Asal usul nama Slipi dan Cerita maen pukulan


Sebagai seorang yg terlahir di kampung  Slipi, DKI Jakarta, Sejak Remaja menggeluti seni beladiri dan tenaga dalam dari Guru ke Guru lainnya. Silsilah dari garis Ibu - Fatmah binti KH Muhammad Nur Syafii bin H Sariun bin H Ja'man asal Slipi. Dan dari garis Bapak - H Abdul Haris bin Abdurrahman bin Adam asal Kemanggisan ilir.

Secara geografis Slipi zaman dulu, wilayahnya adalah Kotabambu selatan, Jati pinggir gang Kiapang, Slipi petamburan,  Slipi bludik, bunderan slipi, Slipi hankam, Slipi anggrek, Slipi lapangan Romsol sampai Taman anggrek dulu.
Dulunya Slipi masuk wilayah Kecamatan Slipi Petamburan yg sekarang masuk Kecamatan Palmerah.

Asal usul kampung Slipi sendiri dari Kata Salafi. Menurut Cing Abd Fatah, karena orang Betawi demen dgn kata-kata yg singkat, biar gak lama ngomongnya, akhirnya Salafi berubah Slipi. Banyak kata lain yg berubah contohnya kata dari Batavia menjadi Betawi, juga dari nasi Wudhu menjadi nasi uduk.
Secara sederhana, salafi adalah golongan orang yang menganut manhaj salaf atau Ahlussunnah wal Jamaah. Prinsip yang dipegang oleh kaum salafi adalah sumber rujukannya memahami akidah dalam manhaj salaf yang terdiri dari Al-Qur'an, Hadis, dan Ijma salaful salih atau Ulama Salaf. Oleh karena itu zaman dulu bagi yang Keturunan Arab yg tinggal di Slipi, penduduk wilayah lain menyebutnya daerah Orang Salafi. Kampung Slipi masyarakatnya juga Religius, Toleransi dan Aman. Diantara Tokoh Betawi yg lahir di slipi adalah  Habib Ali bin Sahil bin Abdul Qodir, Habib Rizieq bin Habib Hussein bin Muhammad Shihab, KH Muhammad Nur Syafei(Kong Guru Kecil), diteruskan KH Solihun, dll.  Kata ane dan ente yg menjadi ciri khas ucapan oramg Slipi menjadikan akhlak yg baik.

Sejarah istilah maen pukulan lahir sebagai bentuk perlawanan masyarakat Tanah Betawi terhadap penindasan yang dilakukan kolonial Belanda di masa penjajahan. Meski begitu, masyarakat Betawi menggunakan maen pukulan bukan untuk menyerang melainkan untuk membela diri. Sama seperti yang diajarkan oleh para guru maen pukulan zaman dulu, bahwa Orang Betawi selain harus memiliki keterampilan bela diri, juga harus menguasai ilmu agama agar keduanya seimbang.

Tanah Betawi khususnya Kampung Slipi mengartikan maen pukulan sebagai permainan yang melibatkan kontak fisik serangan membela diri dengan atau tanpa senjata. Oleh karena itu muncullah istilah pukulan karena memang lebih banyak menggunakan tangan. Rahasianya adalah lebih maen pukulan jarak pendek atau dekat dgn lawan. Mengutamakan kecepatan dan refleks. Meski begitu seiring perkembangan zaman, tendangan juga mendominasi namun hanya sebatas pusar ke bawah.
Penulis sejak usia 10 tahun sudah mulai mempelajari aliran maen pukulan Betawi yaitu aliran yang memang masih orisinil pada Zamannya.
Guru - guru penulis yang terkenal pada zamannya diantaranya aliran Petojo dari Kong Sanusi Slipi, Gerak Rasa dari Bang pi'i Slipi, Cingkrik dari Cing Didi Kemanggisan, Pukulan Sabeni Tenabang dari Bang H Yunus Slipi kotabambu, dapat juga dari Kong Ceot Kemanggisan, Aliran Ki Ontong dari Cing Mamat Kemanggisan, pukulan Pancer dari Bang Supri Slipi.(Alfatihah untuk Jasa beliau semua).
Masing-masing aliran para guru silat ini memiliki jurus yang berbeda. Penulis pada waktu thn 83, bersama para pesilat di undang Ketua IPSI Bpk Edi Nalapraya, yang sering mengadakan pertemuan dengan para pesilat Betawi di gelanggang Grogol Walikota Jakarta barat. Diantara para undangan Guru sepuh seperti kong Ceot dari Kemanggisan Ilir, turun menampilkan atraksi seni maen pukulannya di atas panggung.

Inti aliran maen pukulan Betawi didasarkan atas karakter dan bentuk maen pukulan yang berseni indah, yang bisa dibuat sebagai seni silat panggung yang akhirnya melahirkan Silat Palang Pintu, yang merupakan tradisi yang menjadi bagian dari upacara pernikahan masyarakat Betawi. Palang pintu adalah Penggabungan seni beladiri dengan seni sastra pantun agama.