Ilmu Serat Wedhatama

 

Serat Wedhatama ajaran Sri Mangkunegara

LIYEP LAYAPING NGALUYUP

Kantuk Yang Tak Berujung Lelap

Si pengung nora nglegewa, sangsayarda denira cacariwis, ngandhar-andhar angendukur, kandhane nora kaprah, saya elok alangka longkangipun, si wasis waskitha ngalah, ngalingi marang sipingging. (sementara) Si dungu tidak menyadari, Bualannya semakin menjadi jadi, ngelantur bicara yang tidak-tidak, Bicaranya tidak masuk akal, makin aneh tak ada jedanya. Lain halnya, Si Pandai cermat dan mengalah, Menutupi aib si bodoh.

Mangkono ilmu kang nyata, sanyatane mung we reseping ati, bungah ingaran cubluk, sukeng tyas yen den ina, nora kaya si punggung anggung gumunggung, ugungan sadina dina, aja mangkono wong urip.

Demikianlah ilmu yang nyata, Senyatanya memberikan ketentraman hati, Tidak merana dibilang bodoh, Tetap gembira jika dihina Tidak seperti si dungu yang selalu sombong, Ingin dipuji setiap hari. Janganlah begitu caranya orang hidup.

Kekerane ngelmu karang, kakarangan saking bangsaning gaib, iku boreh paminipun, tan rumasuk ing jasad, ersu aneng sajabaning daging kulup, Yen kapengkok pancabaya, ubayane mbalenjani.

Di dalam ilmu karang (kesaktian), Rekayasa dari hal-hal gaib, Itu umpama bedak. Tidak meresap ke dalam jasad, Hanya ada di kulitnya saja Nak, 

Bila terbentur bertemu marabahaya sesungguhnya, tidak bisa di percaya, tidak bisa di gunakan.

Nanging ta paksa tutur, rehning tuwa tuwase mung catur, bok lumuntur lantaraning reh utami, sing sapa temen tinemu, nugraha geming Kaprabon.

Namun terpaksa bertutur, karena sudah tua kewajibannya menasehati, siapa tahu dapat lestari menjadi pedoman tingkah laku utama, barang siapa bersungguh-sungguh mendapatkan, anugrah kemuliaan dan kehormatan. 

Samengko sembah kalbu, yen lumintu uga dadi laku, laku agung kang kagungan Narapati, patitis tetesing kawruh, meruhi marang kang momong.

Berikutnya sembah kalbu, jika berkesinambungan juga menjadi olah, olah tingkat tinggi yang dimiliki Raja, tujuan ajaran ilmu ini, memahami yang mengasuh diri.

Tan samar pamoring Sukma, sinukma ya winahya ing ngasepi, sinimpen telenging kalbu, Pambukaning waana, tarlen saking liyep layaping ngaluyup, pindha pesating supena, sumusuping rasa jati.

Tidak lah samar sukma menyatu, meresap terpatri dalam keheningan semadi, diendapkan dalam lubuk hati (pusat hati) menjadi pembuka tabir,  berawal dari keadaan antara sadar dan tidur, Seperti terlepasnya mimpi Merasuknya Rasa yang sejati.

Ajaran Serat Wedhatama


Serat Wedhatama (asal kata dalam bahasa Jawa; Wredhatama) merupakan salah satu karya agung pujangga sekaligus seniman besar pencipta berbagai macam seni tari (beksa) dan tembang. Wayang orang, wayang madya, pencipta jas Langendriyan (sering digunakan sebagai pakaian pengantin adat Jawa/Solo). 

Beliau adalah enterpreneur sejati yang sangat sukses memakmurkan rakyat pada masanya dengan membangun pabrik bungkil, pabrik gula Tasikmadu dan Colomadu di Jateng (1861-1863) dengan melibatkan masyarakat, serta perkebunan kopi, kina, pala, dan kayu jati di Jatim dan Jateng. Masih banyak lagi, termasuk merintis pembangunan Stasiun Balapan di kota Solo. Beliau juga terkenal gigih dalam melawan penjajahan Belanda. Hebatnya, perlawanan dilakukan cukup melalui tulisan pena, sudah cukup membuat penjajah mundur teratur. Cara inilah menjadi contoh sikap perilaku utama, dalam menjunjung tinggi etika berperang (jihad a la Kejawen); “nglurug tanpa bala” dan “menang tanpa ngasorake”. Kemenangan diraih secara kesatria, tanpa melibatkan banyak orang, tanpa makan korban pertumpahan darah dan nyawa, dan tidak pernah mempermalukan lawan. Begitulah kesatria sejati.

Selain terkenal kepandaiannya akan ilmu pengetahuan, juga terkenal karena beliau tokoh yang amat sakti mandraguna. Beliau terkenal adil, arif dan bijaksana selama dalam kepemimpinannya. Beliau adalah Ngarsa Dalem Ingkang Wicaksana Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Sri Mangkunegoro IV. Raja di keraton Mangkunegaran Solo. Berkat “laku” spiritual yang tinggi beliau diketahui wafat dengan meraih kesempurnaan hidup sejati dalam menghadap Tuhan Yang Mahawisesa; yakni “warangka manjing curiga” atau meraih kamuksan; menghadap Gusti (Tuhan) bersama raganya lenyap tanpa bekas.

Wedhatama merupakan ajaran luhur untuk membangun budi pekerti dan olah spiritual bagi kalangan raja-raja Mataram, tetapi diajarkan pula bagi siapapun yang berkehendak menghayatinya. Wedhatama menjadi salah satu dasar penghayatan bagi siapa saja yang ingin “laku” spiritual dan bersifat universal lintas kepercayaan atau agama apapun. Karena ajaran dalam Wedhatama bukan lah dogma agama yang erat dengan iming-iming surga dan ancaman neraka, melainkan suara hati nurani, yang menjadi “jalan setapak” bagi siapapun yang ingin menggapai kehidupan dengan tingkat spiritual yang tinggi. Mudah diikuti dan dipelajari oleh siapapun, diajarkan dan dituntun step by step secara rinci.

Puncak dari “laku” spiritual yang diajarkan serat Wedhatama adalah; menemukan kehidupan yang sejati, lebih memahami diri sendiri, manunggaling kawula-Gusti, dan mendapat anugrah Tuhan untuk melihat rahasia kegaiban rahasia langit.

Sejarah Serat Wedhatama


KGPAA MANGKUNEGARA IV DAN SERAT WEDHATAMA

Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara IV lahir pada tanggal 3 Maret 1811 (Senin Pahing, 8 Sapar 1738 tahun Jawa Jumakir, Windu Sancaya) dengan nama kecil Raden Mas Sudira.

Semasa bertahta, MN IV mendirikan pabrik gula di Colomadu (sebelah barat laut kota Surakarta, telah ditutup) dan Tasikmadu, memprakarsai berdirinya Stasiun Kereta Api Solo Balapan sebagai bagian pembangunan jalur rel kereta api Solo – Semarang, kanalisasi kota, serta penataan ruang kota.

Pada masa pemerintahannya, pihak istana Mangkunegaran menulis kurang lebih 42 buku, di antaranya Serat Wedhatama, dan beberapa komposisi gamelan. 

Salah satu karya komposisinya yang terkenal adalah Ketawang Puspawarna, yang turut dikirim ke luar angkasa melalui Piringan Emas Voyager di dalam pesawat antariksa nirawak Voyager I tahun 1977.

Apa yang hilang dari pemahaman Serat Wedhatama? Yang kurang adalah pemahaman dasar tentang keyakinan KGPAA Mangkunegoro IV. Dia mengabdikan diri pada ajaran leluhur Jawa, titik.

Dia tidak mengharapkan kita untuk mengikutinya; ia hanya menyampaikan pemikiran dan pengalaman pribadinya. Hidup kita adalah pilihan kita sendiri untuk melakukan apa yang ingin di lakukan. Perbedaan utama antara keyakinannya dan keyakinan yang lain adalah tentang cara menemukan Tuhan. Dalam kepercayaan leluhur Jawa, pelajaran mendasar untuk menemukan Tuhan hanya dapat dilakukan melalui pemahaman mengenai tubuh, pikiran dan jiwa kita. Jadi, dia mencari kedalam diri sendiri melalui pemahaman tentang Meditasi Raga (Tubuh), Cipta (Pikiran), Jiwa (Ruh) dan akhirnya (jika Anda rajin) semoga Tuhan memberkati dengan Meditasi ROSO sebagai yang terakhir dan tertinggi. Banyak orang yang tidak memahami perkataannya, meski dibaca berkali-kali dan selalu memaksakan keyakinannya pada naskah ini. Dia menyebutkan ini dengan jelas di Sinom - ayat no. 24

Lamun sira paksa nulad,

Tuladhaning Kangjeng Nabi,

O, ngger kadohan panjangkah,

Wateke tan betah kaki,

Rehne ta sira Jawi,

Sathithik bae wus cukup,

Aywa guru aleman,

Nelad kas ngepleki pekih,

Lamun pangkuh pangangkah yekti karahmat.

Terjemahan bahasa Indonesia

Kalau kau ingin meniru,

karakter dari Nabi itu

Anakku, kau melangkah terlalu jauh,

budayanya berbeda,

karena kamu orang Jawa

dan kesederhanaan adalah hidup kita,

kelancangan bukan diri kita.

Mereka mendambakan meniru hidup kita,

tetapi, kalau kamu mengerti Jawa,

kamu pasti mengerti.

Kalau kau ingin meniru,

karakter dari Nabi itu

Anakku, kau melangkah terlalu jauh,

budayanya berbeda,

karena kamu orang Jawa

dan kesederhanaan adalah hidup kita

Dalam Serat Wedhatama ditekankan pentingnya memahami makna 'Bersatu dengan Tuhan'

Sebab, penjelasan detail tentang spiritualisme Jawa sejati yang masih bisa dibaca hingga saat ini dan mengupas secara lengkap makna hidup manusia -dari lahir hingga meninggal dunia- tertulis dalam Wedhatama; yang diciptakan oleh Mangkunegoro IV  (1809-1881)

Serat Wedhatama yang ditulis oleh Mangkunegoro IV sebenarnya karena kekecewaannya terhadap sikap keluarga dan anak kandungnya yang mengagungkan ajaran agama yang datang dari luar Jawa (rantau) dan merendahkan ajaran spiritualisme Jawa yang telah terbukti ketahanannya selama ribuan tahun.

Dalam Serat Wedhatama diajarkan hal-hal sebagai berikut:

1. Agama atau ageman bukan hanya tentang fisik; tetapi juga berupa makna yang harus dipahami dalam kehidupan

2. Ageman harus mampu membuat manusia berproses secara mandiri dan tidak tergantung pada petunjuk Kitab Suci manapun, atau Nabi dsb; yang bahasanya tidak diketahui atau dimengerti

3. Dalam Serat Wedhatama ditekankan pentingnya memahami makna 'Manunggaling Kawulo Gusti'

Banyak orang berpikir bahwa; kerendahan hati adalah kemiskinan, itu adalah konsep yang salah. 

Anda bisa menjadi sekaya yang Anda inginkan, tetapi Anda juga bisa menjalani hidup Anda sesederhana yang Anda inginkan. 

Jadilah kaya dan tetap rendah hati dalam hidup Anda.

Sembah Jiwa


Sembah Jiwa Serat Wedhatama Mangkunegara IV

Sembah jiwa adalah Sembah kepada Hyang Sukma (Tuhan) dengan mengutamakan peran Jiwa. Jika Sembah Cipta (Qolbu) mengutamakan peran Qolbu, maka Sembah Jiwa lebih halus dan mendalam dengan menggunakan Jiwa. Sembah ini hendaknya diresapi secara menyeluruh tanpa henti setiap hari dan dilaksanakan dengan tekun secara terus-menerus, seperti terlihat pada bait berikut :

Samengko kang tinutur/ Sembah katri kang sayekti katur/ Mring Hyang Sukma suksmanen saari-ari/ Arahen dipun kecakup/ Sembahing jiwa sutengong.

Sembah Jiwa ini menempati kedudukan yang sangat penting. Ia disebut pepuntoning laku (pokok tujuan atau akhir perjalanan Suluk). Inilah akhir perjalann hidup batiniah. 

Cara bersucinya tidak seperti pada Sembah Raga dengan air wudlu atau mandi, tidak pula seperti pada Sembah Qolbu dengan menundukkan hawa nafsu, tetapi dengan awas emut (selalu waspada dan ingat/Dzikir kepada keadaan alam baka/langgeng), alam Ilahi. Betapa penting dan mendalamnya sembah jiwa ini, tampak dengan jelas pada bait berikut :

Sayekti luwih perlu/ ingaranan pepuntoning laku/ Kalakuan kang tumrap bangsaning batin/ Sucine lan awas emut/ Mring alaming lama amota.

Berbeda dengan Sembah Raga dan Sembah Qolbu, ditinjau dari segi perjalanan Suluk, sembah ini adalah tingkat permulaan (wong amagang laku) dan sembah yang kedua adalah tingkat lanjutan. Ditinjau dari segi tata cara pelaksanaannya, sembah yang pertama menekankan kesucian jasmaniah dengan menggunakan air dan sembah yang kedua menekankan kesucian Qolbu dari pengaruh jahat hawa nafsu lalu membuangnya dan menukarnya dengan sifat utama. 

Sedangkan Sembah ketiga menekankan pengisian seluruh aspek Jiwa dengan Dzikir kepada Allah seraya mengosongkannya dari apa saja yang selain Allah.

Sembah Rasa

Sembah Rasa ini berlainan dengan sembah-sembah yang sebelumnya.

Jika sembah Qolbu mengandung arti menyembah Tuhan dengan alat batin Qolbu atau Hati seperti disebutkan sebelumnya, Sembah Jiwa berarti menyembah Tuhan dengan alat batin Kiwa atau Ruh, maka Sembah Rasa berarti menyembah Tuhan dengan menggunakan alat batin Inti Ruh. Alat batin yang belakangan ini adalah alat batin yang paling dalam dan paling halus 

yang menurut Mangkunegara IV disebut Telenging Qolbu (Lubuk Hati yang paling dalam) atau disebut wosing jiwangga (Inti Ruh yang paling halus).

Ilmu Kasunyatan Sasrokartono

Sosrokartono sang Alif Jawa dan Ilmu Kasunyatan

Raden Mas Panji Sosrokartono dalam setiap kesempatan senantiasa mengungkapkan bahwa ia tidak mempunyai ilmu, japa mantra atau dalil-dalil yang muluk-muluk. Namun kenyataannya ia mendapatkan karunia Illahi yang luar biasa untuk memberikan pertolongan kepada orang-orang yang memerlukan. Bukan saja orang yang sakit tetapi juga orang yang menderita karena berbagai persoalan hidup yang dialami. Di samping ia menggunakan srono air tirto busodo, ia juga menggunakan huruf Alif yang disulam dengan benang di atas selembar kain..

Alif menurut Sosrokartono berarti Tuhan + Aku = Ingsun.

Sosrokartono memiliki tiga jenis huruf Alif yaitu Alif warna hitam dengan dasar putih, Alif warna putih dengan dasar biru muda dan Alif warna putih dengan dasar merah.

Setiap malam setelah para tamu yang meminta pertolongan pulang. masuk kamarnya kemudian membakar kemenyan sehingga asapnya memenuhi kamar tempat ia melakukan ritual Sosrokartono Alif. Setelah itu ia beberapa saat melakukan semedi dan kemudian dengan menahan nafas Sosrokartono menyulam penyulaman Alif dengan benang berwarna putih, satu persatu hingga nafasnya habis. Ia bisa beberapa menit menahan nafas. 

Setelah gambar itu ia keluar dari kamar. Tengah malam berikutnya pekerjaan menyulan Alif itu dilakukan hingga selesai. Ketika menyulam huruf Alif itu, Sosrokartono juga berpuasa.

Sampai hari wafatnya Sosrokartono tanggal 8 Pebruari 1952 symbol Alif masih berfungsi sebagai wakil beliau. Bahkan ketika ia telah meninggalkan alam yang fana ini, anyaman Alif yang ditinggalkan di Dar Oes Salam masih berfungsi seperti sediakala untuk menolong mereka yang memerlukan pertolongan dengan pelayanan warga Monosoeko. Pada waktu rumah Dar Oes – Salam tidak dapat dipertahankan lagi tepat setelah memperingati 1000 hari setelah wafatnya Sosrokartono, maka atas persetujuan para ahli waris sulaman Alif dipindahkan ke Kudus dan digantungkan di dinding dalam gedung pasarean leluhur Hyang Sosrokartono, kanjeng Adipati Ario Tjondronegoro IV.

Ada pertanyaan menarik yang diajukan oleh dr Bruneck kepada Sosrokartono saat mengunjungi sahabatnya di wiswa Dar Oes – Salam mengapa ia melakukan pengobatan dengan air putih?. Jawaban  yang diberikan oleh Sosrokartono mengejutkan dr Bruneck. Itu hendaknya ditanyakan kepada Tuhan, saya sendiri tidak tahu, ujar Sosrokartono.

Ada dua cara yang digunakan oleh Sosrokartono dalam menjadikan air menjadi Tirto Husodo. Pertama, dengan cara memandang beberapa detik dengan diam dan mendoakan air yang dibawa penderita lalu menyerahkan kembali kepada pasien. Cara kedua, jika beliau tidak berada dirumah maka Tirto Husodo dapat diperoleh dengan meletakkan botol berisi air dibawah huruf Alif.

Di samping menugaskan Parnadi dan Soepardi, Sosrokartono juga berpesan, yang melayani tamu untuk memohon air tirto busodo di depan Alif tidak boleh banyak- banyak, cukup dua orang. Botol atau tempat air lainnya harus ditempatkan di tengah-tengah daun meja kecil yang diletakkan tepat di bawah huruf Alif, pada posisi yang ditandai dengan titik silang dua garis.

Pemohon berdiri di depan gambar Alif dan diminta memanjatkan permohonannya dengan batin yang tulus, ikhlas dan sungguh-sungguh. Pembantu menyertai dengan berdiri diam di sampingnya. Setelah beberapa waktu, pemohon diperkenankan mengambil botolnya dengan diberi  petunjuk bagaimana cara memakai dan menyimpan air tirto husodo.

Umumnya mereka diberitahu cara membawa dan menyimpan botol air tersebut dengan baik-baik, jangan sampai  di langkahi oleh siapapun, termasuk hewan. Jadi diletakkan di atas. Di samping itu kalau sudah dapat harus  terus pulang dan tidak boleh mampir-mampir di tengah jalan.  Orang yang sakit atau yang susah tiap hari harus minum air paling sedikit tiga kali sehari. Kalau air di dalam botol tinggal sedikit harus diisi dengan air minum penuh kembali dengan ingat kepada Sosrokartono. Kalau kehabisan sama sekali boleh datang kembali untuk meminta Tirto Husodo ke Dar Oes Salam. 

Sosrokartono mengajarkan ilmu kasunyatan, yang tak lain adalah ajaran tentang kekosongan (sunna, shunya).

Beliau menggambarkan sunyata ini sebagai Alif yang berkelebat dengan aksara huruf A bahasa Latin, asal muasal semua huruf.

Dengan kertas bertuliskan Alif ini, ia menyembuhkan banyak orang dengan memasukkannya ke dalam air lalu meminumkannya pada si sakit. Dari mana ia belajar metode seperti ini? Yang pasti, beliau dan adiknya Kartini mengenal dengan baik juru Tionghoa yang meminta mereka minum air kertas fu (talisman) dari Kelenteng Xuantian Shangdi Miao di Welahan. Konon ia juga bervegetarian sama dengan adiknya, Kartini. Sang pangeran dari Jawa ini juga tidak menikah rupanya dan hidup selibat.

Sosrokartono atau Kartono adalah warga negara Jawa dan Hindia Belanda pertama yang pergi ke Eropa untuk belajar dan meraih gelar sarjana. Ia dikenal sebagai "Pangeran Jawa yang Tampan" saat masih menjadi mahasiswa. Ia adalah seorang poliglot yang menguasai 26 bahasa, termasuk bahasa Basque.

Kartono tak pernah bicara soal agama apa pun, apalagi fiqih , meski ibunya adalah putri seorang guru Islam, atau kliniknya yang bernama Arab, Dar-El-Salam.

Dalam salah satu puisinya berjudul “ Digdaya Tanpa Aji ”, Kartono menyinggung Mazmur 3:4.

Tetapi Engkau, ya HUU, perisaiku, kemuliaanku, yang mengangkat kepalaku dengan bebas. (Mazmur 3:4 dalam The Beloved and I ).

Ia menegaskan bahwa seseorang hanya membutuhkan Tuhan sebagai perisai atau pelindung dadanya, bahwa Tuhan adalah satu-satunya kekuatan seseorang; dan bahwa Hikmat dari-Nya adalah satu-satunya kekuatan yang dapat menyelamatkan seseorang.

Kepatuhan pada Kehendak Tuhan merupakan tema yang paling terkenal dan kuat dari semua mistikus dan filsuf Jawa, termasuk Kartono. Ia melakukannya dengan mengatakan dalam salah satu ajarannya dalam “ Trimah mawi Pasrah ” (Terima lalu Berserah) :

“Ikhlas marang sing wis kelakon (Berserah pada apa yang telah terjadi)

“ Trimah apa kang dilakoni (Terima apa yang sedang kau lakukan)

“ Pasrah marang kang bakal ana (Berserah pada apa yang akan terjadi).”

“Trimah mawi Pasrah” beliau tidak berarti suatu tindakan tanpa usaha, tetapi dalam ajarannya “ Aji Tekad ” (Kekuatan Kemauan yang Kuat) beliau menekankan pentingnya Niat seseorang dalam kemauannya yang kuat. Kemauan yang kuat ini seharusnya hanya untuk Tuhan. Seseorang seharusnya tidak takut pada apa pun karena Tuhan bersamanya. 

Ini akan seperti kiasan dari ayat lain dalam Mazmur 3 : Aku berbaring, lalu tidur, aku terbangun, karena Tuhan menopang aku dengan kuk-Nya. Aku tidak akan takut kepada sepuluh ribu orang yang mengepung aku lagi. (Mazmur 3:6-7 dalam The Beloved and I ).

Pandangan hidup Kartono juga sejajar dengan Taoisme. Ia tidak menganjurkan seseorang untuk berenang melawan arus, melainkan mengikuti arus, tetapi tidak tenggelam ke dalamnya dan tetap waspada.

Kartono dimakamkan di Kudus, Jawa Tengah, dan banyak orang menganggapnya sebagai orang suci. Banyak orang Jawa yang beragama Islam dan Kristen menghormati dan sering berziarah ke makamnya.

Ketua Adisti (Taslima) menganggapnya sebagai guru yang dihormati dan orang suci Jawa yang paling inspiratif. Penemuannya tentang Tahun Yubelium Jawa pada tahun 2016 sebagai konvergensi kalender Henokh (dalam Kitab Henokh dan Kitab Yubelium, seperti yang digunakan oleh kaum Essenes dan komunitas Qumran) dengan Sengkalan Jawa untuk Kalender Taslima, terinspirasi oleh Kartono setelah beberapa kali bermimpi.

Sosrokartono menjelaskan ajarannya dalam “Doktrin Alif” sebagai berikut :

"Saya adalah hamba Tuhan dan saya mencintai keindahan hidup.

Saya beribadah, yaitu saya memenuhi kewajiban pengabdian saya dan saya datang kepada sesama."