Suluk Dewa Ruci


Pencarian Guru Sejati Karya Sunan Kalijaga 

Khazanah kepustakaan Jawa kaya dengan karangan-karangan tentang filsafat mistik yang lazim disebut suluk. Pada umumnya suluk disampaikan melalui kisah perumpamaan atau alegori, dan ditulis dalam bentuk puisi atau tembang macapat gaya Mataram, tetapi tidak jarang ditulis dalam bentuk gancaran atau prosa. Sebagai alegori, suluk-suluk itu kaya dengan ungkapan-ungkapan simbolik dan simbol atau image-image simbolik. Karena itu untuk memahaminya diperlukan metode penafsiran atau pemahaman yang sesuai.

Kisah Dewa Ruci adalah salah satu suluk yang populer di Jawa dan sering dipergelarkan sebagai lakon wayang kulit. Keragaman versinya menunjukkan luasnya penyebaran kisah ini, begitu pula dengan banyaknya naskah yang memuat teks kisah ini di berbagai museum dalam dan luar negeri. Sejak lama cukup banyak sarjana sastra Jawa telah menelitinya, berdasar pertimbangan bahwa suluk ini merupakan representasi terbaik dari wacana mistisisme Jawa. Di dalamnya filsafat hidup Jawa yang didasarkan pada bentuk-bentuk spiritualitas atau mistisisme yang sinkretik tergambar dengan jelasnya.

Kisah Dewa Ruci sarat dengan ajaran kebatinan masyarakat Jawa, yakni berisi pencarian jati diri seorang manusia. Resi Drona memerintahkan Bima untuk mencari air kehidupan (tirta pawitra) yang akan membuat Bima mencapai kesempurnaan hidup.

Perjalanan Bima mengalahkan para Raksasa untuk menemukan air pawitra, mengalahkan Naga, dan bertemu dengan Dewa Ruci sesungguhnya sarat dengan simbol-simbol tentang perjuangan manusia mengalahkan nafsu-nafsu yang dapat menghalanginya menuju kesempurnaan.

Kisah Bima mencari tirta pawitra (air kehidupan) dalam lakon wayang cerita Dewaruci secara filosofis melambangkan bagaimana manusia harus menjalani perjalanan batinnya sendiri guna menemukan identitas diri sejatinya. Pencarian sangkan paraning dumadi : asal dan tujuan hidup manusia Darimana asalku ? Untuk apa di dunia ini ? Kemana tujuanku ini ? Pertanyaan itu harus dijawab sendiri oleh manusia, oleh karenanya Bima melakukan perjalanan guna mendapatkan jawabannya. 

Jalan menuju Tuhan yang ditempuh oleh Bima disebutkan melalui empat tahap, yaitu: sembah raga, sembah cipta, sembah jiwa, dan sembah rasa, dalam bahasa keislaman di kenal dengan syariat, tarekat, hakikat, dan makrifat. Beberapa guru spiritual di Jawa menambahkan dengan mahabbah atau cinta kasih pada hasil akhir dari 4 tahap proses pencarian tersebut. 

Kemudian diriwayatkan Bima bertemu dengan Dewa Ruci, sosok Dewa yang mirip dengan dirinya namun hanya sebesar Ibu Jari. Sang Dewaruci (ruh suci) memerintahkan Bima agar masuk kedalam diri-Nya melalui lubang telinganNya sebelah Kanan.

Tanpa banyak tanya, Bima pun langsung mematuhi perintah sang guru tersebut ia memasuki tubuh sang dewa melalui telinga KananNya. Dewa Ruci mengatakan bahwa air kehidupan tidak ada di mana-mana, percuma mencari air kehidupan di segala tempat di dunia, sebab air kehidupan berada di dalam diri manusia itu sendiri.

Ada empat macam benda yang tampak oleh Bima, yaitu: Hitam, Merah, Kuning dan Putih. Lalu berkatalah Dewa Ruci, "Yang pertama kau lihat cahaya, menyala tidak tahu namanya, Pancamaya itu, sesungguhnya ada di dalam Hatimu, yang memimpin dirimu".

Lebih lanjut ajaran ini menyebutkan bahwa pada diri manusia pun terdapat 4 (empat) kekuatan yang selalu menjadi kawan dalam perjalanan hidup, di saat suka maupun duka, hingga layak disebut “Saudara”. Masing-masing ditandai dengan simbol warna putih, merah, kuning dan hitam (Sedulur Papat). Posisi mereka di dalam jiwa manusia adalah lekat dengan Atman(Pancer), membuat cahayanya membentuk warna “Pelangi”. 

Lekas pulang jangan berjalan, selidikilah rupa itu jangan ragu, untuk tinggal di hati , Di pusat hati itulah, menandai pada hakikatmu, sedangkan yang berwarna merah, hitam, kuning dan putih, itu adalah penghalang hati.

Setelah warna yang empat lenyap, lantas muncul: Cahaya Tunggal 8 (Delapan) warna. Bima bertanya: “Apakah cahaya delapan warna ini merupakan hakekat sejati? 

Tampak seolah permata gemerlapan kadang seperti bayangan, mempesona kadang pancaran sinarnya bagaikan zamrud”. 

Dewa Ruci menjawab: “Inilah intipati kesatuan/Artinya segala hal yang ada di alam dunia ada pula dalam dirimu. Pun semua yang ada di alam dunia/Memiliki padanan dalam dirimu/Antara jagad besar/Dan jagad kecil tidak berbeda.

Seperti warna yang empat/Kepada dunia memberi hayat/ Jagad besar dan jagad kecil/ Setiap yang ada sama dalam keduanya/Jika rupa di alam dunia/Ini lenyap seisinya/Maka semua wujud akan tiada/Dan menyatu dalam wujud tunggal/Tiada lelaki atau wanita".

Bima bertanya kepada Dewa Ruci, apakah yang tampak itu merupakan dhat hakiki yang dicarinya selama ini? Dewa Ruci menjawab, bukan itu yang harus dicari. “Sesuatu” yang dicari itu adalah susuh angin (sarang angin), ati banyu (hati air), galih kangkung (galih kangkung), tampak kuntul nglayang (bekas burung terbang), gigi panglu (pinggir dari globe), wates langit (batas cakrawala), yang merupakan sesuatu yang “tidak tergambarkan” atau “tidak dapat di sepertikan” yang dalam bahasa Jawa “Tan kena kinaya ngapa”. Ketika tiba diambang batas kesadaran, hanya seperti kilasan mimpi, kita seolah menyelinap ke dalam Rasa Sejati.

Sangkan Paraning Dumadi

Tuhan adalah Sangkan Paraning Dumadi”, asal usul dan tujuan akhir makhluk. Leluhur kita menyebutnya “tan kena kinaya ngapa”, tak dapat disepertikan, Acintya. Terhadap Tuhan, manusia hanya bisa memberikan sebutan sehubungan dengan peranan-Nya. Gusti Kang Murbeng Dumadi (Penentu nasib semua mahluk), Gusti Kang Murbeng Gesang (Penguasa kehidupan), Gusti Kang Maha Agung (Tuhan Yang Maha Besar) dll yang dikenal dengan “Ekam Sat Viprah Bahuda Vadanti” artinya “Tuhan itu satu tetapi para bijak menyebut-Nya dengan banyak nama”.

Perjalanan manusia menemukan Tuhannya digambarkan seperti perjalanan Bima, satria Pandawa mencari susuhing angin, sarangnya angin. Mencari TAPAKE KUNTUL NGLAYANG, jejaknya burung yang terbang, mencari galihing kangkung, intinya sayur kangkung yang kosong. Sebelum bertemu dengan Dewa Ruci, Bima dalam samudera kehidupan harus mengalahkan naga ganas keduniawian yang membelitnya dengan kuat dan erat. Kesungguhan hatinya, naga dapat dikalahkan dengan kuku pancanakha, dan Bima bertemu dengan Dewa Ruci, wujud kembarannya yang kecil. Dewa Ruci meminta Bima memasuki dirinya lewat telinganya. Pada awalnya Bima ragu-ragu, wujud dirinya besar sedang wujud Dewa Ruci kecil. Dewa Ruci mengatakan, besar mana antara diri Bima dengan samudera dan jagad raya, karena seluruh jagad raya ini bisa masuk ke dalam dirinya.

Leluhur kita menggambarkan wadag, raga ini sebagai warangka, sarung keris, sedang roh kita adalah curiga, kerisnya Manusia hidup di alam ini disebut curiga manjing warangka, keris di dalam sarungnya. Setelah manusia sadar atas ketidaksempurnaan duniawi ini dan dapat melepaskan dari belitan naga ganas duniawi dan yakin pada dirinya yang sejati, maka dia dapat memasuki dirinya yang sejati, seperti Bima yang memasuki Dewa Ruci. Di dalam diri Dewa Ruci ini ternyata sangat luas, alam pun berada pada dirinya. Leluhur kita menggambarkan peristiwa ini ibarat warangka manjing curiga, sarung keris masuk kedalam keris, kodok ngemuli lenge, katak menyelimuti liangnya, Manunggaling Kawula Gusti, bersatunya makhluk dengan Keberadaan. Selama ini manusia diibaratkan golek banyu apikulun warih (manusia mencari air sedang dirinya memikul air).

Rahayu🙏

Uninong Aning Unong

Jalaluddin Rumi berpendapat bahwa seluruh benda yang tergelar di jagat raya ini adalah manifestasi (tajalli) atau pengejawantahan Tuhan. Allah tidak mewujud, tapi meliputi seluruh wujud, begitu antara lain tertulis dalam "Fihi ma Fihi", salah satu kumpulan karya sastra sufistiknya.

Dengan maksud yang sama, orang Jawa mengatakan: "Gusti Allah ora maujud, nanging nglimputi sakehing wujud". Rumi juga mengatakan, Tuhan tidak dapat dibayangkan seperti apa. "Apa pun bayangan Anda tentang Tuhan, Ia berbeda dengan itu", begitu konsep awal kaum sufi.

Cangkriman (teka-teki) guyonan antara punakawan Petruk dengan cantrik (santri) Begawan Abiyasa. "Ana kanthi kang tansah kinanti-kanthi, nanging yen didumuk dudu" (Ada teman yang selalu (diajak) ikut serta, tetapi, jika diraba bukan).

"Apakah itu?" tanya cantrik setelah pusing berpikir tujuh keliling. Jawab Petruk entheng (ringan): "Bayangan (ayang-ayang). Memang betul, bayang-bayang bukanlah eksistensi yang sebenarnya apa yang membayang. Orang Jawa menyimpulkan: "Gusti Allah tan keno, kinoyo ngopo (Allah, tidak bisa direka-reka)". Tidak bisa dibandingkan dengan apa pun. Beyond intellect. Di luar jangkauan nalar.

Dalam istilah Ki Ageng Suryomentaram disebut sebagai “rasa; aku bukan kramadhangsa” atau “aku kang madeg pribadi” atau saya sebut sebagai Rahsa Sejati. Itulah paraning dumadi manusia, tak berada jauh di atas langit sana, tetapi ada dalam setiap pribadi kita masing-masing. Kesadaran ini dapat menjelaskan pula mengapa nenek moyang bangsa kita dulu jika berdoa tidak menengadah sambil menatap langit, melainkan cukup dengan telapak tangan memegang dada. 

Dalam maneges pun tersebutlah NIAT INGSUN, yang bermakna Ingsun ing sajroning aku, Aku ing sajroning Ingsun. 

Konsep KGPAA Mangkunegoro ke IV sebagai Roroning Atunggil, dwi tunggal, atau Manunggaling Kawula Gusti. 

Sebuah pelataran spiritual yang pernah pula digelar oleh Ki Ageng Kebo Kenongo (Ki Ageng Pengging) bersama Syeh Lemah Abang (Syekh Abdul Jalil) sebagai UNINONG ANING UNONG.

Mengurusi tiap tetes embun yang hadir sebelum kokok ayam jago.

Menyamar menjadi para peminta hanya untuk menyapaku.

Ada kalanya meniupkan angin untuk menggugurkan dedaunan di depan rumah.

Dan kadang, bisa aku temukan dalam senyuman mbok jamu di pasar itu.

Suluk Saloka Jiwa Ronggo Warsito

Suluk Saloka Jiwa Ranggawarsita - Islam dan Mistik Jawa

Alkisah, seorang dewa Hindu, Wisnu didorong oleh keinginannya yang besar untuk mencari titik temu antara ajaran Hindu dan Islam, rela menempuh perjalanan jauh, dengan mengarungi lautan dan daratan, untuk datang ke negeri Rum (Turki), salah satu pusat negeri Islam, yang kala itu dalam penguasaan Daulah Usmaniyah. Untuk mencapai maksud itu, Wisnu mengubah namanya menjadi Seh Suman. Dia pun menganut dua agama sekaligus, lahir tetap dewa Hindu namun batinnya telah menganut Islam.

Dan demikianlah, setelah menempuh perjalanan yang demikian jauh dan melelahkan, sampailah Seh Suman di Negeri Rum. Kebetulan pada masa itu Seh Suman bisa menghadiri musyawarah para wali itu bertujuan untuk mencocokkan wejangan enam mursyid (guru sufi):

1) Seh Sumah,

2) She Ngusman Najid,

3) Seh Suman sendiri,

4) Seh Bukti Jalal,

5) Seh Brahmana dan

6) Seh Takru Alam.

Demikianlah ikhtisar Suluk Saloka Jiwa karya pujangga Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, Raden Ngabehi Ranggawarsita, sebagaimana dirangkumkan oleh pakar masalah kejawen dari IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Dr. Simuh (1991:76). Menurut Simuh, kitab ini nampaknya diilhami oleh tradisi permusyawaratan para wali atau ahli sufi untuk membahas ilmu kasampuranan atau makrifat yang banyak berkembang di dunia tarekat.

Dunia Penciptaan.

Sumber lain menyebut kitab ini sebagai Suluk Jiwa begitu saja. Misalnya, dalam disertasi Dr. Alwi Shihab di Universitas ‘Ain Syams, Mesir, Al Tashawwuf Al-Indunisi Al-Ma’asir yang kemudian diindonesiakan oleh Dr. Muhammad Nursamad menjadi Islam Sufistik : “Islam Pertama” dan pengaruhnya hingga kini di Indonesia.

Bahkan bukan saja penyebutan judulnya yang berbeda, namun nama tokoh-tokohnya ditulis menurut ejaan Arab. Sehingga, Seh Suman oleh Alwi Shihab ditulisnya sebagai Sulaiman. Seh Ngusman Najib ditulis Syaikh Ustman Al-Naji. Meskipun begitu alur cerita yang digambarkan oleh Alwi Shihab tidak berbeda dengan yang dipaparkan oleh Dr. Simuh.

Dari perbedaan penyebutan itu timbul beberapa spekulasi. Spekulasi pertama barangkali memang penyebutan Alwi Shihab kurang lengkap mengingat Alwi tampaknya tidak mengambil dari sumber langsung atau mungkin kekeliruan dalam penerjemahan. Namun, spekulasi yang lain bisa saja antara Suluk Saloka Jiwa dan Suluk Jiwa memang kitab yang berbeda atau turunan yang lain. Hal ini bisa saja terjadi karena kitab Jawa, yang penurunannya belum memakai metode cetak tapi tulisan tangan, suatu kitab sejenis antara turunan yang satu dengan turunan yang lainnya bisa mengalami perubahan karena ditulis dalam waktu dan kesempatan yang berbeda, bahkan bisa oleh penulis yang berbeda pula.

Namun antara apa yang diungkapan oleh Dr. Simuh dengan Dr. Alwi Shihab tidak ada perbedaan yang berarti. Keduanya menyebut bahwa karya Ranggawarsita yang satu ini memiliki pertalian yang erat dengan upaya mensinkronkan ajaran Islam dan Jawa (Hinduisme). Bahkan, Dr. Alwi Shihab menyebut sosok Ranggawarsita sebagai Bapak Kebatinan Jawa atau Kejawen. Menurut Menteri Luar Negeri RI pada masa pemerintahan Abdurrahman Wahid, penjulukannya ini didasarkan pada kenyataan bahwa karya-karya Ranggawarsita menjadi rujukan utama untuk kebatinan Jawa.

Serat Suluk Saloka Jiwa ini berbicara soal dunia penciptaan, yaitu dari masa manusia berasal dan ke mana bakal kembali (sangkan paraning dumadi). Ini terlihat dari hasil perbincangan enam sufi di Negeri Rum yang juga dihadiri oleh Seh Suman alias Dewa Wisnu tersebut. Dari sinilah, Seh Suman berkesimpulan bahwa sesungguhnya antara ajaran Islam dan Jawa memiliki paralelisme.

Menurut Ranggawarsita, sebagaimana digambarkan dari hasil percakapan enam sufi, Allah SWT itu ada sebelum segala sesuatu ada. Yang mula-mula diciptakan oleh Allah adalah :

* al-nur yang kemudian terpancar darinya 4 unsur : tanah, api, udara, dan air.

* Kemudian diciptakanlah jasad yang terdiri dari 4 unsur: darah, daging, tulang dan tulang rusuk.

Api melahirkan 4 jenis jiwa/nafsu : aluamah (dlm ejaan Arab lawamah) yang memancarkan :

1) warna hitam;

2) amarah (ammarah) memancarkan warna merah;

3) supiah (shufiyyah) berwarna kuning dan

4) mutmainah (muthma’inah) berwarna putih.

Yang di kalangan Kebatinan Jawa di kenal sebagai: Sedulur Papat Lima Pancer

Sapta Darma

 

Pada mulanya Hardjosapoero menerima ‘wahyu’ pada tanggal 27 Desember 1952. Pada hari kamis, 26 Desember 1952 atau sehari sebelum Hardjosapoero menerima wahyu, Hardjosapoero merasa gelisah. Hingga akhirnya mengantarkannya kepada temannya. Pada pukul 24.00, ia kembali ke rumahnya. Hardjosapoero mengambil tikar dan beralaskan lantai kemudian tidur-tiduran. Pada saat ia akan terlelap tidur, dengan “sekonyong-konyong”, ia digerakan oleh kekuatan supranatural untuk terus melakukan sujud. Sujud tersebut terus ia lakukan dengan melafalkan lafal yang sama hingga pukul 05.00 pagi.

Sapta Darma dan Praktek Sujud

Dalam melakukan sujud tersebut, ia dalam kondisi sangat sadar. Namun disisi lain, ia tidak mampu mengendalikan tubuhnya. Kekuatan tersebut terus membimbingnya untuk melakukan gerakan sujud tersebut. Gerakan sujud tersebut dinamakan wahyu sujud. Dalam melakukan sujud tersebut, Hardjosapoero duduk bersila dengan tangan bersidekap dan sujud hingga dahi menyentuh lantai. Wahyu sujud tersebut terus dilakukan dengan meneriakkan lafal dalam bahasa Jawa, yang berbunyi :

“Allah Hyang Maha Agung

Allah Hyang Maha Rahim

Allah Hyang Maha Adil”

Gerakan sujud yang ia lakukan tersebut hingga tiga kali namun dengan keadaan tetap duduk bersila dan tangan bersedekap. Dalam sujud keduanya, ia melafalkan lafal yang berbunyi :

“Hyang Maha Suci Sujud Hyang Maha Kuwasa”

Lafal tersebut ia ucapkan sebanyak tiga kali dalam sujud keduanya tersebut. Dan pada sujud ketiga, dengan posisi duduk kemudian sujud hingga dahi menyentuh lantai dan mengucapkan lafal:

“Kesalahane Hyang Maha Suci, Nyuwun Ngapura Hyang Maha Kuwasa”

Lafal tersebut juga ia ucapkan sebanyak tiga kali. Dalam keadaan bergetar dan ketakutan, ia kembali duduk dan mengulang gerakan sujud tersebut dengan lafal yang berbeda disetiap sujudnya. Kejadian ini terjadi pada Jum;at Wage pukul 01.00 WIB sampai 05.00 WIB. 

Lafal tersebut pada akhirnya dijadikan acuan bagi penganut Sapta Darma ketika melakukan ibadah sujudnya.

Lingkaran ditengah–tengah berwarna putih yang tertutup oleh gambar Semar menggambarkan: lubang pada ubun–ubun manusia (merupakan lubang yang ke–10 yang tertutup = pudak sinumpet). 

Warna putih yang ada pada gambar Semar itupun menggambarkan Nur Cahaya atau Nur Putih ialah hawa suci (Hyang Maha Suci) yang dapat berhubungan dengan Hyang Maha Kuasa. 

Artinya : Menyatupadukan rasa di ubun–ubun hingga mewujudkan Nur Putih Yang dapat menghadap Hyang Maha Kuasa.

SUJUD

Warga Sapta Darma diwajibkan sujud dalam sehari semalam (24 jam) sedikit–dikitnya sekali. Lebih dari itu lebih baik, dengan pengertian bahwa yang penting bukan banyak kalinya ia melakukan sujud tetapi kesungguhan sujudnya. Bila sujud dilakukan di sanggar, dapat dilakukan bersama–sama dengan tuntunan dan dapat sewaktu–waktu. Namun lebih baik waktu ditentukan. 

Sikap duduk 

Duduk tegak menghadap ke timur (=timur/kawitan/asal), artinya di waktu sujud manusia harus menyadari/mengetahui asalnya. Bagi pria duduk bersila jajar kaki kanan di depan kaki kiri. Bagi wanita bersimpuh. Namun diperkenankan, mengambil sikap duduk seenaknya asal tidak meninggalkan kesusilaan sikap duduk dan mengganggu jalannya getaran rasa. Tangan bersedakep, yang kanan didepannya yang kiri.

Selanjutnya menentramkan badan, mata melihat ke depan ke satu titik yang terletak + satu meter di tanah tepat didepannya. Kepala dan punggung (tulang belakang) segaris lurus. Setelah merasa tenang dan tenteram, serta adanya getaran (hawa) dalam tubuh yang berjalan merambat dari bawah ke atas. Selanjutnya getaran rasa tersebut harus merambat ke atas sampai dikepala, karenanya lalu mata terpejam dengan sendirinya. Kemudian setelah ada tanda pada ujung lidah terasa dingin seperti kena angin (jawa = pating trecep) dan keluar air liurnya terus ditelan, lalu mengucap dalam batin : Allah Hyang Maha Agung Allah Hyang Maha Rohim Allah Hyang Maha Adil Bila kepala sudah terasa berat, tanda bahwa rasa telah berkumpul di kepala. Hal ini menjadikan badan tergoyang dengan sendirinya. 

Kemudian di mulai dengan merasakan jalannya air sari yang ada di tulang ekor (Jawa : brutu atau silit kodok). 

Jalannya air sari merambat halus sekali, naik seolah–olah mendorong tubuh membungkuk ke muka. Membungkuknya badan diikuti terus, (bukan karena kemauan tapi karena rasa) sampai dahi menyentuh tanah. 

Setelah dahi menyentuh tanah, dalam batin mengucap: “Hyang Maha Suci Sujud Hyang Maha Kuasa” (sampai 3 kali).

Selesai mengucapkan, kepala diangkat perlahan–lahan, hingga badan dalam sikap duduk tegak lagi seperti semula. 

Mengulang lagi merasakan di tulang ekor seperti tersebut di atas, sehingga dahi menyentuh tanah lagi. 

Setelah dahi menyentuh tanah diucapkan di dalam batin: “Kesalahannya Hyang Maha Suci Mohon Ampun Hyang Maha Kuasa” (sampai 3 kali). 

Dengan perlahan–lahan tegak kembali, lalu mengulang, merasakan lagi di tulang ekor seperti tersebut di atas sampai dahi menyentuh tanah yang ke–3 kalinya. 

Kemudian dalam batin diucapkan: “Hyang Maha Suci Bertobat Hyang Maha Kuasa” (sampai 3 kali). 

Akhirnya duduk tegak kembali, masih tetap dalam sikap tersebut hingga beberapa menit lagi : baru kemudian sujud selesai.

Apakah sebenarnya getaran–getaran serta air sari itu, dari mana asalnya dan dimana tempatnya? Getaran atau Sinar Cahaya Allah adalah cahaya yang digambarkan berwarna Hijau muda (=maya) yang ada di dalam seluruh pribadi manusia. 

Adapun air sari atau air putih/suci berasal dari sari bumi yang akhirnya menjadi bahan makanan yang di makan manusia. 

Sari–sari makanan tersebut mewujudkan air sari yang tempatnya di ekor (Jawa=Cetik/silit kodok/brutu). 

Bersatu padunya getaran sinar cahaya dengan getaran air sari yang merambat berjalan halus sekali di seluruh tubuh,menimbulkan daya kekuatan yang besar sekali. 

Daya kekuatan ini disebut: Atom Berjiwa yang ada pada pribadi manusia. 

Jadi kekuatan ini mempunyai arti dan guna yang besar sekali seperti antaranya: - Dapat memberantas kuman–kuman penyakit dalam tubuh. - Dapat menentramkan/menindas nafsu angkara. - Dapat mencerdaskan pikiran. - Dapat memiliki kawaskitan, seperti kawaskitan akan penglihatan, pendengaran, penciuman, tutur kata atau percakapan serta kewaskitaan rasa.

Bila telah memusat di ubun–ubun akan mewujudkan Nur Putih. Akhirnya naik menghadap Hyang Maha Kuasa untuk menerima perintah–perintah/petunjuk yang berupa isyarat/kias seperti berupa gegambaran, tulisan–tulisan (tulis tanpa papan = sastra jendra hayuningrat). 

Sekali lagi dikatakan, bahwa syarat untuk memiliki kemampuan itu semua, tiada lain adalah pengolahan/penyempurnaan budi pekerti yang menuju keluhuran pada sikap dan tindakan sehari–hari. 

Pengolahan/penyempurnaan pribadi itu, bagi para pemeluk yang sudah dapat/mampu, adalah berarti selalu mencetak atom berjiwa pada pribadinya. 

Atom tersebut digunakan untuk peri–kemanusiaan ialah menolong orang yang menderita sakit.

Cara mengobati (penyembuhan) di jalan Tuhan dilakukan dengan : 

Ening sambil memandang bagian badan si pasien (si penderita) yang sakit, setelah merasa bahwa seluruh rasa terkumpul di dalam mulut, dengan tanda lidah seperti terbelai angin (Jawa: pating trecep) dan ujung lidah terasa berat, maka dalam batin menyabut Nama Allah (Allah Hyang Maha Agung, Allah Hyang Maha Rokhim, Allah Hyang Maha Adil), kemudian menyabda : Sembuh (Waras). 

Selanjutnya si pasien/si sakit disuruh merasakan keadaan badannya. 

Bagi mereka yang sakitnya telah menahun (bertahun–tahun), atau sakit bagian dalamnya seperti antara lain: paru–paru, asma, ayan, lepra, nier (ginjal), tekanan darah tinggi, seyogyanya mereka itu dituntuni sujud yang sungguh–sungguh (emat).

Setelah melakukan sujud, lalu didalam batin supaya mengucapkan: “Minta geraknya Nur Rasa”, kemudian disuruh ening, rasa ditujukan pada tangan. Bila tangannya telah bergerak (bergetar) : lalu diminta mengucapkan “Mohon diobati hingga sembuh” gerak tangan itu diikuti kemana arahnya guna mengobati sakitnya, hingga badan menjadi ringan/enak. 

Manakala penyakit telah sembuh, bagi yang habis sakit boleh meneruskan sujudnya, boleh tidak.

Warga Sapta Darma harus dapat menggunakan kewaskitaan. Yaitu supaya dieningkan dengan mata terpejam, bagimana kias (isyarat) atau tanda–tanda si sakit. Artinya bila ada gegambaran atau tanda–tanda seperti : burung yang kekablak (menggerak–gerakan sayapnya) atau burung terbang, pohon kering/menjadi kering, orang yang duduk membelakangi, atau tercium bau jenazah berarti bahwa telah sampai waktunya bagi si sakit, atau sudah sampai pada garis yang ditentukan oleh Hyang Maha Kuasa. Dalam hal ini meskipun di sabda sembuh (waras), penyakit menjadi sembuh namun umur telah sampai pada janji untuk diambil kembali oleh Hyang Maha Kuasa. Jadi ajal tak dapat dielakkan lagi. 

Apabila pada waktu ening kita lihat tanda–tanda/gegambaran seperti : pohon beringin, bunga mawar yang kembang (mekar) ini adalah petunjuk bahwa : si sakit akan sembuh.

Bagi mereka yang sakit lumpuh, atau badannya mati sebelah cara mengobatinya seperti yang diterangkan diatas, dan simpul–simpul tali rasa pada bagian tubuh yang sakit di uyeg (di guyar–guyar) dengan jari tengah tangan kanan. Kemudian disuruh menggerakkan tangan dan kakinya, dan akhirnya, di sabda “sembuh” (waras)!

TALI RASA

Manusia memiliki saluran rasa yang jalannya tali temali merupakan saluran–saluran yang disebut TALI RASA. Di beberapa tempat tali rasa/saluran –saluran rasa tersebut mewujudkan simpul, yaitu merupakan sentral setempat. 

Di seluruh tubuh ada 20 sentral/simpul tali rasa, dan ditandai dengn abjad huruf jawa sebagai berikut : Ha – di dagu (di tengah–tengah) Na – di tenggok (pangkal leher bawah muka, tempat di atas pertemuan tulang selangka). Ca – di atas tonjolan pertemuan kedua tulang rusuk yang nomor 2 (di dada). Ra – di cekungan di bawah tulang stenum (tulang dada tempat pertemuan lubang rusuk kecer hati). Ka – di pusat perut (Jawa : puser). Da – di tengah–tengah tulang kemaluan. Ta – di ujung tulang ekor. Sa – di tulang belakang tepat di belakang pusat perut. Wa – di bawah ujung tulang belikat (Jawa: entong–entong). La – di pundak (tonjolan ujung tulang belakang yang di atas) Pa – di tengah ketiak. Dha – di siku. Ja – di tengah–tengah pergelangan tangan bagian depan. Ya – di tengah–tengah telapak tangan (pangkal jari tengah) Nya – di susu kanan kiri. (bagi wanita di pangkal lipatan buah dada). Ma – di tengah–tengah pangkal paha. Ga – di tengah–tengah belakang lutut (lipatan lutut). Ba – di atas tumit aschiles bagian dalam. Tha – di tengah–tengah telapak kaki. Nga – di pangkal hidung (di tengah–tengah antara kedua kening)

Bila Warga Sapta Darma menolong mengobati/ menyembuhkan orang yang mati urat syarafnya seperti lumpuh, mati separo, setelah ening maka simpul–simpul tali rasa bagian tubuh yang lumpuh, tadi di uyeg–uyeg (di guyar–guyar) sambil ening, kemudian di sabda sembuh (waras).

RACUT

CARANYA : Setelah melakukan sujud wajib (sujud dasar), maka sujudnya ditambah lagi dengan satu bungkukan, yang diakhiri dengan ucapan di dalam batin : “HYANG MAHA SUCI MENGHADAP HYANG MAHA KUWASA.” Kemudian lalu berbaring dalam SIKAP ULAH RASA,hanya saja kedua tangan dilipat (bersedakep), tapak tangan kanan ditumpangakan (diletakan) di atas telapak tangan kiri menghadap ke bawah, dan diletakan di atas “CO” (=tonjolan pertemuan kedua tulang rusuk nomor dua di dada di bawah pertemuan kedua tulang selangka). Segala kegiatan pikiran da angan–angan dan sebagainya dihentikan, Satria Utama (mata satu yang tak dapat rusak) digunakan untuk menyaksikan berangkatnya Hyang Maha Suci (Nur Putih), keluar dari ubun–ubun menghadap Hyang Maha Kuasa.

Racut dapat memungkinkan seseorang dapat memiliki kewaskitaan yang tinggi. 

Racut ini tidak membahayakan, karena hanya Hyang Maha Suci saja yang meninggalkan jasmani sementara. 

Sedang 11 saudara yang lain masih tetap menjaga dalam tubuh (badan).

Serat Pangracutan Sultan Agung Mataram

Naskah Serat Kakiyasaning Pangracutan ini mencakup berbagai serat. 

Ada dugaan bahwa naskah tersebut merupakan kumpulan beberapa nukilan dari berbagai naskah yang berisi ilmu kasampurnan Manunggaling Kawula Gusti. 

Isi naskah itu ialah : Uraian Serat Kakiyasaning Pangracutan, Serat Banyu Bening, Ilmu Kasampurnan, Sastra Jendra dan Sastra Ceta, Mardi Utami, Mardi Budi, Lampahing Agesang, Serat Sastra Harjendra, dan Bunga Rampai.

Serat Kekiyasanning Pangracutan adalah salah satu buah karya sastra Sultan Agung Raja Mataram antara (1613-1645). 

Serat Kekiyasaning Pangracutan ini juga menjadi sumber penulisan Serat Wirid Hidayat Jati yang dikarang oleh R.Ng Ronggowarsito karena ada beberapa bab yang terdapat pada Serat kekiyasanning Pangrautan terdapat pula pada Serat Wirid Hidayat Jati. 

Pada manuskrip huruf Jawa Serat kekiyasanning Pangracutan tersebut telah ditulis kembali pada tahun shaka 1857 / 1935 masehi.

Keluar masuknya nafas benar-benar dirasakan adanya energi hidup sembari mengucap mantra dalam hati/batin saja. 

Mengucap “Hu” pada saat nafas ditarik dari puser ke arah ubun-ubun. 

Lalu mengucap “Ya” pada saat keluarnya nafas yakni turunnya nafas dari ubun-ubun ke arah pusar. 

Naik turunnya nafas tadi melewati dada dan cethak. Nah, disebut sastra cetha karena pada saat mengucapkan kedua mantra hu – ya  dibarengi dengan pengendalian buka tutupnya cethak untuk menahan dan melepas nafas.

Setelah masuknya Islam ke nusantara, terjadi beberapa anasir seperti dalam wirid naqshabandiyah SSJ mantra hu – ya dirubah bunyi menjadi hu – allah. 

Namun kemudian terdapat mazab lain di luar mazabnya SSJ, dan melakukan modifikasi zikir Hu – allah menjadi haillah – haillallah, dikenal sebagai wirit tharekat Satariyah. 

Perbedaannya, dalam tradisi satariyah ini tidak dilakukan menahan nafas, melainkan hanya bernafas seperti biasanya.

Cara Melakukan Pangracutan:

Langkah 1 - Rilekskan Pikiran dan Tubuh Anda

Waktu terbaik untuk mencobanya adalah sekitar jam 5-7 pagi, setelah Anda mendapatkan kualitas tidur yang baik, tetapi masih cukup lelah untuk kembali tidur REM yang berkepanjangan.

Berbaring dalam posisi yang nyaman (telentang adalah pilihan yang populer).

Ambil napas perlahan dan terkontrol dan biarkan mata Anda menutup secara alami. Cobalah untuk tidak memikirkan apa pun - biarkan pikiran apa pun lewat pada waktunya sendiri.

Mulailah rutinitas meditasi Anda. Pemula mungkin merasa terbantu untuk mendengarkan suara blisscode di headphone, karena hal ini menghilangkan gangguan pikiran dan merangsang keadaan kesadaran yang lebih rileks.

Tujuan awalnya adalah untuk menjernihkan dan memfokuskan pikiran Anda saat tubuh Anda tertidur.

Lakukan rutinitas relaksasi sistematis Anda. Mulai dari jari kaki, kencangkan lalu kendurkan setiap kelompok otot di tubuh Anda. Bayangkan mereka tenggelam ke tempat tidur atau melayang dan menjadi tidak berbobot atau menghilang begitu saja. Akhiri dengan merilekskan wajah, rahang, dan leher Anda sepenuhnya di tempat Anda paling tegang.

Dalam 5-10 menit Anda akan merasa rileks dan melamun, dengan kesadaran tubuh Anda yang sangat berkurang. Anda mungkin mulai merasakan anggota badan mengambang atau lengan Anda berada pada posisi yang berbeda dari sebelumnya. Ini adalah kemajuan besar!

Langkah 2 - Geser Kesadaran Anda

Ketika Anda memiliki sedikit sensasi tubuh yang tersisa, alihkan kesadaran Anda dari tubuh Anda dan pandanglah ke ruang hitam di depan Anda.

Visualisasikan bintang dan planet yang jauh, atau ikuti hipnagogia alami Anda (lampu berputar dan pola geometris yang menghipnotis Anda untuk tidur). Saat Anda masuk lebih dalam, waspadai gambaran yang muncul di mata batin Anda, di luar bidang penglihatan Anda.

Ini dikenal sebagai "tertidur secara sadar". Anda menipu tubuh Anda dengan berpikir bahwa Anda telah tertidur. Otak dan tubuh Anda memiliki cara komunikasi yang tidak biasa dan Anda hanya mengeksploitasi celah yang tidak banyak diketahui dalam proses itu.

Jangan menggerakkan otot - tetap rileks dan lembut sepenuhnya. (Jika Anda merasa gatal, tidak apa-apa untuk menggaruknya, tetapi kemudian lacak kembali atau lanjutkan dari bagian terakhir yang Anda tinggalkan.)

Pada tahap ini Anda mungkin merasakan efek kelumpuhan tidur, seolah-olah ada beban berat yang bergerak di tubuh Anda. Biarkan itu datang, mengetahui bahwa Anda sekarang sangat dekat dengan pengalaman di luar tubuh. Namun, beberapa orang tidak pernah merasakan tahap ini sama sekali, karena kesadaran mereka sudah terfokus jauh di luar tubuh fisik.

Saat pikiran Anda mengembara lebih jauh ke dalam kegelapan, Anda mungkin dikejutkan oleh getaran keras atau suara dengung di dalam kepala Anda!

Ini hanyalah fase lain dalam proses keluar tubuh. Anggap ini sebagai kebisingan statis di radio antara dua frekuensi. Kemungkinan besar komunikasi dari otak menanyakan apakah Anda masih terjaga, jadi lawan insting Anda dan abaikan saja.

(Sebenarnya, beberapa kali pertama ini mungkin sangat sulit untuk diabaikan karena bisa memekakkan telinga. Tapi Anda akan segera terbiasa dan menyadari tidak ada hal buruk yang terjadi.)

Langkah 3 - Keluar dari Tubuh

Getaran segera berlalu dan begitu itu terjadi, Anda akan dibebaskan ke dunia impian Anda.

Anda mungkin mendapati bahwa lengan atau kaki Anda sudah bebas, sepenuhnya melayang di atas tubuh Anda di tempat tidur, atau Anda telah berguling di tempat tidur dan jatuh ke lantai!

Jangan khawatir - tubuh asli Anda sedang berbaring di tempat tidur dan tidur dengan nyenyak. Gerakan awal ini bisa sangat membingungkan tetapi tetap dengan itu atau Anda mungkin terbangun. Jika ternyata Anda masih "terjebak" di tubuh Anda, ingatlah bahwa Anda sekarang berada di dunia mimpi jernih, di mana pikiran Anda menjadi sangat kuat dan mengendalikan semua gerakan Anda. 

Gunakan salah satu metode berikut untuk meninggalkan tubuh "lumpuh" Anda:

Melayang keluar - visualisasikan sudut pandang Anda telah naik beberapa kaki ke udara

Ayunkan - visualisasikan ayunan yang membentuk busur panjang saat Anda mendapatkan momentum

Tenggelam - bayangkan tubuh impian Anda perlahan jatuh ke tempat tidur

Roll out - bayangkan diri Anda berputar ke samping dan berguling

Teleportasi - bayangkan lokasi lain dan libatkan indra Anda

Jika Anda belum melakukannya, secara alami Anda akan mendapatkan kembali penglihatan Anda ketika kesadaran Anda keluar dari tubuh.

* Metode meraga sukma versi rileksasi

Serat Pangracutan

Menutup Babahan Howo Songo

Arus kesadaran yang tersebar di sembilan gerbang tubuh dan indera, harus dikumpulkan di gerbang kesepuluh.

Gerbang kesepuluh adalah titik  berkumpulnya kesadaran. Di situlah letak jalan untuk kita kembali. Gerbang kesepuluh juga dikenal sebagai chakra keenam, mata ketiga, bindu, pusat yang terletak di antara dua alis. Ini adalah gerbang yang melaluinya kita meninggalkan gerbang organ-organ indera dan memasuki alam ilahi dan akhirnya menjadi mapan dalam jiwa. Kita melakukan perjalanan kembali dari Alam Kegelapan ke Alam Cahaya, dari Cahaya ke Suara Ilahi, dan dari Alam Suara ke Status Tanpa Suara. Ini disebut kembali ke Sumber.

Syaikh Siti Jenar

Sosoknya akan selalu diliputi misteri. Abadi. Tapi ajarannya –yang lebih menekankan pada suara hati dibanding praktek-praktek fikih – diam-diam banyak dihayati. 

Syaikh Lemahabang bisa mati. Terbunuh. Tapi tidak untuk ajaran rahasia, Manunggaling Kawula Gusti, Tuhan telah menyatu dalam diri kita, yang diwariskannya itu. 

Meski dipanggil seratus orang wali, aku tak mau datang, aku bukan abdi mereka, aku tak diperintah mereka. Wali dengan aku sama –daging berujud bangkai. Sebentar busuk jadi tanah. Aku tak bisa didesak oleh santri yang bodoh dan senang menipu orang, oleh mereka yang mengaku dekat dengan Tuhan, dan tak tahu citra diri sendiri adalah bangkai. Mereka yang berkeliaran mengumbar ilmu kepada setiap orang yang suka ditipu. Mereka yang menyuruh orang untuk sembahyang di Masjid Demak, yang mereka sebut rumah Allah. Itu bohong belaka. Aku dulu ikut salat di sana, aku amat menyesal. Tapi itu kulakukan karena belum menyadari hakikat diri. Sekarang dapat kukatakan…

Kawula dan gusti sudah ada dalam diriku, siang dan malam tak bisa memisahkan ku dari mereka. Tapi hanya saat ini nama kawula-gusti berlaku, selagi aku mati. Nanti, bila aku hidup lagi, gusti dan kawula lenyap, yang tinggal hanya hidupku, ketenteraman langgeng dalam Ada sendiri. Di sana tak dikenal kematian dan perasaan sedih. Yang ada hanya kenikmatan kekal abadi. Itulah mengapa aku sekarang merasa menderita, sebab berada di alam kematian (dunia ini) dekat surga-neraka.

Hai Pangeran Bayat, bila kau belum mengerti kebenaran dari kata-kataku, bisa dikatakan kau masih terbenam dalam masa kematian. Di sini (dunia) memang banyak hiburan aneka warna. Lebih banyak lagi hal-hal yang menimbulkan hawa nafsu. Kau tak lihat itu hanya akibat panca indera?

Itu hanya impian, dan sama sekali tak mengandung kebenaran, sebentar lenyap. Gila saja orang yang terikat padanya, tak seperti Syaikh Siti Jenar. Aku tak tertarik, tak sudi tersesat dalam kerajaan kematian. Satu-satunya yang ku usahakan ialah kembali kepada kehidupan.

Tuhan dalam diri

Hidup bermula dari sepi

Kematian datang di tengah suara ramai.

Yang Ilahi telah bermukim dalam diri. Bukannya di langit tinggi.”Di mana Tuhan jika tidak di dalam diri,” kata Lemahabang. “Kelilingi lah dunia, terbang lah hingga langit lapis ketujuh, kamu tetap tidak akan menemukan Tuhan.”

Belum cukup. Kita dapati ucap Lemahabang lainnya yang disebut wejangan sasahidan.

Saya inilah sebenar-benarnya Allah

Allah adalah badan saya

Rasul itu rahasia saya

Muhammad itu cahaya saya

Saya tak kenal maut

Saya tak mengenal lupa, dan kekal selamanya

Saya mengetahui segala gerak-gerik dan tingkah laku makhluk-Nya

Saya tak pernah salah, Maha Melihat dan Maha Memutuskan

Saya yang meliputi seluruh alam semesta

Syaikh Lemahabang inilah Allah sesungguhnya.

Dalam kisahnya yang paling tersebar luas, Syaikh Lemahabang diceritakan, ia tidak menganggap penting segala tertib, ia mencibir syariat. Baginya: syahadat, salat, zakat, puasa dan haji itu hal-hal yang tak perlu. Omong kosong itu. 

Hanya orang bodoh yang percaya, karena terus berharap surga dari sana. Tak ada guna lagi salat kita. Itu hanya basa-basi belaka. Suatu kesia-siaan. Hidup kita tak dihabiskan demi itu.

Banyak orang tampak khusyuk salatnya, bibirnya terus berucap doa. Tapi hatinya tetap saja memikirkan dunia. Ia membuat tamsil untuk iman yang lembek seperti itu “Islamnya ibarat kelapa, dan hanya makan serabutnya. Padahal yang nikmat adalah buah dan airnya.”

Syaikh Lemahabang seperti ingin menegaskan kepada orang yang merasa dirinya suci bahwa inti kebahagiaan ditemukan dalam sikap menyerah secara mutlak. Bukan sekian ibadah yang membikin muak. 

Dan yang lebih merisaukan ialah kecamannya kepada konsep Tuhan yang berjarak. Bagi Syaikh Lemahabang, Tuhan tak lagi dipandang sebagai Dia yang terlampau jauh, tak terhampiri, melainkan Dia yang tak berjarak.

“Aku ingin tahu kebenaran,” katanya. “Syahadat, salat, puasa, dan zakatku belum cukup sebagai Muslim.”

Aku adalah Pemuja dan yang di Sembah



Aku tidak punya nama,

Aku seperti angin segar pegunungan.

Aku tidak punya tempat berlindung;

Aku seperti air yang mengembara.

Aku tidak memiliki tempat perlindungan, seperti dewa kegelapan;

Aku juga tidak berada dalam bayang-bayang kuil yang dalam.

Aku tidak punya kitab suci;

Aku juga tidak berpengalaman dalam tradisi.

Aku tidak berada dalam kemenyan

Menaikkan altar yang tinggi,

Bukan pula dalam kemegahan upacara.

Aku tidak berada dalam patung pahatan,

maupun nyanyian yang kaya dari suara merdu.

Aku tidak terikat oleh teori,

juga tidak dirusak oleh kepercayaan.

Aku tidak ditahan dalam perbudakan agama,

Juga tidak dalam penderitaan saleh para pendeta mereka.

Aku tidak terjebak oleh filosofi,

juga tidak terikat pada kekuatan sekte mereka.

Aku tidak rendah atau tinggi,

Aku pemuja dan disembah.

Aku bebas.

Laguku adalah nyanyian sungai

Memanggil lautan lepas,

Berkeliaran, mengembara,

Akulah Hidup.

Aku tidak punya nama,

Aku seperti angin segar pegunungan.

Kebenaran tidak memiliki nama, dan kebenaran tidak terbatas pada sistem pemikiran apa pun. Kebenaran bukanlah teori, teologi, filsafat. Kebenaran adalah pengalaman dari apa adanya. Kebenaran bukanlah intelektual atau emosional; kebenaran itu eksistensial.

Ini adalah tiga lapisan kesadaran manusia. Yang pertama adalah intelektual: ia berteori, berputar dan menjalin kata-kata indah, tetapi tanpa makna sama sekali. Ini adalah bagian yang sangat licik, sangat menipu. Itu bisa membuat Anda percaya pada kata-kata seolah-olah itu memiliki substansi. Itu berbicara tentang Tuhan, kebenaran, kebebasan, cinta, meditasi, tetapi itu hanya berbicara; itu hanya kata-kata dan kata-kata dan kata-kata. Kata-kata itu adalah cangkang kosong; jika Anda melihat jauh ke dalamnya, mereka berlubang.

Bagian ini melanjutkan dekorasi; ia menggunakan jargon besar untuk menyembunyikan kekosongan batinnya. Dan seluruh pendidikan kita -- sosial, agama, budaya -- hanya terdiri dari kata-kata. Itu hanya memupuk bagian intelektual dari keberadaan kita, yang paling dangkal. Melalui intelek Anda tidak dapat mencapai yang ilahi, melalui intelek Anda akan tersesat di hutan kata-kata. Begitulah cara jutaan orang tersesat. Antara Anda dan Tuhan penghalang terbesar adalah apa yang disebut kecerdasan Anda. Ingat, kecerdasan Anda bukanlah kecerdasan. Kecerdasan adalah masalah yang sama sekali berbeda.

Akal adalah koin semu; itu berpura-pura menjadi kecerdasan tetapi sebenarnya tidak. Dan karena Anda tidak mengetahui yang sebenarnya, Anda dengan mudah tertipu oleh yang tidak nyata, oleh yang semu. Waspadalah terhadap lapisan intelektual keberadaan Anda, yang paling berkembang; itulah bahayanya. Yang paling dangkal adalah yang paling dibudidayakan. Yang paling dangkal adalah yang paling bergizi. Dari sekolah ke universitas, yang dangkal dipelihara, diperkuat. Dan perlahan, perlahan Anda terjebak di dalamnya, Anda menjadi terperangkap. Kemudian orang berpikir tentang cinta; mereka tidak merasa, mereka hanya berpikir.

Krishnamurti menceritakan sebuah kejadian yang terjadi ketika dia sedang bepergian dengan mobil. Mobil itu secara tidak sengaja menabrak seekor hewan malang, tetapi dua orang di dalam mobil itu tidak memperhatikan apa yang terjadi karena mereka asyik bercakap-cakap tentang bagaimana cara waspada!

Ini adalah situasi mayoritas umat manusia.

Tuhan hadir di mana-mana. Kemana pun Anda berpaling, Dia ada Buka matamu, Dia ada, tutup matamu dan Dia ada -- karena tidak ada yang lain.Tuhan berarti isness. Apa pun yang berpartisipasi dalam keberadaan adalah ilahi. Tapi Anda tidak melihat; Anda terus berbicara tentang Tuhan, berdiskusi. Anda telah menjadi sangat pintar dalam membelah rambut, dalam memotong logika. Anda telah menjadi begitu penuh dengan sampah, yang Anda sebut pengetahuan, karena Anda dapat mengulang Alquran, Alkitab, weda seperti burung beo. Anda harus menyadari lapisan berbahaya yang mengelilingi Anda seperti cangkang keras.

Kata 'Tuhan' bukanlah Tuhan, dan kata 'cinta' juga bukan cinta. Jika Anda terlalu asyik fi masyuk dengan kata 'tuhan', Anda akan terus merindukan Tuhan selamanya. 

Jika Anda terlalu tertarik dengan kata 'cinta' maka Anda bisa pergi ke perpustakaan, Anda bisa membaca semua buku -- dan ada jutaan yang ditulis tentang cinta oleh orang-orang yang tidak tahu apa-apa tentang cinta -- Anda bisa mengumpulkan informasi hebat tentang cinta, tetapi mengetahui tentang cinta bukanlah mengetahui cinta. Mengetahui cinta adalah dimensi yang sama sekali berbeda.

Pengetahuan tentang cinta sangat sederhana; Anda bisa menjadi ensiklopedia berjalan. Anda dapat mengetahui semua teori cinta tanpa pernah menguji teori apa pun dalam pengalaman Anda, tanpa pernah menjalani cinta sesaat pun, tanpa merasakan apa itu cinta.

"Aku seperti angin segar pegunungan...Tuhan tidak tua atau baru, atau Tuhan adalah yang paling kuno, dan segar seperti titik embun di matahari pagi - karena hanya Tuhan.Tuhan tidak bersifat sementara; itu bukan milik dimensi waktu. Oleh karena itu Anda tidak dapat menyebutnya lama atau baru - itu segar, perawan. Anda tidak perlu masuk ke dalam tulisan suci. Anda tentu harus masuk ke angin sepoi-sepoi yang melewati pohon pinus, Anda tentu harus masuk ke dalam keharuman yang dikeluarkan oleh bunga-bunga".

Sekarang...! Anda harus masuk ke dalam Saat ini dengan keseluruhan diri Anda, Anda harus bersantai di sini sekarang, dan semua kitab suci akan diwahyukan kepada Anda. Alquran, Weda dan Gitas akan dibacakan dilubuk hati terdalam Anda. Maka Anda akan mengetahui bahwa semua tulisan suci adalah benar; tetapi pertama-tama kitab suci batin Anda sendirilah yang harus diketahui dan dipahami.

"Aku tidak punya tempat berlindung,

Aku seperti air yang mengembara.”

Tuhan adalah kehidupan - maka Tuhan adalah gerakan, maka Tuhan adalah perubahan yang konstan; itulah paradoks keberadaan. Itu adalah sesuatu yang tidak pernah berubah namun terus berubah. Di inti terdalam semuanya tetap sama, tetapi di keliling tidak ada yang sama. Tuhan itu berubah dan tidak berubah. Tuhan adalah keabadian dan perubahan.

Jika Anda melihat dunia, Anda melihat Tuhan yang nyata, yang terus berubah - itu seperti sungai yang bergerak dan bergerak - tetapi jika Anda melihat yang tidak berwujud, maka Tuhan selalu sama. Tuhan adalah keduanya. Dunia ini tidak terpisah dari Tuhan. Anda tidak perlu pergi mencari Dia di tempat lain; Dia tersembunyi di sini, Dia bermain petak umpet di sini.

"Aku tidak berada dalam dupa yang

dipasang di altar tinggi,

tidak juga dalam kemegahan upacara.

Aku tidak berada dalam patung pahatan,

tidak pula dalam nyanyian pujian dari suara merdu.

Aku tidak terikat oleh teori,

juga tidak dirusak oleh kepercayaan.

Aku tidak terbelenggu oleh agama,

juga tidak terjerat dalam penderitaan para pendeta mereka. Aku adalah Pemuja dan yang di Sembah”.

Pernyataan itu memiliki nilai yang luar biasa: Aku adalah pemuja dan yang disembah. 

Anda adalah pencari dan yang dicari, 

Anda adalah pemuja dan dewa, 

Anda adalah kuil dan Penguasa kuil. 

Anda tidak perlu pergi ke mana pun. 

Jika Anda perlu pergi ke mana pun itu hanya ke dalam, ke dalam interioritas Anda sendiri.

"Aku tidak rendah atau tinggi, Aku adalah Penyembah dan yang di Sembah. Aku bebas. Laguku adalah nyanyian sungai. Memanggil lautan lepas, Mengembara, mengembara, dan mengembara, Aku adalah Kehidupan".

Meditasi Jawa


Kemandirian dalam mengatur kehidupan tanpa bantuan kitab-kitab agama atau nabi manapun yang disebut Manunggaling Kawulo Gusti .

Dalam Serat Wedhatama diajarkan 4 macam ibadah :

1.      Sembah Raga

2.      Ciptaan Ibadah

3.      Menyembah Jiwa

4.      Menyembah Rasa

Dari 4 tingkatan proses ini akan menuju Cahaya Ilahi

Dari dahulu, ajaran spiritualisme Jawa ini tidak mengenal ajaran yang penuh tabir yang menunjukkan hasil rekaan yang bisa dilihat dari cara menggunakan amalan dan mantra yang aneh-aneh. Spiritualisme Jawa tujuannya hanya ingin menemukan Cahaya Ilahi. 

Dan juga ajaran spiritualisme Jawa; dari dahulu tertib, teratur, runtut dan harmonis. Disini ditekankan bahwa Sembah Raga tidak lah cukup untuk dapat mencapai Cahaya Ilahi. Tetapi harus ditingkatkan sampai mencapai Sembah Roso. Didalam Serat Wedhatama proses ini diuraikan semuanya

Mengenai Cahaya Ilahi; hal ini tidak dapat dicari dan diciptakan. Karena dalam spiritualisme Jawa; di percaya bahwa Cahaya Ilahi adalah anugerah yang akan diberikan kepada semua orang (tanpa terkecuali) yang telah mencapai Sembah Roso.

'Manunggaling Kawulo Gusti' adalah pencapaian paling sempurna dari Ibadah Roso yang dianugerahkan Cahaya Ilahi (menyatu dengan Cahaya Ilahi). Dalam proses ini; Cahaya Ilahi tidak lagi dicari. Namun proses ini telah menyatu dengan manusia tanpa harus mencari lagi.

Pencapaian ini adalah pencapaian tertinggi dari manusia dalam pencarian Cahaya Ilahi. Hal ini yang disebut sebagai ‘Sangkan Paraning Dumadi’

Dalam Serat Wedhatama ada 4 macam meditasi:

1.      Meditasi sebagai Ritual

2.      Meditasi untuk Sang Pencipta

3.      Meditasi untuk Roh-diri

4.      Meditasi dengan Roso (merupakan gabungan dari ketiganya)

Ini adalah 4 tahap proses meditasi yang akan mengarah pada Cahaya Ilahi

Ajaran spiritualisme Jawa sejak awal tidak mengenal ajaran yang kabur yang menunjukkan hasil palsu yang terlihat dari penggunaan Mantra yang aneh dan praktek-praktek gaib lainnya. Tujuan spiritualisme Jawa hanya untuk menemukan Energi Ilahi Tuhan

Dan juga ajaran spiritualisme Jawa; sejak awal adalah: tertib, teratur, padu dan serasi. Ditekankan di sini bahwa Ibadah sebagai Ritual saja tidak cukup untuk mencapai Energi Ilahi. Namun harus ditingkatkan hingga mencapai Ibadah bersama Roso. 

Serat Wedhatama menjelaskan segalanya tentang proses ini.

'Manunggaling Kawulo Gusti' adalah pencapaian paling sempurna dari Meditasi Roso yang diberikan oleh Energi Ilahi (menyatu dengan Energi Ilahi). Dalam proses ini; Energi Ilahi tidak lagi dicari. Tetapi terintegrasi dengan orang tersebut tanpa perlu mencarinya lagi.

Pencapaian ini adalah tingkat tertinggi yang dapat dicapai manusia mana pun dalam pencarian Energi Ilahi. Ini disebut 'Sangkan Paraning Dumadi.

Menurut Spiritualisme Jawa; Harta, kemakmuran dan kemiskinan itu apa sebetulnya?

Didalam ajaran Jawa intinya adalah keselarasan jiwa dan raga. Tidak ada keharusan untuk menjadi Kaya atau Miskin. Semuanya harus disesuaikan dengan masing2 jiwa dan raganya.

Tidak ada larangan untuk menjadi sangat kaya tetapi diharapkan keselarasan dalam berkehidupan dengan lingkungannya Juga, tidak dianjurkan untuk menjadi sangat miskin diharapkan keselarasan dengan sewajarnya dalam berkehidupan

Kemakmuran tidak dimaksudkan sebagai kekayaan yang melimpah; tetapi memiliki penghasilan yang cukup untuk dirinya atau keluarganya

Intinya semuanya diharapkan seimbang dan selaras

Mengenai, Serat Wedhatama terdiri dari:

1.      Pangkur - Pemujaan tubuh

2.      Sinom - Penciptaan Penyembahan

3.      Pucung – Sembah Jiwa

4.      Gambuh – Menyembah Rasa

Bagaimana penerapannya dalam Meditasi Jawa?

Tentang Serat Wedhatama, yang terdiri dari:

1.      Pangkur - Meditasi Tubuh

2.      Sonoma – Meditasi Cipta

3.      Pucung - Meditasi Jiwa

4.      Gambuh - Perasaan Meditasi

Pelaksanaan meditasi tersebut di Jawa dapat dikategorikan dalam dua kelompok

Kelompok pertama: mengikuti semua 4 meditasi langkah demi langkah dan setiap langkah membutuhkan proses dan waktu

Kelompok kedua: mereka dapat melakukan semua proses (keempat meditasi) dalam satu waktu

Kedua kategori tersebut harus melalui proses yang tidak mudah dan waktu yang lama. Yang membedakan adalah pemahaman meditator terhadap proses yang dilaluinya.

Yang harus dipahami terlebih dahulu adalah: dalam Serat Wedhatama bagian ke 1  pada hakikatnya merupakan gambaran dasar kehidupan manusia di dunia nyata. Hal-hal yang diuraikan dalam Pangkur merupakan pedoman dasar bagi manusia dalam mempersiapkan diri menuju kesempurnaan.

Sembah Raga adalah penghormatan atau meditasi yang hanya dilakukan oleh tubuh kita. Tidak masalah, apa agama Anda dan meditasi ini paling sering dilakukan dan diajarkan kepada masyarakat umum yang ingin belajar meditasi untuk tujuan apapun. Meditasi Raga tidak bergantung pada ritual atau prosesi tertentu. Meditasi dapat dilakukan di mana saja dan oleh siapa saja

Padahal ini hanyalah Meditasi yang paling dasar; namun harus dipahami dengan benar agar bisa melanjutkan ke level berikutnya. Banyak orang menganggap Meditasi ini tidak berguna; namun sebenarnya Meditasi ini adalah awal dari pemahaman dan kemampuan untuk menuju ke tingkat yang lebih tinggi.

Yang ke 2 : Meditasi Sinom – Cipta. Bisakah Anda menjelaskan artinya?

Sinom dalam kehidupan digambarkan seperti anak yang menjelang dewasa (masa remaja) yang umumnya berada ditahap mencari Jati Diri, ingin berontak keluar dari aturan dll. 

Oleh karena itu, didalam Sinom dilakukan yang disebut Sembah Cipta.

Di dalam Sinom, di ajarkan mengenai cara untuk mengatur keinginan2 yang bergejolak dalam diri manusia. Sembah Cipta ini ditujukan agar manusia itu belajar memahami dirinya sendiri.

Disini diberi contoh nama2 besar di Jawa yang melakukan hal ini, seperti: Panembahan Senopati, Ratu Kidul dll. Disini di berikan gambaran bahwa kekayaan, kecantikan, kedudukan dan kewibawaan pun belum tentu bisa memberikan ketenangan batin.

Juga dijelaskan bahwa mempelajari ilmu2 yang datang dari luar belum tentu bisa memberikan ketenangan batin, juga.

Intinya adalah: Sembah Cipta ini adalah peningkatan diri dari Sembah Raga untuk bisa mengatur keinginan keduniawian manusia. Jadi, Sembah Cipta adalah meditasi yang lebih mendalam; dalam hal memahami diri sendiri.

Meditasi Ke 3 adalah Meditasi Pucung – Jiwa. Apa yang dimaksud dengan Meditasi Jiwa?

Pada Meditasi Jiwa ini, yang melaksanakan sudah mulai memahami Sembah Raga dan Sembah Cipta. Didalam Sembah Jiwa ini; pelaku meditasi belajar untuk mengenal Ruh diri sendiri. Karena didalam Meditasi Cipta di pelajari cara mengatur semua sifat keduniawian maka didalam Meditasi Jiwa ini pengenalan diri sudah lebih mendalam dan ketenangan jiwa sudah lebih bisa dikuasai.

Didalam Meditasi Jiwa ini, para pelaksana sudah terlihat di dalam kehidupan kesehariannya menjadi lebih sabar dan keinginan keduniawiannya sudah tidak menggebu-gebu lagi.

Jadi, peningkatan pemahaman ini dapat dilihat dari perilaku pelaksananya.

Dan, didalam meditasi Jiwa ini karena sudah lebih mengenal Ruh diri sendirinya; pelaksana sudah mulai belajar mengenal ROSO. Didalam Sembah Jiwa ini sudah mulai muncul kesadaran untuk menuju Sang Pencipta.

Bagaimana dengan meditasi ke 4 ?

(Meditasi Roso) Didalam Sembah Roso ini; pelaku dalam meditasinya sudah bisa memisahkan antara Roso dan Pangroso. Jadi didalam manembah benar2 Ruh sejatinya

Inilah yang disebut Manunggaling Kawulo Gusti dan Sangkan Paraning Dumadi

Inilah Meditasi Jawa yang sesungguhnya dan yang dituju oleh manusia.

Portal Pintu Gerbang Roh

Tubuh manusia memiliki banyak ganglia – namun satu-satunya yang diketahui adalah ulu hati. Seringkali juga dikaitkan dengan peran yang melampaui efek organik dan menyentuh area emosi dan kehidupan psikis. Apakah ini suatu kesalahan, ataukah ulu hati sebenarnya berhubungan dengan peristiwa non-materi?

Tugas solar plexus adalah menerima informasi dan keputusan dari inti non-materi seseorang, dari roh. Dari sini, impuls roh diteruskan ke otak, pusat kesadaran kita sehari-hari.

Tempat kedudukan kepribadian manusia adalah ruh non-materinya, sedangkan otak hanyalah alat yang disediakan baginya.

Agar informasi yang berasal dari ruh dapat sampai ke otak, diperlukan jalur komunikasi. Di dalam tubuh, jalur ini dimulai pada tingkat solar plexus, yang sampai batas tertentu mewakili 'pintu gerbang' bagi roh ke tubuh.

Gambaran ini mendapat konfirmasi anatomi: ulu hati terletak di antara dua cabang sistem saraf otonom yang berasal dari sepersepuluh dari dua belas pasang saraf kranial.

Pleksus surya dan 'tali perak'

Pleksus surya juga merupakan tempat di mana orang-orang waskita mengenali 'tali perak', yang menghubungkan tubuh dan jiwa. Tali perak itu seperti tali pusar yang terbuat dari bahan yang lebih halus dan memungkinkan jiwa menghidupkan tubuh fisik. Tali perak juga disebutkan dalam Alkitab (Pengkhotbah 12, 6), dengan putusnya tali ini menyebabkan terpisahnya tubuh dan jiwa, sehingga menyebabkan kematian.

“Teratai ketiga terletak di dekat pusar dan memiliki 10 kelopak. Dikatakan memberikan segala sesuatu yang baik, termasuk kebahagiaan. Nama yang diberikan untuk pusat ini adalah Teratai Manipura, dan Yogi yang merenungkan pusat suci ini akan memperoleh kebahagiaan sempurna. Dia mampu menghancurkan kesedihan atau penyakit. Dia juga mampu memasuki tubuh orang lain dan memperoleh kekuatan mentransmutasikan logam, menyembuhkan orang sakit, dan kemampuan clairvoyance. Warnanya emas.”

Bait ke-13 Serat Wedhatama Mangkunegara 1V

Tan samar pamoring suksma,

Sinuksmaya winahya ing ngasepi,

Sinimpen telenging kalbu,

Pambukaning warana,

Tarlen saking liyep layaping aluyup,

Pindha pesating sumpena,

Sumusuping rasa jati.

Dalam Hening

Munculah Sang Sukma Sejati

Yang tersimpan di " Telenging Ati "

Sebagai pembuka tirai,

Antara keadaan jaga dan tidur,

Seperti kilatan mimpi,

Merasuknya Rasa sejati.

Sejarah Serat Wedhatama


KGPAA MANGKUNEGARA IV DAN SERAT WEDHATAMA

Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara IV lahir pada tanggal 3 Maret 1811 (Senin Pahing, 8 Sapar 1738 tahun Jawa Jumakir, Windu Sancaya) dengan nama kecil Raden Mas Sudira.

Semasa bertahta, MN IV mendirikan pabrik gula di Colomadu (sebelah barat laut kota Surakarta, telah ditutup) dan Tasikmadu, memprakarsai berdirinya Stasiun Kereta Api Solo Balapan sebagai bagian pembangunan jalur rel kereta api Solo – Semarang, kanalisasi kota, serta penataan ruang kota.

Pada masa pemerintahannya, pihak istana Mangkunegaran menulis kurang lebih 42 buku, di antaranya Serat Wedhatama, dan beberapa komposisi gamelan. 

Salah satu karya komposisinya yang terkenal adalah Ketawang Puspawarna, yang turut dikirim ke luar angkasa melalui Piringan Emas Voyager di dalam pesawat antariksa nirawak Voyager I tahun 1977.

Apa yang hilang dari pemahaman Serat Wedhatama? Yang kurang adalah pemahaman dasar tentang keyakinan KGPAA Mangkunegoro IV. Dia mengabdikan diri pada ajaran leluhur Jawa, titik.

Dia tidak mengharapkan kita untuk mengikutinya; ia hanya menyampaikan pemikiran dan pengalaman pribadinya. Hidup kita adalah pilihan kita sendiri untuk melakukan apa yang ingin di lakukan. Perbedaan utama antara keyakinannya dan keyakinan yang lain adalah tentang cara menemukan Tuhan. Dalam kepercayaan leluhur Jawa, pelajaran mendasar untuk menemukan Tuhan hanya dapat dilakukan melalui pemahaman mengenai tubuh, pikiran dan jiwa kita. Jadi, dia mencari kedalam diri sendiri melalui pemahaman tentang Meditasi Raga (Tubuh), Cipta (Pikiran), Jiwa (Ruh) dan akhirnya (jika Anda rajin) semoga Tuhan memberkati dengan Meditasi ROSO sebagai yang terakhir dan tertinggi. Banyak orang yang tidak memahami perkataannya, meski dibaca berkali-kali dan selalu memaksakan keyakinannya pada naskah ini. Dia menyebutkan ini dengan jelas di Sinom - ayat no. 24

Lamun sira paksa nulad,

Tuladhaning Kangjeng Nabi,

O, ngger kadohan panjangkah,

Wateke tan betah kaki,

Rehne ta sira Jawi,

Sathithik bae wus cukup,

Aywa guru aleman,

Nelad kas ngepleki pekih,

Lamun pangkuh pangangkah yekti karahmat.

Terjemahan bahasa Indonesia

Kalau kau ingin meniru,

karakter dari Nabi itu

Anakku, kau melangkah terlalu jauh,

budayanya berbeda,

karena kamu orang Jawa

dan kesederhanaan adalah hidup kita,

kelancangan bukan diri kita.

Mereka mendambakan meniru hidup kita,

tetapi, kalau kamu mengerti Jawa,

kamu pasti mengerti.

Kalau kau ingin meniru,

karakter dari Nabi itu

Anakku, kau melangkah terlalu jauh,

budayanya berbeda,

karena kamu orang Jawa

dan kesederhanaan adalah hidup kita

Dalam Serat Wedhatama ditekankan pentingnya memahami makna 'Bersatu dengan Tuhan'

Sebab, penjelasan detail tentang spiritualisme Jawa sejati yang masih bisa dibaca hingga saat ini dan mengupas secara lengkap makna hidup manusia -dari lahir hingga meninggal dunia- tertulis dalam Wedhatama; yang diciptakan oleh Mangkunegoro IV  (1809-1881)

Serat Wedhatama yang ditulis oleh Mangkunegoro IV sebenarnya karena kekecewaannya terhadap sikap keluarga dan anak kandungnya yang mengagungkan ajaran agama yang datang dari luar Jawa (rantau) dan merendahkan ajaran spiritualisme Jawa yang telah terbukti ketahanannya selama ribuan tahun.

Dalam Serat Wedhatama diajarkan hal-hal sebagai berikut:

1. Agama atau ageman bukan hanya tentang fisik; tetapi juga berupa makna yang harus dipahami dalam kehidupan

2. Ageman harus mampu membuat manusia berproses secara mandiri dan tidak tergantung pada petunjuk Kitab Suci manapun, atau Nabi dsb; yang bahasanya tidak diketahui atau dimengerti

3. Dalam Serat Wedhatama ditekankan pentingnya memahami makna 'Manunggaling Kawulo Gusti'

Banyak orang berpikir bahwa; kerendahan hati adalah kemiskinan, itu adalah konsep yang salah. 

Anda bisa menjadi sekaya yang Anda inginkan, tetapi Anda juga bisa menjalani hidup Anda sesederhana yang Anda inginkan. 

Jadilah kaya dan tetap rendah hati dalam hidup Anda.

Konsep Manunggaling Kawulo Gusti

Kantuk Yang Tak Berujung Lelap 

Konsep Manunggaling Kawulo-Gusti adalah sebuah konsep tentang apa yang oleh Serat Wedhatama diistilahkan sebagai “Roroning Atunggil” 

Konsep kemanunggalan dalam budaya Jawa bukanlah kemanunggalan di mana dua unsur melebur menjadi satu dan tak lagi dapat dibedakan. Kawula dan Gusti, meski tak dapat dipisahkan, tapi tetap dapat dibedakan. 

Seperti yang diperlambangkan oleh Wedhatama dengan Gula dan Manisnya.

Pada konsep Ketuhanan, istilah pamor tersebut dapat terjadi ketika segala hijab (warana) antara kawulo (suksma sejati) dan Gusti (suksma kawekas) tersingkap. 

Suasana itu tak ubahnya suasana 

Kantuk Yang Tak Berujung Lelap 

(Liyep Layaping Aluyup).

Liyep layaping aluyup terjadi ketika frekuensi otak berkisar di antara 7-13 Hz. 

Di antara pikiran sadar dan bawah sadar, yang membelah tetapi juga menyatukannya, terletak tingkat kesadaran ketiga: Supra Sadar. Keadaan ini dimulai pada garis pemisah yang halus antara tidur dan bangun. 

Jika Anda dapat menangkap pikiran Anda tepat pada saat Anda tertidur, atau pada saat yang sekilas sebelum kesadaran Anda naik ke kesadaran penuh, Anda mungkin menemukan bahwa Anda dapat dengan lembut tergelincir ke alam semi- Super Sadar, atau masuk ke dalam kesadaran Supra Sadar penuh.

Tan samar pamoring suksma

Sinuksmaya winahya ing asepi

Sinimpen Telenging Kalbu

Pambukaning warana

Tarlen saking liyep layaping aluyup

Pindha pesating sumpenan

Sinimpen ing rasa jati

—Serat Wedhatama

Tiada ragu berkumpulnya Suksma

Merasuk ke wadah keheningan

Dipendam dalam Pusat Hati

Tersingkapnya hijab 

Tiada lain seperti kantuk yang tak berujung lelap 

Tersusupi Rasa Sejati.

Ajaran Manunggaling Kawulo Gusti

Tuhan Didalam Diri

Rahasia Suci yang disembunyikan dari bangsa-bangsa di masa lalu telah diungkapkan kepada Anda. Paulus adalah seorang Ibrani dan dia juga seorang Yahudi. Sangat penting untuk mengetahui siapa Paulus. Itu bukan orang yang sebenarnya. Itu adalah sekolah pemikiran gnostik, itu adalah kebijaksanaan esoteris. Siapa pun itu, mungkin sekelompok orang, mungkin sebuah sekolah, mungkin Apollo, karena itulah artinya. Ada empat kasta menurut freemason. Kita hidup di bawah sistem freemason apakah Anda suka atau tidak. Menurut sistem ini, ada empat kasta spiritual umat manusia. Ada orang Ibrani di atas, dan ada kasta di atasnya – disebut Kelios, yang disempurnakan, dan jumlahnya sangat, sangat sedikit. Lalu orang Yahudi, lalu orang Israel dan coba tebak siapa yang paling bawah? Orang Kristen. Mereka adalah prajurit infanteri. “Pergilah berperang. Kami akan membuat seragam seperti yang telah kami lakukan sebelumnya.” Ini bukan ras, ini kasta. Paulus adalah orang Ibrani dan Yahudi tetapi dia tidak menyadari pangkat Telios di atasnya tetapi dia jelas salah satu dari para freemason yang mengetahui Ilmu Rahasia. Dan rahasia Suci adalah Kristus di dalam, bukan Kristus di luar karena tidak pernah ada.”

Di bawah otak bagian dalam terdapat kolostrum, atau dikenal juga sebagai kolostrum suci karena mengeluarkan cairan. Sekresi dan rahasia adalah kata yang sama. Cairan tersebut melewati kelenjar pineal dan kelenjar pituitari dan berubah menjadi gaya listrik. Ada tiga saraf yang menuju ke tulang belakang, yaitu sumsum tulang belakang, pingala, dan ida. Pingala berasal dari kelenjar pineal dan bersifat elektrik serta jantan, dan menuju ke sumsum tulang belakang.

Di sisi lain adalah kelenjar pituitari, yang feminin dan merupakan “Maria”… “Joseph dan Maria, madu dan susu karena mereka masing-masing mengeluarkan madu dan susu. Dia mengirimkan energi magnetik. Cairan tersebut mengalir hingga ke chakra sakral, chakra bawah kedua, di bawah ulu hati. Sakral adalah kata rahasia dan rahasianya ada di atas di surga, di otak besar, kolostrum suci, atau dengan kata lain, Kolostrum Santa dan Anda harus turun hingga ke cerobong asap untuk membawa hadiah ke tempat suci tempat pleksus suci terhubung ke lima tulang sakral dari 33 ruas tulang belakang.

Ada 5 bagian tulang belakang. Bagian paling bawah kedua adalah 5 tulang belakang yang menyatu yang disebut “tulang belakang sakrum”, jadi ini adalah “Rahasia Suci”. Setiap 29 setengah hari, bulan akan berada di tanda matahari Anda saat Anda lahir. Saat bulan ada di sana, dalam cairan itu ada benih yang lahir dan lahir di Ulu Hati, Telenging Ati, atau di sebut sebagai: Solar Plexus. 

Jadi setiap bulan, saat bulan berada di tanda matahari Anda, “benih” itu ditempatkan di Betlehem. Betlehem adalah ulu hati. 

Itu adalah Virgo di cakra ke-3, ulu hati, daerah perut. Itulah Betlehem, rumah roti. Virgo adalah orang yang memegang selubung gandum di tangannya. Beth berarti “rumah” dan lehem berarti “roti”. Dia adalah ibu perawan dari anak itu, benih yang lahir di ulu hati setiap bulan. Jika kita memakan buahnya, minum alkohol atau berhubungan seks selama masa menstruasi, benih itu akan terbuang sia-sia, hilang selamanya. Pria yang sedang orgasme baru saja menyia-nyiakan benih itu dan ia telah merusak sekresi Kristus yang berasal dari Sinterklas, kolostrum, yang dibedakan oleh kedua orang tua anak itu, Yusuf dan Maria yang sedang menantikan kedatangan Kristus kembali. Jika Anda tidak menyia-nyiakan benih Kristus itu, Anda kemudian dapat mengubah benih itu saat ia terus bergerak ke atas dan kembali ke tempat asalnya.

Yang terjadi pada akhirnya adalah cairan ini sampai ke suatu tempat yang disebut pons dan medula oblongata, yang merupakan salah satu dari empat otak manusia. 

Kita memiliki otak besar, otak kecil, medula oblongata, dan ulu hati. 

Ketika sampai di sana, cairan ini melewati saraf pneumogastrik: pneumo yang berarti udara, atau paru-paru, dan gastrik adalah lambung. Jadi, ini adalah saraf yang mensuplai lambung dan paru-paru. Jika Anda melihatnya, saraf ini tampak seperti pohon. Kedua saraf tersebut berasal dari kelenjar pineal dan kelenjar pituitari di salah satu dari empat ruang yang disebut empat ventrikel di otak. Di antara kedua kelenjar tersebut terdapat talamus optikus.

Ketika minyak naik dan melewati saraf pneumogastrik, ia akan “disalib”. Yusuf dan Maria senang bahwa putra mereka disalibkan karena kecuali ia disalibkan, ia tidak dapat menyelamatkan dunia. Anda tidak dapat diselamatkan kecuali minyak itu menyentuh thalamus optikus, yang berbentuk seperti Telur.

Telur kosmik di mana Semar lahir. 

“Karena kami adalah Tanah Suci.”

Manunggaling Kawulo Gusti

 

Jangan percaya bahwa pembebasan dan samsara ada di suatu tempat di luar sana, ia ada di sini, dalam diri kita. 

Intinya adalah ini: kita perlu tahu bagaimana untuk melarutkan pikiran. Tanpa mengetahui ini, kita tidak dapat menghapus karma dan emosi mengganggu. Dan dengan demikian fenomena karma tidak lenyap; pengalaman terdelusi tidak berakhir. Kita memahami juga bahwa satu pikiran tidak dapat membatalkan pikiran lain. Satu-satunya yang dapat melakukan ini adalah 'keterjagaan bebas-pikiran' (thought-free wakefulness). Ini bukan suatu keadaan yang jauh dari kita: 'keterjagaan bebas-pikiran' benar-benar ada bersama dengan setiap pikiran, tidak terpisahkan darinya -- tapi pemikiran mengaburkan atau menyembunyikan kenyataan mendasar ini. 'Keterjagaan bebas-pikiran' langsung muncul pada saat pikiran larut, pada saat pikiran lenyap, menghilang, runtuh.

Cukup tangguhkan pemikiran Anda dalam keadaan jaga tanpa-melekat: itulah pandangan yang benar. Satu hal penting dalam ajaran tentang intisari pikiran adalah bahwa ajaran itu harus sederhana dan mudah untuk dilatih. Semakin sedikit Anda melekat dan memegang, semakin terbuka dan bebas ia.

Batin adalah kosong, sadar, menyatu, tak terbentuk. Harap jadikan arti dari kata-kata ini sesuatu yang menunjuk pada pengalaman Anda sendiri. Anda juga dapat mengatakan, batin adalah "kesatuan tak-terbentuk dari pengenalan-kosong." Ini adalah kata-kata yang sangat berharga dan mendalam. "Kosong" berarti bahwa pada dasarnya batin ini adalah sesuatu yang kosong. Hal ini mudah untuk disepakati : kita tidak bisa menemukannya sebagai benda. Ia tidak dibuat kosong oleh siapa pun, termasuk oleh kita -- sekadar kosong secara alami, sejak awal begitu.

Pada saat yang sama, kita juga memiliki kemampuan untuk tahu, untuk mengenal, yang juga sesuatu yang alami dan tidak dibuat. Kedua kualitas ini -- kosong dan tahu -- bukan dua entitas yang terpisah. 

Keduanya adalah kesatuan tak terpisahkan. 

Setiap kali ada pikiran dualistik, ada pengalaman terdelusi. Pengalaman terdelusi dari makhluk hidup disebut tidak murni karena terlibat dengan karma dan emosi-mengganggu. Dalam pengalaman terdelusi, ada upaya untuk menerima dan menolak, ada harapan dan ketakutan. Harapan dan ketakutan adalah menyakitkan : itulah penderitaan. Setiap kali ada pemikiran, terdapat harapan dan ketakutan. Setiap kali ada harapan dan ketakutan, di situ ada penderitaan.

Pengalaman meditasi seorang yogi bebas dari membiarkan pikiran normal. Ini adalah sesuatu yang lain daripada terlibat dalam pemikiran normal. Kita bisa menamakannya keadaan shamatha atau vipassana atau nama lain, tetapi pada dasarnya tidak sama dengan berpikir biasa. Pengalaman-pengalaman meditasi seorang yogi adalah baik dan mereka menjadi nyata karena membiarkan batin menetap dalam keseimbangan. Yang paling terkenal dari suasana batin meditatif disebut kebahagiaan, kejernihan dan tanpa-pikiran. Suasana batin itu terjadi selama meditasi vipassana, tetapi dapat juga muncul selama praktik shamatha. Melalui pelatihan meditasi, pikiran menjadi lebih jelas, lebih jernih. 

Tetapi jika kita tidak terhubung dengan seorang guru yang kompeten dan jika kita tidak tahu cara-cara yang tepat dalam menangani keadaan-keadaan meditatif ini, kita mungkin menganggap bahwa kita adalah makhluk tercerahkan yang luar biasa. Itu menjadi hambatan; bahkan dapat menjadi rintangan yang berat.

Ajaran Syaikh Siti Jenar tentang 'ADA'

Lantas, ajaran macam apa sebetulnya, yang dianggap “benar tapi berbahaya”, sehingga penyebarnya begitu patut menerima hukuman mati dalam pandangan Walisanga?

Kawula dan gusti sudah ada dalam diriku, siang dan malam tidak dapat memisahkan diriku dari mereka. Tetapi hanya saat ini nama kawula-gusti itu berlaku, yakni selama saya mati. Nanti, kalau saya sudah hidup lagi, gusti dan kawula lenyap, yang tinggal hanya hidupku, ketenteraman langgeng dalam Ada sendiri.

Hai Pangeran Bayat, bila kau belum menyadari kebenaran kata-kataku maka dengan tepat dapat dikatakan, bahwa kau masih terbenam dalam masa kematian. Di sini memang banyak hiburan aneka warna. Lebih banyak lagi hal-hal yang menimbulkan hawa nafsu. Tetapi kau tidak melihat, bahwa itu hanya akibat pancaindera.

Itu hanya impian yang sama sekali tidak mengandung kebenaran dan sebentar lagi akan lenyap. Gilalah orang yang terikat padanya, tidak seperti Syeh Siti Jenar. Saya tidak merasa tertarik, tak sudi tersesat dalam kerajaan kematian. Satu-satunya yang kuusahakan, ialah kembali kepada kehidupan.

Pada akhirnya.. kembali pada kehidupan

Perbedaan pokok antara kedua tokoh itu ialah Al-Hallaj selalu ditampilkan sebagai seorang sufi yang terbenam dalam cinta akan Tuhan, sedangkan dalam diri Siti Jenar sifat tadi hampir tidak tampak. Siti Jenar terutama dikisahkan sebagai seorang yang mandiri, akal bebas yang tidak menghiraukan raja maupun hukum agama; tak ada sesuatu pun yang menghalanginya menarik kesimpulan dari ajarannya.

Sebagian umat Islam menganggapnya sesat karena ajarannya yang terkenal, yaitu Manunggaling Kawula Gusti, akan tetapi sebagian yang lain menganggap bahwa Syekh Siti Jenar adalah intelektual yang sudah mendapatkan esensi Islam itu sendiri.

Wirid Syeh Siti Jenar,

Kehidupan adalah perpanjangan tangan Tuhan

Ngurub-urip utusan gusti

Keadaan segala kehidupan wajah Tuhan

Métu urub dating gusti

Tuhan berkehendak dalam hati

Gusti obah sakjeruning ati

Tuhan berkehendak dalam kehidupan

Gusti obah sakjeruning urip

Kehendak rasa adalah rasa kebenaran

Nyipto roso, roso sejati

Kebenaran rasa semoga menyatu dalam sanubari

Sejatining roso manunggalo marang siro.

Dalam Serat Dharmagandul dikisahkan bahwa konon Sabdapalon akan datang kembali bersama agama budi-nya yang 500 tahun sempat tersisih oleh agama Islam. Hal ini senada pula dengan Serat Jangka Seh Bakir yang pernah menyatakan bahwa umur tanah Jawa adalah selama 2100 tahun. Serat Jangka Seh Bakir sendiri mengisahkah pertemuan antara Syekh Subakir dengan Dahyang pulau Jawa: Semar dan Togog.

Lebih lanjut Sunan Bonang berkata, “Kesempurnaan orang yang telah sempurna makrifatnya, pandangannya akan hilang lenyap, tidak ada yang dilihat, ia menjadi penglihatan Tuhan yang Mahaagung, yang menyembah menjadi Yang Disembah. Semua kehendaknya hilang karena ia sudah diliputi Yang Maha Berkehendak. Tidak ada gerak yang disengaja sebagai pribadi karena diri telah menjadi buta, tuli, dan bisu, semua lenyap. Semua gerak berasal dari Allah.”

Sinuhun Majagung memaparkan ilmunya, “Menurut pendapat kami, di akhirat tidak ada lagi yang disebut iman, tauhid, dan makrifat. Semua itu hanya ada di sini (dunia); di akhirat sudah tidak ada lagi. Hubungan yang sejati antara kawula dengan Gusti terungkap dalam memuji dan menyembah. Perbuatan serupa itu di akhirat tidak ada lagi. Bila orang tidak beriman dan tidak mengenal ilmu sejati, dia tidak berkembang menjadi manusia sempurna.

Sunan Gunung Jati membabar ilmu sebagai berikut, “Yang disebut makrifat ialah memandang Tuhan sedemikian rupa, sehingga di luar Dia tidak ada lagi sesuatu. Tidak ada dua atau tiga. Allah hanya Tunggal.”

Sunan Kalijaga berkata, “Arahkan perhatianmu kepada yang berikut tanpa ragu-ragu. Manusia harus memandang Tuhan, tetapi bagaimana cara memandang-Nya, karena Tuhan tidak memiliki rupa, tidak bertempat dan tidak berwarna, tidak berwujud dan tidak terikat tempat (maqam) dan waktu (zaman). Sebenarnya, ada-Nya ialah tiada, tetapi andaikata Dia memang tidak ada, maka alam raya tentu jadi kosong dan tidak ada.”

Syekh Bentong membabar ilmunya pula, “Yang disebut Allah sebetulnya tidak berbeda dengan kawula yang merupakan manifestasi-Nya; Nyawa di dalam kawula itu melaksanakan kemanunggalan tersebut.”

Syekh Maulana Maghribi membabar ilmunya sebagai berikut, “Yang disebut Allah sesungguhnya Ada yang mutlak ada…”.

Syekh Lemah Abang berujar, “Marilah kita berbicara dengan terus terang bahwa Aku ini adalah Allah. Akulah yang sejatinya disebut Prabu Satmata (salah satu nama Syiwa), tidak ada yang lain yang disebut Ilahi.”

Maulana Maghribi menyela, “Tapi itu jisim (tubuh) namanya.”

Syekh Lemah Abang menyahut, “Saya menyampaikan ilmu yang membincang Ketunggalan. Ini bukan jisim (tubuh), dan selamanya bukan tubuh, karena tubuh hakikatnya tidak ada. Yang kita bincang adalah ilmu sejati. Kepada semuanya saja, kita buka tabir rahasia ilmu sejati.

Siti Jenar memandang dalam kematian terdapat sorga neraka, bahagia celaka ditemui, yakni di dunia ini. Sorga neraka sama, tidak langgeng bisa lebur, yang kesemuanya hanya dalam hati saja, kesenangan itu yang dinamakan sorga sedangkan neraka, yaitu sakit di hati.

Syeh Siti Jenar menjelaskan wacana kesatuan makhluk yaitu dalam pengertian akhir hanya ALLAH yang ada dan tidak ada perbedaan ontologis yang nyata yang bisa dibedakan antara ALLAH, manusia dan segala ciptaan lainnya. Sunan Giri menyatakan bahwa wacana itu benar,tetapi meminta jangan diajarkan karena bisa membuat masjid kosong dan mengabaikan syariah. Siti Jenar menjawab bahwa ketundukan buta dan ibadah ritual tanpa isi hanyalah perilaku keagamaan orang bodoh dan kafir.

“Siapa sosok Herucokro itu, Gus?” “Herucokro itu Guru Kejawen-nya Syaikh Siti Jenar,” sahut Gus Dur. Lokasi makam Herucokro berada di salah satu Alas(hutan) di Ngawi, Jawa Timur.

Pencerahan yang Sebenarnya

 

Permata Berharga

Pencerahan pertama adalah Penyatuan dengan Tuhan (Manunggaling Kawulo Gusti) "Aku tidak ada yang ada hanyalah Tuhan."

Pencerahan kedua Pencerahan yang sebenarnya adalah Tuhan sirna (Aku tidak ada dan Tuhan pun tidak ada). Dalam versi yang sering saya ceritakan Tuhan itu adalah : Tuan. Sedang Tuhan yang sebenarnya adalah "The Unknown" Ada banyak orang yang berkhotbah tentang mengulang nama Tuhan dan meditasi, berpura-pura menjadi ahli yang sangat maju. Mereka mengklaim sebagai Master, sehingga mereka dapat mengumpulkan banyak penonton dan memamerkan keterampilan mereka. Tetapi pertunjukan bakat seperti itu bukanlah tanda pencapaian spiritual. 

Pencapaian spiritual menghindari publisitas. Latihan spiritual harus dilakukan dalam KEHENINGAN, jauh dari pandangan umum. Nama dan wujud Tuhan dipuja sebagai "permata berharga". Permata berharga tidak dibawa sebagai barang dagangan ke pasar. Hanya sayuran yang dipamerkan untuk dilihat semua orang.

Ajaran Sejati

Semua cerita, penjelasan, dan semua yang saya sebut pengetahuan hanyalah untuk hiburan, hanya agar kita dapat berhubungan satu sama lain pada tingkatan pribadi dan agar kita lebih bahagia saat bersama-sama. 

Tetapi, jangan membawa terlalu banyak sampah bersama Anda, karena itu bukanlah ajaran yang sejati. Ajaran yang sejati selalu tanpa bahasa, dan Anda selalu mengetahuinya. 

Anda tahu itu dari dalam : dengan tepat, sempurna, tanpa suatu penjelasan, dan tanpa pertukaran kata-kata. Banyak orang berpikir bahwa mereka telah kosong dan memperoleh Tao atau menyadari Kebuddhaan, Manunggaling Kawulo Gusti, dan sebagainya. 

Mereka berpikir bahwa mereka sudah tidak punya hasrat lagi, tidak punya apa pun, tidak punya, dan bahwa sejak mereka mengenakan baju longgar dan mencukur rambutnya, mereka sudah beres, berarti mereka semuanya kosong. Tetapi, sesungguhnya tidaklah demikian. Kekosongan bukanlah dari luar, itu berasal dari dalam. 

Jadi, begitu Anda menyadari bahwa Anda kosong, maka Anda tidak demikian, karena masih ada kesadaran di sana. Dan bau Zen Anda masih sangat kuat. Orang mengatakan itu sebagai “Penyakit Zen”. Jadi, kalau Anda memilikinya, sebaiknya Anda pergi ke dokter untuk menghilangkannya.





Meditasi Mencapai Keheningan

Meditasi pada Kesenjangan untuk Mencapai Keheningan Batin

Di India, ada pepatah yang mengatakan bahwa jika airnya deras, Anda tidak dapat melihatnya. Di sisi lain, jika airnya tenang, Anda akan dapat melihat menembusnya. 

Dengan cara yang sama, ketika pikiran dan emosi Anda tenang, Anda dapat melihat sifat sejati Anda. Anda dapat mencapai kesatuan dengan jiwa Anda yang lebih tinggi. 

Dalam agama Buddha ini disebut “Menyadari sifat Buddha (yang lebih tinggi) seseorang.”

Bagaimana Anda mencapai keheningan? Anda tidak mencapai keheningan dengan menghentikan proses berpikir, tetapi dengan menyadari keheningan batin. 

Di manakah lokasi keheningan batin ini? Itu ada di "celah". 

Mantra OM membantu, tetapi itu tidak cukup. Yang lebih penting adalah menyadari interval antara dua OM. Di antara dua OM ada celah atau keheningan. Ini disebut Meditasi di Celah.

Meditasi Kesadaran

Ketika Anda melakukan Meditasi Kesadaran pada Nafas, Anda tidak hanya harus menyadari inhalasi dan ekshalasi. 

Yang lebih penting adalah bahwa seseorang harus menyadari jarak antara menghirup dan menghembuskan napas, dan antara menghembuskan napas dan menarik napas. Di dalam celah ini ada keheningan. Seseorang harus berulang kali menyadari keheningan ini.

Berlatih Meditasi Kesadaran pada Pikiran

Anda tidak hanya harus waspada terhadap pikiran yang masuk dan keluar dari pikiran, tetapi juga waspada terhadap jeda atau celah di antara kedua pikiran tersebut, karena dalam celah ini terdapat keheningan. 

Dengan berulang kali menyadari keheningan batin ini, seseorang akan dapat mencapai perluasan kesadaran. 

Latihan mengulang mantra juga bagus, tetapi seperti latihan meditasi lainnya, lebih penting untuk menyadari celah antara kedua mantra karena keheningan ada di celah itu. 

Mazmur 46:10 menyatakan, “Diamlah dan ketahuilah, bahwa Akulah Allah .”

Tanda Penglihatan ketika Laku Samadhi

 

1. Laku semedi yang teracap kali melihat satu bintang berkerlip atau bercahaya, sebentar-sebentar hilang, sebentar-sebentar datang untuk menggoda badanmu, tandanya kamu belum betul dari semedimu.

2. Laku semedi yang teracap kali bisa melihat sebagian api merah atau bintang merah ini juga ada yang kurang baik dalam jasadmu, tandanya ada yang kotor dalam cipta-mu. Sebab hal itu berasal dari hawa nafsu kekotoranmu sendiri.

3. Laku semedi yang teracap kali kelihatan asap bergulung-gulung, bertimbun-timbun, itu pertanda ciptamu tidak bagus. Sebab itu berasal dari hawa kejahatanmu sendiri.

4. Laku semedi yang satu tempo badan jasad ini bisa bergerak-gerak seperti ada lindu/gempa. Tandanya cipta-mu payah dan mengandung keinginan yang susah diturutinya dan uap darah sendiri yang menimbulkan barang paksaan.

5. Laku semedi waktu tafakur di dalam hati penglihatan dan perasaan kita bisa berlipat hingga tiga (3) sampai lima (5) besarnya orang, ini tandanya kamu punya dasar yang kurang bagus. Itu berasal dari keinginan yang sudah terlalu melekat di dalam cipta dan susah dibuang. Walau dalam hal ini, kamu bisa melihat berwarna-warni bintang (biru, hijau, merah, putih). Ini berasal dari godaan dirimu sendiri.

6. Laku semedi yang bisa melihat potret dirinya sendiri, laksana melihat rupa di dalam kaca, ini yang paling bagus. 

Hati, usus, jantung, paru-paru, limpa ini bisa kelihatan wujud di depan mata dan bergerak-gerak, itu perkakas sama bernafas, dan sebentar-sebentar kelihatan rupanya sendiri seperti di waktu terang bulan, ini yang dibilang semedi betul.


Tanda Kemajuan Spiritual

Suara Halus Yang Menunjukkan Kemajuan Spiritual 

Ketika Yoga memasuki kondisi trance yang lebih dalam, panas Kundalini mulai mengalir ke seluruh tubuh, tubuh halus diaktifkan dan otak mengalami keheningan alami yang bergema. Yogin mengalami rasa kemurnian, peremajaan dan kewaspadaan di dalam. Pada titik ini, seseorang mungkin mendengar suara-suara halus di telinga, mencium bau dupa yang terbakar atau wewangian bunga (yang tidak berasal dari duniawi) dan melihat dunia gaib. Suara yang didengar yogi cenderung bervariasi tergantung pada kesadaran batin yang sedang diselaraskan. 

Postingan ini adalah kumpulan dari suara-suara halus seperti yang dicatat dalam berbagai kitab suci kuno. Seperti yang kita lihat, ada banyak kesamaan dalam deskripsi ini.

Yoga Upanishad

Yoga Upanishad adalah bagian dari Upanishad yang berisi berbagai teknik dan pengalaman Yoga. Bagian berikut adalah dari Hamsa-Upanishad :

Itu (#Nada, suara) (mulai terdengar seperti) dari sepuluh jenis. Yang pertama adalah Chini (seperti bunyi kata itu); yang kedua adalah Chini-Chini; yang ketiga adalah suara bel; yang keempat adalah keong; yang kelima adalah Tantiri (kecapi); yang keenam adalah suara Tala (simbal); yang ketujuh adalah seruling; yang kedelapan adalah Bheri (drum); yang kesembilan adalah Mridanga (gendang ganda); dan kesepuluh adalah awan (yaitu, guntur). Dia mungkin mengalami kesepuluh tanpa sembilan suara pertama (melalui inisiasi seorang Guru). Dan ini dari Nadabindu-Upanishad (ayat 31–41)

Yogi harus selalu mendengarkan suara (nada) di bagian dalam telinga kanannya. Suara ini, bila terus-menerus dipraktekkan, akan menenggelamkan setiap suara (dhvani dari luar …. Dengan bertahan … suara akan terdengar semakin halus. Mula-mula akan seperti apa yang dihasilkan oleh lautan (jaladhi), awan (jimuta), gendang ketel (bheri), dan air terjun (nirjhara).… Sesaat kemudian akan seperti suara yang dihasilkan oleh tabor (mardala, atau gendang kecil), lonceng besar (ghanta), dan gendang militer (kahala), dan akhirnya seperti suara denting lonceng (kinkin), seruling bambu (vamsa), kecapi (vina) dan lebah (bhramara). (Guy Beck, Sonic Theology, hlm 93-103)

Darsana-Upanishad ( 6.36.-38) menjelaskan suara yang terdengar ketika kesadaran menjadi terpusat di Brahmarandhra (ubun- ubun anterior), yang terletak di wilayah tengah atas kepala,

Ketika udara (prana) memasuki Brahmarandhra, nada (suara) juga dihasilkan di sana. awalnya menyerupai suara ledakan keong (sankha-dhvani) dan seperti tepukan guntur (megha-dhvani) di tengah; dan ketika udara telah mencapai bagian tengah kepala, seperti deru katarak gunung (giri-prasravana) Setelah itu, 0 Yang Bijaksana! Atman, sangat senang, akan benar-benar muncul di depanmu. Kemudian akan ada kematangan pengetahuan Atman (Ilahi) dari Yoga dan penolakan oleh Yogi dari keberadaan duniawi. (Guy Beck, Sonic Theology , hlm 93-103)

Shiva-Samhita

Wahyu ini berasal dari Shiva-Samhita.  Biarkan dia menutup telinga dengan ibu jarinya…. Ini adalah #Yoga yang paling saya cintai. Dari berlatih ini secara bertahap, Yogi mulai mendengar suara mistik (nadas). Bunyi pertama seperti dengungan lebah yang mabuk madu (matta-bhrnga), selanjutnya dari seruling (venu), lalu harpa (vina); setelah ini, dengan latihan Yoga secara bertahap, sang penghancur kegelapan dunia, ia mendengar suara lonceng yang berbunyi (ghanta) kemudian terdengar seperti gemuruh guntur (megha). (Guy Beck, Sonic Theology, hlm 93-103)

Teks teosofi

Dalam bukunya The Voice of the Silence , HPBlavatksy menjelaskan tentang suara yang dirasakan selama peningkatan penyerapan dalam keadaan trance. Ini adalah kutipannya, Sebelum Anda menginjakkan kaki Anda di atas anak tangga atas, tangga suara mistik, Anda harus mendengar suara Tuhan batin Anda dalam tujuh cara.

Yang pertama seperti suara merdu burung bulbul yang melantunkan lagu perpisahan dengan jodohnya.

Yang kedua datang sebagai suara simbal perak Dhyanis, membangunkan bintang-bintang yang berkelap-kelip.

Selanjutnya adalah seperti alunan merdu dari bidadari laut yang terkurung dalam cangkangnya.

Dan ini diikuti oleh nyanyian Vina.

Yang kelima seperti suara seruling bambu yang melengking di telingamu.

Selanjutnya berubah menjadi tiupan terompet.

Yang terakhir bergetar seperti gemuruh awan guntur yang tumpul.

Yang ketujuh menelan semua suara lainnya. Mereka mati, dan kemudian tidak terdengar lagi. (HP Blavatsky, Suara Keheningan )

Hatha Yoga Pradipika

Dalam Hatha Yoga Pradipika, syair berikut (nomor syair ditunjukkan dalam tanda kurung) merinci suara halus yang terdengar.

(69) Ketika simpul Brahma (dalam hati) ditembus oleh Pranayama, maka semacam kebahagiaan dialami dalam kekosongan hati, dan suara anahat, seperti berbagai suara gemerincing perhiasan, terdengar di dalam tubuh.

(72) Dengan cara ini simpul Wisnu (di tenggorokan) ditusuk yang ditandai dengan kenikmatan tertinggi yang dialami, Dan kemudian suara Bheri (seperti pemukulan saluran air ketel) berkembang dalam ruang hampa di tenggorokan.

(73) Pada tahap ketiga, suara genderang diketahui muncul di Sunya (ruang) di antara alis, dan kemudian Vayu pergi ke Mahasunya, yang merupakan rumah bagi semua siddhi.

(75) Ketika simpul Rudra ditusuk dan udara memasuki takhta Tuhan (ruang antara kedua alis), maka suara yang sempurna seperti seruling dihasilkan.

(84) Pada tahap pertama, suara-suara menggelegar, menggelegar seperti pemukulan drum ketel dan gemerincing. Pada tahap peralihan, mereka seperti yang dihasilkan oleh Keong, Mridanga , Lonceng, & c.

(85) Pada tahap terakhir, bunyinya mirip dengan bunyi denting, suling, veena, lebah, &c. Berbagai jenis suara ini terdengar seperti yang dihasilkan dalam tubuh. (Hatha Yoga Pradipika, Jilid 4).    Savitri . dari Sri Aurobindo

Sri Aurobindo membahas suara halus ini dalam puisinya Savitri . Kutipan pertama menyinggung "gumam kosmik" yang didengar oleh Yogi. Ini secara tradisional dikenal sebagai suara Anahata. Lihat bagian berikutnya di mana Ramakrishna membahas gumaman kosmik atau suara Anahata. Kutipan kedua adalah daftar suara (seruling, ruam jangkrik, lonceng gelang kaki, gong candi, lengkingan lebah) yang terdengar dalam tingkat penyerapan yang meningkat. 

Saat seseorang ditarik ke rumah spiritualnya yang hilang. Merasakan kedekatan cinta yang menunggu, Ke dalam lorong yang redup dan gemetar. Yang memeluknya dari pengejaran siang dan malam, Dia melakukan perjalanan yang dipimpin oleh suara misterius.        Gumaman beraneka ragam dan tunggal, Semua terdengar bergantian, namun tetap sama. Panggilan tersembunyi untuk kesenangan yang tak terduga. Sri Aurobindo , Savitri — I : The World-Soul

Dalam suara pemanggilan dari seseorang yang sudah lama dikenal dan dicintai,

Tapi tanpa nama bagi pikiran yang tidak mengingat, Itu menyebabkan kegairahan kembali hati yang membolos. Tangisan abadi memesona telinga tawanan.

Kemudian, menurunkan misteri angkuhnya, Itu tenggelam menjadi bisikan yang berputar-putar di sekitar jiwa. Tampaknya kerinduan seruling kesepian

Yang berkeliaran di sepanjang tepian ingatan. Dan memenuhi mata dengan air mata kebahagiaan kerinduan. Nada tunggal jangkrik dan berapi-api, Ini ditandai dengan melodi nyaring keheningan malam tanpa bulan Dan mengalahkan saraf tidur mistik. Ini reveille magis yang mendesak tinggi. Tawa perak gemerincing dari lonceng gelang kaki Menjelajahi jalan hati yang sepi; Tariannya menghibur kesepian abadi : Isak tangis manis yang lama terlupakan datang. Atau dari jarak jauh yang harmonis terdengar Detak langkah kafilah panjang Kadang-kadang, atau himne hutan yang luas, Pengingat khusyuk gong kuil, Lebah pemabuk madu di pulau-pulau musim panas Bersemangat dengan ekstasi di siang yang sepi, Atau lagu jauh dari laut peziarah. Sebuah dupa melayang di udara yang bergetar, Kebahagiaan mistik bergetar di dada. Seolah-olah Kekasih yang tak terlihat telah datang Menganggap keindahan wajah yang tiba-tiba Dan tangan-tangan gembira yang dekat bisa meraih kaki buronannya Dan dunia berubah dengan keindahan senyuman. Sri Aurobindo , Savitri — I: The World-Soul Ramakrishna Paramahansa

Dialog ini berasal dari Injil Ramakrishna di mana Ramakrishna Paramahansa menggambarkan suara Anahata yang merdu yang bergema di seluruh Alam Semesta. Ini analog tetapi tidak sama dengan radiasi Latar Belakang Gelombang Mikro Kosmik.

Prankrishna ( kepada Guru ): “Tuan, apa suara Anahata ?”

Guru: “Itu adalah suara spontan yang terus-menerus terjadi dengan sendirinya. Itu adalah suara Pranava, Om. Itu berasal dari Brahman Tertinggi dan didengar oleh para yogi. Orang-orang yang tenggelam dalam keduniawian tidak mendengarnya. Hanya seorang yogi yang tahu bahwa suara ini berasal dari pusarnya dan dari Brahman Tertinggi yang beristirahat di Lautan Susu. (Injil Ramakrishna)