Sosrokartono sang Alif Jawa dan Ilmu Kasunyatan
Raden Mas Panji Sosrokartono dalam setiap kesempatan senantiasa mengungkapkan bahwa ia tidak mempunyai ilmu, japa mantra atau dalil-dalil yang muluk-muluk. Namun kenyataannya ia mendapatkan karunia Illahi yang luar biasa untuk memberikan pertolongan kepada orang-orang yang memerlukan. Bukan saja orang yang sakit tetapi juga orang yang menderita karena berbagai persoalan hidup yang dialami. Di samping ia menggunakan srono air tirto busodo, ia juga menggunakan huruf Alif yang disulam dengan benang di atas selembar kain..
Alif menurut Sosrokartono berarti Tuhan + Aku = Ingsun.
Sosrokartono memiliki tiga jenis huruf Alif yaitu Alif warna hitam dengan dasar putih, Alif warna putih dengan dasar biru muda dan Alif warna putih dengan dasar merah.
Setiap malam setelah para tamu yang meminta pertolongan pulang. masuk kamarnya kemudian membakar kemenyan sehingga asapnya memenuhi kamar tempat ia melakukan ritual Sosrokartono Alif. Setelah itu ia beberapa saat melakukan semedi dan kemudian dengan menahan nafas Sosrokartono menyulam penyulaman Alif dengan benang berwarna putih, satu persatu hingga nafasnya habis. Ia bisa beberapa menit menahan nafas.
Setelah gambar itu ia keluar dari kamar. Tengah malam berikutnya pekerjaan menyulan Alif itu dilakukan hingga selesai. Ketika menyulam huruf Alif itu, Sosrokartono juga berpuasa.
Sampai hari wafatnya Sosrokartono tanggal 8 Pebruari 1952 symbol Alif masih berfungsi sebagai wakil beliau. Bahkan ketika ia telah meninggalkan alam yang fana ini, anyaman Alif yang ditinggalkan di Dar Oes Salam masih berfungsi seperti sediakala untuk menolong mereka yang memerlukan pertolongan dengan pelayanan warga Monosoeko. Pada waktu rumah Dar Oes – Salam tidak dapat dipertahankan lagi tepat setelah memperingati 1000 hari setelah wafatnya Sosrokartono, maka atas persetujuan para ahli waris sulaman Alif dipindahkan ke Kudus dan digantungkan di dinding dalam gedung pasarean leluhur Hyang Sosrokartono, kanjeng Adipati Ario Tjondronegoro IV.
Ada pertanyaan menarik yang diajukan oleh dr Bruneck kepada Sosrokartono saat mengunjungi sahabatnya di wiswa Dar Oes – Salam mengapa ia melakukan pengobatan dengan air putih?. Jawaban yang diberikan oleh Sosrokartono mengejutkan dr Bruneck. Itu hendaknya ditanyakan kepada Tuhan, saya sendiri tidak tahu, ujar Sosrokartono.
Ada dua cara yang digunakan oleh Sosrokartono dalam menjadikan air menjadi Tirto Husodo. Pertama, dengan cara memandang beberapa detik dengan diam dan mendoakan air yang dibawa penderita lalu menyerahkan kembali kepada pasien. Cara kedua, jika beliau tidak berada dirumah maka Tirto Husodo dapat diperoleh dengan meletakkan botol berisi air dibawah huruf Alif.
Di samping menugaskan Parnadi dan Soepardi, Sosrokartono juga berpesan, yang melayani tamu untuk memohon air tirto busodo di depan Alif tidak boleh banyak- banyak, cukup dua orang. Botol atau tempat air lainnya harus ditempatkan di tengah-tengah daun meja kecil yang diletakkan tepat di bawah huruf Alif, pada posisi yang ditandai dengan titik silang dua garis.
Pemohon berdiri di depan gambar Alif dan diminta memanjatkan permohonannya dengan batin yang tulus, ikhlas dan sungguh-sungguh. Pembantu menyertai dengan berdiri diam di sampingnya. Setelah beberapa waktu, pemohon diperkenankan mengambil botolnya dengan diberi petunjuk bagaimana cara memakai dan menyimpan air tirto husodo.
Umumnya mereka diberitahu cara membawa dan menyimpan botol air tersebut dengan baik-baik, jangan sampai di langkahi oleh siapapun, termasuk hewan. Jadi diletakkan di atas. Di samping itu kalau sudah dapat harus terus pulang dan tidak boleh mampir-mampir di tengah jalan. Orang yang sakit atau yang susah tiap hari harus minum air paling sedikit tiga kali sehari. Kalau air di dalam botol tinggal sedikit harus diisi dengan air minum penuh kembali dengan ingat kepada Sosrokartono. Kalau kehabisan sama sekali boleh datang kembali untuk meminta Tirto Husodo ke Dar Oes Salam.
Sosrokartono mengajarkan ilmu kasunyatan, yang tak lain adalah ajaran tentang kekosongan (sunna, shunya).
Beliau menggambarkan sunyata ini sebagai Alif yang berkelebat dengan aksara huruf A bahasa Latin, asal muasal semua huruf.
Dengan kertas bertuliskan Alif ini, ia menyembuhkan banyak orang dengan memasukkannya ke dalam air lalu meminumkannya pada si sakit. Dari mana ia belajar metode seperti ini? Yang pasti, beliau dan adiknya Kartini mengenal dengan baik juru Tionghoa yang meminta mereka minum air kertas fu (talisman) dari Kelenteng Xuantian Shangdi Miao di Welahan. Konon ia juga bervegetarian sama dengan adiknya, Kartini. Sang pangeran dari Jawa ini juga tidak menikah rupanya dan hidup selibat.
Sosrokartono atau Kartono adalah warga negara Jawa dan Hindia Belanda pertama yang pergi ke Eropa untuk belajar dan meraih gelar sarjana. Ia dikenal sebagai "Pangeran Jawa yang Tampan" saat masih menjadi mahasiswa. Ia adalah seorang poliglot yang menguasai 26 bahasa, termasuk bahasa Basque.
Kartono tak pernah bicara soal agama apa pun, apalagi fiqih , meski ibunya adalah putri seorang guru Islam, atau kliniknya yang bernama Arab, Dar-El-Salam.
Dalam salah satu puisinya berjudul “ Digdaya Tanpa Aji ”, Kartono menyinggung Mazmur 3:4.
Tetapi Engkau, ya HUU, perisaiku, kemuliaanku, yang mengangkat kepalaku dengan bebas. (Mazmur 3:4 dalam The Beloved and I ).
Ia menegaskan bahwa seseorang hanya membutuhkan Tuhan sebagai perisai atau pelindung dadanya, bahwa Tuhan adalah satu-satunya kekuatan seseorang; dan bahwa Hikmat dari-Nya adalah satu-satunya kekuatan yang dapat menyelamatkan seseorang.
Kepatuhan pada Kehendak Tuhan merupakan tema yang paling terkenal dan kuat dari semua mistikus dan filsuf Jawa, termasuk Kartono. Ia melakukannya dengan mengatakan dalam salah satu ajarannya dalam “ Trimah mawi Pasrah ” (Terima lalu Berserah) :
“Ikhlas marang sing wis kelakon (Berserah pada apa yang telah terjadi)
“ Trimah apa kang dilakoni (Terima apa yang sedang kau lakukan)
“ Pasrah marang kang bakal ana (Berserah pada apa yang akan terjadi).”
“Trimah mawi Pasrah” beliau tidak berarti suatu tindakan tanpa usaha, tetapi dalam ajarannya “ Aji Tekad ” (Kekuatan Kemauan yang Kuat) beliau menekankan pentingnya Niat seseorang dalam kemauannya yang kuat. Kemauan yang kuat ini seharusnya hanya untuk Tuhan. Seseorang seharusnya tidak takut pada apa pun karena Tuhan bersamanya.
Ini akan seperti kiasan dari ayat lain dalam Mazmur 3 : Aku berbaring, lalu tidur, aku terbangun, karena Tuhan menopang aku dengan kuk-Nya. Aku tidak akan takut kepada sepuluh ribu orang yang mengepung aku lagi. (Mazmur 3:6-7 dalam The Beloved and I ).
Pandangan hidup Kartono juga sejajar dengan Taoisme. Ia tidak menganjurkan seseorang untuk berenang melawan arus, melainkan mengikuti arus, tetapi tidak tenggelam ke dalamnya dan tetap waspada.
Kartono dimakamkan di Kudus, Jawa Tengah, dan banyak orang menganggapnya sebagai orang suci. Banyak orang Jawa yang beragama Islam dan Kristen menghormati dan sering berziarah ke makamnya.
Ketua Adisti (Taslima) menganggapnya sebagai guru yang dihormati dan orang suci Jawa yang paling inspiratif. Penemuannya tentang Tahun Yubelium Jawa pada tahun 2016 sebagai konvergensi kalender Henokh (dalam Kitab Henokh dan Kitab Yubelium, seperti yang digunakan oleh kaum Essenes dan komunitas Qumran) dengan Sengkalan Jawa untuk Kalender Taslima, terinspirasi oleh Kartono setelah beberapa kali bermimpi.
Sosrokartono menjelaskan ajarannya dalam “Doktrin Alif” sebagai berikut :
"Saya adalah hamba Tuhan dan saya mencintai keindahan hidup.
Saya beribadah, yaitu saya memenuhi kewajiban pengabdian saya dan saya datang kepada sesama."