Semar Dewa Jawa Kuno



Dalam autobiografinya, Soeharto membuat pembedaan antara penggunaan kekuatan gaib — ramalan, mengambang di udara, kekebalan terhadap senjata, serta yang semacamnya — dan kebenaran spiritual yang dipahami melalui meditasi. Dia meremehkan rumor bahwa dia bergantung pada dukun untuk membuat keputusan penting. "Jika kita berada di tengah sebuah peperangan lantas mencari dukun," tulisnya, "kita akan dibunuh terlebih dahulu oleh musuh." Tetapi, dia menegaskan bahwa kedua jenis kekuatan mistik — yang dangkal dan yang dahsyat — memang benar-benar ada. Yang ingin ditekankan adalah bahwa Soeharto tidak bergantung pada siapa pun. Bukan berarti dukun dan peramal itu tidak ada, tetapi bahwa sang presiden, dengan kekuatannya yang jauh lebih kuat dan luas, lebih unggul daripada mereka semua. 

Keyakinan Islamnya bukan seperti orang Arab, melainkan lebih mirip ajaran mistis kuno Jawa, agama meditasi dan legenda wayang. Soeharto konon sering diam- diam keluar dari Jakarta dengan helikopternya untuk bermeditasi di gua-gua batu Dataran Tinggi Dieng di Jawa Tengah. 

Pada 1974 dia pergi ke sana bersama perdana menteri Australia, Gough Whitlam, yang memiliki hubungan paling dekat dengannya di antara semua pemimpin Barat. Selama kunjungan inilah Whitlam setuju untuk menutup mata terhadap invasi Indonesia yang semakin menjadi atas Timor Timur; sebagai tanda terima kasihnya, Soeharto membawanya ke Gua Semar yang keramat bagi dewa-dewi terpenting Jawa. 

Dalam pertunjukan wayang, Semar ditampilkan dengan cara yang tak berbeda dari badut dalam drama Shakespeare, seorang kerdil yang gendut, sering kentut, yang menjadi pelipur bagi para kesatria majikannya yang heroik. Semar sang punakawan mengolok-olok keseriusan tokoh-tokoh wayang, tapi sesungguhnya dia adalah yang paling perkasa dari seluruh dewa. Ambiguitas dewa-pelayan inilah yang menarik bagi Soeharto, presiden yang petani. Dokumen yang ditandatangani oleh Soekarno selaku presiden pada 1967, sertifikat kelahiran Orde Baru, disebut Surat Perintah Sebelas Maret. Super Semar. 

Ramalan-ramalan mistik adalah sebuah bisnis di Jawa, dan ada banyak dukun yang mengklaim hubungan dekat dengan presiden. Tetapi, ada dua nama yang paling menonjol. Yang pertama adalah istri Soeharto, keturunan Mangkunegaran Solo. Konon Ibu Tien telah mewarisi bakat dalam soal kebatinan; banyak yang percaya bahwa pudarnya kekuatan Soeharto berawal dengan kematian Ibu Tien yang mendadak pada 1996. Yang satunya adalah Sudjono Humardani, orang yang paling diakui sebagai dukun Soeharto. 

Sudjono adalah seorang jenderal yang menjadi manajer bisnis tak resmi Soeharto. Dia juga seorang ahli kebatinan Jawa yang piawai, dengan keyakinan yang teguh tentang nasib Soeharto sebagai "Ratu Adil" Jawa. Dia membuat catatan tentang pengamatan supranatural yang kemudian disampaikannya kepada Soeharto. Dia memiliki koleksi keris-keris sakti dan ahli meracik ramuan dan jamu. 

Pada awal Orde baru, Sudjono berangkat ke Amerika Serikat untuk misi diplomatik penting ditemani oleh Umar Kayam, sastrawan dan akademisi.Dalam penerbangan, Sudjono menunjukkan kepada Umar sebuah kotak tabung-tabung kecil berisi cairan dan serbuk. Sebagian untuk kesehatan dan pengobatan berbagai penyakit. Yang lain untuk pemikat, bagi lelaki dan perempuan. Sudjono memiliki selera humor yang jorok dan jelas-jelas bermaksud untuk sedikit bersenang-senang di Amerika. "Sudjono bilang, Yang ini sangat bagus. Bisa membuatperempuan mana pun mengera ng! "Kemudian saya bilang, 'Kalau yang itu? dan dia lalu menjadi sangat serius." Botol itu berisi pasir dari sebuah tempat keramat di Jawa. Sudjono bermaksud menaburkannya secara diam-diam di Gedung Putih. Dengan cara ini kekuatan magis Jawa akan menimbulkan pengaruh di benteng kekuatan Amerika itu dan misi diplomatik Orde Baru akan dijamin sukses. Orang-orang Jawa itu tiba di Washington, pergi ke Gedung Putih, dan menyelenggarakan pembicaraan formal mereka. Ketika mereka berada di luar lagi, Sudjono tersenyum kepada Umar dan menunjukkan botol yang sudah kosong. "Saya tidak tahu bagaimana dia  melakukannya dan saya tidak melihatnya sendiri," kata Umar. "Tetapi, dia menuangkan pasir itu ke bawah karpet Gedung Putih." Dan hingga masa terakhirnya, Orde Baru menikmati dukungan kuat Amerika Serikat.