Ilmu Pawang Hujan adalah warisan ilmu spiritual Nusantara yang berkembang luas di berbagai daerah Indonesia, terutama di Bali, Jawa, dan daerah-daerah yang masih kental dengan tradisi leluhur. Ilmu ini digunakan untuk mengatur cuaca, terutama untuk menunda atau memindahkan hujan, agar suatu acara penting seperti upacara adat, pernikahan, konser, atau kegiatan luar ruangan tidak terganggu oleh hujan.
Berikut penjelasan ilmu pawang hujan secara lengkap — dari awal sampai akhir, termasuk tata cara, laku spiritual, dan mantra yang biasa digunakan :
1. Dasar Kepercayaan Ilmu Pawang Hujan
Ilmu ini berpijak pada keyakinan bahwa Alam raya memiliki kesadaran dan energi yang bisa diajak “berkomunikasi”. Hujan adalah bagian dari siklus alam yang bisa diselaraskan melalui niat tulus, mantra, laku tirakat, dan penguasaan batin. Para pawang hujan sering bekerjasama dengan makhluk halus penjaga langit, roh leluhur, atau khodam alam.
2. Persiapan Sebelum Menghentikan Hujan Seorang pawang hujan tidak bisa sembarangan bekerja. Harus melewati tahapan :
a. Puasa atau Tirakat
Dilakukan untuk membersihkan diri dan memperkuat batin. Biasanya puasa mutih (makan nasi putih dan air putih), puasa patigeni (tidak makan, minum, tidur, dan bicara selama 24 jam), atau tapa brata.
b. Ritual Permohonan
Pawang biasanya melakukan persembahan kepada alam: seperti bunga tujuh rupa, air dari 7 mata air, atau membakar kemenyan.
c. Waktu Ideal
Dilakukan pagi hari sebelum mendung mulai berkumpul, namun bisa juga saat hujan mulai turun. Pawang membaca pertanda alam: arah angin, warna awan, tekanan udara, dan getaran rasa batin.
3. Alat dan Media yang Digunakan Payung hitam, simbol penolak hujan. Bambu kecil/keris kecil/ikan air tawar (lele), sebagai media pengalihan energi air. Tulang katak, dalam praktik kuno (Jawa), sebagai sarana pemindahan hujan. Air suci, sebagai pengikat energi cuaca. Cermin atau kaca, untuk "memantulkan" awan.
4. Mantra Pawang Hujan (Versi Jawa & Bali)
Mantra Jawa (sering digunakan di Jawa Tengah dan Timur) :
Ya Alloh, Ya Gusti Pangeran, kulo nyuwun udan punika dipun alihaken, mugi mboten damel cilaka, mugi mboten damel rusak pepanggonan puniki. Kagem sih rahmat, mugi udan kaping pisan, tansah paring berkah. Aamiin.
Artinya : “Ya Tuhan, saya memohon hujan ini dipindahkan, semoga tidak membawa malapetaka dan kerusakan di tempat ini. Semoga hujan menjadi berkah.”
Mantra Bali (dipakai oleh Balian/Pemangku/Pawang di Bali) : Om Hyang Baruna, penguasa segara lan mega, Saking rahina puniki, titiang nyuwun sewala, Anake sane ngaturang karya, nyantosang ring jagat sane cerik. Om Anugraha Baruna, Om Siddhi Astu.
Artinya : “Om Hyang Baruna, penguasa laut dan awan, pada hari ini hamba memohon dengan rendah hati, semoga anak-anak yang mengatur upacara ini mendapat cuaca yang baik. Semoga anugerah Baruna tercurah. Om, semoga berhasil.”
5. Teknik Pengalihan Hujan
Pawang biasanya melakukan ini, Meditasi dan Pemusatan Energi, Memvisualisasi awan hujan digeser kearah lain, seperti ke hutan atau laut.
Gerakan Tangan dgn menggunakan Media (Payung/Keris/Cermin), Mengarahkan secara simbolis awan ke arah tertentu sambil membaca mantra. Biasa nya penulis memakai baju anak yatim piatu dg cara di letakkan diatas ketinggian rumah.
Mengikat Awan : Dalam versi mistik, hujan dikatakan bisa "diikat" dengan tali gaib agar tidak turun di suatu tempat.
6. Tanda Keberhasilan
Angin berubah arah. Awan mulai terpecah dan berpindah. Hujan tertahan di batas tertentu (garis hujan). Cuaca menjadi cerah dalam radius lokasi.
7. Pantangan Pawang Hujan
Tidak boleh menyalahgunakan ilmu ini untuk kesombongan. Tidak boleh menghentikan hujan terlalu sering karena bisa mengganggu keseimbangan alam. Tidak digunakan untuk mencelakai.
8. Setelah Selesai – Ucapan Syukur
Pawang akan mengucapkan syukur kepada alam dan membuat sesajen kecil sebagai penghormatan kepada roh penjaga cuaca.
Penutup
Ilmu pawang hujan bukan sihir hitam, melainkan laku spiritual yang menyatu dengan semesta. Orang yang menguasainya harus memiliki kesabaran, kesucian batin, niat baik, dan koneksi kuat dengan alam.