Di Indonesia, banyak pohon dan hutan disakralkan dan diberi kisah-kisah mistis sebagai bentuk pelestarian dan penjaga kelestariannya. Bahkan sebagai bentuk penghormatan terhadap pohon dan hutan tersebut, leluhur kita di zaman dulu, bahkan sampai beberapa masyarakat adat di zaman sekarang, masih menghormati keberadaan dan energi mereka dengan memberikan sesaji sebagai bentuk tanda hormat, kekaguman terhadap alam, dan penyatuan mistik dengan alam semesta.
Dulu leluhur kita belum mampu menjelaskan secara ilmiah, apa pentingnya hutan dan pohon secara ekologi. Mereka hanya bisa mewariskan secara turun-temurun melalui budaya tutur, bahwa pohon dan hutan mengandung roh suci dan dijaga oleh para leluhur/dewa/Danhyang agar hutan tetap lestari.
Leluhur kita juga belum mampu menjelaskan bencana alam secara ilmiah. Mereka hanya bisa mewariskan budaya tutur, bahwa jika pohon dirusak dan hutan dibabat habis, maka roh penjaga, para leluhur, para Dewa, dan para Danhyang akan marah dan memberikan hukuman kepada manusia.
Leluhur kita dulu tidak mampu menjelaskan bencana alam secara hukum fisika dan hukum kimia. Karena itu adalah keilmuan modern ala Barat. Tapi leluhur kita sudah mewariskan budaya tutur, semua energi alam semesta yang mencelakai manusia dikategorikan sebagai demit atau roh jahat. Dan patut dihindari dengan cara-cara spiritual. Karenanya harus ada ritual tolak bala, larung sesaji, dan sebagainya sebagai penolak bala di level Pikiran Bawah Sadar.
Dalam buku Becoming Supernatural, dijelaskan bahwa di ranah quantum, apa yang menjadi kepercayaan manusia, maka itulah yang terjadi pada alam semesta. Ini adalah dimensi di mana segala kemungkinan itu eksis. Dan manusia bisa mengaksesnya melalui Pikiran Bawah Sadar.
Dalam buku The Magic of Reality, anda akan memahami bahwa ritual-ritual adat sejak zaman kuno, sebenarnya merupakan langkah konkret masyarakat adat untuk membentuk realita melalui Kesadaran Kolektif mereka, yang dibangun melalui Pikiran Bawah Sadar masing-masing. Ritual adat adalah proses transendensi agar Pikiran Bawah Sadar terbuka, dan sesaji atau pengorbanan hewan adalah anchor untuk menanamkan sugesti dan realita ke dalam pikiran bawah sadar masing-masing orang. Kemudian, semesta sebagai realita, merespon apa yang tercipta di Pikiran Bawah Sadar ini, dan menyajikannya sebagai realita sungguhan.
Secara sains sendiri, pohon dan hutan memang memiliki peranan penting dalam peradaban manusia.
Daun-daun pohon yang lebat menghasilkan Oksigen. Batang pohonnya yang besar menyimpan cadangan air untuk manusia. Makin besar sebuah pohon, maka makin banyak air yang tersimpan di dalamnya. Makin banyak cadangan air tersimpan, maka makin minim resiko kekeringan di musim kemarau dan resiko bencana alam (banjir dan longsor) di musim penghujan.
Ini semua adalah kinerja pohon yang hidup, di mana di dalamnya juga terjadi aktifitas kimiawi dan listrik yang saling bersinergi antara akar, batang, dan daun. Leluhur kita menyebut aliran energi ini sebagai roh suci yang mendiami pohon dan hutan. Itulah yang mereka hormati dan mereka berikan sesaji secara berkala.
Pohon tak hanya bekerja untuk internal dirinya saja. Akar pohon yang tunjang, kuat, dan bercabang ke mana-mana telah menjadi pondasi bagi tanah dan menjaga alam agar tidak terjadi bencana. Pohon tak hanya hidup untuk dirinya sendiri. Mereka saling berkomunikasi dengan pohon-pohon lain di sekitarnya, dan juga hewan-hewan.
Ketika ada gangguan datang, entah kedatangan predator ataupun bencana, pohon bisa saling berkomunikasi dengan pohon lainnya melalui suara ultrasonik yang mereka hasilkan, agar pohon-pohon lain bersiap. Ketika pohon dipotong, terkena badai, atau dimangsa oleh predator, pohon sebenarnya menjerit melalui suara ultrasonik mereka, untuk mengingatkan pohon-pohon lain agar siaga.
Saat badai datang dan longsor mengancam, pohon-pohon bersuara untuk mengingatkan pohon lain agar memperkuat akar dan batang mereka, sehingga tidak tumbang diterjang badai dan tanah longsor. Kekuatan akar mereka juga mencegah tanah untuk bergeser, sehingga mereka menjadi penyelamat alami di kala curah hujan tinggi. Kita memang tak mampu mendengarkan suara mereka. Tapi tumbuhan lain dan beberapa jenis hewan tertentu mampu mendengarnya.
Pohon juga membentuk jaringan kompleks bernama “Wood Wide Web”, yang berupa jaringan akar bawah tanah yang saling berkaitan dengan pohon-pohon lain. Melalui akar dan jamur mikoriza, pohon saling berkomunikasi, berkirim sinyal kimiawi, dan berbagi nutrisi (air, karbon, dan nitrogen). Dengan cara ini mereka saling menjaga dan memperkuat satu sama lain.
Pohon juga tanpa kita sadari telah menjaga ekosistem manusia berikut peradabannya. Pohon dan hutan dengan ukuran kayu yang raksasa, biasanya paling banyak kita temukan ada di atas bukit atau di pegunungan. Sedangkan lahan pertanian, perkebunan, dan peternakan biasanya dibangun di dataran yang lebih rendah.
Ketika musim hujan tiba, pohon dan hutan menjadi pondasi bagi bukit dan pegunungan. Sehingga tanah tidak mengalami longsor akibat pelarutan dengan air hujan. Batang mereka yang kokoh juga menyerap sisa-sisa air hujan. Tak jarang, di sekitar pohon berukuran raksasa, kita bisa menemukan sumber air yang sangat jernih dan sehat. Ini karena batang pohon memang menyimpannya, dan bisa mengalirkannya kembali dalma bentuk mata air. Manusia kemudian menggunakan mata air tersebut untuk mengairi sawah, kebun, dan memberi minum ternak-ternak mereka. Ekonomi pun berputar. Dengan cara inilah manusia membentuk peradaban.
Pohon dan hutan secara energi telah membantu manusia membentuk dan menjaga kelangsungan peradaban itu sendiri. Tanpa ada bencana, manusia bisa bertani dan melanjutkan aktifitas ekonominya. Dan dulu, anugerah semacam ini dikatakan Illahiah, suci, dan sering digambarkan dalam perwujudan Roh/Dewa Dewi. Pohon sebesar ini bisa ditemukan di Sendang Titis atau Sendang Semanggi.
