Suluk Wujil Sunan Bonang

Anasapati

Awal dikenalkannya Shalat Daim ini oleh Sunan Bonang ketika dia mendidik Raden Mas Syahid yang lebih dikenal dengan nama Sunan Kalijaga. Sunan Bonang menyuruh Raden Mas Syahid untuk duduk, diam, dan berusaha untuk mengalahkan hawa nafsunya sendiri. Menurut ajaran dari Sunan Bonang, shalat Daim itu hanya duduk, diam, hening, dan pasrah pada kehendak Allah.

Kitab Suluk Wujil sendiri merupakan kitab yang berisikan ajaran Sunan Bonang kepada seorang bajang, bekas budak raja Majapahit bernama si Wujil. Ajarannya tentang mistisisme (tasawuf). Dalam kitab Suluk Wujil memuat tembang yang bermacam-macam dengan jumlah 104 pupuh. Selain di dalam kitab Suluk Wujil, ajaran shalat daim juga terdapat di dalam kitab Salat Daim Mulat Salira karya Bratakesawa dan juga di dalam kitab Wirid Ma`lumat Jati karya R Ngabehi Ronggowarsito.

Lewat kitab Suluk Wujil, Sunan Bonang sudah menjelaskan perihal Shalat Daim yaitu: "Keutamaan diri ini adalah mengetahui hakikat shalat, sembah dan pujian. Shalat yang sesungguhnya bukanlah mengerjakan salat Isya atau Maghrib (shalat 5 waktu). Itu namanya sembahyang. Apabila disebut shalat, itu hanya hiasan dari shalat daim, hanya tata krama. Shalat sejati tidak hanya mengerjakan sembah raga atau tataran syariat mengerjakan shalat lima waktu. 

Shalat Sejati adalah Shalat Daim, yaitu bersatunya semua indra dan tubuh kita untuk selalu memuji-Nya dengan kalimat Penyaksian bahwa yang suci di dunia ini hanya Tuhan : Hu Allah, dia Allah. 

Hu saat menarik napas dan Allah saat mengeluarkan napas.

Lebih lanjut Sunan Bonang juga menjelaskan tentang cara melakukan Shalat Daim lewat kitab Suluk Wujil, yaitu :"Berbakti yang utama tidak mengenal waktu. Semua tingkah lakunya itulah menyembah. Diam, bicara, dan semua gerakan tubuh merupakan kegiatan menyembah.

Wudhu, buang air besar, dan kencing pun kegiatan menyembah. Itulah Niat Sejati. Pujian yang tidak pernah berakhir."