Mengingat Diri

Betapapun buruknya orang lain, seseorang tidak boleh membenci mereka. Semua yang diberikan seseorang kepada orang lain, akan diberikan pula kepada dirinya sendiri. Jika kebenaran ini dipahami siapa yang tidak akan memberi kepada orang lain? Ketika diri seseorang muncul, semua muncul; ketika diri sendiri menjadi tenang semua menjadi tenang. Sejauh kita berperilaku dengan kerendahan hati, sejauh itulah kebaikan akan dihasilkan. Jika pikiran menjadi tenang, seseorang dapat tinggal dimana saja.

Apa yang ada sebenarnya hanyalah Diri Sendiri. Dunia, jiwa individu, dan Tuhan adalah penampakan di dalamnya seperti perak di dalam mutiara. Ketiganya muncul secara bersamaan, dan menghilang pada saat yang bersamaan. Diri adalah tempat di mana sama sekali tidak ada pikiran “aku”. Itu disebut “Diam”. Diri itu sendiri adalah dunia; Diri itu sendiri adalah “aku”; Diri itu sendiri adalah Tuhan; semuanya adalah Sang Diri. Barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Diri yaitu Tuhan adalah penyembah yang paling mulia. Menyerahkan diri kepada Tuhan berarti senantiasa mengingat Diri. 

Apapun beban yang ditimpakan kepada Tuhan, Dia menanggung semuanya.    Karena kemahakuasaan Tuhan membuat segala sesuatu bergerak, mengapa kita, tanpa tunduk padanya, terus-menerus mengkhawatirkan diri kita sendiri dengan pemikiran tentang apa yang harus dilakukan dan bagaimana, dan apa yang tidak boleh dilakukan dan bagaimana tidak? 

Kita tahu bahwa kereta membawa semua muatan, jadi setelah menaikinya mengapa kita harus membawa barang bawaan kecil di kepala kita hingga merasa tidak nyaman, daripada meletakkannya di dalam kereta dan merasa nyaman?

Doa yang benar adalah mengucapkan, “Terima kasih, aku baik-baik saja di kakimu. Apapun yang kamu inginkan, atau apapun yang kamu inginkan untukku adalah hal yang benar untukku.”