Sekilas Sejarah Candi Borobudur
Memuliakan Buddha Mahayana
Mengutip buku Kearifan Lokal Jawa Tengah: Tak Lekang Oleh Waktu oleh Retno Susilorini, dijelaskan bahwa filosofi dari bangunan candi Borobudur bisa dilihat dari relief Karmawibhangga yang menggambarkan kehidupan manusia dan memberikan petunjuk pendirinya yakni Raja Samaratungga yang berkuasa pada tahun 782-812 masehi.
Candi yang dibangun pada masa kejayaan Wangsa Syailendra dan didirikan oleh Samaratungga ini bertujuan untuk memuliakan Buddha Mahayana sebagai kepercayaan yang banyak dianut masyarakat pada waktu itu.
Penemuan dan Pemugaran Candi Borobudur
Penemuan candi borobudur sendiri berawal dari perjalanan yang dilakukan oleh Sir Thomas Stamford Raffles ke kota Semarang.
Kala itu, ia menemukan informasi bahwa di kawasan Kedu (karesidenan yang meliputi Magelang), ada beberapa susunan batu bergambar yang ditutupi semak belukar.
Kemudian pada tahun 1835, Raffles mengutus Cornelius untuk meninjau dan membersihkan bangunan tersebut bersama Residen Kedu.
Adapun pemugaran bagian Arupadhatu (puncak candi) dilakukan oleh Theodore Van Erp pada tahun 1907-1911.
Pemugaran lanjutan dilakukan oleh pemerintah Indonesia dan UNESCO pada tahun 1973 - 1983. Pemugaran yang dilakukan berfokus pada bagian candi di bawah arupadhatu yang dibersihkan dan dikembalikan ke posisi semula.
Bentuk Bangunan Candi Borobudur
Bangunan candi Borobudur dibedakan menjadi tiga bagian yakni Kamadhatu, Rupadhatu, dan Arupadhatu.
1. Kamadhatu adalah bagian tingkat pertama hingga tingkat ketiga dari candi Borobudur. Bagian Kamadhatu memiliki relief karmawibhangga yang menggambarkan hukum pada umat manusia.
2. Rupadhatu adalah bagian tingkat keempat hingga keenam candi yang memiliki relief Lalitavistara dan Jatakamala yang menggambarkan kisah hidup sang Buddha.
3. Arupadhatu atau bagian atap candi tingkat ketujuh hingga kesepuluh. Pada bagian ini tidak ada relief namun memiliki banyak stupa yang menggambarkan pencapaian sempurna umat manusia