan diri dan mencapai kesatuan mistik dengan Yang Maha Kuasa (tradisi zikir memyebut Allah). Para praktisi tasawuf disebut Sufi.

Tidak seperti banyak teknik meditasi lainnya, meditasi sufi pada dasarnya bersifat spiritual. Tidak ada 'versi sekuler' dari teknik-teknik ini, karena gagasan tentang Tuhan adalah bagian dari DNA mereka. Inti dari segala amalan mereka adalah mengingat Tuhan, mengisi hati dengan Tuhan, dan mempersatukan diri dengan-Nya.

Perjalanan sang sufi adalah perjalanan sang kekasih kembali ke pelukan Sang Kekasih, sebuah perjalanan cinta yang di dalamnya kita 'mati' sebagai ego agar bisa menyatu dengan-Nya. 

Itu adalah jalan Hati. 

Semua praktik tersebut ditujukan untuk melepaskan ego seseorang, yang dianggap sebagai hambatan terbesar dalam mewujudkannya.

Sufisme bukanlah jalan monastik. Para musafir sufi hidup dalam dunia batin, serta berfungsi secara bertanggung jawab dalam masyarakat.

Meditasi Inti Sufi : Kontemplasi Terhadap Tuhan

Cinta tumbuh subur di hati yang di dalamnya terpancar Nama Tuhan. Kasih Allah adalah keharuman yang bahkan seribu bungkus pun tidak mampu menampungnya. Atau seperti sungai yang alirannya tidak dapat dihentikan.  Temanku ada di dalam diriku, di dalam Temanku ada aku – tidak ada pemisahan di antara kita — Sultan Bahu RA

Inti dari meditasi sufi adalah sadar akan Ketuhanan setiap saat, hingga tidak ada lagi rasa keterpisahan antara meditasi, Tuhan, dan kehidupan sehari-hari. 

Hal ini disebut kesatuan (ekatmata)—yaitu, menyatu sepenuhnya dengan Sang Kekasih dan lenyapnya dualitas. Dalam bahasa Arab, kata meditasi adalah  muraqabah (juga  murakebe), dan arti harafiahnya adalah  mengawasi,  menunggu, atau melindungi. Tetap fokuskan perhatianmu pada Tuhan, dan bangkitkan cinta dalam hatimu agar bisa menyatu dengan Sang Kekasih; Selalu awasi pikiran Anda agar tidak ada pikiran lain selain pikiran tentang Tuhan yang masuk ke dalam pikiran Anda.

Jadikan segala sesuatu yang ada dalam dirimu sebagai telinga, setiap atom dalam keberadaanmu, dan kamu akan mendengar setiap saat apa yang Sang Sumber bisikkan kepadamu, hanya untukmu dan untukmu, tanpa membutuhkan kata-kataku atau kata-kata orang lain.— Rumi

Meditasi Jantung

Amalan yang disebut  zikr-e-Sirr  atau  Wakoof Kulbi  (kesadaran hati) ini merupakan salah satu jenis  zikr (mengingat Tuhan). Ini adalah salah satu dari dua praktik utama Sufi Naqsybandi.

Bagi para Yogi, jantung spiritual (cakra anahata) berada di tengah dada, di bawah tulang dada.  Beberapa—seperti Ramana Maharshi dan beberapa teks Tantra—mengatakan bahwa hati rohani berbeda dari  cakra jantung , dan menyebutnya  hridaya , yang mengatakan bahwa ia berada di sisi kanan dada. 

Namun menurut para sufi, hati spiritual berada pada tempat yang sama dengan hati fisik (di sebelah kiri).

Berikut langkah-langkah untuk teknik ini :

Mulailah dengan mengumpulkan energi Anda yang tersebar, membawanya kembali dari dunia luar ke dalam diri Anda. Tenangkan pikiran dan indra agar bisa langsung merasakan realitas batin hati.

Pusatkan perhatianmu secara intens pada tempat di mana hati jasmani berada, hingga engkau melupakan segala sesuatu tentang dirimu sendiri.  Keadaan melupakan diri sendiri ini dianggap sebagai jalan lurus menuju Yang Tak Terbatas.

Coba dengarkan detak jantung yang berupa nama Yang Maha Kuasa. Seiring berjalannya waktu, seseorang mulai mendengarkan suara detak jantung bahkan dalam kehidupan sehari-hari. Lakukan  zikir  (pengulangan mantra kepada Allah). Teruslah berpikir tentang Tuhan atau guru spiritual seseorang. Pada ketiga variasi di atas, tetap fokuskan perhatian pada pusat hati dan sekaligus tumbuhkan perasaan cinta pada Sang Kekasih.

Dalam beberapa tradisi yang lebih esoteris, dikatakan bahwa sang guru mentransmisikan kekuatannya kepada muridnya (tavajjoh atau tawajjuh) dan itu membangkitkan hati spiritualnya, yang kemudian dipenuhi dengan cinta. Hanya setelah hal ini terjadi barulah latihan ini benar-benar efektif. 

Tatanan ini dibangun berdasarkan nafas. Oleh karena itu, seseorang harus menjaga nafasnya pada saat menghirup dan menghembuskan napas dan di antara keduanya.— Syeikh Naqsybandy

Tutup matamu. Bernapaslah dengan normal beberapa kali. Berkonsentrasilah pada hati rohani, sambil berpikir tentang Tuhan. Rasakan cahayanya di hatimu. Saat Anda menarik napas, dalam hati ulangi  Allah , dan rasakan cahaya Tuhan tersedot ke dalam hati Anda. Saat Anda mengeluarkan napas, ulangi  Hu dalam hati , dan rasakan bahwa cahaya Hu menyinari hati Anda dengan kuat. Tingkatkan laju pernapasan secara bertahap hingga tiga hingga empat kali kecepatan normal Anda, dengan tetap menjaga visualisasi dan mantra yang sama. Ambil napas pendek namun cepat. Penghirupan harus lebih lama dari pada pernafasan. Pernafasan agak pendek dan kuat.

Maulana Jalaludin Rumi berkata, “Semua cinta adalah jembatan menuju cinta Ilahi. Namun, mereka yang belum mencicipinya tidak akan mengetahuinya!”


Zikir Para Sufi

Say LaIllaha Il Allahu. Jangan buang nafasmu. Dengan setiap napas, katakanlah LA ILLAHA IL ALLAHU.

Itu harus dikatakan dengan nafasmu. Anda tidak perlu bersuara lidahmu diam-diam mengulangi : La Illaha, tidak ada yang nyata; Il Allahu, hanya ada Tuhan. ...Kapan pun atau di mana pun Anda berada, apakah Anda sedang berjalan atau duduk atau bekerja atau tidur. . . Zikirlah seperti ini. Jangan buang-buang bahkan satu detik! - Dari Doa yang Diterangi : Doa Lima Kali (waktu) Para Sufi, oleh Coleman Barks dan Michael Green. p. 124

Meskipun Bawa Muhaiyadden menentang penggunaan mantra, praktik ini sangat menyerupai praktik Yoga ajapa japa, atau mantra SoHam. Berikut ini adalah ajaran tentang mantra SoHam dari Swami Muktananda, dalam buku I Am That :

Duduklah dengan tenang, dan perhatikan keluar dan masuk nafas. . . Bhairava mengatakan bahwa ketika nafas masuk, ia membuat suara ham , dan ketika nafas keluar, itu membuat suara sa . (hlm. 27). Ini dikenal sebagai ajapa-japa, repetisi mantra yang tidak berulang. Orang yang hanya memperhatikan nafas, menyadari bahwa itu datang dan keluar dengan suara Ham dan Sa melakukan ajapa-japa dan ini adalah cara yang benar dalam mempraktekkan mantra. (hlm. 28)

Muktananda menjelaskan bahwa hamsa berarti Aku Adalah Itu atau, jika Anda berfokus pada outbreath pertama, hal itu didengar sebagai so'ham yang berarti Itu Am I. Kedua pernyataan menegaskan identitas Anda dengan realitas tertinggi. Variasi mantra ini diajarkan oleh guru Hindu lainnya misalnya, beberapa membesarkan kembali urutan, menghubungkan Sa dengan inbreath dan Ham dengan outbreath, atau memberikan pelafalan yang sedikit berbeda untuk suku kata. Juga, tidak jarang bagi para guru untuk menyarankan siswa mereka untuk menyinkronkan mantra apa pun yang mereka latih dengan inbreath dan outbreath.

Oleh karena itu, tampaknya bagi saya orang-orang bijak dari berbagai tradisi ini berbicara tentang pengalaman realisasi yang serupa, dan bahwa mereka sama dalam menyetujui bahwa kesadaran nafas adalah alat yang kuat untuk mencapai realisasi ini, terutama ketika dikombinasikan dengan pemikiran yang membangkitkan semangat. semacam yang memusatkan perhatian pada yang ilahi.

Hati Spiritual Lanjutan

Hridaya - Hati Al Quddus

"Satu-satunya keindahan yang bertahan adalah keindahan Hati." - Rumi

Hridaya, Hati Spiritual, adalah sifat dasar dan hakiki kita, dimensi keberadaan kita yang tak terlukiskan. Ini adalah nama lain untuk Diri Tertinggi, atau Atman , sebagaimana namanya dalam tradisi Yoga. 

Hati Spiritual adalah Kesadaran Agung, subjek utama pengetahuan, I. saya yang murni. 

Itu adalah Kesadaran Saksi, pengamat intim dari semua pikiran, emosi, dan sensasi kita; saksi dari pikiran dan alam semesta dalam dimensi luar dan dalam. Melalui latihan meditasi, semakin banyak pemahaman halus tentang arti sebenarnya dari Hati Spiritual akan terungkap. 

Pada awalnya, Jantung adalah objek meditasi, kemudian menjadi sarana pengetahuan, dan akhirnya terungkap dalam sifat aslinya, seperti apa kita sebenarnya.

“Dalam tradisi spiritual India, seperti di tempat lain, 'Hati' tidak merujuk pada organ fisik melainkan pada struktur psikospiritual yang berhubungan dengan otot jantung pada bidang materi. 

Hati spiritual ini dirayakan oleh para Yogi dan mistikus sebagai pusat dari Diri transendental. Ini disebut Hrid, Hridaya, atau Hrit-padma ('Lotus Hati'). Ini sering disebut sebagai 'Gua' Rahasia (guha) di mana yogi harus mengendalikan pikirannya. Di beberapa sekolah, terutama Shaivisme Kashmir, kata hridaya juga berlaku untuk Realitas tertinggi". Kesederhanaan mutlak adalah sifat Hati

Arahkan perhatian Anda ke area dada. Getaran yang sangat halus dan bijaksana yang dibangunkan di sana, tanpa adanya pemikiran, dalam ketenangan pikiran, adalah awal dari getaran suci, pengalaman paling langsung dari Hati Spiritual. Silakan rileks sendiri, luangkan waktu Anda dan tutup mata Anda selama beberapa detik sementara Anda membiarkan getaran ini muncul .... Dapatkah Anda merasakannya?

"Hati manusia dan Hati Kosmos adalah satu." Melalui kedewasaan spiritual, Hati dinyatakan sebagai sesuatu yang lebih dari dimensi individual dari keberadaan kita, setelah itu tidak lagi diungkapkan dalam istilah dualitas. Ini mewakili keseluruhan di mana Subjek dan objek, saksi dan saksi, adalah satu. Terlihat sebagai kesadaran, Hati tidak terbatas.

Hati adalah jembatan antara yang terbatas dan tak terbatas, pribadi dan transpersonal, saat ini dan keabadian. Itu adalah keterbukaan terhadap sang Utuh. Dalam aspek ini, Hati mewakili peluang utama kita untuk melampaui batasan individualitas.

Hati adalah sumber dari semua Ciptaan dan titik akhir dari semua energi. Karena itu sering dipandang sebagai mata air keabadian. Melimpahnya Hati sebagai Cinta murni dan Keberadaan murni itu sendiri adalah tanda realisasi:

"Di tengah Hatiku, sebuah bintang muncul, dan tujuh langit hilang dalam kecemerlangannya. " - Rumi.

Tidak ada Buddha selain Hati. Semua fenomena hanyalah Hati. ” - Tao-Sin René Guénon menegaskan bahwa "Kedamaian dari kekosongan," 

"Kedamaian Besar" (Es-Sakinah) dari esoterisme Islam yang terlihat dalam kehadiran ilahi dari Centre of being, secara simbolis diwakili dalam semua tradisi oleh Hati. 

Dalam tradisi yoga, ini diungkapkan oleh Hrid Akasha, ruang tak terbatas dari Jantung. Hati adalah getaran suci, ungkapan aspirasi murni dan absolut.

Para Sufi, Shaivists, Vedantins, Isihasts, dll. Semuanya menjawab panggilan yang sama dari Hati dan mengungkapkan dorongan murni yang murni, dorongan, kerinduan, dan aspirasi terhadap Tuhan, di luar bentuk-bentuk adorasi khusus, di luar konsep dan nama Realitas ini.

Hati Spiritual

Tahukah Anda mengapa sebagian orang tidak pernah dapat memperoleh kesehatan atau menghasilkan uang, tidak peduli seberapa keras mereka tampaknya mencoba? 

Pertama-tama, kebanyakan orang melakukan semuanya dengan setengah hati. Mereka hanya menggunakan sepersepuluh dari perhatian mereka. Itulah mengapa mereka tidak memiliki kekuatan untuk sukses. Selain itu, mungkin karma mereka, efek dari perbuatan salah mereka di masa lalu, yang telah menciptakan kondisi gagal kronis. Jangan pernah menerima keterbatasan karma. Jangan percaya Anda tidak mampu melakukan apa pun. Seringkali ketika Anda tidak dapat berhasil dalam sesuatu itu karena Anda telah memutuskan bahwa Anda tidak dapat melakukannya. Tetapi ketika Anda meyakinkan pikiran Anda tentang kekuatannya, Anda dapat melakukan apa saja! Dengan berkomunikasi dengan Tuhan, Anda mengubah status Anda dari makhluk fana menjadi makhluk abadi.

Pikirkan tentang Kelimpahan Ilahi sebagai hujan yang kuat dan menyegarkan; wadah apa pun yang Anda miliki akan menerimanya. Jika Anda memegang cangkir kaleng, Anda hanya akan menerima jumlah itu. Jika Anda mengangkat mangkuk, itu akan diisi. Wadah macam apa yang Anda pegang hingga Divine Abundance? 

Mungkin bejana Anda rusak; jika demikian, itu harus diperbaiki dengan mengusir semua ketakutan, kebencian, keraguan, dan iri hati, dan kemudian dibersihkan oleh air memurnikan kedamaian, ketenangan, pengabdian, dan cinta. Divine Abundance mengikuti hukum pelayanan dan kemurahan hati. Berikan dan kemudian terima. Berikan kepada dunia yang terbaik yang Anda miliki dan yang terbaik akan kembali kepada Anda

Seluruh tujuan latihan sejati adalah untuk membangkitkan sumber energi batin yang telah kita abaikan sepanjang hidup kita.

—Paramhansa Yogananda

Orang Mesir Kuno dan Maya mempraktekkan bentuk Retret Kegelapan, secara tradisional berlangsung selama 10 hari. Orang suci akan masuk ke pusat masing-masing piramida, sepenuhnya dihapus dari cahaya dan suara. 

Katakombe dan jaringan terowongan bawah tanah dari orang-orang Kristen pertama di Roma dan banyak tempat lain, seperti Piramida Mesir dan gua-gua orang Eseni di dekat Laut Mati di Israel, mungkin telah digunakan sebagai tempat untuk Retret Gelap juga. Dalam tradisi Tao, gua, Gunung Immortal, Wu San, merupakan Ruang Alkimia Batin yang Sempurna. Tao berkata: "Ketika Anda pergi ke kegelapan dan ini menjadi total, kegelapan segera berubah menjadi cahaya." Secara tradisional, Retret Kegelapan dilakukan oleh praktisi tingkat lanjut dalam silsilah Buddhisme Tibet di Dzogchen dan periode bervariasi dari beberapa jam hingga beberapa dekade. Beberapa biarawan Tibet merekomendasikan Retret Gelap 49 hari. “Kegelapan mengaktualisasikan keadaan kesadaran ilahi yang lebih tinggi secara berturut-turut, yang berhubungan dengan sintesis dan akumulasi bahan kimia psikedelik di otak. Melatonin, hormon pengatur, menenangkan tubuh dan pikiran dalam persiapan untuk realitas yang lebih halus dan lebih halus dari kesadaran yang lebih tinggi (Hari 1 sampai 3). Pinoline, mempengaruhi pemancar neuro dari otak, memungkinkan penglihatan dan mimpi-negara muncul dalam kesadaran kita (Hari 3 sampai 5). 

Akhirnya, otak mensintesis 'molekul roh' 5-metoksi-dimethyltryptamine (5-MeO-DMT) dan dimethyltryptamine (DMT), memfasilitasi pengalaman transendental cinta dan kasih sayang universal (Hari 6 sampai 12) Melatonin, 'molekul tidur,' diproduksi di kelenjar pineal, sebagai respons terhadap kegelapan malam, dan pada ritme sirkadian cahaya dan gelap yang diprogramkan ke hipotalamus, kelenjar endokrin yang terletak jauh di dalam otak. 

Melatonin mempengaruhi sistem organ utama, menenangkan sistem saraf simpatik dan memungkinkan peremajaan pikiran dan tubuh setiap hari. Di Ruang Gelap, melatonin berakumulasi secara bertahap di otak.” Hati, yang dilihat sebagai organ pengetahuan langsung, dapat dan harus dilatih secara konstan untuk meningkatkan kemurnian dan kapasitasnya untuk Mencintai, menyaksikan, menyerah….Dengan cara ini, batas individualitas memudar, dan melalui pengakuan atribut fundamentalnya sebagai pintu gerbang menuju tak terbatas, Diri Tertinggi, atman , terungkap.

Dalam spiritualitas Kristen, dan bagi para Bapa Gurun, Hati bukanlah sekadar organ fisik, tetapi merupakan pusat spiritual dari keberadaan manusia, diri terdalam dan paling sejati, atau kuil batinnya, untuk dimasuki hanya melalui pengorbanan individualitas, di mana misteri persatuan antara yang ilahi dan manusia adalah sempurna.

Dalam visi para Bapa Gurun, ada organ perenungan yang dikenal sebagai “mata Hati” atau “Kecerdasan Hati,” nous. 

Nous ini berdiam “di kedalaman jiwa,” mewakili aspek terdalam dari Jantung. 

Hridaya : Hati Spiritual bukanlah Anahata Chakra

Menurut tradisi Tantra, chakra anahata, chakra jantung, hanyalah tingkat atau dimensi keberadaan kita dan seluruh manifestasi. Hati Spiritual lebih dari ini. 

Hridaya: Hati Spiritual bukan hanya percikan dari Tuhan; Hati Spiritual adalah Tuhan.

Meditasi Jantung Sufi

Tasawuf adalah jalan esoteris dalam Islam, yang tujuannya adalah untuk menyucikan diri dan mencapai kesatuan mistik dengan Yang Maha Kuasa (dalam tradisi ini disebut Allah). Para praktisi tasawuf disebut Sufi.

Tidak seperti banyak teknik meditasi lainnya, meditasi sufi pada dasarnya bersifat spiritual. Tidak ada 'versi sekuler' dari teknik-teknik ini, karena gagasan tentang Tuhan adalah bagian dari DNA mereka. Inti dari segala amalan mereka adalah mengingat Tuhan, mengisi hati dengan Tuhan, dan mempersatukan diri dengan-Nya.

Perjalanan sang sufi adalah perjalanan sang kekasih kembali ke pelukan Sang Kekasih, sebuah perjalanan cinta yang di dalamnya kita 'mati' sebagai ego agar bisa menyatu dengan-Nya. Itu adalah jalan Hati. 

Semua praktik tersebut ditujukan untuk melepaskan ego seseorang, yang dianggap sebagai hambatan terbesar dalam mewujudkannya. Sufisme bukanlah jalan monastik. Para musafir sufi hidup dalam dunia batin, serta berfungsi secara bertanggung jawab dalam masyarakat.

Meditasi Inti Sufi: Kontemplasi Terhadap Tuhan. Cinta tumbuh subur di hati yang di dalamnya terpancar Nama Tuhan. Kasih Allah adalah keharuman yang bahkan seribu bungkus pun tidak mampu menampungnya. Atau seperti sungai yang alirannya tidak dapat dihentikan. 

Temanku ada di dalam diriku, di dalam Temanku ada aku – tidak ada pemisahan di antara kita. (Sultan Bahu)

Inti dari meditasi sufi adalah sadar akan Ketuhanan setiap saat, hingga tidak ada lagi rasa keterpisahan antara meditasi, Tuhan, dan kehidupan sehari-hari. Hal ini disebut kesatuan ( ekatmata )—yaitu, menyatu sepenuhnya dengan Sang Kekasih dan lenyapnya dualitas. 

Dalam bahasa Arab, kata meditasi adalah muraqabah (juga murakebe ), dan arti harafiahnya adalah mengawasi, menunggu, atau melindungi. Tetap fokuskan perhatianmu pada Tuhan, dan bangkitkan cinta dalam hatimu agar bisa menyatu dengan Sang Kekasih, Selalu awasi pikiran Anda agar tidak ada pikiran lain selain pikiran tentang Tuhan yang masuk ke dalam pikiran Anda. 

Jadikan segala sesuatu yang ada dalam dirimu sebagai telinga, setiap atom dalam keberadaanmu, dan kamu akan mendengar setiap saat apa yang Sang Sumber bisikkan kepadamu, hanya untukmu dan untukmu, tanpa membutuhkan kata-kataku atau kata-kata orang lain. (Rumi)

Meditasi Jantung

Amalan yang disebut Jikr-e-Sirr atau Wakoof Kulbi (kesadaran hati) ini merupakan salah satu jenis jikr (mengingat Tuhan). Ini adalah salah satu dari dua praktik utama Sufi Naqsybandi.

Bagi para Yogi, jantung spiritual ( cakra anahata ) berada di tengah dada, di bawah tulang dada. 

Beberapa—seperti Ramana Maharshi dan beberapa teks Tantra—mengatakan bahwa hati rohani berbeda dari cakra jantung , dan menyebutnya hridaya , yang mengatakan bahwa ia berada di sisi kanan dada. Namun menurut para sufi, hati spiritual berada pada tempat yang sama dengan hati fisik (di sebelah kiri).

Berikut langkah-langkah untuk teknik ini :

Mulailah dengan mengumpulkan energi Anda yang tersebar, membawanya kembali dari dunia luar ke dalam diri Anda. Tenangkan pikiran dan indra agar bisa langsung merasakan realitas batin hati.

Pusatkan perhatianmu secara intens pada tempat di mana hati jasmani berada, hingga engkau melupakan segala sesuatu tentang dirimu sendiri. Keadaan melupakan diri sendiri ini dianggap sebagai jalan lurus menuju Yang Tak Terbatas. Coba dengarkan detak jantung yang berupa nama Yang Maha Kuasa. Seiring berjalannya waktu, seseorang mulai mendengarkan suara detak jantung bahkan dalam kehidupan sehari-hari.

Lakukan zikir (pengulangan zikir Allah). Teruslah berpikir tentang Tuhan atau guru spiritual seseorang. 

Pada ketiga variasi di atas, tetap fokuskan perhatian pada pusat hati dan sekaligus tumbuhkan perasaan cinta pada Sang Kekasih.

Dalam beberapa tradisi yang lebih esoteris, dikatakan bahwa sang guru mentransmisikan kekuatannya kepada muridnya ( tawajjuh atau tawajjaha ) dan itu membangkitkan hati spiritualnya, yang kemudian dipenuhi dengan cinta. Hanya setelah hal ini terjadi barulah latihan ini benar-benar efektif. Tatanan ini dibangun berdasarkan nafas. Oleh karena itu, seseorang harus menjaga nafasnya pada saat menghirup dan menghembuskan napas dan di antara keduanya. (Syaikh Naqsybandy)

Tutup matamu. Bernapaslah dengan normal beberapa kali. Berkonsentrasilah pada hati rohani, sambil berpikir tentang Tuhan. Rasakan cahayanya di hatimu. Saat Anda menarik napas, dalam hati ulangi Allah , dan rasakan cahaya Tuhan tersedot ke dalam hati Anda. Saat Anda mengeluarkan napas, ulangi Hu dalam hati dan rasakan bahwa cahaya Hu menyinari hati Anda dengan kuat. 

Tingkatkan laju pernapasan secara bertahap hingga tiga hingga empat kali kecepatan normal Anda, dengan tetap menjaga visualisasi dan mantra yang sama. Ambil napas pendek namun cepat. Penghirupan harus lebih lama dari pada pernafasan. Pernafasan agak pendek dan kuat.

Mevlâna Jalâluddîn Rumi berkata, “Semua cinta adalah jembatan menuju cinta Ilahi. Namun, mereka yang belum mencicipinya tidak akan mengetahuinya!”

Saat Aku Mati


Saat aku mati : saat kerandaku mulai dibawa keluar, “Jangan pernah kau berfikir bahwa aku merindukan dunia ini.”

Janganlah meneteskan air mata, jangan meratapi, atau menyesaliku. Aku tidak akan jatuh ke dalam sarang makhluk yang mengerikan. Ketika melihat jenazahku diusung, Janganlah menangis karena kepergianku. “Aku bukan pergi : Aku telah sampai kepada Cinta Yang Abadi.”

Ketika engkau meninggalkanku di dalam kuburan, janganlah mengucapkan selamat tinggal. “Ingatlah, kuburan hanya bagi Surga yang berada di baliknya, engkau hanya akan melihatku (seperti yang) diturunkan ke liang lahat, sekarang, lihatlah aku bangkit.”

Bagaimana bisa ada akhir?  Saat matahari terbenam atau bulan tenggelam, ini terlihat seperti akhir, Ini terlihat seperti matahari yang terbenam, tetapi sebenarnya, ini adalah fajar. Saat kuburan mengurungmu, saat itulah jiwamu terbebaskan. Melihat benih yang jatuh ke bumi tidak menumbuhkan kehidupan baru? Mengapa mempertanyakan bangkitnya benih yang bernama manusia? Ketika, untuk terakhir kalinya, engkau menutup mulutmu, Kata-kata dan jiwamu akan menjadi milik dunia yang tanpa ruang, tanpa waktu.

Matilah dengan bahagia dan berharap untuk mengambil bentuk yang baru dan lebih baik. Ibarat matahari, hanya ketika terbenam di barat barulah terbit di timur. Dunia adalah taman bermain, dan kematian adalah malamnya. 

Tempat ini adalah mimpi. Hanya orang yang tidur yang menganggapnya nyata. Kemudian kematian datang seperti fajar, dan kamu terbangun sambil tertawa atas apa yang kamu anggap sebagai kesedihanmu. Di akhir hidupku, hanya dengan satu nafas tersisa, jika kamu datang, aku akan duduk dan bernyanyi. Saya sudah mati, lalu hidup. Menangis, lalu tertawa. 

Semua orang begitu takut kematian, namun para sufi sejati hanya tertawa : tidak ada yang menzalimi hati mereka. Apa yang mengenai cangkang tiram tidak merusak mutiaranya. Setelah itu aku masih harus mati dan menjelma sesuatu yang tak bisa ku pahami. Ah, biarkanlah diriku lenyap memasuki kekosongan, kesunyian.

"Wahai Kekasih, ambillah apa-apa yang yang aku mau, ambillah apa-apa yang kulakukan, ambillah apa-apa yang ku butuhkan, ambillah semua yang mengambilku dari-Mu. Mengetahui bahwa adalah Engkau yang mengambil kehidupan, kematian menjadi sangat manis. Selama aku bersama-Mu, kematian bahkan lebih manis dibandingkan dengan kehidupan itu sendiri.” (Rumi 1207-1273 M)

❤️

Kematian Yang Direncanakan

 

Apa yang sebenarnya terjadi dalam kematian? Seluruh energi vital yang tersebar, menyebar ke mana-mana – ia mengerut, kembali ke pusatnya. Energi inti yang menjangkau setiap sudut dari tubuh kita ini ditarik, kembali ke intinya.

Misalnya, jika kita terus meredupkan cahaya yang tersebar, ia akan mulai menyusut dan kegelapan akan berkumpul. Pada titik tertentu cahaya akan dikurangi sampai ke titik di mana ia mendekati lampunya sendiri. Dan jika kita bahkan meredupkannya lebih jauh, cahaya akan terkumpul dalam bentuk benih dan kegelapan akan mengelilingimu.

Jadi energi vital dari kehidupan kita menyusut, kembali ke pusatnya sendiri. Sekali lagi ia menjadi benih, atom, siap untuk perjalanan baru. Karena pengerutan ini, penyusutan dari energi mendasar ini sendiri, orang merasa, 'Aku sekarat! Aku sekarat!’ Apa yang dia anggap sebagai hidup sampai saat itu mulai menyelinap pergi; segala sesuatunya mulai jatuh. Anggota badan mulai kehilangan kekuatannya; dia mulai sesak nafas. Penglihatannya menjadi lebih buruk dan telinganya menjadi sulit mendengar.

Sesungguhnya semua indera ini sebelumnya hidup dan seluruh tubuh juga karena hubungan mereka dengan suatu energi. Dan begitu energi mulai surut, tubuh, yang pada dasarnya tidak bernyawa, sekali lagi menjadi tidak bernyawa. Tuannya bersiap untuk pergi dan rumahnya menjadi tertekan, sunyi. Dan orang itu merasa, 'Sekarang aku pergi!' Pada saat kematian dia merasakan, 'Aku berangkat. Aku tenggelam, akhirnya sudah dekat.’Perasaan gugup bahwa dia sedang sekarat – keadaan khawatir dan melankolis, kesedihan dan kecemasan akan kematian, perasaan bahwa akhirnya sedang mendekat – membawa penderitaan yang begitu mengerikan kepada pikirannya sehingga dia gagal untuk menjadi sadar akan pengalaman kematian itu sendiri. 

Untuk mengetahui kematian dia perlu menjadi damai. Sebaliknya, orang menjadi begitu gelisah sehingga dia tidak pernah tahu apakah kematian itu.

Kematian tidak bisa diketahui pada saat kematian tetapi orang pasti bisa memiliki kematian yang direncanakan. Kematian yang direncanakan adalah meditasi, yoga, samadhi. 

Samadhi hanya berarti satu hal yaitu mendatangkan kejadian yang, jika tidak, terjadi dengan sendirinya dalam kematian. Dalam samadhi, sang pencari mewujudkannya dengan usaha, dengan secara sadar menarik seluruh energi hidupnya ke dalam. Tentu saja dia tidak perlu merasa gelisah karena dia sedang bereksperimen dengan menarik kesadaran ke dalam. Dengan pikiran yang dingin dia mengerutkan kesadaran di dalam. Apa yang dilakukan kematian, dia melakukannya sendiri. Dan dalam keadaan hening itu dia mendapati bahwa energi kehidupan dan tubuh adalah dua hal yang terpisah. Bola lampu yang memancarkan listrik adalah satu hal, dan listrik yang terpancar darinya adalah hal lain. Ketika listrik mengerut sepenuhnya, bola lampu tergeletak di sana, tak bernyawa.

Tubuh tidak lebih dari sebuah bohlam listrik. Hidup adalah listrik, energi, kekuatan vital yang membuat tubuh tetap hidup, hangat, bersemangat.

Dalam samadhi, si pencari sendiri yang menemui kematian. Dan karena dia sendiri yang memasuki kematian, dia mengetahui kebenarannya bahwa dia terpisah dari tubuhnya. Begitu diketahui bahwa 'Aku terpisah dari tubuh,' kematian selesai. Dan begitu pemisahan antara tubuh dan keberadaan diketahui, pengalaman dari hidup telah dimulai. Akhir dari kematian dan pengalaman dari hidup terjadi pada titik yang sama, secara bersamaan. Dengan mengetahui kehidupan, kematian pergi; dengan mengetahui kematian, ada kehidupan. Jika dipahami dengan benar, ini hanyalah dua cara untuk mengekspresikan hal yang sama. Mereka adalah dua penunjuk ke arah yang sama.


Garis Tangan Kematian

Jika di bawah hipnosis Anda yakin bahwa setelah lima belas hari Anda akan mati, dan jika setiap hari selama lima belas hari Anda dibuat pingsan dan yakin dalam keadaan tidak sadar Anda bahwa Anda akan mati setelah lima belas hari ... apakah Anda benar-benar mati atau tidak, garis hidup Anda akan rusak dengan panjang proporsional lima belas hari. Sebuah celah akan muncul di garis hidup Anda; tubuh akan menerima gagasan bahwa kematian sedang dalam perjalanan.

Jika pikiran Anda mengalami perubahan, maka garis di telapak tangan Anda akan segera berubah.

Rahasia Kitab Kematian Tibet

Kitab Tibet Orang Mati adalah Padmasambhava ; pendiri Buddhisme Tibet pada abad ke-8 ketika ia membawa ajaran Buddha dari India dan memperkenalkannya dan menyebarkan ajaran tersebut ke Tibet. Padmasambhava bukanlah penganut agama Buddha tradisional, ia juga membawa serta banyak ajaran tantra esoterik dari tradisi lain dan kini ajaran Buddha Tibet seperti yang kita kenal sekarang merupakan campuran dari ajaran Buddha tradisional, ajaran tantra Hindu, dan tradisi Bon yang merupakan aliran asli Tibet pada saat itu.

Pokok bahasan Kitab Tibet tentang Kematian adalah tentang enam Bardo atau enam tingkat kesadaran yang memungkinkan pencerahan. Ada tiga tingkat kesadaran yang disebutkan pada saat kematian, yaitu tepat pada saat kematian, tingkat antara, dan tingkat sebelum kelahiran kembali. Tiga bardo atau tingkat kesadaran yang berbeda juga dibahas selama hidup seseorang, yaitu kesadaran terjaga normal, kesadaran mimpi, dan kesadaran meditasi. Bardo yang saya bahas di sini adalah saat kematian ketika cahaya putih kematian yang jernih terungkap sebagai tingkat kesadaran tercerahkan itu sendiri.

Cahaya putih saat kematian sering dilaporkan oleh orang-orang yang pernah mengalami pengalaman mendekati kematian dan berhasil menceritakannya. Beberapa faktor yang umum adalah penglihatan seperti terowongan, perasaan damai yang mendalam, bahkan kebahagiaan, dan juga perasaan kembali ke sesuatu yang familiar. Sains kesulitan menjelaskan fenomena tersebut, tetapi menjelaskannya sebagai impuls listrik masif pada saat kematian. Akan tetapi, sains merasa lebih sulit menjelaskan pengalaman keluar tubuh di mana pasien dengan jelas menceritakan kembali percakapan dengan dokter saat mereka dinyatakan meninggal, atau bahkan ketika pasien menceritakan kembali pengalaman peristiwa yang terjadi di kamar sebelah. 

Kitab Kematian Tibet menguraikan 8 tahap kematian, di mana penglihatan cahaya putih yang jernih dan penuh kebahagiaan adalah yang terakhir. Dalam tradisi Tibet, banyak Guru mengatakan bahwa hidup ini hanyalah persiapan untuk kematian, saat pencerahan paling mudah dicapai. Ini merupakan pembalikan perspektif yang sangat besar bagi kebanyakan orang Barat, yang menganggap kematian sebagai sesuatu yang sering ditakuti dan dipikirkan dalam konteks perjuangan, rasa sakit, dan penderitaan. Bagaimana jika saat kematian adalah saat keindahan, transendensi, dan kebahagiaan tak terukur? Bagaimana jika kita telah hidup ratusan bahkan ribuan kali sebelumnya dan tidak pernah mencapai kematian yang 'benar', dan kita terus memiliki kesempatan untuk melampauinya berulang kali, tetapi gagal? Inilah perspektif Buddhis. Dan saat kematian sangatlah sakral dan berharga.

Delapan tahap kematian adalah penyerapan lapisan-lapisan kesadaran ke dalam cahaya putih jernih dan dikenal sebagai Disolusi. Seperti ombak yang surut kembali ke lautan. Atau mengupas lapisan bawang. Empat disolusi pertama dikaitkan dengan empat elemen: tanah, air, api, dan udara. Empat terakhir adalah disolusi batin yang dikaitkan dengan kehalusan kesadaran yang semakin meningkat. Semuanya disertai dengan berbagai penglihatan yang dikenal sebagai "tanda rahasia".

8 Tahapan Kematian : Pembubaran Luar: Indra dan Elemen

Hal pertama yang mungkin kita sadari adalah ketika indra kita berhenti berfungsi. Jika orang-orang di sekitar tempat tidur kita berbicara, akan tiba saatnya kita dapat mendengar suara mereka tetapi tidak dapat memahami kata-katanya. Ini berarti kesadaran telinga telah berhenti berfungsi. Kita melihat sebuah objek di depan kita, dan kita hanya dapat melihat garis luarnya, bukan detailnya. Ini berarti kesadaran mata telah gagal. Dan hal yang sama terjadi dengan indra penciuman, perasa, dan peraba kita. Ketika indra tidak lagi sepenuhnya dialami, itu menandai fase pertama dari proses pelarutan. Empat fase berikutnya mengikuti pelarutan unsur-unsur.

Bumi

Tubuh kita mulai kehilangan semua kekuatannya. Kita terkuras dari energi apa pun. Kita tidak bisa bangun, tetap tegak, atau memegang apa pun. Kita tidak bisa lagi menopang kepala kita. Kita merasa seolah-olah kita jatuh, tenggelam di bawah tanah, atau terhimpit di bawah beban yang berat. Kita merasa berat dan tidak nyaman dalam posisi apa pun. Kita mungkin meminta untuk ditarik ke atas, agar bantal dibuat lebih tinggi, atau agar selimut dilepas. Warna kulit kita memudar dan pucat mulai muncul. Pipi kita cekung, dan noda hitam muncul di gigi kita. Menjadi lebih sulit untuk membuka dan menutup mata kita. Saat agregat bentuk larut, kita menjadi lemah dan ringkih. Pikiran kita gelisah dan mengigau tetapi kemudian tenggelam dalam rasa kantuk. Ini adalah tanda-tanda bahwa elemen tanah menarik diri ke dalam elemen air. "Tanda rahasia" yang muncul dalam pikiran adalah fatamorgana yang berkilauan.

Air

Kita mulai kehilangan kendali atas cairan tubuh kita. Hidung kita mulai berair dan kita meneteskan air liur. Mungkin ada cairan dari mata dan mungkin kita menjadi inkontinensia. Kita tidak bisa menggerakkan lidah kita. Mata kita menjadi kering di rongganya. Bibir kita tertarik dan tidak berdarah dan mulut serta tenggorokan kita lengket dan tersumbat. Lubang hidung masuk ke dalam dan kita menjadi sangat haus. Kita gemetar dan berkedut. Bau kematian mulai menggantung di atas kita. Saat agregat perasaan larut, sensasi tubuh berkurang, bergantian antara rasa sakit dan kesenangan, panas dan dingin. Pikiran kita menjadi kabur, frustrasi, mudah tersinggung, dan gugup. Beberapa sumber mengatakan bahwa kita merasa seperti tenggelam di lautan atau tersapu oleh sungai besar. Elemen air larut menjadi api, yang mengambil alih kemampuannya untuk menopang kesadaran. Tanda rahasianya adalah penglihatan kabut dengan gumpalan asap yang berputar-putar.

Api

Mulut dan hidung kita mengering sepenuhnya. Semua kehangatan tubuh kita mulai merembes, biasanya dari kaki dan tangan menuju jantung. Napas kita dingin saat melewati mulut dan hidung. Kita tidak bisa lagi minum atau mencerna apa pun. Agregat persepsi larut, dan pikiran kita berayun bergantian antara jernih dan bingung. Kita tidak dapat mengingat nama keluarga atau teman kita, atau bahkan mengenali siapa mereka. Menjadi semakin sulit untuk memahami apa pun di luar diri kita karena suara dan penglihatan tercampur aduk. Kalu Rinpoche menulis, "Bagi individu yang sekarat, pengalaman batin adalah dilalap api, berada di tengah kobaran api yang menderu, atau mungkin seluruh dunia dilalap api yang dahsyat." Elemen api larut ke dalam udara, dan menjadi kurang mampu berfungsi sebagai dasar kesadaran, sementara kemampuan elemen udara untuk melakukannya semakin nyata. Jadi tanda rahasianya adalah percikan merah berkilauan yang menari-nari di atas api terbuka, seperti kunang-kunang.

Udara

Menjadi semakin sulit bernapas. Udara seolah-olah keluar melalui tenggorokan kita. Kita mulai terengah-engah dan serak. Napas masuk kita menjadi pendek dan berat, sementara napas keluar kita menjadi lebih panjang. Mata kita berputar ke atas dan kita sama sekali tidak bergerak. Saat agregat intelek larut, pikiran menjadi bingung, tidak menyadari dunia luar. Semuanya menjadi kabur. Perasaan terakhir kita akan kontak dengan lingkungan fisik kita semakin memudar. Kita mulai berhalusinasi dan mengalami penglihatan. Jika ada banyak hal negatif dalam hidup kita, kita mungkin melihat wujud-wujud yang menakutkan. Momen-momen menghantui dan mengerikan dalam hidup kita diputar ulang, dan kita bahkan mungkin mencoba berteriak ketakutan. Jika kita telah menjalani hidup yang penuh kebaikan dan kasih sayang, kita mungkin mengalami penglihatan surgawi yang membahagiakan, dan bertemu teman-teman yang penuh kasih atau makhluk yang tercerahkan. Bagi mereka yang telah menjalani kehidupan yang baik, ada kedamaian dalam kematian, bukan ketakutan. 

Kalu Rinpoche menulis: “Pengalaman batin bagi individu yang sekarat adalah angin kencang yang menyapu seluruh dunia, termasuk orang yang sekarat itu sendiri, pusaran angin yang luar biasa, melahap seluruh alam semesta. Yang terjadi adalah elemen udara larut ke dalam kesadaran. Semua angin telah menyatu dalam "angin penopang kehidupan" di dalam hati. Maka, tanda rahasia ini digambarkan sebagai penampakan obor atau lampu yang menyala, dengan cahaya merah. 

Pada titik ini, darah berkumpul dan memasuki "Saluran Kehidupan" di pusat hati kita. Tiga tetes darah terkumpul, satu demi satu, menyebabkan tiga tarikan napas terakhir yang panjang. Lalu, tiba-tiba, napas kita terhenti.

Hanya sedikit kehangatan yang tersisa di hati kita. Semua tanda vital telah hilang, dan inilah titik di mana dalam situasi klinis modern kita akan dinyatakan "mati". Namun, para guru Tibet berbicara tentang proses internal yang masih berlanjut. Waktu antara akhir pernapasan dan berhentinya "pernapasan batin" konon sekitar dua puluh menit. Namun, tidak ada yang pasti, dan seluruh proses mungkin berlangsung sangat cepat.

Pembubaran Bathin

Dalam pembubaran batin, di mana pikiran dan emosi kasar dan halus larut, empat tingkat kesadaran yang semakin halus akan ditemui. Dengan lenyapnya angin yang menahannya di sana, esensi putih ("putih dan bahagia") yang diwarisi dari ayah kita turun dari ubun-ubun kepala kita melalui saluran pusat menuju hati. Sebagai tanda lahiriah, terdapat pengalaman keputihan, seperti "langit bersih yang disinari cahaya bulan." Sebagai tanda batiniah, kesadaran kita menjadi sangat jernih, dan semua pikiran yang dihasilkan dari kemarahan, yang jumlahnya tiga puluh tiga, berakhir. Fase ini dikenal sebagai "Penampakan".

Kemudian esensi ibu kita ("merah dan panas") mulai naik melalui saluran pusat kita tepat di bawah pusar. Tanda lahiriah adalah pengalaman kemerahan, seperti matahari yang bersinar di langit yang bersih. Sebagai tanda batiniah, muncul pengalaman kebahagiaan yang luar biasa, karena semua pikiran yang terkait dengan hasrat, yang jumlahnya empat puluh, berhenti berfungsi. Tahap ini dikenal sebagai "Peningkatan".

Ketika esensi merah dan putih bertemu di hati, kesadaran terkurung di antara keduanya. Sebagai tanda lahiriah, kita mengalami kegelapan, bagaikan langit kosong yang diselimuti kegelapan total. Pengalaman batiniah adalah kondisi batin yang bebas dari pikiran. Tujuh kondisi batin yang diakibatkan oleh ketidaktahuan dan delusi diakhiri. Ini dikenal sebagai "Pencapaian Penuh".

Kemudian, saat kita sedikit sadar kembali, Cahaya Dasar muncul, bagaikan langit yang bersih, bebas dari awan, kabut, atau kabut. Terkadang disebut "pikiran cahaya kematian yang jernih". 

Kesadaran ini adalah pikiran halus terdalam. Kita menyebutnya hakikat Buddha, sumber sejati dari semua kesadaran. Keberlangsungan pikiran ini berlangsung bahkan hingga mencapai Kebuddhaan.

Mengenali tahap terakhir cahaya kematian yang jernih ini sebagai Diri Sejati Anda dan melepaskan semua keterikatan pada tubuh adalah kunci pencerahan di saat kematian. Cahaya jernih ini hadir saat ini, ia adalah akar dari keberadaan. Seperti yang dikatakan Padmasambhava dalam Kitab Kematian Tibet : Ingatlah cahaya jernih, cahaya putih bersih yang murni, sumber segala sesuatu di alam semesta, tempat kembalinya segala sesuatu di alam semesta; hakikat asli pikiranmu sendiri. Keadaan alami alam semesta yang tak terwujud. Biarkan masuk ke dalam cahaya jernih, percayalah padanya, menyatulah dengannya. Itulah hakikat sejatimu, itulah rumahmu.








Kematian Menurut Sains Fisika Quantum

Apa itu kematian? Semua orang pada umumnya Takut Mati dan Takut dengan Orang Mati Kenapa? Karena sejak kecil kita selalu ditakut-takuti tentang 2 hal teresebut. Dan yang menakut-nakuti sebenarnya juga sama takutnya dengan yang ditakut-takuti. 

Kenapa mereka Takut ? Karena mereka tidak tahu apa itu mati dan apa yang sesungguhnya terjadi ketika mati. Jadi mulailah di karang-karang cerita tentang kematian yang menyakitkan dan menyeramkan yang diceritakan dari generasi ke generasi tanpa pernah ada yang coba mempertanyakan dan membuktikan kebenarannya. 

~ Mati menurut awam adalah ketika seseorang sudah tidak bernafas lagi.       ~ Mati menurut klinis adalah ketika Otak manusia sudah tidak lagi memiliki energi kelistrikan. Ada juga yang mengatakan ketika organ tubuh tidak lagi mempu menopang adanya kehidupan dalam tubuh manusia.            ~ Mati menurut spiritual adalah ketika Roh keluar dari raga fisik kasar/tubuhnya dan tidak kembali lagi untuk selamanya.                                          ~ Mati menurut ilmu fisika adalah ketika Zat Etherik keluar dari materi (tubuh). Zat Ether adalah zat yang bisa dianalogikan dengan "api" zatnya tidak terlihat tapi kalau kita goreskan pemantik pada korek api maka dia akan menyala. Mati juga bisa dikatakan ketika Energi Murni terpisah atau terlepas dari Materi. 

Penyebab kematian ?

1. Faktor Alamiah, faktor biasanya karena usia dimana masa pakai raga sudah selesai dan raga tidak lagi mampu menyediakan tempat bagi roh di dalamnya.  

2. Faktor tidak alamiah, dengan cara mengakhiri hidup sebelum faktor kematian alamiah terjadi  misalnya bunuh diri atau dibunuh, kecelakaan atau terkena bencana alam. Namun kematian karena faktor kecelakaan atau bencana alam yang sudah menjadi suratan takdir  orang tersebut (atau cara kematian yang sudah ditetapkan) itu masuk dalam kematian yang alamiah. 

3. Semua rencana tadirnya/tugas kehidupannya sudah selesai diwujudkan dan di jalani, meskipun raga masih bisa menopang kehidupan.  Biasanya Roh yang sudah tinggi kesadarannya akan memilih untuk pulang, meskipun raganya masih sehat. Kembali pulang ke dimensi Roh, atau yang di kenal dalam Hinduism dgn istilah Moksa. 

Menurut Ilmu Fisika Quantum untuk bisa menjelaskan apa yang terjadi ketika kita mati, maka kita mesti tahu apa yang terjadi ketika kita dilahirkan. Diawali dari unsur-unsur pembentukan kehidupan yakni perpaduan antara Materi dan Energi. Jadi tubuh manusia pada awal diciptakan melalui proses kehamilan adalah bermula dari energi yang memadat hingga menjadi atom sebagai materi dasar hingga kemudian menjadi tubuh dalam bentuk materi. Lalu ketika proses penciptaan tubuh bayi sudah selesai maka masuklah energi "Tuhan" dalam bentuk Roh (Energi murni yang tidak memadat membentuk Materi) 

Jadi unsur dasar kita sebagai manusia adalah perpaduan antara unsur Materi yakni tubuh kita dan unsur Energi Ilahi yakni Roh kita. Ketika kita lahir sebagai manusia yang terjadi adalah Penyatuan antara Materi (tubuh) dengan Energi (Roh). Jadi sebaliknya ketika mengalami kematian maka yang terjadi adalah proses "PEMISAHAN" antara Materi dengan Energi. Ketika kita mati semua Energi kita kembali dalam bentuk Murni kembali memisahkan diri dari tubuh materi kita.                                                  Tubuh materi kita akan kembali pada unsur materi dan hancur/terurai oleh waktu, tapi Energi Murni kita tetap ada dan akan selalu ada (tidak pernah tidak ada). Oleh karena itu dalam dunia spiritual tidak mengenal apa yang disebut sebagai kematian, yang ada adalah pindah dimensi  dari Dimensi Fisik ke Dimensi Metafisik.                        Jadi sejatinya kita tidak pernah Mati, yang ada hanyalah pindah dimensi saja. Begitu juga kita tidak pernah hidup melainkan hanya masuk ke dimensi lain melalui proses kelahiran. 

Itulah mengapa Osho menuliskan di makamnya kata-kata "Tidak pernah dilahirkan, tidak pernah mati. Hanya mengunjungi planet bumi ini antara 11 Des 1931 - 19 Januari 1990"

Proses Pelepasan 

Proses pelepasan adalah saat-saat Roh kita keluar dari tubuh, proses pelepasan ini TERJADI SECARA ALAMI ketika organ tubuh kita tidak lagi mampu bekerja untuk menopang kehidupan bagi roh di dalamnya. Karena proses pelepasan ini BERSIFAT ALAMIAH maka ia bekerja berdasarkan hukum-hukum ALAM atau fisika.

Ketika organ tubuh kita tidak mampu lagi menopang kehidupan maka otomatis secara alamiah Roh akan melepaskan diri dari tubuh. 

Itulah yang sesungguhnya terjadi, itu adalah rancangan alam dan hukum sebab akibat yang diciptakan Tuhan dalam sistem kematian manusia. Jadi dengan demikian tidak ada yang namanya "Nyawa Dicabut" atau ada petugas khusus "Sang Pencabut Nyawa" 

Apa yang kita rasakan ketika mati?

Sama sekali tidak merasakan apa-apa, tidak ada rasa sakit apapun.  Bahkan seandainya proses kematiannya terjadi secara tragis, semisal melalui kecelakaan, bencana alam atau pembunuhan keji dsb. Kalaupun ada rasa sakit itu hanya sebatas rasa yang dialami ketika terjadi luka pada tubuh, tapi ketika Roh lepas semua rasa itu lenyap.  Karena semua yang kita rasakan itu adalah hasil kerja syaraf-syaraf reseptor pada tubuh materi manusia yang dikirim ke otak. 

Bahkan saat setelah roh lepas dari tubuh, tidak hanya rasa sakit akibat luka, tapi semua penyakit yang diderita bahkan termasuk cacad kebutaan atau mental itu semuanya lenyap tidak dirasakan atau dialami lagi. Semua penyakit akan sembuh seketika ketika Roh kita terlepas dari tubuh. 

Ketika mati kita sesungguhnya terbebas total dari semua rasa sakit dan penderitaan fisik apapun kecuali penderitan batin karena pikiran batin kita tetap terbawa bersama roh.  Itulah kenapa bagi orang-orang yang paham spiritual proses kematian atau kepulangan itu adalah saat-saat yang membahagiakan dan tidak perlu ditangisi. Banyak orang yang tidak percaya jika proses pelepasan atau kematian ini tidak sakit dan tidak merasakan apapun, hal ini wajar saja karena kita sejak kecil sudah di doktrin bahwa saat kematian itu adalah sakit yang paling sakit, atau saat ada petugas pencabut nyawa menarik roh kita keluar dari ubun-ubun maka akan terasa sakit yang amat menyakitkan.  

Sekali lagi berdasarkan berbagai referensi dan literatur yang saya temui dan bisa dipercaya, tidak ada laporan yang menyatakan pernah bertemu dengan Petugas Pencabut Nyawa dengan wajah yang sering kali digambarkan menyeramkan. Tidak ada juga laporan yang merasakan sakit saat kematian. 

Bahkan banyak yang tidak sadar bahwa mereka sudah mati, hal itu karena proses kematian itu begitu alamiah dan tidak merasakan apapun.  Persis seperti kita bangun tidur dipagi hari. 

Banyak kasus-kasus tercatatan dari orang yang mati suri bahwa mereka kaget ketika melihat tubuh mereka tergeletak di ranjang rumah sakit sementara mereka keluar dari tubuh dan mengapung di langit-langit ruangan.  Sebelumnya dia tidak sadar kalau itu adalah tubuhnya sendiri sampai dia melihat sosok wajahnya yang sama dengan dirinya.

Apa yang terjadi setelah proses pelepasan tersebut...?

Nah ini yang berbeda-beda pada setiap orang, tergantung pikiran apa yang dia bawa dari dunia fisik ini. Semua penderitaan fisik lenyap tapi penderitaan batin yang ada dalam pikiran tetap terbawa oleh roh kita. Oleh karena itu apa yang terjadi pada proses selanjutnya setelah kematian sangat tergantung pada apa yang dibawa dalam pikiran kita.

Itulah pentingnya kita memahami apa itu kehidupan dan apa itu kematian dan apa yang perlu kita lakukan agar apa yang kita bawa dalam pikiran kita ketika mati adalah kebahagiaan bukan penderitaan, dendam atau kemarahan. 

Salam dari Tuhan yang senantiasa mencintai dan menerima kita apa adanya. Dia yang Maha Pengasih dan Penyayang pada semua mahluknya tanpa terkecuali.


Seni Kematian

 

Kematian, oleh karena itu, secara harfiah adalah penarikan dari hati dan kepala dari dua aliran energi ini, yang mengakibatkan hilangnya kesadaran sepenuhnya dan hancurnya tubuh. Kematian berbeda dari tidur karena keduanya aliran energi ditarik. Dalam tidur, hanya benang energi yang berlabuh di otak ditarik, dan ketika ini terjadi pria itu menjadi tidak sadar. Dengan ini kami maksudkan bahwa kesadarannya atau kesadarannya terfokus di tempat lain. Perhatiannya tidak lagi diarahkan pada hal-hal yang nyata dan fisik, tetapi diarahkan pada dunia makhluk lain dan menjadi terpusat pada aparatus atau mekanisme lain. Dalam kematian, kedua utas ditarik atau disatukan dalam utas kehidupan. Vitalitas berhenti menembus media aliran darah dan jantung gagal berfungsi, sama seperti otak gagal merekam, dan dengan demikian keheningan mereda. Rumah itu kosong. Aktivitas berhenti, kecuali aktivitas luar biasa dan langsung yang merupakan hak prerogatif materi itu sendiri dan yang mengekspresikan dirinya dalam proses penguraian. Oleh karena itu, dari aspek-aspek tertentu, proses itu menunjukkan kesatuan manusia dengan segala sesuatu yang material; itu menunjukkan bahwa dia adalah bagian dari alam itu sendiri, dan yang kita maksudkan dengan alam adalah tubuh dari satu Kehidupan di mana "kita hidup dan bergerak dan memiliki keberadaan kita." Dalam tiga kata itu—hidup, bergerak, dan ada—kita memiliki keseluruhan cerita. Menjadi adalah kesadaran, kesadaran diri dan ekspresi diri, dan kepala dan otak orang ini adalah simbol eksoteris. Hidup adalah energi, keinginan dalam bentuk, koherensi dan pelekatan pada sebuah ide, dan jantung dan darah ini adalah simbol eksoteris . Bergerak menunjukkan integrasi dan respons entitas hidup yang ada, sadar, ke dalam aktivitas universal, dan perut, pankreas, dan hati adalah simbolnya.

Harus dicatat juga bahwa kematian, oleh karena itu, dilakukan pada arah Ego, tidak peduli seberapa tidak sadarnya manusia terhadap arah itu . Prosesnya bekerja secara otomatis dengan mayoritas, karena (ketika jiwa menarik perhatiannya) reaksi yang tak terhindarkan di alam fisik adalah kematian, oleh abstraksi utas ganda kehidupan dan energi akal, atau dengan abstraksi utas energi. yang dikualifikasikan oleh mentalitas, meninggalkan aliran kehidupan yang masih berfungsi melalui hati, tetapi tidak ada kesadaran yang cerdas. Jiwa terlibat di tempat lain dan sibuk di bidangnya sendiri dengan urusannya sendiri.

Dalam tubuh manusia, seperti yang Anda ketahui, kita memiliki tubuh vital yang luas dan mendasar yang merupakan lawan dari fisik, yang lebih besar dari fisik dan yang kita sebut tubuh eterik atau ganda. Ini adalah tubuh energi dan terdiri dari pusat kekuatan dan nadi atau benang kekuatan. Ini mendasari atau merupakan rekan dari aparatus saraf—saraf dan ganglia saraf. Di dua tempat di tubuh manusia ada lubang keluar, jika saya boleh menggunakan ungkapan yang begitu rumit. Satu lubang ada di ulu hati dan yang lainnya ada di otak di bagian atas kepala. Melindungi keduanya adalah jaringan materi eterik yang terjalin erat, terdiri dari untaian energi kehidupan yang saling terkait.

Selama proses kematian, tekanan energi kehidupan yang menghantam jaring akhirnya menghasilkan tusukan atau lubang. Dari sini kekuatan hidup mengalir ketika potensi pengaruh abstraksi jiwa meningkat. Dalam kasus hewan, bayi dan pria dan wanita yang terpolarisasi seluruhnya dalam tubuh fisik dan astral, pintu keluarnya adalah ulu hati, dan jaring itulah yang tertusuk, sehingga memungkinkan pingsan. Dalam kasus tipe mental, dari unit manusia yang lebih berkembang, itu adalah jaring di bagian atas kepala di wilayah ubun-ubun yang pecah, sehingga sekali lagi memungkinkan keluarnya makhluk rasional yang berpikir.

Oleh karena itu, dalam proses kematian, ini adalah dua pintu keluar utama: solar plexus untuk manusia yang terpolarisasi secara astral dan bias secara fisik, dan karena itu dari sebagian besar, dan pusat kepala bagi manusia yang terpolarisasi secara mental dan berorientasi spiritual. Ini adalah faktor pertama dan paling penting untuk diingat, dan dengan mudah akan terlihat bagaimana kecenderungan kecenderungan hidup dan fokus perhatian hidup menentukan cara keluar pada saat kematian. Dapat dilihat juga bahwa upaya untuk mengendalikan kehidupan astral dan sifat emosional, dan untuk mengarahkan diri pada dunia mental dan hal-hal spiritual, memiliki efek penting pada aspek fenomenal dari proses kematian.

Jika siswa berpikir jernih, akan terlihat jelas baginya bahwa satu jalan keluar berkaitan dengan manusia spiritual dan sangat berkembang, sementara yang lain menyangkut manusia kelas rendah yang hampir tidak maju melampaui tahap hewan. Lalu bagaimana dengan rata-rata pria? Pintu keluar ketiga sekarang digunakan sementara; tepat di bawah puncak jantung jaringan eterik lain ditemukan menutupi lubang keluar. Oleh karena itu, kami memiliki situasi berikut:

1. Jalan keluar di kepala, digunakan oleh tipe intelektual, oleh para murid dan inisiat dunia.

2. Jalan keluar di hati, digunakan oleh pria atau wanita yang baik hati, bermaksud baik, warga negara yang baik, teman yang cerdas, dan pekerja filantropi.

3. Jalan keluar di daerah ulu hati, digunakan oleh mereka yang sifat binatangnya kuat.

Ini adalah poin pertama dalam informasi baru yang perlahan-lahan akan menjadi pengetahuan umum di Barat selama abad berikutnya. Sebagian besar sudah diketahui oleh para pemikir di Timur dan merupakan langkah pertama menuju pemahaman rasional tentang proses kematian.

Sehubungan dengan teknik sekarat, hanya mungkin bagi saya saat ini untuk membuat satu atau dua saran. Di sini saya tidak membahas sikap "para penjaga" yang hadir, saya hanya membahas poin-poin yang akan memudahkan perpindahan jiwa yang sementara. 

Pertama, biarkan ada keheningan di ruangan itu. Hal ini, tentu saja, sering terjadi. Harus diingat bahwa orang yang sekarat biasanya tidak sadarkan diri. Ketidaksadaran ini tampak nyata tetapi tidak nyata. Dalam sembilan ratus kasus dari seribu kesadaran otak ada, dengan kesadaran penuh akan kejadian, tetapi ada kelumpuhan total dari keinginan untuk mengekspresikan dan ketidakmampuan total untuk menghasilkan energi yang akan menunjukkan kehidupan. Ketika keheningan dan pengertian menguasai ruang sakit, jiwa yang pergi dapat memegang instrumennya dengan jelas sampai menit terakhir, dan dapat membuat persiapan yang matang.

Kemudian, ketika warna yang lebih tua diketahui, hanya lampu oranye yang diizinkan di ruang sakit orang yang sekarat, dan ini hanya akan dipasang dengan upacara yang semestinya ketika tidak ada kemungkinan untuk sembuh. Oranye membantu pemfokusan di kepala, sama seperti merah merangsang pleksus surya dan hijau memiliki efek pasti pada jantung dan aliran kehidupan.

Jenis-jenis musik tertentu akan digunakan jika lebih banyak yang berhubungan dengan suara dipahami, tetapi belum ada musik yang akan memfasilitasi pekerjaan jiwa dalam mengabstraksikan dirinya dari tubuh, meskipun nada-nada tertentu pada organ akan dianggap efektif. Pada saat kematian yang tepat, jika nada seseorang dibunyikan, itu akan mengoordinasikan dua aliran energi dan akhirnya memutuskan benang kehidupan, tetapi pengetahuan tentang ini terlalu berbahaya untuk disampaikan dan hanya dapat diberikan nanti. Saya akan menunjukkan masa depan dan garis di mana studi okultisme masa depan akan berjalan. Akan ditemukan juga bahwa tekanan pada pusat saraf tertentu dan pada arteri tertentu akan memudahkan pekerjaan, dan ilmu kematian ini ditahan, seperti yang diketahui banyak siswa, di Tibet. Tekanan pada vena jugularis dan pada saraf besar tertentu di daerah kepala dan pada tempat tertentu di medula oblongata akan sangat membantu dan efektif. Suatu ilmu pasti tentang kematian pasti akan dielaborasi nanti, tetapi hanya ketika fakta jiwa diakui dan hubungannya dengan tubuh telah dibuktikan secara ilmiah.

Ungkapan mantra juga akan digunakan dan pasti dibangun ke dalam kesadaran orang yang sekarat oleh orang-orang di sekitarnya, atau digunakan secara sengaja dan mental oleh dirinya sendiri. Kristus mendemonstrasikan penggunaannya ketika Dia berseru dengan lantang, "Bapa, ke dalam tangan-Mu, Aku serahkan roh-Ku." Dan kita memiliki contoh lain dalam kata-kata, "Tuhan, sekarang biarkan hamba-Mu pergi dengan damai." Penggunaan Sabda Suci yang terus-menerus, yang dilantunkan dengan nada rendah atau pada kunci tertentu (yang akan ditanggapi oleh orang yang sekarat itu), nantinya dapat juga merupakan bagian dari ritual transisi, disertai dengan urapan dengan minyak, sebagai dipertahankan dalam Gereja Katolik. Extreme Unction memiliki dasar ilmiah yang gaib. Bagian atas kepala orang yang sekarat laki-laki juga harus secara simbolis menunjuk ke arah Timur, dan kaki serta tangan harus disilangkan. Kayu cendana hanya boleh dibakar di dalam ruangan, dan tidak ada dupa jenis lain yang diizinkan, karena cendana adalah dupa Sinar Pertama atau Penghancur, dan jiwa sedang dalam proses menghancurkan tempat tinggalnya.

Belajar Mengenal Kematian

Biasanya, untuk 80% orang yang meninggal, nafas dan jiwa terakhir keluar melalui mulut. Dengan kata lain, kematian alami. Tetapi jiwa memasuki tubuh melalui bagian atas kepala. Inilah sebabnya mengapa bagian atas kepala bayi yang baru lahir sangat lembut. Jadi jiwa masuk melalui lubang ini, berjalan melalui bagian tengah tubuh dan menyebar ke setiap organ. Oleh karena itu energi kundalini seharusnya berada di antara bagian atas langsung kepala dan bagian bawah langsung dari ruang antara skrotum (atau vagina untuk wanita) dan anus. Ini adalah konstitusi manusia.Jadi, seluruh ide tentang spiritualitas adalah untuk mengambil jiwa kembali melalui bagian atas kepala. Oleh karena itu setiap latihlah, bagaimana mengembalikan jiwa ke atas kepala pada saat kematian dan keluar. Untuk pergi dengan cara yang terbebaskan ini, Anda harus terbebaskan saat hidup. Jika jiwa keluar melalui mulut, Anda dapat menjamin akan ada kelahiran kembali. Tetapi jika jiwa keluar melalui bagian atas kepala, biasanya tekanan karma tidak akan ada. Itu berarti Anda telah menghabiskan segalanya, dan Anda mengambilnya kembali dan pergi keluar. 

Inilah sebabnya mengapa dalam spiritualitas, bagaimana Anda lebih penting daripada di mana Anda berada. Jadi, jika Anda sangat stabil secara rohani dan Anda bernapas melalui bagian atas kepala dan melalui tulang belakang sebagian besar waktu, tidak perlu pergi ke mana pun. Anda sudah selaras dengan alam semesta, dan ketika Anda pergi, Anda sebenarnya pergi jauh - jauh kembali.Tetapi jika kesadaran berada di alam bumi – jika Anda terikat oleh objek, orang, situasi, peristiwa, emosi – maka ini tidak dapat terjadi. Emosi terkuat terakhir saat meninggalkan tubuh sangat penting untuk kehidupan selanjutnya, atau perjalanan ke depan.

Oleh karena itu di masa lalu, para nenek memberi tahu cucu-cucunya, “Sebelum Anda pergi tidur, Anda menyerahkan diri Anda kepada Tuhan, Anda sedang tidur di pangkuan-Nya.” Ini melatih anak untuk berhubungan dengan Tuhan setiap saat, karena ada keadaan kematian di setiap tidurnya. Keadaan tidur nyenyak sama dengan keadaan kematian-pembatalan total. Setiap orang menjalani proses ini setiap malam. Jadi penting untuk terhubung dengan tuhan di kondisi itu disaat hidup, sehingga ketika Anda pergi, Anda bisa pergi di jalan yang benar. 

Setiap kematian yang tidak wajar selalu membuat jiwa meninggalkan tubuh dengan tergesa-gesa. Dan itu bahkan tidak bisa keluar melalui mulut; ia keluar melalui anus atau sembilan lubang di bagian bawah tubuh. Jadi jiwa-jiwa itu masih berkeliaran. Karena jiwa-jiwa ini pada saat kematian masuk ke dalam tubuh apa pun yang memungkinkan. Mereka tetap bersama karena mereka tidak tahu harus berbuat apa. Mereka tidak memiliki proses melalui siklus dan masuk ke dalam rahim dan melahirkan. Mereka masuk ke dalam apa pun yang mungkin, tubuh apa pun yang memungkinkan. Termasuk hewan lainnya. Ini seperti pilot yang tiba-tiba melontarkan diri karena pesawatnya jatuh - jiwa dikeluarkan dari tubuh dan tidak dengan cara biasa. Jadi jiwa-jiwa ini kebanyakan adalah orang-orang yg berjiwa lumpuh. Jiwa yang lumpuh adalah jiwa yang sangat - sangat lemah, karena mereka tidak memiliki energi bahkan untuk menciptakan tubuh lain. Itulah sebabnya mereka masuk ke dalam tubuh apa pun yang memungkinkan dan mereka hanya melemparkannya ke mana-mana. 

Tetapi sekali lagi, seperti yang saya katakan, mereka semua tidak berdaya dan tidak berbahaya. Dan di hadapan Para Guru yang lebih tinggi - yang terhubung dengan sumbernya - banyak yang ditebus dan dikirim ke cahaya putih. Bahkan gambar seorang Guru sudah cukup bagus, karena mewakili bentuk orang yang terhubung.

Memahami Masalah Kematian



Jadi, untuk memahami masalah kematian ini, kita harus terbebas dari rasa takut, yang menciptakan berbagai teori akhirat atau keabadian atau reinkarnasi. Jadi kami katakan, orang-orang di Timur berkata, bahwa ada reinkarnasi, ada kelahiran kembali, pembaruan yang terus-menerus terjadi terus menerus – jiwa, yang disebut jiwa. Sekarang tolong dengarkan baik-baik.

Apakah ada hal seperti itu? 

Kami suka berpikir ada hal seperti itu, karena itu memberi kami kesenangan, karena ada sesuatu yang telah kami atur di luar pikiran, di luar kata-kata, di luar; itu adalah sesuatu yang abadi, spiritual, yang tidak pernah bisa mati, sehingga pikiran melekat padanya. 

Tetapi apakah ada yang namanya jiwa, yang merupakan sesuatu yang melampaui waktu, sesuatu yang melampaui pikiran, sesuatu yang tidak ditemukan oleh manusia, sesuatu yang melampaui sifat manusia, sesuatu yang tidak disatukan oleh pikiran yang licik? Karena pikiran melihat ketidakpastian yang begitu besar, kebingungan, tidak ada yang permanen dalam hidup - tidak ada. Hubungan Anda dengan istri Anda, suami Anda, pekerjaan Anda - tidak ada yang permanen. 

Maka pikiran menciptakan sesuatu yang permanen, yang disebut jiwa. Tetapi karena pikiran dapat memikirkannya, pikiran dapat memikirkannya; seperti yang dapat dipikirkan oleh pikiran, ia masih dalam bidang waktu- secara alami. 

Jika saya dapat memikirkan sesuatu, itu adalah bagian dari pemikiran saya. Dan pikiran saya adalah hasil dari waktu, pengalaman, pengetahuan. Jadi, jiwa masih dalam medan waktu...

Jadi gagasan kesinambungan jiwa yang akan terlahir kembali berulang-ulang tidak ada artinya karena itu adalah penemuan dari pikiran yang ketakutan, dari pikiran yang menginginkan, yang mencari jangka waktu melalui keabadian, yang menginginkan kepastian, karena di dalamnya ada harapan.

Ajaran saya bukanlah mistik atau okultisme. Karena saya berpendapat bahwa mistisisme dan okultisme adalah batasan manusia atas kebenaran. Hidup lebih penting daripada kepercayaan atau dogma apa pun, dan untuk memungkinkan kehidupan berbuah sepenuhnya, Anda harus membebaskannya dari kepercayaan, otoritas, dan tradisi. Tetapi mereka yang terikat oleh hal-hal ini akan mengalami kesulitan dalam memahami kebenaran. 

Pikirkan dan cintai.

Aura dan 12 Chakra

Aura adalah pakaian tubuh bio-listrik multi-dimensi multi-dimensi yang TIDAK dihasilkan oleh tubuh, tetapi yang, pada kenyataannya, menciptakan tubuh!

Ini bertentangan dengan pemikiran populer terutama karena sebagian besar materi yang tersedia hanyalah varian informasi yang di-hash ulang yang disampaikan antara guru & siswa berabad-abad yang lalu, dan secara inheren salah pada beberapa masalah utama. 

Kita tahu sekarang bahwa kita adalah makhluk spiritual yang memiliki pengalaman manusia ; dan bahwa Bumi, yang telah berada dalam kesadaran dimensi ketiga selama ribuan tahun, kini beralih ke resonansi frekuensi yang lebih tinggi.

Chakra adalah 'pengamatan & alat pengukur'… pusaran berputar yang berfungsi hampir sama dengan sensor & pemindai… dan juga merupakan tempat penyimpanan data khusus, (sama sekali tidak berbeda dengan cakram CD-Rom) dan Anda memiliki dua set untuk berbicara. Yang pertama adalah tujuh cakra tradisional yang paling dikenal, terkait dengan tubuh. 

Lalu ada lima chakra yang mungkin belum pernah Anda dengar, yang disebut chakra trans-personal atau spiritual. Yang pasti ada banyak yang telah menulis tentang dua belas sistem chakra, sayangnya tidak selalu ada kontinuitas informasi yang baik di antara mereka. Hampir seolah-olah ketika menulis buku tentang astrologi, penulisnya bisa memberi nama planet apa pun yang dia inginkan. 

Struktur dan fungsi ke-12 chakra adalah sebagai berikut:

1, Root chakra @ pangkal tulang belakang, pusat keamanan & kenyamanan

2, Sacral Chakra @ panggul, pusat kreativitas primal-seksualitas

3, Solar Plexus Chakra @ diafragma, Seluruh emosi manusia

Chakra Jantung 4 @ dada bagian atas, pusat cinta

5, Tenggorokan Chakra , Ragam ekspresi manusia yang lengkap

Chakra Alis ke-6 @ dahi, pusat intuisi & kebijaksanaan

Chakra Mahkota ke-7 , @ bagian atas kepala, bidang potensi tak terbatas

Chakra Aurat ke-8 , di bawah kaki, bidang kemungkinan tak terbatas

Chakra Etheric ke-9 , tepat di atas kepala, bidang kausal ~ alam semua hal yang mungkin.

Chakra Diri Sejati ke-10(di atas 9) alam dari diri yang nyata dan transenden.

Chakra Bintang Jiwa ke-11 , (di atas ke-10) Alam esensi spiritual sejati.

Chakra Gerbang Ilahi ke-12, (di atas ke-11) Kesadaran kekuatan Tuhan.

Meskipun tubuh manusia bersifat fisik karena merupakan wadah yang kita tempati untuk mengalami dimensi realitas ini, chakra bukanlah fisik, mereka energik, bagian dari tubuh halus

Seperti yang dikatakan Lazaris: “Tempat di mana Dewa-Dewi-Semua Yang Ada menghembuskan nafas yang menjadi Anda, adalah chakra kedua belas, pusat kesadaran Kekuatan Dewa.”

Dari sini energi berputar turun ke chakra kesebelas, Bintang Jiwa, yang merupakan alam dari diri yang lebih tinggi. Mengingat kekuatan belaka dan besarnya energi kekuatan Tuhan, Anda dapat dengan mudah melihat bahwa fungsi sekunder dari 5 chakra transpersonal juga berfungsi sebagai 'transformator penurun panas', memodifikasi energi sehingga akan kompatibel dengan manusia yang lemah. bio-suit itu adalah tubuh kita. 

Dari kesebelas, energi berputar ke bawah ke kesepuluh, chakra Diri Sejati, dan ranah Diri sejati Anda yang transenden. Selanjutnya energi bertemu dengan chakra kesembilan yang penting. Saya katakan semua penting karena di sinilah kita menemukan bidang sebab-akibat, dan alam kemungkinan tak terbatas.

Segala sesuatu yang ada di Bumi pertama-tama ada di bidang kausal. Peristiwa yang terjadi di Bumi terjadi pertama kali di bidang kausal, lalu di sini; dan chakra kesembilan ini, pintu menuju alam kausal, terletak hanya beberapa inci di atas kepala. 

Dari sini energi Anda tidak langsung masuk ke cakra mahkota, melainkan menggelembung ke luar & dan ke bawah membentuk cangkang energik berbentuk bulat telur, menghubungkan dengan cakra kedelapan di bawah kaki, yang merupakan alam kemungkinan tak terbatas. 

Dari sini energi Anda kembali menggelembung ke luar dan ke atas sekarang, tepat di dalam cangkang pertama, dan kemudian memasuki tubuh fisik melalui chakra ketujuh, yang disebut mahkota yang merupakan alam potensi tak terbatas. Disadari sepenuhnya atau tidak, Anda adalah entitas energi yang tak lekang oleh waktu dan tak lekang oleh waktu yang ada di alam potensi tak terbatas, di antara alam probabilitas tak terbatas, dan kemungkinan tak terbatas.

Sekarang energi Anda mengalir ke dalam tubuh dan tujuh pusat chakra tradisional; membawanya terlebih dahulu ke cakra alis yang merupakan pusat intuisi & kebijaksanaan. Cakra tradisional tidak hanya berfungsi sebagai sensor, selalu mencari data baru dalam jangkauan informasinya, mereka juga menyimpan semua informasi ini, sebuah fungsi yang akan memperjelas saat kita melanjutkan. 

Selanjutnya energi Anda bertemu dengan chakra tenggorokan, pusat energi yang, yang fungsinya adalah seluruh ekspresi manusia. Dari sini ia berputar ke bawah, memasuki cakra jantung, pusat cinta tak terbatas dan tak bersyarat Anda. Berputar ke bawah energi Anda memasuki chakra Solar Plexus, pusat energi yin kami yang berfungsi untuk mengatur seluruh emosi manusia. 

Berikutnya adalah cakra sakral, tempat semua seksualitas dan kreativitas utama kita berasal; dan akhirnya energi Anda mencapai chakra pertama, chakra akar, atau chakra dasar yang merupakan domain keamanan dan kenyamanan, dan mewakili akhir dewi yang menghembuskan napas, dan awal dari napas berikutnya.

Sebagai Dewa-Dewi-Semua yang dimulai pada napas berikutnya, energi Anda melewati kundalini yang tertidur dan tidak aktif, dan memulai perjalanan kembali ke sumbernya. Anda akan ingat bahwa chakra menyimpan data… baik pada saat kembali ke sumber energi Anda.

Alam semesta benar-benar mengatur ulang dirinya sendiri agar sesuai dengan gambaran 'realitas' Anda. Misalnya: Jika Anda seorang pesimis sarkastik negatif yang percaya sebagian besar hal-hal negatif tentang diri Anda, itu akan menjadi kenyataan yang disajikan kepada Anda ... sebaliknya, jika Anda penuh percaya diri, dan melihat setiap hari sebagai peluang baru, itu akan tercermin dalam realitas pribadi Anda juga. 

Hanya ketika kita mengubah pikiran dan emosi yang ketinggalan zaman dan usang, menggantikannya dengan rekan-rekan yang positif dan meneguhkan hidup, kita akan melihat perubahan dalam realitas yang kita rasakan.

Saat Jiwa Keluar Dari Tubuh

Pada saat kematian ketika nafas menjadi sulit, Jiva atau diri individu yang ada di dalam tubuh keluar membuat suara. Sama seperti gerobak yang penuh muatan terus berderit, begitu pula derit Jiva saat Prana berangkat. 

Ketika manusia akan meninggal, berbagai organ menarik diri ke sumber aslinya dan tidak lagi membantu fungsi organ. 

Dalam kematian ada penarikan lengkap organ-organ ke dalam jantung atau jantung-teratai atau akasa hati. Tetapi dalam keadaan mimpi, organ tidak sepenuhnya ditarik. Di sinilah letak perbedaan antara tidur dan kematian.

Jalan Uttara Marga atau Devayana atau Jalan Utara atau Jalan Cahaya adalah jalan yang dilalui para Yogi menuju Brahman. Jalan ini menuju keselamatan. Jalan ini membawa pemuja ke Brahmaloka. Setelah mencapai jalan para dewa, dia datang ke dunia Agni, ke dunia Vayu, ke dunia Varuna, ke dunia Indra, ke dunia Prajapati, ke dunia Brahman. 

Prana Jivanmuktas yang telah mencapai pengetahuan tentang Diri tidak pergi. Mereka terserap dalam Brahman. Jivanmukta yang mencapai Kaivalya-Moksha atau keselamatan langsung tidak memiliki tempat untuk pergi atau kembali. Mereka menjadi satu dengan Brahman yang Meliputi Semua.

Para Yogi yang mengetahui bahwa jalan Devayana atau jalan cahaya menuju Moksha (Karma Mukti) dan jalan kegelapan menuju Samsara atau dunia kelahiran dan kematian, tidak lagi tertipu. Pengetahuan tentang dua jalur ini berfungsi sebagai kompas atau lampu suar untuk memandu langkah Yogi setiap saat.

Di Delhi, seorang gadis kecil Santi Devi memberikan gambaran yang jelas tentang kehidupan masa lalunya. Ada banyak orang yang mendengarkan pernyataannya. Ia mengenali suami dan anaknya dari setiap kelahiran sebelumnya yang tinggal di Mathura. Dia menunjukkan tempat di mana uang disimpan dan sumur tua di rumah yang sekarang tertutup. Semua pernyataannya telah diverifikasi dan dikuatkan oleh saksi mata yang terhormat. Beberapa kasus seperti ini pernah terjadi di Rangoon, Sitapur dan berbagai tempat lainnya. Mereka cukup umum sekarang. 

Dalam kasus seperti itu, Jiva segera terlahir kembali dengan tubuh astral lama atau Lingga Sarira. Itulah alasan mengapa memori kelahiran sebelumnya masuk. Dia tidak tinggal di dunia mental untuk waktu yang lama untuk membangun kembali pikiran dan tubuh astral baru untuk berbagai pengalamannya di dunia. 

Seorang Yogi dapat mengingat kehidupan masa lalunya, melalui konsentrasi pada Samskara. Dia dapat memberi tahu Anda semua tentang kehidupan masa lalu Anda juga melalui konsentrasi pada samskara atau kesan yang bersarang di pikiran bawah sadar Anda. Sebagaimana buah sesuai dengan benih yang telah ditabur, demikian juga buah dari perbuatan yang kita lakukan sesuai dengan sifat perbuatan yang kita lakukan. 

Ini adalah hukum alam yang sempurna. Orang yang telah menabur benih pohon mangga tidak dapat mengharapkan buah nangka. Dia yang telah melakukan perbuatan jahat sepanjang hidupnya tidak bisa mengharapkan kebahagiaan, kedamaian dan kemakmuran di kehidupan selanjutnya.

Moksa Kematian Tanpa Sisa Tubuh Fisik


Tentang Kematian & Sekarat

Kematian adalah kebiasaan tubuh, perubahan yang diperlukan. Tetapi ketika kita masih hidup, kita tidak memperhatikan pentingnya mengetahui bagaimana mati sesuka hati, kita juga tidak mempersiapkan diri secara psikologis untuk saat itu. 

Sejak lahir, kita terus-menerus mengatakan pada diri sendiri bahwa objek dunia adalah nyata dan kebahagiaan serta kesempurnaan kita bergantung pada harta benda. Tetapi ada saatnya kita memperhatikan bahwa objek material yang kita peroleh berubah secara drastis dan berantakan, dan hal yang sama terjadi dengan hubungan kita. Kita kecewa dengan hidup, dan pada saat yang sama kita menjadi sangat terikat dengan anak-anak dan harta milik kita. 

Saat usia tua mendekat, kita kesepian dan takut. Kami berpikir bahwa kematian akan menyakitkan—tetapi sebenarnya bukanlah kematian, ketakutan akan kematianlah yang menciptakan kesengsaraan bagi orang yang sekarat.

Otak memiliki kapasitas terbatas untuk merasakan rasa sakit fisik, dan pada titik tertentu ia menjadi tidak menyadarinya. Jadi, selama kematian orang tidak menderita sakit fisik sebanyak yang mereka alami. 

Jadi sama seperti kita telah menemukan cara untuk mempersiapkan calon ibu agar melahirkan dengan selamat dan meminimalkan rasa sakit selama persalinan, kita harus mempelajari teknik membuang tubuh tanpa rasa takut dan rasa sakit. Seorang meditator yang sekarat mencapai kebebasan dari rasa takut dan pergi dengan anggun.

Yogi telah menemukan beberapa cara untuk membuang tubuh mereka secara sukarela dan dengan gembira. 

Ada banyak tanda dan gejala kematian yang akan datang, dan para yogi yang telah berkembang mengetahui dengan tepat kapan dan pada waktu apa kematian itu akan terjadi. 

Mereka menyambut saat itu dengan gembira, dan mereka meninggalkan tubuh dengan cara yang sama seperti manusia biasa melepas pakaiannya.

Beberapa teknik yoga yang terkenal untuk membuang badan adalah Hima-samadhi, membuang badan di salju tebal, Jala-samadhi, membuang tubuhnya ke dalam air, Sthala-samadhi, membuang badan sambil duduk dalam siddhasana, pose sempurna, dan dengan sadar membuka ubun-ubun, Bermeditasi pada ulu hati dan mereduksi tubuh menjadi abu dalam sepersekian detik, dan menusuk brahma randhra, juga dikenal sebagai brahma nadi.

Cara meninggalkan Tubuh


Saya bertanya bagaimana rasanya meninggalkan atau melepaskan diri dari tubuh.

Guruji menanggapi dengan gambaran yang indah tentang bagaimana kesadaran dapat dilepaskan dari kerangka fana dengan melekatkan dirinya pada aliran musik surgawi yang memancar dari atas kepala dan seterusnya. 

Untuk melakukan ini, katanya, yang pertama harus diprakarsai oleh seorang mistik sejati yang telah mendapatkan akses ke alam yang lebih tinggi. Latihan itu sendiri, meskipun membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk menguasainya, terdengar relatif sederhana. 

Tubuh harus dijaga tetap diam dengan satu postur tertentu yang ditahan setidaknya selama tiga jam. 

Seseorang dapat memilih posisi bersila (seperti para yogi dalam pose teratai) atau posisi yang lebih nyaman, posisi santai di kursi. 

Menjaga punggung tetap tegak dan pikiran waspada, seseorang terus-menerus mengulangi nama Tuhan seperti yang diberikan oleh gurunya. 

Simran ini, sebagaimana istilah Guruji, harus dilakukan dengan perhatian terpusat di balik mata tertutup. 

Ditambah dengan keheningan fisik dan pengulangan Zikir nama Allah tanpa henti, langkah selanjutnya adalah merenungkan cahaya di dalam.

Pada awalnya, kata Guruji, hanya akan ada kegelapan tetapi pada akhirnya cahaya akan muncul dalam bentuk kilatan kecil atau titik kecil seperti bintang. 

Bagaimanapun, seseorang harus fokus pada pancarannya, menjaga simrannya tetap utuh dan membiarkan cahaya menarik jiwa ke dalam. 

Langkah ketiga dan terpenting, kata Guruji, adalah mendengarkan suara yang keluar dari cahaya. 

Musik internal inilah yang akan membuat tubuh mati rasa dan membiarkan kesadaran meninggalkan tempat tinggalnya yang biasa. Dengan mengendarai arus cahaya dan suara ini, seperti ikan yang bergerak ke hulu, jiwa akan dapat kembali ke rumah asalnya. 

Namun, dalam perjalanan ke dalam, jiwa harus dibimbing oleh seorang guru sejati agar tidak tertahan di wilayah ilusi yang lebih rendah. Menurut Guruji, apa yang dialami pasien menjelang kematian hanyalah awal dari perjalanan panjang ke alam semesta cahaya, cinta, dan keindahan yang luar biasa.

Kehidupan Setelah Kematian



Apakah Kematian adalah tujuan akhir dari kehidupan atau adakah kehidupan setelah kematian? Dan jika ada kehidupan, bagaimana lika-liku dan perjalanan evolusi dalam kehidupan setelah kematian, hingga jiwa terlahir kembali? Pertanyaan ini telah lama menggelisahkan umat manusia yang terjebak di antara ilmu kedokteran yang telah lama berusaha memperpanjang hidup, menganggapnya sebagai satu-satunya, dan para resi dan yogi yang mengklaim telah menaklukkan Kematian pamungkas, membebaskan diri dari siklus kelahiran dan kematian yang tak berkesudahan.

Bagi makhluk tercerahkan di era Veda, tidak ada “setelah kematian”, karena bagi jiwa tidak ada kematian, jadi bagaimana mungkin ada “setelah kematian”? Apa yang orang normal sebut kematian pada kenyataannya hanyalah akhir dari tubuh fisik. Bumi yang dikenal sebagai Mrityu Lok, adalah alam kematian, di mana kehidupan berakhir dengan pembusukan dan kematian tubuh fisik yang dirasakan oleh panca indera kita.

Perjalanan jiwa setelah kematian, yang di India kita sebut devachan atau devasthan awalnya ditemukan dan diintuisi oleh orang bijak kuno India ribuan tahun yang lalu, dan orang dapat menemukan detailnya dalam ritual Brahmanis di shraad. Narasi pengalaman hampir mati di zaman modern telah memvalidasi banyak tahapan dalam perjalanan ini.

Menurut sistem pengetahuan Sanatan, jiwa meskipun dirinya sendiri merupakan entitas abadi yang berada dalam tubuh fisik, memiliki umur. Umur ini berbeda dari individu ke individu, sesuai karma pribadi mereka. Menurut umurnya, jiwa hidup dalam tubuh fisik, melakukan perbuatan baik, perbuatan netral, perbuatan buruk, hidup sesuai dengan karma yang dilepaskan padanya selama hidup ini. Kemudian datang usia tua, tubuh mulai membusuk dan seperti pakaian kita menjadi tua dan robek dan harus dibuang, tubuh juga dibuang oleh jiwa. Di sini dimulai perjalanan jiwa setelah kematian tubuh fisik. Pada contoh pertama, jiwa meninggalkan lapisan terluar, yang merupakan selubung fisik, atau pakaian fisik, tetapi lapisan pakaian emosional dan mentalnya yang lebih halus tetap ada. Tubuh terbakar, tubuh fisik, pakaian, yang bukan jiwa — diri yang tampak terbakar, dan diri sejati, jiwa, yang ditutupi oleh nafsu, emosi, dan pikiran keluar dari tubuh.

Selama tujuh puluh dua jam setelah cangkang tubuh dibakar atau dikubur, jiwa tetap berada di alam yang disebut Pret Lok. Jiwa melayang di tanah pemakaman atau kremasi saat tubuh emosional, mental dan intuisi melepaskan diri dari tubuh fisik dan halus saat mengerjakan karma yang paling kotor, yang paling dekat dengan tubuh fisik.

Pada hari ketiga, menurut ritual shraad, jiwa disuguhi makanan yang dinikmatinya saat berada di dalam tubuh. Itu ditata sedemikian rupa sehingga roh, yang ada di sana, memenuhi keinginan sisa terakhirnya, untuk pindah dari Pret Lok ke alam berikutnya, yang disebut Pishachya Lok.

Begitu berada di Pishachya Lok, jiwa mengerjakan karma yang lebih halus dari tubuh emosional dan gairahnya, memuaskan keinginan duniawinya sebelum dapat menembus cangkang Pishachic. Untuk memudahkan pemecahan cangkang, sebuah ritual dilakukan pada hari ini untuk melepaskan jiwa dari kesadaran nafsu dan emosinya yang terbatas, untuk membawanya ke kondisi kesadaran mental. Ketika puja itu selesai, cangkangnya pecah.

Sekitar hari kesepuluh jiwa, setelah kurang lebih memenuhi semua keinginannya, memulai transisinya ke Pitr Lok, alam leluhur. Di sini leluhur dan dalam kasus murid, Satguru mereka akan muncul untuk memimpin jiwa melalui labirin. Meskipun sebagian besar karma sisa berhasil, pada tahap awal bahkan Pitr Lok beberapa perbedaan dan kepahitan diselesaikan. Meniadakan semua karmanya, jiwa menjadi lebih murni dan bergabung dengan leluhurnya, mereka yang tercerahkan.

Jiwa kemudian akhirnya beristirahat di Dev Lok, alam surgawi. Setelah menyelesaikan semua karma baik dan buruknya, jiwa beristirahat. Ini adalah perjalanannya dari dunia terestrial Bhur, ke tahap astral menengah Bhuvaha ke alam surgawi Svaha.

Kemudian lagi ia bereinkarnasi, turun dari Svaha, ke Bhuvaha ke Bhur, mengambil sekali lagi, tubuh intuisi, lalu tubuh mental, emosional lalu tubuh eterik, dan akhirnya tubuh fisik di dalam rahim seorang ibu yang paling cocok untuknya. karmanya. Orang tua yang akan memberikan fasilitas maksimal untuk evolusi spiritualnya dipilih oleh jiwa.

Ini bukan hanya kepercayaan di India, ini fakta dan banyak yang telah mengalaminya secara langsung. Jadi kematian bukanlah sesuatu yang perlu ditakuti.

“Mengapa orang-orang berpikir tentang saya apa yang tidak seharusnya saya lakukan? Mereka menyebut saya kematian, namun saya membawa mereka ke Keabadian. Oh, paradoks ketidaktahuan ini Menipu kemanusiaan.”

Sekarang kita sampai pada bagian yang paling penting, apa yang terjadi pada seorang yogi yang berlatih dengan sungguh-sungguh maju di sepanjang jalan yang dipilih dalam proses hidup dan mati ini, di alam terestrial dan setelah kehidupan? Seorang yogi yang bermeditasi, tergantung pada latihan dan karena kecepatan latihan evolusioner yoga menghasilkan karma devachan, kehidupan setelah kematian tubuh, sementara di dalam tubuh itu sendiri. Yogi tidak melewati alam bhuvaha dan svaha, yogi tidak melakukan perjalanan melalui pret dan pishachya lok atau pitr lok. Beberapa bahkan melampaui dev lok, secara sadar meninggalkan tubuh ini untuk bergabung ke dalam finalitas Makhluk Sadar Tertinggi.