Apa pernah Anda melihat Moneytory dan ternyata banyak pengeluaran yang sebenarnya tidak terlalu penting? Atau mungkin anda pernah berpikir, “Kenapa, orang yang penghasilannya sama dengan anda bisa punya lebih banyak dana di Flexi Saver bahkan bisa punya beberapa Maxi Saver, sementara Anda tidak?” Atau jangan-jangan, selama ini Anda merasa manajemen keuangan Anda tidak bagus tapi belum tahu harus memperbaiki dan mengubahnya dari mana?
Itu disebabkan cara Anda memandang dan mengelola keuangan dipengaruhi oleh faktor psikologis. Karena faktor psikologis setiap orang berbeda-beda. Setiap orang memandang dan mengelola uang juga berbeda, meskipun mereka mengetahui teori financial planning yang sama. Cara manusia berperilaku terhadap uang inilah dikenal sebagai psychology of money.
Apa Itu Psychology of Money?
Istilah psychology of money mulai dikenal melalui buku berjudul sama yang ditulis oleh Morgan Housel. Buku The Psychology of Money menjelaskan tentang bagaimana kita berperilaku terhadap uang.
Memahami psychology of money akan mempermudah setiap orang dalam mengelola pikiran, emosi, dan perilaku—terutama saat harus berurusan dengan uang. Karena sebanyak apapun uang yang bisa kita hasilkan dan kumpulkan, semuanya akan sia-sia ketika dihadapkan pada manajemen keuangan yang buruk atau perilaku menghabiskan uang yang tidak terkontrol.
Kesuksesan kita dalam mengatur keuangan tidak hanya tergantung dengan pengetahuan, kecerdasan, dan kemampuan berhitung tetapi juga tergantung pada bagaimana perilaku kita dalam mengelola uang—misal saat belanja, saat menggunakan Flexi Cash, saat membuat Dream Saver, dan sebagainya.
Setiap orang berbeda, tidak ada yang benar-benar sama.
Dalam setiap hal yang berhubungan dengan psikologi manusia, tidak ada orang yang memiliki perilaku seratus persen sama dengan orang lain, termasuk soal psychology of money.
Tidak ada faktor psikologi spesifik dalam perilaku manusia terhadap uang, yang bisa berlaku untuk semua orang. Tetapi, kalau kita mengingat bahwa perilaku manusia selalu dipengaruhi oleh faktor internal (seperti demografi, kepribadian, motivasi, pengalaman, atau nilai yang dianut) dan faktor eksternal (seperti pola asuh, status sosial ekonomi, budaya, atau lingkungan), maka perilaku kita terhadap uang juga tentu dapat dipengaruhi faktor-faktor tersebut.
Misalnya, perilaku yang dipengaruhi oleh faktor internal. Secara demografi, perempuan cenderung memiliki list belanjaan bulanan lebih banyak daripada laki-laki, karena kebutuhan pribadi yang lebih banyak.
Orang dengan kepribadian ekstrovert akan berbeda cara menghabiskan uangnya dengan yang punya kepribadian introvert. Orang dengan motivasi punya tabungan yang banyak akan mengalihkan dananya ke Flexi Saver, sementara orang yang motivasinya punya aset akan membagi sebagian dananya ke Maxi Saver.
Contoh lainnya adalah perilaku yang dipengaruhi oleh faktor eksternal. Seseorang yang sejak kecil dididik untuk berhemat, cenderung punya banyak pertimbangan sebelum memutuskan untuk membelanjakan uang ketimbang yang sejak kecil terbiasa langsung dibelikan sesuatu.
Psychology of Money
Jangan lupa, keadaan sosial ekonomi seseorang juga berperan penting. Pengeluaran satu juta mungkin terasa ringan bagi yang penghasilan perbulannya dua digit atau lebih, dan sebaliknya, akan terasa berat bagi yang penghasilannya hanya satu digit.
Apakah teman Anda pernah melihat suatu barang yang pada waktu tertentu sangat hype, jadi trend, dan semua orang ingin memilikinya? Ini juga mempengaruhi psychology of money kita.
Disadari atau tidak, kita cenderung mudah terbujuk dengan hal-hal yang tampak “istimewa”. Seperti sesuatu yang sedang trend, diskon besar-besaran, barang yang katanya limited, atau promo yang menggoda seperti gratis ongkir.
Kebahagiaan dan Ketamakan
Uang mungkin tidak bisa membeli kebahagiaan, tapi uang bisa membeli segalanya yang dapat membuat kita bisa bahagia. Anda pernah mendengar pepatah ini, kan?
Setiap orang tentu punya pandangan yang berbeda dalam memaknai kebahagiaan yang diberikan oleh uang. Ada yang merasa bahagia saat punya dana darurat dan tabungan yang cukup.
Ada yang bahagia saat bisa membeli apa pun yang diinginkan, tanpa harus membandingkan harga dengan toko sebelah. Ada juga yang bahagia saat bisa memfasilitasi keluarga dengan kenyamanan dan keamanan finansial.
Tidak ada yang salah dalam menghubungkan uang dengan kebahagiaan. Karena faktanya, orang yang memiliki uang memang mampu membuat hidupnya menjadi lebih bahagia. Paling tidak, hidup menjadi lebih punya pilihan saat kita punya uang.
Namun, menjadikan uang sebagai satu-satunya sumber kebahagiaan juga membuat kita secara psikologis mengidamkan uang secara berlebihan. Keinginan untuk memiliki dan menumpuk uang berpotensi menjadikan kita manusia yang tamak.
Tidak hanya berpotensi menghalalkan segala cara demi mendapatkan uang, kita juga cenderung melupakan hal-hal lain yang tidak kalah penting dalam hidup, seperti pasangan, teman-teman, keluarga, bahkan diri sendiri. Sehingga, penting untuk kita memahami apa yang penting dan menjadi prioritas, dan kenapa kita menganggapnya demikian.
Mengelola Keuangan, Belajar untuk Berkata Cukup.
Jadi gimana caranya agar bisa mengelola keuangan dengan baik?
1. Kenali dan pahami dulu kebutuhan dan prioritas Anda masing-masing. Coba jawab pertanyaan-pertanyaan ini untuk bisa berpikir lebih dalam tentang uang : Apa saja yang menjadi kebutuhan primer, sekunder, dan tersier? Apa yang menjadi kebutuhan mendesak dan penting? Apakah semua kebutuhan sudah terakomodasi dari pemasukan reguler? Perlukah memisahkan dana kebutuhan sehari-hari di x-card yang berbeda atau semuanya cukup jadi satu di m-card?
2. Kenali dan pahami kebutuhan memiliki tabungan dan aset. Pertanyaan yang bisa membantu Anda : Apakah satu pos tabungan cukup satu untuk semua kebutuhan? Perlukah memisahkan tabungan darurat dan tabungan jangka panjang? Apakah sudah saatnya memiliki aset? Apakah sudah perlu berinvestasi? Apakah Flexi Saver perlu dipisah sesuai tujuan menabung?
3. belajar berkata cukup. Anda pasti sadar, mengumpulkan uang lebih mudah ketimbang mempertahankannya. Karena secara psikologis, saat kita punya uang, kita cenderung punya keinginan untuk menghasilkan lebih banyak. Contohnya, kita jadi tergoda untuk menggunakan uang yang ada untuk berinvestasi lebih banyak dengan harapan mendapatkan untung lebih. Godaan ini cenderung membuat kita berinvestasi secara asal dan tanpa pertimbangan yang matang, sehingga memunculkan potensi rugi yang lebih besar juga.
Contoh lainnya, jika Anda terus-menerus bekerja tanpa memperhatikan diri sendiri dan jatuh sakit malah akan mengeluarkan biaya yang lebih besar untuk kesehatan. Intinya, berkata cukup pada diri sendiri saja sudah membantu kita untuk mengendalikan atau membatasi pengeluaran keuangan. Bagaimana menetapkan prioritas serta pertimbangan yang lebih matang dan berjangka panjang.
Oleh: Fakhrisina Amalia Rovieq