Saat Aku Mati


Saat aku mati : saat kerandaku mulai dibawa keluar, “Jangan pernah kau berfikir bahwa aku merindukan dunia ini.”

Janganlah meneteskan air mata, jangan meratapi, atau menyesaliku. Aku tidak akan jatuh ke dalam sarang makhluk yang mengerikan. Ketika melihat jenazahku diusung, Janganlah menangis karena kepergianku. “Aku bukan pergi : Aku telah sampai kepada Cinta Yang Abadi.”

Ketika engkau meninggalkanku di dalam kuburan, janganlah mengucapkan selamat tinggal. “Ingatlah, kuburan hanya bagi Surga yang berada di baliknya, engkau hanya akan melihatku (seperti yang) diturunkan ke liang lahat, sekarang, lihatlah aku bangkit.”

Bagaimana bisa ada akhir?  Saat matahari terbenam atau bulan tenggelam, ini terlihat seperti akhir, Ini terlihat seperti matahari yang terbenam, tetapi sebenarnya, ini adalah fajar. Saat kuburan mengurungmu, saat itulah jiwamu terbebaskan. Melihat benih yang jatuh ke bumi tidak menumbuhkan kehidupan baru? Mengapa mempertanyakan bangkitnya benih yang bernama manusia? Ketika, untuk terakhir kalinya, engkau menutup mulutmu, Kata-kata dan jiwamu akan menjadi milik dunia yang tanpa ruang, tanpa waktu.

Matilah dengan bahagia dan berharap untuk mengambil bentuk yang baru dan lebih baik. Ibarat matahari, hanya ketika terbenam di barat barulah terbit di timur. Dunia adalah taman bermain, dan kematian adalah malamnya. 

Tempat ini adalah mimpi. Hanya orang yang tidur yang menganggapnya nyata. Kemudian kematian datang seperti fajar, dan kamu terbangun sambil tertawa atas apa yang kamu anggap sebagai kesedihanmu. Di akhir hidupku, hanya dengan satu nafas tersisa, jika kamu datang, aku akan duduk dan bernyanyi. Saya sudah mati, lalu hidup. Menangis, lalu tertawa. 

Semua orang begitu takut kematian, namun para sufi sejati hanya tertawa : tidak ada yang menzalimi hati mereka. Apa yang mengenai cangkang tiram tidak merusak mutiaranya. Setelah itu aku masih harus mati dan menjelma sesuatu yang tak bisa ku pahami. Ah, biarkanlah diriku lenyap memasuki kekosongan, kesunyian.

"Wahai Kekasih, ambillah apa-apa yang yang aku mau, ambillah apa-apa yang kulakukan, ambillah apa-apa yang ku butuhkan, ambillah semua yang mengambilku dari-Mu. Mengetahui bahwa adalah Engkau yang mengambil kehidupan, kematian menjadi sangat manis. Selama aku bersama-Mu, kematian bahkan lebih manis dibandingkan dengan kehidupan itu sendiri.” (Rumi 1207-1273 M)

❤️

Kematian Yang Direncanakan

 

Apa yang sebenarnya terjadi dalam kematian? Seluruh energi vital yang tersebar, menyebar ke mana-mana – ia mengerut, kembali ke pusatnya. Energi inti yang menjangkau setiap sudut dari tubuh kita ini ditarik, kembali ke intinya.

Misalnya, jika kita terus meredupkan cahaya yang tersebar, ia akan mulai menyusut dan kegelapan akan berkumpul. Pada titik tertentu cahaya akan dikurangi sampai ke titik di mana ia mendekati lampunya sendiri. Dan jika kita bahkan meredupkannya lebih jauh, cahaya akan terkumpul dalam bentuk benih dan kegelapan akan mengelilingimu.

Jadi energi vital dari kehidupan kita menyusut, kembali ke pusatnya sendiri. Sekali lagi ia menjadi benih, atom, siap untuk perjalanan baru. Karena pengerutan ini, penyusutan dari energi mendasar ini sendiri, orang merasa, 'Aku sekarat! Aku sekarat!’ Apa yang dia anggap sebagai hidup sampai saat itu mulai menyelinap pergi; segala sesuatunya mulai jatuh. Anggota badan mulai kehilangan kekuatannya; dia mulai sesak nafas. Penglihatannya menjadi lebih buruk dan telinganya menjadi sulit mendengar.

Sesungguhnya semua indera ini sebelumnya hidup dan seluruh tubuh juga karena hubungan mereka dengan suatu energi. Dan begitu energi mulai surut, tubuh, yang pada dasarnya tidak bernyawa, sekali lagi menjadi tidak bernyawa. Tuannya bersiap untuk pergi dan rumahnya menjadi tertekan, sunyi. Dan orang itu merasa, 'Sekarang aku pergi!' Pada saat kematian dia merasakan, 'Aku berangkat. Aku tenggelam, akhirnya sudah dekat.’Perasaan gugup bahwa dia sedang sekarat – keadaan khawatir dan melankolis, kesedihan dan kecemasan akan kematian, perasaan bahwa akhirnya sedang mendekat – membawa penderitaan yang begitu mengerikan kepada pikirannya sehingga dia gagal untuk menjadi sadar akan pengalaman kematian itu sendiri. 

Untuk mengetahui kematian dia perlu menjadi damai. Sebaliknya, orang menjadi begitu gelisah sehingga dia tidak pernah tahu apakah kematian itu.

Kematian tidak bisa diketahui pada saat kematian tetapi orang pasti bisa memiliki kematian yang direncanakan. Kematian yang direncanakan adalah meditasi, yoga, samadhi. 

Samadhi hanya berarti satu hal yaitu mendatangkan kejadian yang, jika tidak, terjadi dengan sendirinya dalam kematian. Dalam samadhi, sang pencari mewujudkannya dengan usaha, dengan secara sadar menarik seluruh energi hidupnya ke dalam. Tentu saja dia tidak perlu merasa gelisah karena dia sedang bereksperimen dengan menarik kesadaran ke dalam. Dengan pikiran yang dingin dia mengerutkan kesadaran di dalam. Apa yang dilakukan kematian, dia melakukannya sendiri. Dan dalam keadaan hening itu dia mendapati bahwa energi kehidupan dan tubuh adalah dua hal yang terpisah. Bola lampu yang memancarkan listrik adalah satu hal, dan listrik yang terpancar darinya adalah hal lain. Ketika listrik mengerut sepenuhnya, bola lampu tergeletak di sana, tak bernyawa.

Tubuh tidak lebih dari sebuah bohlam listrik. Hidup adalah listrik, energi, kekuatan vital yang membuat tubuh tetap hidup, hangat, bersemangat.

Dalam samadhi, si pencari sendiri yang menemui kematian. Dan karena dia sendiri yang memasuki kematian, dia mengetahui kebenarannya bahwa dia terpisah dari tubuhnya. Begitu diketahui bahwa 'Aku terpisah dari tubuh,' kematian selesai. Dan begitu pemisahan antara tubuh dan keberadaan diketahui, pengalaman dari hidup telah dimulai. Akhir dari kematian dan pengalaman dari hidup terjadi pada titik yang sama, secara bersamaan. Dengan mengetahui kehidupan, kematian pergi; dengan mengetahui kematian, ada kehidupan. Jika dipahami dengan benar, ini hanyalah dua cara untuk mengekspresikan hal yang sama. Mereka adalah dua penunjuk ke arah yang sama.


Garis Tangan Kematian

Jika di bawah hipnosis Anda yakin bahwa setelah lima belas hari Anda akan mati, dan jika setiap hari selama lima belas hari Anda dibuat pingsan dan yakin dalam keadaan tidak sadar Anda bahwa Anda akan mati setelah lima belas hari ... apakah Anda benar-benar mati atau tidak, garis hidup Anda akan rusak dengan panjang proporsional lima belas hari. Sebuah celah akan muncul di garis hidup Anda; tubuh akan menerima gagasan bahwa kematian sedang dalam perjalanan.

Jika pikiran Anda mengalami perubahan, maka garis di telapak tangan Anda akan segera berubah.

Kematian Menurut Sains Fisika Quantum

Apa itu kematian? Semua orang pada umumnya Takut Mati dan Takut dengan Orang Mati

Kenapa? Karena sejak kecil kita selalu ditakut-takuti tentang 2 hal teresebut. Dan yang menakut-nakuti sebenarnya juga sama takutnya dengan yang ditakut-takuti. 

Kenapa mereka Takut ? Karena mereka tidak tahu apa itu mati dan apa yang sesungguhnya terjadi ketika mati. Jadi mulailah di karang-karang cerita tentang kematian yang menyakitkan dan menyeramkan yang diceritakan dari generasi ke generasi tanpa pernah ada yang coba mempertanyakan dan membuktikan kebenarannya. 

~ Mati menurut awam adalah ketika seseorang sudah tidak bernafas lagi.       ~ Mati menurut klinis adalah ketika Otak manusia sudah tidak lagi memiliki energi kelistrikan. Ada juga yang mengatakan ketika organ tubuh tidak lagi mempu menopang adanya kehidupan dalam tubuh manusia.            ~ Mati menurut spiritual adalah ketika Roh keluar dari raga fisik kasar/tubuhnya dan tidak kembali lagi untuk selamanya.                                          ~ Mati menurut ilmu fisika adalah ketika Zat Etherik keluar dari materi (tubuh). Zat Ether adalah zat yang bisa dianalogikan dengan "api" zatnya tidak terlihat tapi kalau kita goreskan pemantik pada korek api maka dia akan menyala. Mati juga bisa dikatakan ketika Energi Murni terpisah atau terlepas dari Materi. 

Penyebab kematian ?

1. Faktor Alamiah, faktor biasanya karena usia dimana masa pakai raga sudah selesai dan raga tidak lagi mampu menyediakan tempat bagi roh di dalamnya.  

2. Faktor tidak alamiah, dengan cara mengakhiri hidup sebelum faktor kematian alamiah terjadi  misalnya bunuh diri atau dibunuh, kecelakaan atau terkena bencana alam. Namun kematian karena faktor kecelakaan atau bencana alam yang sudah menjadi suratan takdir  orang tersebut (atau cara kematian yang sudah ditetapkan) itu masuk dalam kematian yang alamiah. 

3. Semua rencana tadirnya/tugas kehidupannya sudah selesai diwujudkan dan di jalani, meskipun raga masih bisa menopang kehidupan.  Biasanya Roh yang sudah tinggi kesadarannya akan memilih untuk pulang, meskipun raganya masih sehat. Kembali pulang ke dimensi Roh, atau yang di kenal dalam Hinduism dgn istilah Moksa. 

Menurut Ilmu Fisika Quantum untuk bisa menjelaskan apa yang terjadi ketika kita mati, maka kita mesti tahu apa yang terjadi ketika kita dilahirkan. Diawali dari unsur-unsur pembentukan kehidupan yakni perpaduan antara Materi dan Energi. Jadi tubuh manusia pada awal diciptakan melalui proses kehamilan adalah bermula dari energi yang memadat hingga menjadi atom sebagai materi dasar hingga kemudian menjadi tubuh dalam bentuk materi. Lalu ketika proses penciptaan tubuh bayi sudah selesai maka masuklah energi "Tuhan" dalam bentuk Roh (Energi murni yang tidak memadat membentuk Materi) 

Jadi unsur dasar kita sebagai manusia adalah perpaduan antara unsur Materi yakni tubuh kita dan unsur Energi Ilahi yakni Roh kita. Ketika kita lahir sebagai manusia yang terjadi adalah Penyatuan antara Materi (tubuh) dengan Energi (Roh). Jadi sebaliknya ketika mengalami kematian maka yang terjadi adalah proses "PEMISAHAN" antara Materi dengan Energi. Ketika kita mati semua Energi kita kembali dalam bentuk Murni kembali memisahkan diri dari tubuh materi kita.                                                  Tubuh materi kita akan kembali pada unsur materi dan hancur/terurai oleh waktu, tapi Energi Murni kita tetap ada dan akan selalu ada (tidak pernah tidak ada). Oleh karena itu dalam dunia spiritual tidak mengenal apa yang disebut sebagai kematian, yang ada adalah pindah dimensi  dari Dimensi Fisik ke Dimensi Metafisik.                        Jadi sejatinya kita tidak pernah Mati, yang ada hanyalah pindah dimensi saja. Begitu juga kita tidak pernah hidup melainkan hanya masuk ke dimensi lain melalui proses kelahiran. 

Itulah mengapa Osho menuliskan di makamnya kata-kata "Tidak pernah dilahirkan, tidak pernah mati. Hanya mengunjungi planet bumi ini antara 11 Des 1931 - 19 Januari 1990"

Proses Pelepasan 

Proses pelepasan adalah saat-saat Roh kita keluar dari tubuh, proses pelepasan ini TERJADI SECARA ALAMI ketika organ tubuh kita tidak lagi mampu bekerja untuk menopang kehidupan bagi roh di dalamnya. Karena proses pelepasan ini BERSIFAT ALAMIAH maka ia bekerja berdasarkan hukum-hukum ALAM atau fisika.

Ketika organ tubuh kita tidak mampu lagi menopang kehidupan maka otomatis secara alamiah Roh akan melepaskan diri dari tubuh. 

Itulah yang sesungguhnya terjadi, itu adalah rancangan alam dan hukum sebab akibat yang diciptakan Tuhan dalam sistem kematian manusia. Jadi dengan demikian tidak ada yang namanya "Nyawa Dicabut" atau ada petugas khusus "Sang Pencabut Nyawa" 

Apa yang kita rasakan ketika mati?

Sama sekali tidak merasakan apa-apa, tidak ada rasa sakit apapun.  Bahkan seandainya proses kematiannya terjadi secara tragis, semisal melalui kecelakaan, bencana alam atau pembunuhan keji dsb. Kalaupun ada rasa sakit itu hanya sebatas rasa yang dialami ketika terjadi luka pada tubuh, tapi ketika Roh lepas semua rasa itu lenyap.  Karena semua yang kita rasakan itu adalah hasil kerja syaraf-syaraf reseptor pada tubuh materi manusia yang dikirim ke otak. 

Bahkan saat setelah roh lepas dari tubuh, tidak hanya rasa sakit akibat luka, tapi semua penyakit yang diderita bahkan termasuk cacad kebutaan atau mental itu semuanya lenyap tidak dirasakan atau dialami lagi. Semua penyakit akan sembuh seketika ketika Roh kita terlepas dari tubuh. 

Ketika mati kita sesungguhnya terbebas total dari semua rasa sakit dan penderitaan fisik apapun kecuali penderitan batin karena pikiran batin kita tetap terbawa bersama roh.  Itulah kenapa bagi orang-orang yang paham spiritual proses kematian atau kepulangan itu adalah saat-saat yang membahagiakan dan tidak perlu ditangisi. Banyak orang yang tidak percaya jika proses pelepasan atau kematian ini tidak sakit dan tidak merasakan apapun, hal ini wajar saja karena kita sejak kecil sudah di doktrin bahwa saat kematian itu adalah sakit yang paling sakit, atau saat ada petugas pencabut nyawa menarik roh kita keluar dari ubun-ubun maka akan terasa sakit yang amat menyakitkan.  

Sekali lagi berdasarkan berbagai referensi dan literatur yang saya temui dan bisa dipercaya, tidak ada laporan yang menyatakan pernah bertemu dengan Petugas Pencabut Nyawa dengan wajah yang sering kali digambarkan menyeramkan. Tidak ada juga laporan yang merasakan sakit saat kematian. 

Bahkan banyak yang tidak sadar bahwa mereka sudah mati, hal itu karena proses kematian itu begitu alamiah dan tidak merasakan apapun.  Persis seperti kita bangun tidur dipagi hari. 

Banyak kasus-kasus tercatatan dari orang yang mati suri bahwa mereka kaget ketika melihat tubuh mereka tergeletak di ranjang rumah sakit sementara mereka keluar dari tubuh dan mengapung di langit-langit ruangan.  Sebelumnya dia tidak sadar kalau itu adalah tubuhnya sendiri sampai dia melihat sosok wajahnya yang sama dengan dirinya.

Apa yang terjadi setelah proses pelepasan tersebut...?

Nah ini yang berbeda-beda pada setiap orang, tergantung pikiran apa yang dia bawa dari dunia fisik ini. Semua penderitaan fisik lenyap tapi penderitaan batin yang ada dalam pikiran tetap terbawa oleh roh kita. Oleh karena itu apa yang terjadi pada proses selanjutnya setelah kematian sangat tergantung pada apa yang dibawa dalam pikiran kita.

Itulah pentingnya kita memahami apa itu kehidupan dan apa itu kematian dan apa yang perlu kita lakukan agar apa yang kita bawa dalam pikiran kita ketika mati adalah kebahagiaan bukan penderitaan, dendam atau kemarahan. 

Salam dari Tuhan yang senantiasa mencintai dan menerima kita apa adanya. Dia yang Maha Pengasih dan Penyayang pada semua mahluknya tanpa terkecuali.


Wacana kosmis Sebelum Jiwa Dilahirkan

Saya menemukan wacana yang menarik dan mungkin layak dibagikan yaitu mengenai Perjanjian kosmis antara jiwa dan kehidupan yang akan dijalaninya.

Pernahkan mendengar tentang wacana mengenai jiwa-jiwa yang akan dilahirkan di  bumi ? Sudah pasti kita sulit untuk percaya jika para jiwa memilih orang tua mereka sebelum lahir? 

Menurut banyak budaya kuno di dunia, termasuk penduduk asli Amerika, Afrika, India, Yunani, dan Tibet, jiwa-jiwa memilih orang tua dan keluarga mereka jauh sebelum pembuahan terjadi di bumi. Namun, bagaimana cara kita memilih orang tua kita? Bagaimana jiwa memilih orang tua mereka? Konon kabarnya ada Perjanjian pra-kelahiran yang dibuat ketika jiwa-jiwa terhubung dengan sang Sumber dan perjanjian ini berisi semua rincian inkarnasi duniawi mereka di masa depan, termasuk orang tua tertentu, lokasi kelahiran, waktu, saudara kandung, dan banyak lagi.

Terkadang Jiwa yang memutuskan rincian kontrak kosmik dan sudah pasti ada campur tangan akan Kuasa yang Lebih Tinggi terhadap jiwa yang sedang diputuskan. Namun demikian, setiap jiwa datang untuk mengetahui dan memiliki visi yang sangat baik tentang peristiwa kehidupan masa depan yang akan dialaminya di bumi, bahkan sebelum ia memasuki rahim ibu. 

1. Kontrak Jiwa

Jiwa-jiwa mengalami beberapa kelahiran dan datang dalam tubuh manusia yang berbeda untuk inkarnasi duniawi mereka. Jiwa-jiwa tidak hanya memilih orang tua mereka tetapi ketika kita hidup menyatu dengan Sang Sumber sebagai jiwa, kita memutuskan tentang kehidupan kita selanjutnya dan itu termasuk pengalaman hidup di masa depan, pelajaran hidup, dan orang-orang yang akan berbagi kehidupan dengan kita. Dan kontrak jiwa pun dibuat.

Terkadang kontrak kosmik ini dibuat dengan kesepakatan bersama antara kita, jiwa-jiwa, dan Roh Agung alias sang Sumber. Namun terkadang, ketika kita memiliki dampak karma dari kehidupan lampau kita, kita hanya diberi sedikit pilihan dan dikirim ke kehidupan berikutnya (kelahiran berikutnya di bumi) untuk mempelajari pelajaran tertentu yang diperlukan untuk menyelesaikan keseimbangan karma. 

2. Pelajaran Hidup

Tetapi mengapa jiwa memilih orang tuanya di kehidupan selanjutnya? Jiwa bereinkarnasi di bumi hanya untuk satu alasan, yaitu untuk belajar dan berkembang. Orang tua dan keluarga adalah fondasi dari kehidupan kita dan mereka memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap bagaimana kehidupan kita berjalan, bagaimana kita memandang diri kita sendiri dan orang lain, dan bagaimana kita membuat pilihan hidup. Semua ini terkait erat dengan pelajaran hidup yang kita peroleh selama kita tinggal di bumi. Jiwa-jiwa memilih orang tua mereka karena sangat penting untuk misi mereka di bumi. 

3. Orang tua dan saudara kandung.

Hidup kita bukanlah hasil acak dari kombinasi gen, tetapi segala sesuatu yang kita alami, pelajari, dan lawan merupakan bagian dari rencana yang telah ditentukan yang jiwa sendiri ikut merancangnya? Berdasarkan pelajaran yang perlu mereka pelajari, jiwa-jiwa memilih keluarga mereka. Pertama, diputuskan pelajaran hidup apa yang akan dialami oleh jiwa pada kelahiran berikutnya. Kemudian orang tua dan anggota keluarga dipilih yang paling selaras dengan tujuan jiwa di bumi.  Mereka akan membantu perjalanan jiwa dengan satu atau lain cara. Segera setelah jiwa mengetahui siapa yang akan menjadi orang tuanya, ia menjalin hubungan psikis dengan mereka, terutama dengan ibu, dan tetap hadir di sekitar mereka dalam bentuk energi, menunggu untuk dikandung. Jiwa-jiwa juga mencapai kesepakatan dengan jiwa-jiwa lain mengenai siapa yang akan bergabung dengan mereka sebagai saudara kandung dan di mana urutan mereka akan dilahirkan dalam keluarga yang mereka pilih.

4. Waktu dan Lokasi

Pelajaran hidup adalah satu-satunya alasan mengapa jiwa-jiwa datang ke bumi berkali-kali. Terkadang, menjadi penting bagi jiwa untuk dilahirkan di wilayah atau komunitas tertentu untuk mempelajari pelajaran yang dibutuhkan untuk pertumbuhannya. Misalnya, jika suatu jiwa memiliki kebencian atau prasangka terhadap ras atau agama tertentu dalam salah satu inkarnasinya, maka akan ditakdirkan untuk dilahirkan di tengah-tengah komunitas yang sama, hanya untuk menumbuhkan pemahaman, cinta, kasih sayang, dan toleransi. Dalam kasus seperti ini, orang tua tertentu menjadi kurang penting dibandingkan waktu dan lokasi kelahiran. Meskipun demikian, jiwa-jiwa memilih orang tua dan keluarga mereka sebelum lahir.

5. Keluarga Jiwa

Tahukah Anda bahwa kita bertemu dengan orang yang sama dalam setiap kehidupan kita? Jiwa-jiwa yang kita temui di setiap interaksi duniawi adalah anggota keluarga jiwa kita. Pasangan jiwa atau anggota keluarga jiwa adalah mereka yang sangat dekat dan penting bagi kita dalam kehidupan manusia.    Kita mungkin mengenal mereka sebagai orang tua, saudara kandung, guru, teman, atau pasangan kita. Kita telah dipelihara dan diperkaya oleh kehadiran mereka dan dengan demikian kita memilih untuk bertemu dengan mereka setiap kali kita datang ke bumi. Karena itu, mereka juga setuju untuk bertemu dengan kita dan menjadi bagian dari perjalanan kita. Terkadang jiwa-jiwa memilih orang tua mereka karena mereka ingin dilahirkan ke dalam keluarga jiwa mereka. Jiwa juga terkadang memilih untuk menukar peran mereka, yang berarti jika jiwa telah menjadi anak perempuan di satu kehidupan, mereka dapat memilih untuk menjadi ibu di kehidupan berikutnya dan anak perempuan di kehidupan sebelumnya akan menjadi ibu di kehidupan ini. Jiwa melakukan hal ini untuk mempelajari semua jenis pengalaman hubungan, tetapi juga untuk menyembuhkan trauma atau luka dalam hubungan mereka. Mereka terkadang mencoba untuk membuat sebuah hubungan berhasil dengan melihatnya dari berbagai sudut.

6. Kehendak Bebas

Kita harus ingat bahwa hanya karena hidup kita sudah direncanakan sebelum kelahiran kita, bukan berarti kita tidak memiliki kehendak bebas. Dibawah kuasa yang lebih tinggi, sebagai manusia, kita mampu memutuskan apa yang baik untuk kesejahteraan kita dan dapat memutuskan untuk menjauh dari hubungan apa pun yang menggagalkan kita dalam upaya kita untuk menjalani kehidupan terbaik kita. 

Apakah jiwa-jiwa memilih orang tua mereka? Ya, agar mereka belajar pelajaran dan terkadang pelajaran ini termasuk bagaimana menjauhkan diri dari hubungan yang ‘beracun’. (toxic relathionship). Setiap kali ada pertanyaan - apakah bayi memilih orang tua mereka sebelum dilahirkan - muncul di otak kita, ada baiknya kita ingatl bahwa segala sesuatu terjadi karena suatu alasan, bahkan jika kita tidak dapat memahaminya dengan segera. Setiap rasa sakit dan kesulitan yang kita alami di dunia ini telah direncanakan dengan cermat oleh Penciptaan itu sendiri, demi kebaikan diri kita.          Kita juga merupakan bagian dari proses semesta, tetapi kita tidak dapat mengingat waktu ketika kita ada hanya sebagai bentuk jiwa. Jadi, jalani hidup kita sesuai dengan tujuan jiwa kita, tetaplah selaras dengan kesadaran diri yang lebih tinggi, dan teruslah mencari keluarga jiwa kita. 

Satu saran, jangan mengabaikan keluarga yang telah diberikan kepada kita. Bahkan jika hubungan kita dengan mereka renggang, jangan menyimpan dendam terhadap mereka. Ingatlah bahwa, trauma yang tidak terselesaikan akan membuat kita kembali kepada orang yang sama lagi dan lagi sampai  hubungan tersebut pulih. Sekian wacana mengenai bagaimana jiwa-jiwa memilih keluarga mereka sebelum lahir.              Tidak perlu serius menanggapi wacana ini, biarkan mengalir menjadi triger untuk lebih mengenal diri.


Belajar Mengenal Kematian

Biasanya, untuk 80% orang yang meninggal, nafas dan jiwa terakhir keluar melalui mulut. Dengan kata lain, kematian alami. Tetapi jiwa memasuki tubuh melalui bagian atas kepala. Inilah sebabnya mengapa bagian atas kepala bayi yang baru lahir sangat lembut. Jadi jiwa masuk melalui lubang ini, berjalan melalui bagian tengah tubuh dan menyebar ke setiap organ. Oleh karena itu energi kundalini seharusnya berada di antara bagian atas langsung kepala dan bagian bawah langsung dari ruang antara skrotum (atau vagina untuk wanita) dan anus. Ini adalah konstitusi manusia.Jadi, seluruh ide tentang spiritualitas adalah untuk mengambil jiwa kembali melalui bagian atas kepala. Oleh karena itu setiap latihlah, bagaimana mengembalikan jiwa ke atas kepala pada saat kematian dan keluar. Untuk pergi dengan cara yang terbebaskan ini, Anda harus terbebaskan saat hidup. Jika jiwa keluar melalui mulut, Anda dapat menjamin akan ada kelahiran kembali. Tetapi jika jiwa keluar melalui bagian atas kepala, biasanya tekanan karma tidak akan ada. Itu berarti Anda telah menghabiskan segalanya, dan Anda mengambilnya kembali dan pergi keluar. 

Inilah sebabnya mengapa dalam spiritualitas, bagaimana Anda lebih penting daripada di mana Anda berada. Jadi, jika Anda sangat stabil secara rohani dan Anda bernapas melalui bagian atas kepala dan melalui tulang belakang sebagian besar waktu, tidak perlu pergi ke mana pun. Anda sudah selaras dengan alam semesta, dan ketika Anda pergi, Anda sebenarnya pergi jauh - jauh kembali.Tetapi jika kesadaran berada di alam bumi – jika Anda terikat oleh objek, orang, situasi, peristiwa, emosi – maka ini tidak dapat terjadi. Emosi terkuat terakhir saat meninggalkan tubuh sangat penting untuk kehidupan selanjutnya, atau perjalanan ke depan.

Oleh karena itu di masa lalu, para nenek memberi tahu cucu-cucunya, “Sebelum Anda pergi tidur, Anda menyerahkan diri Anda kepada Tuhan, Anda sedang tidur di pangkuan-Nya.” Ini melatih anak untuk berhubungan dengan Tuhan setiap saat, karena ada keadaan kematian di setiap tidurnya. Keadaan tidur nyenyak sama dengan keadaan kematian-pembatalan total. Setiap orang menjalani proses ini setiap malam. Jadi penting untuk terhubung dengan tuhan di kondisi itu disaat hidup, sehingga ketika Anda pergi, Anda bisa pergi di jalan yang benar. 

Setiap kematian yang tidak wajar selalu membuat jiwa meninggalkan tubuh dengan tergesa-gesa. Dan itu bahkan tidak bisa keluar melalui mulut; ia keluar melalui anus atau sembilan lubang di bagian bawah tubuh. Jadi jiwa-jiwa itu masih berkeliaran. Karena jiwa-jiwa ini pada saat kematian masuk ke dalam tubuh apa pun yang memungkinkan. Mereka tetap bersama karena mereka tidak tahu harus berbuat apa. Mereka tidak memiliki proses melalui siklus dan masuk ke dalam rahim dan melahirkan. Mereka masuk ke dalam apa pun yang mungkin, tubuh apa pun yang memungkinkan. Termasuk hewan lainnya. Ini seperti pilot yang tiba-tiba melontarkan diri karena pesawatnya jatuh - jiwa dikeluarkan dari tubuh dan tidak dengan cara biasa. Jadi jiwa-jiwa ini kebanyakan adalah orang-orang yg berjiwa lumpuh. Jiwa yang lumpuh adalah jiwa yang sangat - sangat lemah, karena mereka tidak memiliki energi bahkan untuk menciptakan tubuh lain. Itulah sebabnya mereka masuk ke dalam tubuh apa pun yang memungkinkan dan mereka hanya melemparkannya ke mana-mana. 

Tetapi sekali lagi, seperti yang saya katakan, mereka semua tidak berdaya dan tidak berbahaya. Dan di hadapan Para Guru yang lebih tinggi - yang terhubung dengan sumbernya - banyak yang ditebus dan dikirim ke cahaya putih. Bahkan gambar seorang Guru sudah cukup bagus, karena mewakili bentuk orang yang terhubung.

Memahami Masalah Kematian



Jadi, untuk memahami masalah kematian ini, kita harus terbebas dari rasa takut, yang menciptakan berbagai teori akhirat atau keabadian atau reinkarnasi. Jadi kami katakan, orang-orang di Timur berkata, bahwa ada reinkarnasi, ada kelahiran kembali, pembaruan yang terus-menerus terjadi terus menerus – jiwa, yang disebut jiwa. Sekarang tolong dengarkan baik-baik.

Apakah ada hal seperti itu? 

Kami suka berpikir ada hal seperti itu, karena itu memberi kami kesenangan, karena ada sesuatu yang telah kami atur di luar pikiran, di luar kata-kata, di luar; itu adalah sesuatu yang abadi, spiritual, yang tidak pernah bisa mati, sehingga pikiran melekat padanya. 

Tetapi apakah ada yang namanya jiwa, yang merupakan sesuatu yang melampaui waktu, sesuatu yang melampaui pikiran, sesuatu yang tidak ditemukan oleh manusia, sesuatu yang melampaui sifat manusia, sesuatu yang tidak disatukan oleh pikiran yang licik? Karena pikiran melihat ketidakpastian yang begitu besar, kebingungan, tidak ada yang permanen dalam hidup - tidak ada. Hubungan Anda dengan istri Anda, suami Anda, pekerjaan Anda - tidak ada yang permanen. 

Maka pikiran menciptakan sesuatu yang permanen, yang disebut jiwa. Tetapi karena pikiran dapat memikirkannya, pikiran dapat memikirkannya; seperti yang dapat dipikirkan oleh pikiran, ia masih dalam bidang waktu- secara alami. 

Jika saya dapat memikirkan sesuatu, itu adalah bagian dari pemikiran saya. Dan pikiran saya adalah hasil dari waktu, pengalaman, pengetahuan. Jadi, jiwa masih dalam medan waktu...

Jadi gagasan kesinambungan jiwa yang akan terlahir kembali berulang-ulang tidak ada artinya karena itu adalah penemuan dari pikiran yang ketakutan, dari pikiran yang menginginkan, yang mencari jangka waktu melalui keabadian, yang menginginkan kepastian, karena di dalamnya ada harapan.

Ajaran saya bukanlah mistik atau okultisme. Karena saya berpendapat bahwa mistisisme dan okultisme adalah batasan manusia atas kebenaran. Hidup lebih penting daripada kepercayaan atau dogma apa pun, dan untuk memungkinkan kehidupan berbuah sepenuhnya, Anda harus membebaskannya dari kepercayaan, otoritas, dan tradisi. Tetapi mereka yang terikat oleh hal-hal ini akan mengalami kesulitan dalam memahami kebenaran. 

Pikirkan dan cintai.

Saat Jiwa Keluar Dari Tubuh

Pada saat kematian ketika nafas menjadi sulit, Jiva atau diri individu yang ada di dalam tubuh keluar membuat suara. Sama seperti gerobak yang penuh muatan terus berderit, begitu pula derit Jiva saat Prana berangkat. 

Ketika manusia akan meninggal, berbagai organ menarik diri ke sumber aslinya dan tidak lagi membantu fungsi organ. 

Dalam kematian ada penarikan lengkap organ-organ ke dalam jantung atau jantung-teratai atau akasa hati. Tetapi dalam keadaan mimpi, organ tidak sepenuhnya ditarik. Di sinilah letak perbedaan antara tidur dan kematian.

Jalan Uttara Marga atau Devayana atau Jalan Utara atau Jalan Cahaya adalah jalan yang dilalui para Yogi menuju Brahman. Jalan ini menuju keselamatan. Jalan ini membawa pemuja ke Brahmaloka. Setelah mencapai jalan para dewa, dia datang ke dunia Agni, ke dunia Vayu, ke dunia Varuna, ke dunia Indra, ke dunia Prajapati, ke dunia Brahman. 

Prana Jivanmuktas yang telah mencapai pengetahuan tentang Diri tidak pergi. Mereka terserap dalam Brahman. Jivanmukta yang mencapai Kaivalya-Moksha atau keselamatan langsung tidak memiliki tempat untuk pergi atau kembali. Mereka menjadi satu dengan Brahman yang Meliputi Semua.

Para Yogi yang mengetahui bahwa jalan Devayana atau jalan cahaya menuju Moksha (Karma Mukti) dan jalan kegelapan menuju Samsara atau dunia kelahiran dan kematian, tidak lagi tertipu. Pengetahuan tentang dua jalur ini berfungsi sebagai kompas atau lampu suar untuk memandu langkah Yogi setiap saat.

Di Delhi, seorang gadis kecil Santi Devi memberikan gambaran yang jelas tentang kehidupan masa lalunya. Ada banyak orang yang mendengarkan pernyataannya. Ia mengenali suami dan anaknya dari setiap kelahiran sebelumnya yang tinggal di Mathura. Dia menunjukkan tempat di mana uang disimpan dan sumur tua di rumah yang sekarang tertutup. Semua pernyataannya telah diverifikasi dan dikuatkan oleh saksi mata yang terhormat. Beberapa kasus seperti ini pernah terjadi di Rangoon, Sitapur dan berbagai tempat lainnya. Mereka cukup umum sekarang. 

Dalam kasus seperti itu, Jiva segera terlahir kembali dengan tubuh astral lama atau Lingga Sarira. Itulah alasan mengapa memori kelahiran sebelumnya masuk. Dia tidak tinggal di dunia mental untuk waktu yang lama untuk membangun kembali pikiran dan tubuh astral baru untuk berbagai pengalamannya di dunia. 

Seorang Yogi dapat mengingat kehidupan masa lalunya, melalui konsentrasi pada Samskara. Dia dapat memberi tahu Anda semua tentang kehidupan masa lalu Anda juga melalui konsentrasi pada samskara atau kesan yang bersarang di pikiran bawah sadar Anda. Sebagaimana buah sesuai dengan benih yang telah ditabur, demikian juga buah dari perbuatan yang kita lakukan sesuai dengan sifat perbuatan yang kita lakukan. 

Ini adalah hukum alam yang sempurna. Orang yang telah menabur benih pohon mangga tidak dapat mengharapkan buah nangka. Dia yang telah melakukan perbuatan jahat sepanjang hidupnya tidak bisa mengharapkan kebahagiaan, kedamaian dan kemakmuran di kehidupan selanjutnya.

Moksa Kematian Tanpa Sisa Tubuh Fisik


Tentang Kematian & Sekarat

Kematian adalah kebiasaan tubuh, perubahan yang diperlukan. Tetapi ketika kita masih hidup, kita tidak memperhatikan pentingnya mengetahui bagaimana mati sesuka hati, kita juga tidak mempersiapkan diri secara psikologis untuk saat itu. 

Sejak lahir, kita terus-menerus mengatakan pada diri sendiri bahwa objek dunia adalah nyata dan kebahagiaan serta kesempurnaan kita bergantung pada harta benda. Tetapi ada saatnya kita memperhatikan bahwa objek material yang kita peroleh berubah secara drastis dan berantakan, dan hal yang sama terjadi dengan hubungan kita. Kita kecewa dengan hidup, dan pada saat yang sama kita menjadi sangat terikat dengan anak-anak dan harta milik kita. 

Saat usia tua mendekat, kita kesepian dan takut. Kami berpikir bahwa kematian akan menyakitkan—tetapi sebenarnya bukanlah kematian, ketakutan akan kematianlah yang menciptakan kesengsaraan bagi orang yang sekarat.

Otak memiliki kapasitas terbatas untuk merasakan rasa sakit fisik, dan pada titik tertentu ia menjadi tidak menyadarinya. Jadi, selama kematian orang tidak menderita sakit fisik sebanyak yang mereka alami. 

Jadi sama seperti kita telah menemukan cara untuk mempersiapkan calon ibu agar melahirkan dengan selamat dan meminimalkan rasa sakit selama persalinan, kita harus mempelajari teknik membuang tubuh tanpa rasa takut dan rasa sakit. Seorang meditator yang sekarat mencapai kebebasan dari rasa takut dan pergi dengan anggun.

Yogi telah menemukan beberapa cara untuk membuang tubuh mereka secara sukarela dan dengan gembira. 

Ada banyak tanda dan gejala kematian yang akan datang, dan para yogi yang telah berkembang mengetahui dengan tepat kapan dan pada waktu apa kematian itu akan terjadi. 

Mereka menyambut saat itu dengan gembira, dan mereka meninggalkan tubuh dengan cara yang sama seperti manusia biasa melepas pakaiannya.

Beberapa teknik yoga yang terkenal untuk membuang badan adalah Hima-samadhi, membuang badan di salju tebal, Jala-samadhi, membuang tubuhnya ke dalam air, Sthala-samadhi, membuang badan sambil duduk dalam siddhasana, pose sempurna, dan dengan sadar membuka ubun-ubun, Bermeditasi pada ulu hati dan mereduksi tubuh menjadi abu dalam sepersekian detik, dan menusuk brahma randhra, juga dikenal sebagai brahma nadi.

Cara meninggalkan Tubuh


Saya bertanya bagaimana rasanya meninggalkan atau melepaskan diri dari tubuh.

Guruji menanggapi dengan gambaran yang indah tentang bagaimana kesadaran dapat dilepaskan dari kerangka fana dengan melekatkan dirinya pada aliran musik surgawi yang memancar dari atas kepala dan seterusnya. 

Untuk melakukan ini, katanya, yang pertama harus diprakarsai oleh seorang mistik sejati yang telah mendapatkan akses ke alam yang lebih tinggi. Latihan itu sendiri, meskipun membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk menguasainya, terdengar relatif sederhana. 

Tubuh harus dijaga tetap diam dengan satu postur tertentu yang ditahan setidaknya selama tiga jam. 

Seseorang dapat memilih posisi bersila (seperti para yogi dalam pose teratai) atau posisi yang lebih nyaman, posisi santai di kursi. 

Menjaga punggung tetap tegak dan pikiran waspada, seseorang terus-menerus mengulangi nama Tuhan seperti yang diberikan oleh gurunya. 

Simran ini, sebagaimana istilah Guruji, harus dilakukan dengan perhatian terpusat di balik mata tertutup. 

Ditambah dengan keheningan fisik dan pengulangan Zikir nama Allah tanpa henti, langkah selanjutnya adalah merenungkan cahaya di dalam.

Pada awalnya, kata Guruji, hanya akan ada kegelapan tetapi pada akhirnya cahaya akan muncul dalam bentuk kilatan kecil atau titik kecil seperti bintang. 

Bagaimanapun, seseorang harus fokus pada pancarannya, menjaga simrannya tetap utuh dan membiarkan cahaya menarik jiwa ke dalam. 

Langkah ketiga dan terpenting, kata Guruji, adalah mendengarkan suara yang keluar dari cahaya. 

Musik internal inilah yang akan membuat tubuh mati rasa dan membiarkan kesadaran meninggalkan tempat tinggalnya yang biasa. Dengan mengendarai arus cahaya dan suara ini, seperti ikan yang bergerak ke hulu, jiwa akan dapat kembali ke rumah asalnya. 

Namun, dalam perjalanan ke dalam, jiwa harus dibimbing oleh seorang guru sejati agar tidak tertahan di wilayah ilusi yang lebih rendah. Menurut Guruji, apa yang dialami pasien menjelang kematian hanyalah awal dari perjalanan panjang ke alam semesta cahaya, cinta, dan keindahan yang luar biasa.

Kehidupan Setelah Kematian



Apakah Kematian adalah tujuan akhir dari kehidupan atau adakah kehidupan setelah kematian? Dan jika ada kehidupan, bagaimana lika-liku dan perjalanan evolusi dalam kehidupan setelah kematian, hingga jiwa terlahir kembali? Pertanyaan ini telah lama menggelisahkan umat manusia yang terjebak di antara ilmu kedokteran yang telah lama berusaha memperpanjang hidup, menganggapnya sebagai satu-satunya, dan para resi dan yogi yang mengklaim telah menaklukkan Kematian pamungkas, membebaskan diri dari siklus kelahiran dan kematian yang tak berkesudahan.

Bagi makhluk tercerahkan di era Veda, tidak ada “setelah kematian”, karena bagi jiwa tidak ada kematian, jadi bagaimana mungkin ada “setelah kematian”? Apa yang orang normal sebut kematian pada kenyataannya hanyalah akhir dari tubuh fisik. Bumi yang dikenal sebagai Mrityu Lok, adalah alam kematian, di mana kehidupan berakhir dengan pembusukan dan kematian tubuh fisik yang dirasakan oleh panca indera kita.

Perjalanan jiwa setelah kematian, yang di India kita sebut devachan atau devasthan awalnya ditemukan dan diintuisi oleh orang bijak kuno India ribuan tahun yang lalu, dan orang dapat menemukan detailnya dalam ritual Brahmanis di shraad. Narasi pengalaman hampir mati di zaman modern telah memvalidasi banyak tahapan dalam perjalanan ini.

Menurut sistem pengetahuan Sanatan, jiwa meskipun dirinya sendiri merupakan entitas abadi yang berada dalam tubuh fisik, memiliki umur. Umur ini berbeda dari individu ke individu, sesuai karma pribadi mereka. Menurut umurnya, jiwa hidup dalam tubuh fisik, melakukan perbuatan baik, perbuatan netral, perbuatan buruk, hidup sesuai dengan karma yang dilepaskan padanya selama hidup ini. Kemudian datang usia tua, tubuh mulai membusuk dan seperti pakaian kita menjadi tua dan robek dan harus dibuang, tubuh juga dibuang oleh jiwa. Di sini dimulai perjalanan jiwa setelah kematian tubuh fisik. Pada contoh pertama, jiwa meninggalkan lapisan terluar, yang merupakan selubung fisik, atau pakaian fisik, tetapi lapisan pakaian emosional dan mentalnya yang lebih halus tetap ada. Tubuh terbakar, tubuh fisik, pakaian, yang bukan jiwa — diri yang tampak terbakar, dan diri sejati, jiwa, yang ditutupi oleh nafsu, emosi, dan pikiran keluar dari tubuh.

Selama tujuh puluh dua jam setelah cangkang tubuh dibakar atau dikubur, jiwa tetap berada di alam yang disebut Pret Lok. Jiwa melayang di tanah pemakaman atau kremasi saat tubuh emosional, mental dan intuisi melepaskan diri dari tubuh fisik dan halus saat mengerjakan karma yang paling kotor, yang paling dekat dengan tubuh fisik.

Pada hari ketiga, menurut ritual shraad, jiwa disuguhi makanan yang dinikmatinya saat berada di dalam tubuh. Itu ditata sedemikian rupa sehingga roh, yang ada di sana, memenuhi keinginan sisa terakhirnya, untuk pindah dari Pret Lok ke alam berikutnya, yang disebut Pishachya Lok.

Begitu berada di Pishachya Lok, jiwa mengerjakan karma yang lebih halus dari tubuh emosional dan gairahnya, memuaskan keinginan duniawinya sebelum dapat menembus cangkang Pishachic. Untuk memudahkan pemecahan cangkang, sebuah ritual dilakukan pada hari ini untuk melepaskan jiwa dari kesadaran nafsu dan emosinya yang terbatas, untuk membawanya ke kondisi kesadaran mental. Ketika puja itu selesai, cangkangnya pecah.

Sekitar hari kesepuluh jiwa, setelah kurang lebih memenuhi semua keinginannya, memulai transisinya ke Pitr Lok, alam leluhur. Di sini leluhur dan dalam kasus murid, Satguru mereka akan muncul untuk memimpin jiwa melalui labirin. Meskipun sebagian besar karma sisa berhasil, pada tahap awal bahkan Pitr Lok beberapa perbedaan dan kepahitan diselesaikan. Meniadakan semua karmanya, jiwa menjadi lebih murni dan bergabung dengan leluhurnya, mereka yang tercerahkan.

Jiwa kemudian akhirnya beristirahat di Dev Lok, alam surgawi. Setelah menyelesaikan semua karma baik dan buruknya, jiwa beristirahat. Ini adalah perjalanannya dari dunia terestrial Bhur, ke tahap astral menengah Bhuvaha ke alam surgawi Svaha.

Kemudian lagi ia bereinkarnasi, turun dari Svaha, ke Bhuvaha ke Bhur, mengambil sekali lagi, tubuh intuisi, lalu tubuh mental, emosional lalu tubuh eterik, dan akhirnya tubuh fisik di dalam rahim seorang ibu yang paling cocok untuknya. karmanya. Orang tua yang akan memberikan fasilitas maksimal untuk evolusi spiritualnya dipilih oleh jiwa.

Ini bukan hanya kepercayaan di India, ini fakta dan banyak yang telah mengalaminya secara langsung. Jadi kematian bukanlah sesuatu yang perlu ditakuti.

“Mengapa orang-orang berpikir tentang saya apa yang tidak seharusnya saya lakukan? Mereka menyebut saya kematian, namun saya membawa mereka ke Keabadian. Oh, paradoks ketidaktahuan ini Menipu kemanusiaan.”

Sekarang kita sampai pada bagian yang paling penting, apa yang terjadi pada seorang yogi yang berlatih dengan sungguh-sungguh maju di sepanjang jalan yang dipilih dalam proses hidup dan mati ini, di alam terestrial dan setelah kehidupan? Seorang yogi yang bermeditasi, tergantung pada latihan dan karena kecepatan latihan evolusioner yoga menghasilkan karma devachan, kehidupan setelah kematian tubuh, sementara di dalam tubuh itu sendiri. Yogi tidak melewati alam bhuvaha dan svaha, yogi tidak melakukan perjalanan melalui pret dan pishachya lok atau pitr lok. Beberapa bahkan melampaui dev lok, secara sadar meninggalkan tubuh ini untuk bergabung ke dalam finalitas Makhluk Sadar Tertinggi.

Kematian dan Pintu Masuk ke Dunia Ruh

 

Ketika seseorang mati kabel perak, yang merupakan kabel energi yang menghubungkan jiwa dengan tubuh fisik, tidak ada lagi. Tubuh fisik sekarang berada di bawah pengaruh roh-rohnya dan empat Elemen yang akan menguraikannya dan mengembalikannya ke bumi. Dari pengalaman dekat kematian kita tahu bahwa ketika orang mati, beberapa dari mereka melalui terowongan gelap menuju cahaya di ujung; yang lain segera disambut oleh teman dan kerabat yang sudah meninggal; atau mereka dimandikan dengan cahaya yang cemerlang. 

Cara kematian memiliki efek yang kuat pada keadaan pikiran orang yang meninggal segera setelah melewati. 

Ketika seseorang meninggal secara tiba-tiba, seperti kecelakaan, dia sering tidak tahu bahwa dia melewati. Dia pikir dia masih hidup dan bingung mengapa dia tidak bisa melakukan hal-hal yang biasa dia lakukan, atau mengapa orang tidak menanggapi dia. Kesadarannya sejelas ketika dia berada di tubuh fisik sebelum dia meninggal. 

Ketika seseorang meninggal secara wajar, dia menyadari bahwa dia meninggalkan tubuhnya, tetapi segera setelah itu dia pergi 'tidur'. Kesadarannya beralih ke tidur vegetatif yang lebih seperti berada dalam keadaan pikiran yang tidak terdiferensiasi untuk sementara waktu. Dalam keadaan seperti ini dia bisa berkeliaran di lingkungan tempat dia melintas. Kesadaran samar-samarnya mampu memahami dunia fisik secara samar-samar, dan kadang-kadang ia akan melekatkan dirinya pada objek, tanaman, hewan, atau manusia. Dalam ajaran esoterik ini disebut Tidur hebat, yang disebabkan oleh Malaikat Kegelapan, Malaikat Maut. Keadaan vegetatif awal ini dapat berlangsung dari beberapa jam hingga beberapa hari. 

Ketika dia meninggalkan tempatnya, dia masih berpikir dia masih hidup, dan mengunjungi orang yang masih hidup, dan terkadang dia tinggal bersama mereka untuk sementara waktu. Dia masih setengah atau sama sekali tidak sadar akan keadaan almarhumnya.

Penguasaan Atas Kematian

 

Oleh Swami Rama

Saya secara pribadi telah menyaksikan para yogi melepaskan tubuh secara sadar pada banyak kesempatan. Pada tahun 1938 ketika saya dikirim ke Benares untuk tinggal bersama pasangan Bengali, saya diberitahu bahwa pasangan itu akan menjatuhkan tubuh mereka pada saat yang sama. Pasangan itu telah bermeditasi bersama selama beberapa tahun. Mereka mengumumkan tanggal kematian mereka dan saya adalah salah satu saksinya.

Saya bertemu dengan seorang yogi di Paidung di Sikkim pada tahun 1947. Tidak hanya dia bisa mati sesuka hati, tetapi dia juga bisa menghidupkan kembali orang mati. Selama hari-hari itu saya sangat ingin mengetahui misteri ini, yang disebut parakaya pravesha. Dia menunjukkan prestasi ini di hadapan saya lima kali. Sang yogi meminta saya untuk membawa seekor semut hidup. Saya membawa satu, secara pribadi memotongnya dengan pisau tajam menjadi tiga bagian, dan menyebarkannya pada jarak sepuluh kaki. Sang yogi tiba-tiba masuk ke dalam meditasi yang dalam. Kami memeriksa denyut nadi, detak jantung, dan napasnya, tetapi tidak ada tanda-tanda kehidupan. Sebelum dia mencapai keadaan meditasi yang dalam, ada sentakan keras di tubuhnya.

Bagian-bagian semut yang tersebar bergerak bersama dan bersatu dalam waktu sedetik. Semut hidup kembali dan mulai merangkak. Kami menyimpannya di bawah pengawasan selama tiga hari. Sang yogi menjelaskan dua metode menghidupkan kembali orang mati—ilmu tata surya dan pranavidya (ilmu prana). Kedua cabang ilmu yoga ini hanya diketahui oleh segelintir orang yang beruntung di Himalaya dan Tibet. 

Contoh menarik lainnya yang ingin saya sebutkan di sini adalah sehubungan dengan kematian yang diprediksi oleh seorang yogi selama Kumbha Mela pada tahun 1966 di Allahabad. Salah satu teman saya, Vinaya Maharaj, mengirim seorang utusan ke kamp saya memberi tahu saya bahwa dia akan menjatuhkan tubuhnya dan saya harus datang untuk menyaksikannya. Pada Vasanta Panchami (perayaan hari pertama musim semi) pagi pukul 4:30 tiba-tiba dia berkata, “Sekarang waktunya telah tiba.” Kemudian dia duduk dalam posisi meditasi, siddhasana, memejamkan mata, dan menjadi diam. Bunyi 'tic' berasal dari retakan tengkorak saat ia meninggalkan tubuhnya melalui brahmarandhra.

Mungkin juga bagi seorang yogi yang sangat mahir untuk mengambil mayat orang lain jika dia memilih untuk melakukannya dan jika tubuh yang cocok tersedia. Hanya ahli yang tahu teknik ini. Untuk pikiran biasa ini tampak seperti fantasi.

Kapasitas untuk meninggalkan tubuh secara sadar pada saat kematian tidak terbatas hanya pada para yogi ulung. Ini adalah keyakinan teguh saya bahwa orang yang hidup di dunia dapat berlatih langkah-langkah yoga dan meditasi yang lebih tinggi bahkan saat melakukan tugas mereka dan menjalani kehidupan normal. Dengan usaha yang tulus, persiapan yang tepat, dan bimbingan, seseorang yang bukan seorang yogi juga dapat mencapai pencerahan sebelum menjatuhkan tubuh.

Saya telah menyaksikan dua kasus serupa. Salah satunya di Minneapolis. Ibu dari seorang psikiater terkenal, Dr. Whitacre, telah berlatih meditasi selama bertahun-tahun. Pada saat kematiannya dia masuk ke dalam samadhi dan secara sadar menjatuhkan tubuhnya. Yang lainnya berada di Kanpur. Ada keluarga dokter di sana yang ibunya adalah penyembah Tuhan yang agung. Dia adalah inisiat saya. Enam bulan sebelum kematiannya, dia memutuskan untuk tinggal di kamar sendiri mengingat nama Tuhan dan bermeditasi. Setelah enam bulan dia jatuh sakit dan terbaring di tempat tidur. Saat perpisahannya sepertinya sudah dekat. Selama hari-hari terakhirnya, dia benar-benar terlepas dan menyatu dalam sadhananya. Dia bahkan tidak mengizinkan putra sulungnya, Dr. Antadon, untuk tetap berada di kamar. Lima menit sebelum kematiannya, dia memanggil semua anggota keluarga dan memberkati mereka.

Setelah kematiannya, dinding ruangan tempat dia tinggal bergetar dengan suara mantranya. Seseorang memberi tahu saya tentang ini dan saya tidak bisa mempercayainya. Jadi saya mengunjungi rumah itu dan saya menemukan bahwa suara mantranya masih bergetar di sana.

Mantra adalah suku kata atau kata atau kumpulan kata. Ketika mantra diingat secara sadar, secara otomatis mantra itu tersimpan di alam bawah sadar. Pada saat berpisah, mantra yang tersimpan di alam bawah sadar menjadi pedoman seseorang. Masa perpisahan ini menyakitkan bagi mereka yang bodoh. Ini tidak terjadi pada orang spiritual yang mengingat mantra dengan setia. Mantra berfungsi sebagai panduan melalui masa transisi ini. Mantra adalah panduan spiritual yang menghilangkan rasa takut akan kematian dan membawa seseorang tanpa rasa takut ke pantai lain kehidupan.