Salam Ketika Berziarah


Disusun oleh Habib Abdullah bin Husein bin Thahir (Dibaca dalam keadaan berdiri)

Salamullah ya sadah minarrohman yaghsyakum
Ibadallah ji'akum qosodakum tolabnakum
Tu'inuna tughitsuna bihimmatikum wajadwakum
Fahbuna wa'tuna 'atoyakum hadayakum
Fala khoyyabtumu zonni fahasyakum wahasyakum
Sa'idna idz ataynakum wafuzna hina zurnakum
Faqumu wasyfa'u fina ilarrohman mawlakum
'Asa nu'to'asa nuhzo mazaya min mazayakum
'Asanazroh'asa rohmah taghsyana wa taghsyakum
Salamullah hayyakum wa'ainullah tar'akum
Wasollallah mawlana wasallamma atainakum
'Alal mukhtar syafi'na wamun qizuna waiyyakum




Praktek Rahasia Mendapatkan Karomah Para Wali


Walaupun mereka telah pergi ke Rahmatullah. Hakikatnya mereka tidak wafat dalam ajarannya, kebenarannya, dan Rasa sentuhnya. Siapapun yang khusyuk mengetuk pintu dengan kalimatNya, mereka akan datang menaungi tiap-tiap nurani yang shaleh dan menebarkan karomah bagi keagungan hidup. Sepanjang hari, apalagi menjelang Ramadhan, Muharam, makam para kekasih Allah itu tak pernah sepi. Para peziarah larut dalam doa  dan harapan. Banyak orang yang melakukan ritual sesat hanya ingin memiliki khodam/pendamping ghaib di makam tersebut. Berikut amalan rahasia yang mana, karomah sang wali mengalir sejuk/tenang ke dasar hati yang menimbulkan harapan hidup baru,inilah amalannya :

1.Mandi taubat/wudhu/selesai wudhu baca surat Al-fatihah 7x
2.Sholat Taubat 2raka'at
3.Sholat Hajat 2raka'at
4.Sholat Birul Walidaini 2raka'at
5.Sholat Karomatillah 2raka'at

Setiap selesai Sholat dan Salam membaca Amalan :
1. Istigfar 21x
2. Shalawat 21x
3.Zikir Toyibah 21x
4.Allahumma Fi Karomatil Akbar 21x
5. Bismillah Alif Lam Mim nurullah 21x

Kemudian membaca Tawasul/Silsilah, lalu zikir kembali dengan membaca Amalan dari no 1 sd no 5

Istighotsah


Dalam terminologi Jawa, apa yang di tahun belakang menimpa Indonesia dan negara-negara lain di seluruh dunia ini disebut “Pageblug”. “Pageblug” yang berasal dari bahasa Jawa berarti masa di mana banyak wabah penyakit menular. Dahulu kala Pagebluk diatasi dengan “ruwat” atau “ruwatan”.

Ruwatan berasal dari kata “ruwat” (Jawa) atau “ngarawat” (Sunda) yang berarti merawat atau mengumpulkan. Tradisi ruwatan biasanya digelar bertepatan dengan tahun baru Saka (Jawa) atau tanggal 1 Suro, atau tahun baru Islam, 1 Muharam.

Ruwat, menurut kamus, berarti: 1) pulih kembali sebagai keadaan semula (tentang jadi-jadian, orang kena tulah); dan 2) terlepas (bebas) dari nasib buruk yang akan menimpa.

Ruwatan merupakan sarana pembebasan atau penyucian manusia atas dosa dan kesalahannya yang berdampak kesialan di dalam hidupnya. Selain itu, ritual ini juga untuk melestarikan kebudayaan Jawa kuno yang bertujuan mencari kesejahteraan hidup.

Ritual ruwatan sering kali dianggap dekat dengan hal-hal yang berbau mistis, ini terlihat dari sesajen yang terlihat setiap ritual ruwatan digelar. Sesajen ini terdiri dari buah-buahan, sayuran, dan bahkan hewan seperti ayam atau kepala kerbau.

Selain serangkaian upacara, dalam ritual ruwatan para peserta juga menyaksikan bersama pertunjukan wayang kulit yang dimainkan seorang dalang yang memiliki keahlian khusus ruwatan.

Memang sepintas tak ada hubungan langsung antara pageblug dan ruwatan, tapi faktanya masyarakat ketika itu merasa terbebas dari pageblug setelah menggelar ruwatan. Mungkin juga karena sugesti. Hingga kini tradisi ruwatan itu masih terjaga dengan baik, terutama di masyarakat Jawa dan Sunda. Setelah Islam masuk ke Indonesia, tradisi pun kemudian bergeser. Ada semacam ritual penolak bala, tapi bukan dengan ruwatan. Yaitu dalam Islam dikenal “Istighotsah”, yang berarti minta pertolongan. Meminta pertolongan kepada Allah SWT ketika kita dalam keadaan sukar dan sulit, dan hanya Allah yang bisa menolongnya. Dengan kata lain, istighotsah adalah memohon pertolongan kepada Allah untuk terwujudnya sebuah “keajaiban” atau “mukjizat” atau sesuatu yang paling tidak dianggap tidak mudah bisa diwujudkan.

Dalam Istighotsah membaca Shalawat yang  diciptakan oleh Kyai Hasyim Ashari adalah “Li khomsatun uthfi biha harrol waba-il hatimah al musthofa wal murtadlo wabnahuma wa fatimah” sebanyak 1.217 kali