Ketidaksamaan Ahli Tharekat Dan Paranormal


Secara pribadi, saya memandang ilmu keparanormalan adalah bagian dari ilmu yang apabila diterapkan secara benar merupakan lahan berdakwah. Bayangkan! begitu besar jumlah orang-orang bingung pada zaman edan ini. mereka berlari menuju cara-cara yang supranatural. Untuk itu menjadi paranormal haruslah diniatkan untuk menyelamatkan orang-orang bingung itu untuk kembali ke jalan Allah SWT.
Keyakinan bertarekat yang menghasilkan kekuatan Paranormal dilandasi bahwa seseorang yang bertarekat hanya semata-mata ingin menjadi  Paranormal, justru kekuatan itu tak mungkin didapatkan. Sebaliknya jika tarekat itu dilakukan sebagai jalan untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT maka secara tidak langsung akan muncul bias-bias ilahy yang menghasilkan kekuatan Paranormal. Seorang Paranormal belum tentu ber-Tarekat, tapi seorang Ahli Tarekat sudah pasti mempunyai kekuatan Paranormal. Menjadi paranormal bukanlah tujuan. Akan tetapi jalan keduanya memiliki arti, tergantung dari tingkat spiritual manusia itu sendiri.
Kiranya perlu dijelaskan pengertian antara syareat, tarekat, hakikat dan makrifat. Syareat adalah amal atau ibadah yang disitu manusia hanya melaksanakan apa yang diperintah.Tarekat adalah suatu cara atau jalan  mengerjakannya. Hakikat adalah mengetahui dari mana asalnya/yang tersirat. Sedangkan makrifat adalah ilmu yang mengutamakan nilai tatakrama manusia kepada Allah SWT.
Jadi tujuan akhir dari seorang yang bertarekat adalah meraih hakikat kemudian makrifat, tanpa meninggalkan syareat menuju keridhaan Allah yang menghasilkan Anugerah-Nya yaitu diberinya manusia untuk mendengar dengan telinga-Nya.Melihat dengan mata-Nya, berfikir dengan hati-Nya dan ilmu Laduni.  
Akhirnya saya berharap semoga blog ini mampu memberikan manfaat bagi orang-orang yang tertarik ilmu supranatural.
Sekali lagi saya tegaskan, peran sebuah blog hanyalah penambah wawasan. 
Penulis tidak mengikhlaskan amalan -amalan yang ada di blog ini, baik berupa amalan/doa/mantera/pengasihan/kadigjayaan, dipergunakan di jalan yang tidak di ridhoi Allah SWT.
Jangan sembarangan/menyepelekan ilmu gaib, sebab tidak sedikit orang yang stress. Untuk itu saran penulis, mintalah petunjuk kepada Pembimbing/Mursyid atau Guru Spiritual ditempat tinggal anda.

Salam Rahayu...
Salam Sarkub...
Salam Budaya....



Penjelasan dan Arti Tawasul


Prof. Dr. M. Quraish Shihab

Tawassul, Jalan Andalan Mendekatkan Diri Kepada Allah (Al-Maidah: 35)
Tawassul adalah cara berdoa kepada Allah SWT dengan menggunakan perantara atau wasilah. Tawassul diperbolehkan dalam Islam, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur'an dan Al-Hadis.  

Tawassul bisa dilakukan dengan berbagai wasilah, seperti :  
• Amal baik
• Orang sholeh
• Asma Allah SWT
• Rasulullah SAW dan keluarganya
• Para wali-Nya
• Kaum muslimin 

Beberapa macam tawassul, di antaranya :  
• Tawasul bi asmaillah, yaitu tawassul dengan nama Allah
• Tawasul bi a'mal shalihat, yaitu tawassul dengan amal yang baik
• Tawasul bis shalihin, yaitu tawassul dengan orang-orang saleh
• Tawasul bi dzat, yaitu tawassul dengan dzat, seperti bi jahi (dengan kedudukan), bi hurmati (dengan kemuliaan), bi karamati (dengan kemurahan) 
Tawassul bisa menjadi sarana untuk menciptakan teladan dari figur tokoh agama agar menjadi inspirasi untuk mengikuti jejak ulama dalam beribadah dan berakhlak.  
Sebagian besar dari kita pasti sudah mengenal (bahkan sering mengamalkan) tawassul/wasilah. 
Yang masyhur dilakukan yakni seperti membaca shalawat (shalawatan) dan ziarah ke makam para wali, guru, atau orang-orang shaleh lainnya. Berikut ini penjelasan Prof. Dr. M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah surah Al-Maidah ayat 35. 
Kata (وسيلة) wasilah bermakna sesuatu yang menyambung sesuatu dengan yang lain. Wasilah adalah sesuatu yang menyambung dan mendekatkan sesuatu dengan yang lain, atas dasar keinginan yang kuat untuk mendekat. 
Tentu saja banyak cara yang dapat digunakan untuk mendekatkan diri kepada ridha Allah, namun kesemuanya haruslah yang dibenarkan oleh-Nya.
Ini bermula dari rasa kebutuhan kepada-Nya. Demikian Ibnu Abbas menafsirkan. 
Memang, jika seseorang merasakan kebutuhan kepada sesuatu, dia akan menempuh segala cara untuk meraih ridhanya serta menyenangkannya. Demikian juga dengan Allah swt. 
Dalam satu hadits Qudsi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Nabi saw bersabda, “Sesungguhnya Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Agung berfirman: ‘Barang siapa yang memusuhi wali-Ku (orang yang dekat kepada-Ku) maka sesungguhnya Aku telah nyatakan perang baginya. Tidaklah seorang hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku, dengan sesuatu yang lebih Aku senangi dari pada melaksanakan apa yang Aku fardhukan atasnya. Dan tidak pula hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri dengan melakukan amalan-amalan sunnah, sehingga Aku mencintainya. Bila Aku mencintainya, menjadilah Aku telinganya yang ia gunakan untuk mendengar, matanya yang ia gunakan untuk melihat, tangannya yang dengannya ia menghajar, dan kakiknya yang dengannya ia berjalan. Apabila ia bermohon kepada-Ku maka pasti Ku-kabulkan permohonannya, apabila ia meminta perlindungan-Ku maka pasti ia Ku-lindungi’.” 
Ayat ini dijadikan oleh sementara ulama sebagai dalil yang membenarkan apa yang diistilahkan dengan Tawassul – yakni mendekatkan diri kepada Allah dengan menyebut nama Nabi saw dan para wali (orang-orang yang dekat kepada-Nya), yaitu berdoa kepada Allah guna meraih harapan demi Nabi dan atau para wali yang dicintai Allah swt. 
Sementara orang tulis asy-Sya’rawi mengkafirkan orang-orang yang bertawassul. Tentu saja, bila ia percaya bahwa sang wali memberinya apa yang tidak diizinkan Allah atau apa yang tidak wajar diperolehnya, maka hal itu terlarang. 
Tetapi, jika ia bermohon kepada Allah dengan didasari kecintaannya kepada siapa yang ia yakini lebih dekat kepada Allah dari pada dirinya, maka ketika itu cintanyalah yang berperan bermohon, dan dalam saat yang sama ia yakin tidak akan memperoleh dari Allah sesuatu yang tidak wajar diperolehnya. 
Setelah menjelaskan hal di atas, Mutawalli asy-Sya’rawi, ulama Mesir kontemporer kenamaan itu, mengemukaan sebuah hadits yang juga sering kali dijadikan oleh para ulama sebagai alasan pembenaran wasilah/tawassul. 
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim, Abu Daud at-Tirmidzi dan an-Nasa’i bahwa ‘Umar Ibn al-Khaththab berkata : “Pada masa Nabi saw, jika kami kekeringan karena hujan tak turun, kami bertawassul dengan (menyebut nama) Nabi kiranya hujan turun. Setelah Nabi wafat, kami bertawassul dengan menyebut nama al-‘Abbas paman Nabi saw.” 
Imam al-Alusi termasuk ulama yang memperbolehkan tawassul. Setelah menjelaskan panjang lebar tentang wasilah dan tawassul, ulama ini berkesimpulan bahwa tidak mengapa berdoa kepada Allah dengan menyebut dan bertawassul atas nama Nabi saw, baik ketika beliau hidup maupun setelah wafat, dalam arti, yang bersangkutan berdoa kepada Allah demi kecintaan-Nya kepada Nabi Muhammad, kiranya Yang Maha Esa itu mengabulkan permohonan si pemohon. 
Ulama-ulama yang melarang bertawassul baik dengan nama Nabi saw lebih-lebih dengan para wali (orang-orang yang dekat kepada) Allah, karena dikhawatirkan hal tersebut tidak dipahami oleh masyarakat awam yang sering kali atau boleh jadi menduga bahwa mereka itulah – baik yang telah wafat atau masih hidup – yang mengabulkan permohonan mereka, atau bahwa mereka mempunyai peranan yang mengurangi peranan Allah dalam pengabulan permohonan mereka, atau bahwa mereka dapat memperoleh sesuatu yang tidak wajar mereka peroleh. Keyakinan semacam ini jelas terlarang bahkan salah satu bentuk mempersekutukan Allah swt. 
Disadari atau tidak, setiap hari kita sering ber-tawassul. Doa yang diawali (dan diakhiri) dengan shalawat adalah tawassul, membaca al-Qur’an (bahkan mengkhatamkannya) – untuk meminta ridha dan kebaikan dari Allah – juga termasuk bentuk tawassul. Lebih dari itu, aktivitas keseharian kita seperti makan, minum, belajar, bekerja, bersosialisasi, saya kira dapat dijadikan tawassul, selama apa yang kita lakukan tersebut kita niatkan sebagai wasilah/media dimintakannya ridha dan rahmat dari Allah swt. 
Wasilah/perantara melalui para wali (orang dekat, atau orang dalem) dari pihak yang kita mintai, kita yakini akan lebih mempermudah Permohonan.

















Ilmu Tharekat dan Khodam


Tanya : Assalamu'alaikum Wr Wb 
Apakah yang dimaksud ilmu Thoriqot?
Apakah ilmu khadam bisa dikategorikan ilmu tasawuf?

Jawab : Wa'alaikumussalam Wr Wb
Ilmu thoriqot sangat luas. Thoriqot pun banyak sekali, Qodoriyah, Naksabandiyah, Khalidiyah, Satariyah, Sadziliyah, Alawiyah, dan lain-lain. Itulah thoriqot yang diakui atau dikenal dengan thoriqot mu'tabaroh. Karena itu pelajarilah dahulu sejauh mana ilmu thoriqot. Sehingga kita masuk suatu thoriqoh bukan sekedar karena iming-iming fadhilahnya. Namun, yang pertama dan paling penting, bagaimana cara mendekatkan diri kepada Allah.Yang kedua, bagaimana kita selalu dekat disisi Allah SWT dan disisi Baginda Nabi Muhammad SAW. Silahkan saja memilih, yang jelas thoriqoh punya sanad muasalnya sampai kepada Rasulullah SAW. Thoriqot itu hakikatnya bukan ilmu kesaktian, ilmu thoriqot juga bukan untuk mencari kekayaan, menjadi seorang Wali atau mendapatkan karomah atau lebih-lebih mempelajari ilmu thoriqot sekedar untuk memperoleh khadam. Guru-guru thoriqot, bila mendapatkan karomah, justru merasa malu kepada Allah SWT.
Dia mawas diri, apakah pantas menerima karomah dari Allah SWT. Semua malah menjadi ujian, fitnah dan beban karena ketermasyuran itu bukan menjadi tujuannya. Makna fitnah ini bukan dari luar, seperti memfitnah dirinya. Namun datangnya dari diri sendiri, karena akan dikhawatirkan akan timbul egoisme, keakuan, sombong serta yang sifatnya kurang terpuji.
Pada hakekatnya ilmu thoriqot adalah pengamalan dari bentuk ihsan. Mampukah kita bersujud kepada Allah SWT seolah-olah kita melihat-Nya. Namun sulit hal ini dilaksanakan bagi awam. Kalau tauhidnya tidak kuat, kata-kata "seolah-olah melihat-Nya" nanti menimbulkan efek mengada-ngada.
Inilah yang sangat dikhawatirkan para guru thoriqot kepada murid-murid yang baru belajar. Kalau tidak mampu merasa seolah-olah melihat-Nya. Maka kita merasa dilihat dan didengar oleh Yang Maha Kuasa. Ini dulu..., Mampukah kita setiap hari mengamalkan sesuatu yang seolah-olah kita merasa dilihat dan didengar oleh Allah. Bila sikap ini tumbuh disetiap hati masing-masing pengamal thoriqot, Insyaallah akan melahirkan sifat-sifat yang terpuji antara lain :
1. Tumbuh takut kepada Allah (khauf), yang tujuannya akan menambah ketakwaan kepada Allah SWT. Kita akan mawas hati, muhasabah, dan takut jika kita digolongkan sebagai orang yang merugi.
2. Akan menumbuhkan sifat raja', mengharap semata-mata kepada Allah, karena khauf tersebut.
3. Akan menumbuhkan kecintaan kepada Allah, dan kebenaran akan dipegang kuat. Dalam arti benar hatinya, benar matanya, benar telinganya, benar tutur katanya, dan benar perilakunya.
4. Akan menumbuhkan, diantaranya, al-haya' (malu) kepada Allah. Dan karena cinta kepada Allah dan Rasulullah, maka kita akan malu kepada Allah dan Rasul-Nya kalau berbuat yang bertentangan dengan perintah-Nya. Bagaimana kita tidak malu? kita sudah mendapatkan keutamaan dari Yang Maha Kuasa berupa nikmat keutamaan beriman dan ber-islam, melalui Baginda Nabi Muhammad SAW, sedang kenikmatan iman dan islam merupakan kenikmatan yang luar biasa dari Allah SWT. Maka, jika keutamaan tidak dipergunakan sebagaimana mestinya, akan tumbuh rasa malu kepada Allah dan Rasul-Nya.
5. Akan menumbuhkan sifat syukur kita kepada Allah terhadap segala nikmat yang diberikan kepada kita, seperti nikmat iman dan islam, bisa membedakan mana yang haq dan mana yang bathil, mana halal dan mana haram, akhlaq yang baik dan akhlaq yang buruk.
6. Sabar. Makna sabar akan menuntun kita agar terhindar dari bujukan hawa napsu, lebih-lebih godaan setan, yang selalu masuk kedalam hati kita. Pintu masuk setan terbuka apabila kita tidak bisa memelihara kesabaran, artinya kurang bisa menahan diri dalam memerangi hawa napsu.
7. Muhasabah, memperhitungkan mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang menguntungkan atau merugikan diri kita masing-masing. Inti ilmu thoriqot adalah bagaimana dzikir yang kita baca itu dapat membersihkan hati kita dari sifat lupa kita kepada Allah dan Rasul-Nya. Karena lupa, akan menimbulkan sifat takabur dan sebagainya.
Thoriqot disini untuk membentengi segala hal dari perbuatan buruk, secara lahiriyah dan bathiniyah, terutama masalah kemusyrikan kepada Allah SWT. Supaya kita tidak terpengaruh atau masuk kedalam golongan orang yang menyekutukan Allah. Dzikirnya Lailahaillallah Muhammad Rasulullah. Sehingga terukir hiasan itu didalam hati dan menjadi sirr (rahasia) dan cahaya yang
akan menangkis segala yang merusak iman dan islam kita.
Ilmu tasawuf adalah ilmu yang bisa digunakan manusia untuk membuat hati kita menjadi zuhud, yakni hati kita bersih dari hasrat kepada hal-hal yang duniawi. Namun bukan berarti kita kemudian tidak berurusan dengan keperluan duniawi sama sekali, menjadi orang yang eksklusif dan terus bersikap tertutup bahkan menjadi orang yang apatis terhadap dunia. Bukan itu, jangan salah paham!
Umat islam dituntut jadi muzakki (pembayar zakat), beribadah haji, dan lain-lain.
Kalau kita menjauhkan diri dari dunia, bagaimana kita mampu menjadi muzakki, melaksanakan haji dan lainnya? Marilah kita seperti ikan dilaut, meskipun asin airnya, ikannya tidak ikut asin.
Sedangkan masalah khodam tidak ada keterkaitannya dengan ilmu tasawuf. Sebab makna zuhud tidak ada keterpautan hati selain Allah dan Rasul-Nya. jadi, mana mungkin kita akan tertarik kepada khadam dan sebagainya? Tetapi kita tidak menolak adanya khodam. Karena khadam itu sendiri berasal dari malaikat, yang diciptakan oleh Allah SWT untuk menjaga isi Al-qur'an, sehingga sampai titik dan hurufnya pun tidak berubah. Walau demikian bukan berarti Al-qur'an perlu bantuan dijaga oleh malaikat, tetapi justru sebaliknya, para khadam itu mendapat kehormatan untuk menjaganya. Nah, barang siapa ahli membaca Al-qur'an, para khadam itu dengan seizin Allah akan melayani
orang tersebut. Karena ikut menjaganya dalam bacaan. Khadam itu menghormati orang yang membaca Al-qur'an. Jadi, kita berthoriqot dan menuntut ilmu tasawuf bukan untuk sekedar menundukkan khadam. Bukan! Para khadam itu mendekat kepada kita karena bacaan Al-qur'an yang kita amalkan, bukan karena perbuatan yang lain. Dalam hal ini karena kita ikut menjunjung tinggi kehormatan Al-qur'an, bukan karena sebab dari kita. Para Auliya tidak ada yang Ta'alluq (terpaut hatinya) kepada ilmu khadam. Saya menyarankan, thoriqot harus kita pegang, kita bersihkan hati kita dari hal-hal yang bersifat duniawi, tetapi kita tetap berurusan dengan dunia, sebatas kita mendapatkan bekal untuk beribadah.
Wassalam.

Sufi dan Yoga

Para Sufi

Tanya : Saya menemukan dalam buku Anda dan dalam wawancara yang saya baca, pendekatan guru Anda tampaknya lebih terkait dengan yoga daripada tasawuf, gagasan tentang chakra, kundalini, atman.

Jawab : Ya. Anda lihat tasawuf dan yoga adalah satu hal yang sama. Itu hanyalah kata-kata, dalam hikmah tidak ada bedanya. Semua ajarannya benar-benar sama. Itu hanyalah jalan yang berbeda menuju Yang Esa. Guru kami sering berkata, "Kamu bisa mendekati puncak gunung dari sungai, dari jalan raya, dari kota, dari laut, tapi puncak gunung itu akan selalu menjadi salah satu puncaknya." Tidak masalah, dan juga perkataan Sufi yang luar biasa ini, "Jalan menuju Tuhan itu sebanyak manusia, sebanyak nafas anak manusia." Dia mengatakan kepada kami bahwa itu adalah pepatah Sufi kuno dan itu berarti Anda tidak perlu mengubah agama siapa pun. Tak perlu kamu bilang Tuhanku lebih baik dari Tuhanmu. 

Seperti di Irlandia, aku akan membunuhmu jika kamu tidak percaya pada Tuhanku, sampah apa itu!  Yang ada hanyalah Yang Tak Terbatas, Tanpa Nama, dan Anda tidak dapat memenjarakannya dengan memberinya nama apa pun. Kita para Sufi, kita menyebut Tuhan Yang Tercinta. Ya Rahman Ya Rahim. Ini bukan hakim, bukan pencipta, itu adalah Kekasih jiwamu.

"Tenggelamkan pikiran dalam cinta" Itu indah.

Ilmu Tharekat Fira'un

 

Di abad yang ke 15, merata-rata dunia memperakui bahawa kebangkitan Islam telah pun menjulang kembali. Perubahan sikap manusia sejagat yang telah lama tenggelam di dalam lamunan budaya kuning dan gila dunia telah berubah menuju ke arah pendekatan Islam. Mereka telah kembali ke pangkal untuk menerbitkan semula sinar kehidupannya dengan Allah Taala, Mereka kembali kepada Syariat Muhamad s.a.w. malahan tidak kurang pula meneroka ke arah jalan yang lebih tinggi untuk rnenjangkau ke alam mengenal diri dan mengenal Tuhan (ilmu Hakiki dan Makrifat). Dunia amnya dan negara khususnya, pengajaran ilmu Hakikat dan Tarikat tumbuh seperti cendawan, di sana-sini kita dengar ada saja orang mengajar jalan Hakikat dan Tarikat di samping belajar ilmu Hakikat dan Tarikat tersebut. Minat mereka untuk mempelajari jalan ini haruslah dipuji, kerana dengan minat tersebut mereka akan rnenemui jalan sebenar untuk mengenal akan dirinya dan Tuhannya. Sesungguhnya jalan Tarikat dan Hakikat merupakan jalan-jalan yang pernah diterokai oleh para-para Wali Allah untuk merapatkan diri mereka kepada Allah. Jadi perubahan sikap serta kesedaran mendadak di kalangan masyarakat untuk mendalami ilmu Hakikat dan Tarikat haruslah disanjung oleh masyarakat yang celik dan tidak pula bermata ikan kering. Minat dan kesedaran orang ramai terhadap pentingnya jalan Hakikat dan Tarikat dewasa ini begitu meluas sekali, ianya timbul dikalangan orang-orang tua, para muda-mudi, para-para alim ulama syariat mahupun si jahil bodoh, pendek kata ianya mula berleluasa menyerapi hati dan kalbu ahli-ahli masyarakat kita sekarang.

Tumbuhnya kesedaran ini mungkin daripada faktor-faktor berakhirnya dunia dan timbulnya hidayat pertolongan dari pada Allah s.w.t.

Seperti firman Allah Taala : An-Nasr – 1-3


اِذَا جَآءَ نَصْرُ اللّٰهِ وَالْفَتْحُ وَرَاَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُوْنَ فِيْ دِيْنِ اللّٰهِ اَفْوَاجًا

فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ ۗ اِنَّهٗ كَانَ تَوَّابًا

Apabila talah pertolongan Allah dan kemenangan dan kamu lihat manusia mahukan agama Allah dengan berduyun-duyun, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepadaNya, sesungguhnya Dialah maha penerima Taubat“

Daripada satu pusat Tarikat ke satu pusat Tarikat, daripada satu pusat Hakikat satu pusat pembelajaran Hakikat, daripada seorang guru kepada seorang guru yang lain. Pengajaran Tarikat dan Hakikat terus tumbuh di merata tempat di seluruh pelosok negara kita. Bermacam-macam nama Tarikat timbul di sana-sini, di sana Tarikatnya bernama ini dan di sini pula bernama itu. Sesungguhnya pertubuhan pusat-pusat pengajian ilmu ini harus menjadi kebanggaan kepada masyarakat kita yang celik dan dapatlah mengerti bahawa luasnya ilmu pengetahuan Allah s.w.t. di muka bumi ini. Akan tetapi tidak kurang pula di kalangan pengajar-pengajar iimu Hakikat, memesongkan pembelajaran ilmu ini, menyimpang jauh dari pada jalan Tarikat dan Hakikat yang mempunyai persambungan mata rantai dengan Rasulullah s.a.w dan para-para sahabatnya.

Sebahagian yang diterangkan pada bab-bab yang lain bahawa jika sekiranya satu-satu pengajian ilmu Tarikat dan Hakikat yang tidak mempunyai persambungan dan bermata rantai dengan Rasulullah s.a.w maka satu-satu Tarikat itu bolehlah disifatkan sebagai jalan Tarikat dan jalan Hakikat palsu dan rekaan semata-mata. Sesungguhnya dewasa ini terdapat di kalangan tertentu yang menggelarkan diri mereka sebagai guru-guru Pengajian Tarikat dan Hakikat berserta anak-anak muridnya yang berpegang dengan satu pemahaman palsu, di mana mereka berpegang konsep, bahawa mereka tidak pertu lagi menunaikan tanggungjawab syariat selepas orang itu menceburkan diri ke alam IImu Hakikat. Mereka tidak perlu menunaikan solat, tidak perlu lagi puasa dan sebagainya, malahan tidak kurang pula menghalalkan diri mereka untuk melakukan zina dengan perempuan yang tidak dinikahinya. Sesungguhnya pemahaman seperti inilah yang menjadi kebimbangan junjungan besar kita Nabi Muhammad saw di mana baginda sangat-sangat yang umatnya akan berpecah kepada 73 golongan yang kesemuanya akan disumbat dalam neraka kecuali satu golongan saja yang akan dlkurniakan Syurga. Sesungguhnya di dalam pengajian ilmu Tarikat dan Hakikat. Tidak ada satu jalan pun untuk membolehkan orang-orang yang beriman dan berilmu ini dapat melepaskan diri mereka daripada Syariat Muhammad s.a.w. selagi dirinya berjasad, waras fikirannya dan masih makan minum sebagaimana makan minumnya orang awam.

Maka selama itulah mereka sekali-kali tidak boleh meninggalkan Syariat tubuh itulah yang mengandungi rahsia Allah s.w.t, selagi adanya tubuh dan masih dikatakan hidup, maka selama itulah syariat meliputi batang tubuh seseorang itu. Sesungguhnya Syariat itu adalah pakain bagi jasad, Tarikat itu adalah jalan bagi hati, dan hakikat itu adalah pegangan Nurani dan Makrifat itu adalah tunjangan bagi qalbun. Adapun kita mengatakan Tarikat dan Hakikat Firaun adalah disebabkan manusia-manusia yang mengakui bahawa dia adalah “Tuhan”, adalah sama seperti Firaun kerana Firaun adalah seorang manusia yang mengakui dirinya adalah “Tuhan”. Firaun mendabik dada dan memperakui dengan mulutnya bahawa “Dialah Tuhan”, seraya berkata. “Kalau hendak kenaI Tuhan inilah Dia ……….

Begitulah dengan kebanyakan orang yang menjalani Tarikat dan Hakikat Firaun, mendabik dada dan apabila ditanya dimanakah yang dikatakan tuhan itu ……. ! Lantas mereka menjawab inilah tuhan, sambil menunjukkan jarinya ke dada mereka. Dalam hal ini, ilmu baru sejengkal sudah cuba menduga lautan ilmu yang dalam. Tidak sedar dia itu kambing hendak berak seperti gajah. Banyak lagi telatah-telatah yang curang dan biadab yang ditunjukkan oleh anai-anai Hakikat danTarikat Firaun yang cuba meruntuhkan dirinya sendiri. Dari mana asalnya usul galur ilmu mereka tidaklah pula kita ketahui, tetapi dapat dijelaskan tidak ada satu pendapat ulama. Para para “ulama” Tasauf yang muktabar sama ada di zaman dahulu ataupun sekarang yang memberi peluang, bahawasanya orang yang belajar Tarikat dan Hakikat yang hidup berjasad, berumah tangga, kencing berak, makan minum seperti orang awam, boleh meninggalkan syariat ataupun memerdekakan dirinya daripada Syariat Muhammad s.a.w., walaupun ianya seorang yang bermartabat tinggi.

Sesungguhnya, Junjungan Besar Nabi Muhammad s.a.w. beristeri, makan minum seperti orang awam. Baginda telah mendapat restu dan keredaan besar dari pada Allah. s.w.t. dan maksum dari segala-galanya, terbukti tidak pernah meninggalkan syariat. Baginda menunaikan sembahyang dan puasa sebagaimana orang biasa. Kalau hendak dikira Rasulullah itu letaknya pada martabat wali mana? Kalau makam, makam mana? Sudah tentu, kita akan menjawab pada makam dan martabat yang tertinggi di alam maya ini. Apa hal dengan kita yang bukan Nabi, juga bukan Rasul dan tinggi mana pula makam dan martabat kita? Lantas-Iantas hendak mendabik dada dan meninggalkan syariat. Alangkah mudahnya mereka belajar jalan Tarikat dan Hakikat, dan mengenal tuhan bagaikan belajar mengenal buah hulu (baulu) di Pasar besar. Hendak kenal buah hulu (baulu) pun sudah payah, mesti menuntut untuk mengetahui mana pokoknya? Mana dahannya? Mana bunganya? Datang-datang wujud buah……..Nah! inilah buahnya.

Tuhan dan mengenal diri, bukan semudah itu cek oi …….. . Dimanakah kita hendak persalahkan masalah ini. Kepada guru ataupun kepada murid, sedangkan ilmu Hakikat dan Tarikat adalah ilmu yang sebenar. Mungkin atau sengaja silap guru kerana mengajar ilmu yang salah, mengajar satu-satu ilmu yang tidak dialaminya sendiri iaitu mursyid dan mendabik dada. Akulah orang tinggi di dalam hakikat dan tarikat sedangkan dia mengajar satu ilmu yang dia sendiri tidak pernah mengalaminya dan tidak pula sampai ke martabat untuk diijazah mengajar orang lain. Ataupun guru-guru tersebut tidak menerangkan secara yang jelas dan terang kepada muridnya sehingga terbentuk satu kefahaman yang sebenar keliru, supaya maksud dan hujung jatuh penerangan kepada sesuatu hal yang berkaitan jalan Hakikat dan Tarikat Itu sampai ke maksud sebenar guru yang berkenaan. Lantas muridnya mengambil satu pemahaman yang tidak betul dan diamal kembali oleh murid yang berkenaan mengikut rasa, dan selera naluri sendiri. Terpesonglah murid Itu dari landasan Hakikat dan Tarikat yang berkenaan.

Kemungkinan juga penyelewengan ilmu hakikat dan tarikat ini timbul kerana kesilapan murid, kerana sebelum menuntut satu-satu Ilmu Hakikat dan Tarikat, tidak meneliti dahulu usul galur jalan Tarikat dan Hakikat tersebut, daripada orang yang hendak diperguruinya. Samaada satu-satu jalan itu mempunyai persambungan rantai yang bersambung dari seorang guru kepada seorang guru yang lain dari seorang Wali Allah kepada Wali Allah yang lain, sampailah kepada akar umbi, para-para sahabat dan Rasulullah sendiri. Kemungkinan juga kesesatan ini timbul akibat daripada silapnya murid mengambil jalan singkat dan membuat pemahaman sendiri tanpa dirujuk kepada guru tentang sesuatu hal yang berkaitan tentang kaedah-kaedah perjalanan Tarikat dan Hakikat. Kemungkinan juga faham yang menimbulkan tarikat dan Hakikat Firaun, mereka yang mengakui bahawa guru di mana mereka mengajar murid-muridnya terlebih dahulu mendapatkan ijazah daripada guru asalnya.

Mereka mengajar ikut perasaan mereka sendiri. Mereka sendiri yang kenal diri yang memang layak mengajar sedangkan sebenarnya ilmu yang diperolehinya belum sampai kemana-mana, maka guru semacam ini bukan dinamakan guru mursyid, ianya adalah guru auta ataupun guru pusing alam. Pada sudut yang lain, kemungkinan timbulnya jalan Hakikat dan Tarikat fir’aun dari golongan-golongan opportunis (Munafik) yang ingin mengambil kesempatan kepada muridnya untuk menjadi batu loncatan bagi mencapai satu-satu matlamat demi kepentingan peribadi. Dengan menjadikan medan ilmu ini sebagai tempat penyambung nyawa mereka. Lantaran amalan jenis Tarikat dan Hakikat Firaun ini, ramai di kalangan masyarakat yang mempunyai niat untuk merapatkan diri mereka dengan Allah s.w.t. terpesong kesuatu jalan yang sesat dan mereka ini akan kerugian di dunia dan akhriat. Oleh itu wahai anak cucuku jauhilah dirimu daripada amalan Tarikat dan Hakikat Firaun ini. Semoga kita bersama di berkati oleh Allah dinaikkan pangkat darjat olehNya di dunia dan akhirat. Dan sedarlah wahai Insan bahawa sesuatu amalan yang tidak memiliki persambungan dengan Rasulullah s.a.w. adalah batal dan karut semata-mata.


Kita Bharu

Kelantan

 


Baiat Atau Talqin Kepada Mursyid Tharekat

Harus dipahami bahwa jalan kemuridan, jalan inisiasi, tidak sedemikian rupa sehingga guru memberikan beberapa pengetahuan kepada muridnya, mengatakan kepadanya sesuatu yang baru yang belum pernah dia dengar sebelumnya, atau menunjukkan kepadanya suatu keajaiban; jika dia melakukannya, dia bukan guru sejati. Manusia sesungguhnya adalah gurunya sendiri; dalam dirinya adalah rahasia keberadaannya. Kata-kata guru hanya untuk membantunya menemukan dirinya sendiri, Pemurnian Mental, dan Penyembuhan..... Tugas dari guru Sufi bukanlah untuk memaksakan keyakinan pada murid, tetapi untuk melatihnya sehingga dia dapat menjadi cukup bersinar untuk menerima wahyu sendiri. Mistisisme, Jalan Inisiasi dan Pemuridan. Setiap Nama adalah setetes yang berisi seluruh samudra. Anda akan menemukan Dia yang tinggal di hati setiap nama. 

Semua ciptaan adalah ekspresi lahiriah dari Kehadiran Satu Batin. Menembus jantung hanya setetes air, dan Anda akan dibanjiri oleh ratusan samudra. Jangan mengatakan hal lain, ulangi kata itu berulang kali, berkali-kali. 

Akhirnya itu akan kehilangan semua makna, tetapi memiliki arti yang sama sekali baru. Tuhan akan membuka pintu dan Anda akan menemukan diri Anda menggunakan kata sederhana itu untuk mengatakan semua yang ingin Anda katakan.

Untuk mengatakan " aku mencintaimu melebihi sisa hidupku "

Guru


Kata guru adalah gabungan dari dua kata, Gu dan ru. Gu artinya kegelapan dan ru artinya terang. Apa yang menghalau kegelapan kebodohan disebut Guru. Energi dan tindakan menghilangkan kegelapan adalah Guru. 

Guru bukanlah seseorang, itu adalah kekuatan yang didorong oleh rahmat. Ada momentum cerdas yang menyelimuti alam semesta yang menggerakkan semua manusia menuju kesempurnaan yang kita sebut Tuhan. Guru adalah kecerdasan itu. Penerimaan setiap orang terhadap kecerdasan itu berbeda-beda. Itu tergantung pada persiapan, yang meliputi pengembangan vairagya atau tanpa kemelekatan, dan abhyasa atau praktek. 

Dengan kata lain, Guru selalu ada, tetapi siswanya mungkin belum siap menerima apa yang ditawarkan guru. Ketika siswa sudah siap, Guru selalu datang untuk membantu siswa melakukan apa yang diperlukan untuk kemajuan dalam menghilangkan tabir ketidaktahuan. 

Dikatakan bahwa ketika sumbu dan oli disiapkan dengan benar, Master menyalakan lampu.

Guru bukanlah orang, tapi Guru bisa diwakili dalam diri seseorang. Seseorang yang telah mengembangkan kesadaran spiritualnya sendiri ke tingkat yang sangat tinggi dapat membimbing orang lain, dan dianggap sebagai Guru. Hanya seseorang yang selaras dengan baik dengan pemandu batin yang dapat menginspirasi kebangkitan pemandu batin dalam diri orang lain. Guru bukanlah makhluk fisik. Jika seorang guru mulai berpikir bahwa kekuatan ini adalah miliknya, maka mereka bukan lagi pembimbing. Guru adalah tradisi, aliran pengetahuan.

Tugas guru bukanlah untuk berpegangan tangan dengan muridnya dan menghapus air mata, tetapi untuk memotong ego murid dan semua yang menghalangi murid dan kebebasan. 

Guru tidak mengizinkan ketergantungan. Jika murid menjadi terlalu bergantung pada gurunya, sang guru mendorong muridnya menjauh, bersikeras pada kemandirian. Itu adalah ekspresi yang luar biasa dari cinta yang terdalam.

Berada di jalur spiritual dengan seorang Guru bukanlah hal yang mudah. Ini tidak menyenangkan. Guru menguji murid-muridnya, menempatkan mereka dalam situasi yang paling sulit, dan menciptakan rintangan bagi mereka. Semua ujian, kesulitan, dan rintangan dimaksudkan untuk melatih dan memperluas kesadaran siswa.

Guru bukanlah tujuannya. Siapapun yang menetapkan dirinya sebagai Guru yang harus disembah, bukanlah seorang Guru. Kristus, Buddha, dan orang-orang hebat lainnya tidak memberikan teladan seperti itu. Guru itu seperti perahu untuk menyeberangi sungai. Penting untuk memiliki kapal yang baik dan sangat berbahaya jika memiliki kapal yang bocor. Perahu itu membawamu menyeberangi sungai. Saat sungai dilintasi perahu tidak lagi diperlukan. Anda tidak bergantung pada perahu setelah menyelesaikan perjalanan, dan Anda tentunya tidak menyembah perahu itu.

Banyak sekali siswa mendatangi Guru dengan gagasan yang terbentuk sebelumnya tentang seperti apa Guru itu seharusnya. 

Mereka datang dengan harapan akan apa yang harus dilakukan oleh Guru itu bagi mereka. Mungkin para siswa berpikir bahwa Guru harus memberi mereka banyak perhatian, atau membuat keputusan untuk mereka, atau mengatasi masalah yang mereka buat sendiri. Terkadang para siswa berpikir bahwa guru harus berperilaku dengan cara tertentu. 

Ketika harapan dan gambaran yang terbentuk sebelumnya ini tidak terpenuhi, siswa menjadi kesal dan bahkan mungkin meninggalkan gurunya.

Cara mengajar Guru spiritual banyak dan terkadang misterius. Kepada satu siswa, guru mungkin menunjukkan banyak perhatian, menghabiskan banyak waktu dengan siswa, bahkan menyayangi siswa tertentu. Murid lain mungkin sama sekali diabaikan oleh masternya. Tidak masalah. Setiap siswa mendapatkan pengajaran, dan karena wawasan dari master, pengajaran yang tepat pada waktu yang tepat. Guru tidak dalam kehidupan siswa untuk memberi siswa apa yang menurut siswa diinginkannya, tetapi lebih kepada memberikan apa yang dibutuhkan untuk maju secara spiritual.

Guru juga mengajar tanpa kata-kata atau tindakan. Saat murid belajar untuk menyerah dan menyingkirkan ego, dan tumbuh lebih tanpa pamrih, kemampuan untuk belajar secara intuitif dari gurunya tumbuh. Murid tersebut belajar di dalam gua keheningan. Ini seperti menyetel frekuensi Guru atau menyambungkan aliran pengetahuan itu. Guru selalu bekerja dari sana.

Guru adalah pembimbing muridnya melalui kehidupan, melalui medan misterius dari hati spiritual, dan di dalam dan di luar dunia kematian.

Jalan Para Guru

Ajaran Kunci Mistisisme Sant Mat -- Jalan Para Guru

1. Perasaan cinta yang kuat kepada Tuhan, Lautan Cinta dan Kasih Sayang. Sant Mat adalah jalan Monoteistik dalam tradisi bhakti;

2. Kebutuhan akan Orang Suci dan Mistikus yang hidup. Hanya mistikus yang hidup yang mengajarkan mistisisme. Bimbingan tentang latihan meditasi dan keadaan mistik adalah hal pertama yang hilang dalam suatu agama ketika Satguru/Rasul/Mistikus wafat. Jika mungkin ada guru Essene, Mahavera, Yesus dan para Rasul, Rumi, Hafiz, Nanak, Kabir, Meister Eckhart di masa lalu, maka kita dapat memiliki guru yang hidup sekarang juga.

3. Kami tidak memiliki jiwa, kami ADALAH jiwa yang memiliki tubuh. Jiwa adalah makhluk di atas waktu. Sejujurnya, kita bebas dari waktu, dan "tangan takdir yang kejam." Jiwa sudah berada di surga (Sat Lok) tetapi tidak mengetahuinya, tidak menyadari dirinya sendiri. Ia menganggap TV realitas virtual panca indra yang sedang ditontonnya adalah satu-satunya realitas. Jiwa berada di atas bintang-bintang dan tidak perlu ditekan oleh kekuatan negatif dari alam semesta fisik, wilayah astral atau mental yang selalu berusaha untuk membuat kita tetap terikat dan memberi tahu kita bahwa kita tidak punya cukup "waktu" untuk pengejaran spiritual.

Manusia dapat langsung mengakses alam spiritual (yaitu "Kerajaan Tuhan di dalam") sekarang juga di saat ini. Kita tidak perlu menunggu "nubuatan" digenapi bertahun-tahun ke depan, tanggal pada kalender yang akan datang, kedatangan kedua, atau akhir dunia terjadi terlebih dahulu. 

Rumi berkata, "Banyak yang telah menunggu selama bertahun-tahun di sekitar pintu itu, tetapi hari esok tidak pernah datang. Sufi adalah Anak Saat Ini."

Jika ilusi (waktu, kal, demiurge, kepercayaan palsu, atau kreasi mental yang lebih rendah dari pikiran universal) tidak dapat lagi membuat kita keluar dari pencarian spiritual kita, dengan mengatakan "kita tidak layak", itu tidak mungkin, "hanya di kehidupan lain" atau "setelah ramalan ini terpenuhi", "hanya setelah saya menjadi tua", dll... -- jika semua keyakinan yang membatasi diri hilang,

Ruang bukanlah batas akhir. 

Jiwa memiliki mata (nirat) dan telinga (surat). Kita bisa melihat dan mendengar secara spiritual, mengakses wilayah batin. Ini hanya masalah bimbingan yang tepat oleh seorang guru yang sudah mengalami keadaan ini dan dapat mengomunikasikannya kepada orang lain. Ini juga masalah konsentrasi dalam latihan meditasi, mencapai pusat mata ketiga, yang merupakan awal dari Perjalanan Batin. Istilah perjalanan jiwa agak keliru. Ini benar-benar perhatian atau kesadaran kita yang bergerak, sementara selama latihan meditasi, saat ia belajar menjelajahi Ruang Dalam, "ruang-ruang Istana Dalam" lainnya.

Tuhan, meskipun digambarkan sebagai "Tak Terlihat", menggerakkan multiverse besar dimensi kesadaran ini dengan memproyeksikan "Firman", juga disebut: AUM, TAO, Shabda, Nada, Kidung Sang Pencipta, Kristus, Logos, Saunt-e Sarmad , Harmoni dari Semua Harmoni, Musik dari Spheres, Anhad Shabd, Naam, dll... Setiap agama dunia memiliki nama untuk Kekuatan Positif ini yang menggetarkan segala sesuatu menjadi ada "Pada awalnya."

Ciptaan Aliran Kehidupan/Aliran Cahaya/Arus Suara ini adalah sungai atau arus energi yang dapat dilihat sebagai Cahaya batin, dan didengar sebagai Suara batin. Itu bisa membawa kita kembali ke Sumber, Lautan Cinta. Aksiomanya adalah, "Kita menjadi apa yang kita lihat" (kutipan dari Gita) Apa yang kita fokuskan (surat), kita menjadi satu dengan itu. Jika kita memusatkan perhatian (surat) jiwa kita pada Cahaya dan Suara batin (Shabd) Tuhan, kita dapat mengalami persatuan (yoga) dengan Tuhan (Surat Shabd Yoga). Para mistikus Yunani menyebutnya "Theosis" dan "Divinization" , dipersatukan dengan Tuhan dengan merenungkan Itu adalah Cahaya Ilahi. Inisiat dari meditasi Sant Mat mempraktikkan penyatuan dengan Tuhan dengan menjadi satu dengan Cahaya batin, serta Suara mistik.

Meditasi Sant Mat memiliki beberapa langkah :

1. Manas japa, simran, mantra, zikhr, mengulang nama Tuhan untuk menenangkan pikiran dan memulai meditasi;

2. Dhyan, memvisualisasikan wujud Ideal (isht), wujud Tuhan atau SatGuru seseorang; Dua teknik pertama itu adalah langkah-langkah yang mempersiapkan satu, membuat seseorang menerima Cahaya dan Suara batin...

3. Yoga Cahaya....ketika kita mencapai pusat mata ketiga kita akan mulai melihat Cahaya dalam kegelapan, cahaya-cahaya berbagai warna, bintang bagian dalam, matahari, bulan, atau penglihatan Cahaya lainnya. "Jika matamu tunggal, seluruh tubuhmu akan penuh dengan Cahaya." Ini adalah awal dari Gnosis, Mengetahui batin.

4. Yoga Suara....bunyi bel astral batin, gaung yang terus bergema atau bernada, bersenandung, gelombang laut, suara seperti seruling, suara seperti sitar, suara seperti veena, atau suara mistik lainnya. Ini adalah Suara Surgawi Sang Pencipta yang berbicara dengan lembut di tengah keberadaan kita yang memanggil kita Rumah.

Mendaki terowongan di luar portal mata ketiga dan chakra mahkota dari seribu kelopak teratai adalah beberapa tahap yang dilalui, terowongan bengkok, kekosongan gelap, Gua Pusaran Air atau pusaran, alam lain juga, akhirnya mencapai cahaya terang seperti sejuta siang matahari, alam atau panggung di mana jiwa mengetahui dirinya sendiri.  Di luar itu adalah alam di mana jiwa dapat mencoba pengalaman menyatu kembali dengan Tuhan dan kemudian kembali ke individualitas lagi. 

Tetesan itu mencoba melebur ke dalam Lautan pada tingkat yang dikenal sebagai Agam Lok, Surga Ketujuh. Ada kehendak bebas dan pilihan bahkan pada tingkat itu, apa yang disebut Kabbalah sebagai "Kedekatan", yang berarti kedekatan dengan Tuhan. Dan akhirnya......

5. Ada Keadaan di luar Cahaya dan Suara di Alam Kedelapan yang dikenal sebagai Anami (Tanpa Nama), Anadi (Tanpa Suara), Radhaswami (Penguasa Jiwa), dan Lautan Cinta dan Segala Kesadaran (Anurag Sagar). Ini adalah Tuhan, Nondualitas, Realitas Tertinggi.

Semua praktik spiritual suci ini harus dilakukan dengan sikap cinta dan pengabdian kepada Yang Mahatinggi, Lautan Cinta Kasih dan Belas Kasih - Tuhan Segala Jiwa.

Swami Ji Maharaj, Orang Suci Agra yang agung pernah berkata: "Yang Mahakuasa Sat Purush Radhaswami adalah Mahakuasa, Mahatahu dan Mahahadir. Atribut-atributnya adalah Rahmat, Rahmat, Cinta, Cahaya, Kebahagiaan dan Kedamaian."

“Dari satu langkah ke langkah lainnya, jiwa melihat hal-hal aneh yang tidak dapat dijelaskan dalam bahasa manusia. Setiap wilayah dan segalanya benar-benar melampaui kata-kata. Betapa indah dan mulianya! Bagaimana saya bisa menggambarkannya?  Tidak ada apa pun di sini untuk menyampaikan gagasan itu. tak berdaya...." 

"Cinta memainkan peran tertinggi. Itu semua cinta."

Mursyid Palsu

Pada awalnya seorang yang bijak merupakan pembimbing seorang murid. Segera setelah memungkinkan, guru ini melepaskan si murid, sebagai orang yang memperoleh hikmahnya sendiri, dan kemudian ia melanjutkan kerja dirinya.

Para Guru Palsu dalam sufisme, sebagaimana dimana saja, tidaklah sedikit. Maka para Sufi dihadapkan pada situasi aneh, sebab sementara Guru Palsu bisa jadi tampak seperti asli (karena ia berusaha keras untuk berpenampilan seperti yang diinginkan muridnya), sedangkan Sufi sejati seringkali tidak seperti apa yang dikira oleh Salik yang belum terlatih dan belum bisa membedakan. Rumi mengingatkan, “Jangan menilai seorang Sufi sebagai seseorang yang bisa dilihat, sobat. Berapa lama, seperti seorang anak kecil, engkau hanya lebih menyukai kacang dan roti? ”Guru Palsu sangat memperhatikan penampilan, dan mengetahui bagaimana membuat seorang murid mengira bahwa ia adalah orang besar, bahwa ia memahaminya, bahwa dirinya memiliki rahasia-rahasia besar yang yang akan diungkap. 

Seorang Sufi memiliki banyak rahasia, tetapi ia harus menjadikan rahasia-rahasia tersebut berkembang dalam diri murid. Sufisme merupakan sesuatu yang diberikan kepadanya.

Guru Palsu akan menjaga para pengikutnya agar tidak menjauh dari dirinya untuk selama-lamanya, tidak mengatakan kepada mereka, bahwa mereka tengah diberikan latihan yang harus berakhir secepat mungkin, sehingga mereka bisa merasakan perkembangan mereka sendiri dan melanjutkan hidup sebagai orang-orang yang tercerahkan.

Rumi menyeru kepada para skolastik, teolog dan pengikut Guru Palsu, “Kapan kalian berhenti menyembah dan mencintai timbanya? Kapan kaki mulai mencari airnya? ”Hal-hal lahiriah merupakan sesuatu yang biasanya dinilai oleh kebanyakan orang. “Ketahuilah perbedaan antara warna anggur dan warna gelasnya.”


Dari buku: Mahkota Sufi

Menembus Dunia Ekstra Dimensi

Oleh: Idries Shah


Mursyid Sejati

Seorang Mursyid mempunyai kemampuan dan kebijaksanaan untuk melenyapkan ketidak tahuan spiritual muridnya. 

Guru sejati sudah mencapai tingkat perkembangan spiritual yang amat tinggi sebelum dia berperan sebagai seorang Guru. Seorang Guru tradisional telah mencapai Penyadaran Tuhan sebelum mulai mengajar.Hubungan antara seorang Mursyid dengan muridnya adalah hubungan Cinta Ilahiah. Dia membimbing muridnya kembali ke Tuhan. 

Cinta Guru kepada muridnya abadi, dan di akhir inkarnasinya dia akan melebur hampir semua karma dari murid - muridnya yang paling tinggi tingkatannya. Seorang Mursyid mengajarkan bagaimana cara menemukan jalan pulang menuju Tuhan. Tugas Guru menghantarkan muridnya ke jiwa yg lebih tinggi. 

Karenanya dia harus sudah pernah menjalaninya agar benar-benar dapat memahami jalan itu, sebelum dia bisa mengajar orang lain bagaimana cara mencapai kebersatuan dengan Tuhan. 

Ada beberapa Guru yang memilih untuk mengajar dalam jalur sebuah tradisi spiritual saja. Seorang Guru yang sudah menyadari Tuhan sebenarnya dapat mengajar melalui tradisi spiritual manapun untuk membimbing muridnya langsung kepada Tuhan. 

Seorang Guru sejati dapat membimbing para muridnya tanpa hadir secara fisik. Seorang Guru tidak pernah mati, karena dia bersatu dengan Tuhan setelah inkarnasinya, semua kebahagiaan Ilahiah yang diterimanya dari Tuhan kemudian disalurkannya kepada para muridnya yang serius sampai mereka sendiri mencapai kebebasan dalam Tuhan.

Seorang Guru Spiritual sejati tak akan memintamu untuk patuh total kepada dirinya dan memujanya. Tetapi, ia akan membantumu untuk menemukan dan memuliakan dirimu sendiri. 

Ia adalah seseorang yang datang untuk membuatmu mempertanyakan banyak hal, yang mengubah realitasmu, dan yang akan menandai hidupmu sebelum dan sesudahnya. Guru tidak dapat membangunkan dirimu, semua yang bisa dia lakukan adalah menunjukkan apa itu.

Para guru sejati bagaikan cermin bening yang menangkap cahaya Tuhan lalu memancarkannya. Pada awalnya seorang yang bijak merupakan pembimbing seorang murid. Segera setelah memungkinkan, guru ini melepaskan si murid, sebagai orang yang memperoleh hikmahnya sendiri, dan kemudian ia melanjutkan kerja dirinya.

Sedangkan seorang GURU PALSU akan menjaga para pengikutnya agar tidak menjauh dari dirinya untuk selama-lamanya. Tidak mengatakan kepada mereka, bahwa mereka tengah diberikan latihan yang harus berakhir secepat mungkin, sehingga mereka bisa merasakan perkembangan mereka sendiri dan melanjutkan hidup sebagai orang-orang yang tercerahkan.

Seorang Guru sejati tidak pernah memungut bayaran atau imbalan tertentu dari bimbingan yang diberikannya kepada dirimu maupun orang lain, karena dia akan menerima imbalan langsung dari Tuhan. Biasanya para Guru mau menerima sumbangan karena mungkin itu adalah satu-satunya pendapatan yang diperolehnya didunia ini, Oleh karena jarang ada Guru yang mengikuti tradisi yang berlaku saat ini, bekerja untuk mendapatkan uang. Bagaimanapun ada beberapa Guru tingkat tinggi yang menjalani kehidupan sehari-hari dengan bekerja mencari nafkah di siang hari dan mengajar para muridnya di malam hari. 

Guru adalah yang dapat menjadi jalan, yang akan berada di antara Anda dan Sang Ilahi sebuah pintu dimana Anda dapat melihat kilasan Ilahi. la tahu tidak sekedar pengetahuan tetapi lewat pengalaman. PengalamanNya telah mengubahNya, membawaNya ke "dunia lain". Akibatnya adı Sang Guru berada di dua realitas secara bersamaan. la adalah paradoks. Satu kakiNya menjejak dunia, sementara kaki yang lain ada di dalam Sang Ilahi. Di satu sisi la seperti Anda tapi di sisi lain la adalah kebalikan dari Anda. Guru adalah sebuah paradoks. Hanya melalui paradoks dari Sang Guru inilah, Anda akan dapat mencapai Sang Ilahi, tidak ada cara lain.

Mursyid Bertugas Menghantarkan


Syekh Abdul Qodir Jailani RA, berkata 
Apabila engkau sudah sampai kepada Allah SWT, maka dengan izin dan taufik Nya engkau akan dekat dengan Nya. Yang dimaksud dengan 'sampai kepada Allah SWT adalah keluarnya engkau dari makhluk, hawa nafsu, ambisi dan angan-angan, serta yakin akan kekuasaan dan kehendak Nya, tanpa harus ada gerakan, baik itu dari dirimu sendiri maupun dari makhluk Nya yang lain. Akan tetapi semua itu berasal dari kebijakan, perintah, dan perbuatan Nya.

Jadi yang dimaksud dengan dekat dan bersatu dengan Tuhan itu adalah kamu mengosongkan hati kamu dari makhluk, hawa napsu, dan lain-lain selain Allah SWT, sehingga hati kamu hanya dipenuhi oleh Allah dan perbuatan Nya saja. Kamu tidak bergerak, kecuali dgn kehendak Allah saja. Kamu akan bergerak jika Allah menggerakkan kamu. Inilah yang disebut FANA', yang menggambarkan sampainya seorang hamba kepada Allah SWT.  Tetapi yang harus di ingat
Sampainya seseorang kepada Allah bukanlah seperti sampainya ia kepada salah seorang makhluk Nya. Allah berfirman : Tidak ada sesuatupun yang menyerupai Dia, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat (QS 42:11). Maha Besar Allah untuk bisa diserupakan dengan makhluk Nya, atau dibandingkan dengan semua ciptakan Nya. Jadi Sampainya seseorang kepada Allah hanya diketahui oleh orang yang bersangkutan, dengan kesadaran yang diberikan Nya kepada orang itu.
Masing-masing orang dengan pengalamannya sendiri, dan tak ada seorangpun yang memiliki pengalaman yang sama. Allah SWT memiliki rahasia tersendiri dengan masing-masing Rasul Nya, Nabi Nya, dan para Kekasih Nya. Tidak ada yang dapat mengetahui  selain Allah dan manusia yang menjadi Kekasih Nya itu. Bisa jadi ada rahasia yang dimiliki oleh seorang murid yang tidak diketahui oleh Syekhnya, sebaliknya ada rahasia yang dimiliki oleh seorang Syekh dan tidak diketahui oleh muridnya yang telah mendekati ambang pintu MAQOM' di mana Syekhnya berada.
Maka apabila si murid sudah sampai pada MAQOM' Syekhnya, maka ia akan dipisahkan dari Syekhnya dan terputus darinya (Allah memutuskannya dari semua Makhluk), dan yang membimbingnya adalah Allah SWT.
Jadi seorang Syekh bagaikan ibu yang menyusui, yang tidak menyusui lagi setelah 2 tahun. Tidak ada lagi ketergantungan pada makhluk setelah hilangnya hawa nafsu dan ambisi.
Seorang Syekh diperlukan selama hawa napsu dan ambisi itu masih ada, untuk membantu menghancurkannya.
Adapun setelah keduanya hilang, maka Syekh tidak lagi diperlukan, karena sudah tidak ada kotoran dan kekurangan.
Apabila kamu sudah sampai pada Yang Maha Benar sesuai dengan yang telah kami jelaskan tadi, maka selamanya kamu telah aman dari segalanya selain Allah SWT. Kamu tidak lagi melihat sesuatu selain Nya sebagai wujud yang berarti, tidak ada manfaat maupun mudarat, tak dapat memberi maupun menolak, tidak dapat memberikan rasa takut maupun harapan.
Dialah yang berhak ditakuti dan berhak memberikan ampunan.

Jadilah kamu selalu awas terhadap tindakan Nya, perhatikan selalu semua perintah Nya,
sibukkan selalu dirimu dengan taat kepada Nya, lepaskan ketergantungan pada semua makhluk Nya,
baik duniawi maupun ukhrawi.
Janganlah menggantungkan hatimu pada sesuatu dari makhluk Nya,
jadikan semua makhluk Nya itu bagaikan seorang yang diborgol kedua tangannya oleh seorang penguasa yang tinggi kedudukannya,
ditakuti, dan disegani, lalu kedua kaki orang tersebut dibelenggu dan dia diikat di sebuah pohon yang besar di tepi sungai yang besar ombaknya, gemuruh suaranya, tinggi airnya, deras arusnya. Lalu penguasa itu duduk di atas kursi, dan disampingnya disimpan beberapa ikat anak panah lengkap dengan busurnya dan berbagai senjata berat lainnya. Maka sang penguasa dengan sesukanya mengarahkan senjata tersebut kepada orang yang diikat di pohon.
Apakah yang terbaik bagi yang melihat kejadian itu, untuk tidak melihat kepada penguasa dan tidak takut kepadanya serta tidak berharap kepadanya, lalu melihat kepada orang yang dibelenggu,
takut dan berharap darinya?
Bukankah orang yang melakukan yang demikian itu, ditinjau secara rasional, dinamakan tidak berakal, mendekati gila, bahkan binatang dan bukan manusia? Kita berlindung kepada Allah dari kebutaan setelah melihat, terputus setelah sampai, jauh setelah dekat, sesat setelah mendapat hidayah, dan kafir setelah iman.
Maka dunia bagaikan sungai yang besar arusnya seperti yang telah kita gambarkan tadi.
Setiap hari bertambah airnya, dan itulah hawa napsu bani Adam di dunia dan semua kelezatannya serta kesulitan-kesulitannya yang menimpa mereka.
Adapun panah dan berbagai senjata lainnya adalah gambaran cobaan yang mengalir sesuai ketentuan Nya. Pada umumnya semua cobaan itu dirasakan oleh anak Adam di dunia, dan tidak mendapatkan kenikmatan dan kelezatan didalamnya.
Maka bagi semua orang yang berakal, tidak ada kehidupan dan ketenangan baginya kecuali di akhirat, jika hal itu diyakininya (karena hal itu khusus bagi orang-orang mukmin).
Rosulullah SAW bersabda : Tidak ada kehidupan kecuali kehidupan akhirat, Sabdanya lagi : Tidak ada ketenangan bagi seorang mukmin tanpa bertemu dengan Tuhannya,
Sabdanya lagi : Dunia adalah penjara bagi orang mukmin dan surga bagi orang kafir, Sabdanya pula : Orang bertakwa itu terkekang.

dari kitab : Adab as Suluk wa at-Tawasshul ila Manazil al-Muluk
 

Sufi Menghindari Publisitas



Ada banyak orang berkhotbah tentang mengulang nama Tuhan dan meditasi, berpura-pura menjadi ahli yang sangat maju. Mereka mengklaim sebagai Guru, Sehingga mereka dapat mengumpulkan banyak penonton dan memamerkan keterampilan mereka.Tetapi pertunjukan bakat seperti itu bukanlah tanda pencapaian spiritual. Pencapaian spiritual menghindari publisitas

Latihan spiritual harus dilakukan dalam KEHENINGAN, jauh dari pandangan umum. Nama dan wujud Tuhan dipuja oleh Mira sebagai "permata berharga".

Permata indah dan berharga tidak dibawa sebagai barang dagangan ke pasar. Hanya sayuran yang dipamerkan untuk dilihat semua orang.

Tuhan adalah kehadiran, bukan seseorang. Oleh karena itu, menyembah hanyalah kebodohan belaka. 

Prayerfulness (ritual) itu dibutuhkan, tapi bukan doa/meminta. 

Tidak ada seorang pun yg dapat berdoa, tidak mungkin ada dialog antara Anda dan Tuhan. Dialog hanya mungkin antara dua orang, dan Tuhan bukanlah orang, tetapi Tuhan itu “kehadiran/keberadaan” – seperti kecantikan dan sukacita.

Pengalaman pertama terjadi dalam diri Anda. Setelah Anda telah melihat terang dalam diri, Anda akan dapat melihatnya di mana-mana. Allah harus dibebaskan dari semua konsep kepribadian. Kepribadian adalah penjara. Allah harus dibebaskan dari segala bentuk tertentu; hanya kemudian dia bisa memiliki semua bentuk. Dia harus dibebaskan dari nama tertentu sehingga semua nama menjadinya.

Jika engkau memasuki misteri terdalam dari kehidupan, engkau bukanlah hanya seorang penyaksi, karena si penyaksi selalu ada di luar – engkau menjadi satu dengan kehidupan ini. Engkau tidaklah berenang di sungai kehidupan ini, bukan engkau yang mengapung di sungai kehidupan ini, bukanlah engkau yang berjuang di sungai kehidupan ini. Tidak, tapi engkaulah sungai itu. Seketika engkau menyadari bahwa riak-riak itu adalah bagian dari sungai. Berlaku juga kebalikannya, Sungai itu adalah bagian dari riak-riak itu. Bukan saja kita adalah bagian dari Tuhan, tetapi Tuhan juga adalah bagian dari kita.

Ketika Al Halaj mengatakan “Aku adalah Tuhan” ia tidak mengatakan bahwa “Aku adalah Tuhan dan engkau tidak”’ Ia tidak mengatakan “Aku adalah Tuhan dan pohon-pohon ini tidak” 

Ia tidak mengatakan “Aku adalah Tuhan dan kerikil-kerikil ini, bebatuan ini adalah tidak.” Mengatakan bahwa “Aku adalah Tuhan” ia menyatakan bahwa semuanya ini adalah Ilahi, suci. Segala sesuatu ini Ilahi.

Sufi tidak memikirkan tentang bagaimana alam semesta ini, tapi menjadi alam semesta. 

Sufi bukan tentang memikirkan, juga bukan tentang melakukan sesuatu terhadap alam semesta ini. Sufi bukanlah tentang berfikir maupun tentang bertindak. 

Sufi adalah yang ada, menjadi ada. (menyadari ke-ada-an, menjadi sadar bahwa kita ada, – being). Dan saat ini, tanpa usaha apapun, engkau dapat menjadi sufi. Jika engkau berhenti berfikir, dan engkau membuang ide tentang melakukan sesuatu, jika engkau membuang ide sebagai si pemikir (sesuatu yang berpikir) dan ide tentang si pelaku (sesuatu yang bertindak), jika engkau cukup menjadi ada, seketika itu engkau adalah sufi. 

Dan ini lah yang aku upayakan sembari aku berbicara tentang sufi: bukan untuk mendoktrinmu, bukan utuk membuatmu lebih berpengetahuan tentang sufi, tetapi membuat sufi yang ada di dalam dirimu keluar.

Religius Prematur

Orang-orang yang menjadi religius sebelum waktunya hanya membuang-buang waktu mereka. Menjadi religius sebelum waktunya berarti : menjadi religius tanpa benar-benar muak dengan kehidupan, belum benar-benar bosan, Permainannya masih memiliki beberapa daya tarik. Itu mungkin seks, itu mungkin uang, dan itu mungkin politik, kekuasaan. Tetapi sesuatu dalam hidup masih memiliki daya tarik. Maka sebelum waktunya engkau telah menjadi religius, dan ini tidak akan membantu : engkau hanya akan membuang-buang waktumu. 

Orang harus benar-benar bosan, hidup tidak memiliki daya tariknya lagi; semua mimpi-mimpinya hancur; semua pelangi telah menghilang; tidak ada bunga-bunga lagi, hanya duri; engkau jenuh dengannya. Maka tidak ada usaha di pihakmu untuk meninggalkannya atau melepaskannya - ingatlah. Jika ada upaya apa pun untuk melepaskannya, itu berarti ada sedikit ketertarikan yang tersisa.