Perjalanan sejarah Kemaharajaan Majapahit (1292-1527) dari awal berdirinya, masa kebangkitannya sebagai penguasa lautan Nusantara hingga keruntuhannya berdasarkan prasasti, berita Mancanegara dan Kitab Kakawin.
1292 M Kerajaan Singasari diserang oleh Jayakatwang dari Kerajaan Kediri. Raja Kertanegara gugur. Raden Wijaya bersama salah seorang putri Kertanegara berhasil meloloskan diri. menyeberang ke Madura dan minta bantuan kepada Arya Wiraraja yang menasehatinya untuk mengabdi kepada Jayakatwang.
1293 M Pasukan Mongol mendarat di Tuban dipimpin oleh tiga orang panglima yaitu Ike Mese, Kau Hsing, dan Shih Pi. Ketika terdengar kabar bahwa tentara Cina mendarat di Tuban, Raden Wijaya mengirim utusan yang menyampaikan pernyataan bahwa ia sanggup membantu tentara Cina tersebut menyerbu Kediri. Raja Jayakatwang bersama keluarganya dan para pejabat kerajaan ditawan dan dibawa oleh panglima tentara Cina ke benteng pertahanan mereka di Hujung Galuh dimana Jayakatwang sempat menggubah sebuah kakawin "Wukir Polaman" sebelum meninggal dunia dalam tahanan tersebut. Ardaraja melarikan diri ke pegunungan tetapi dapat dikejar dan ditangkap oleh tentara Mongol, kemudian ditawan di Daha. Setelah pasukan Mongol meninggalkan Jawa setelah diserang pasukan Majapahit secara bergerilya Raden Wijaya menjadi Raja Majapahit bergelar Kertarajasa Jayawardhana.
1294 M Prasasti Kudadu, setelah menjadi Raja Majapahit, Raden Wijaya memberi hadiah kepada penduduk dan kepala desa Kudadu berupa tanah Sima karena telah berjasa menolong Raden Wijaya sewaktu menyelamatkan diri dari kejaran tentara Jayakatwang. Aria Wiraraja menjadi Rakyan Mahamantri Agung diberi daerah status khusus (Madura) dan diberi wilayah otonom di Lumajang hingga Blambangan. Nambi diangkat menjadi Rakryan Mapatih (Perdana menteri), Ranggalawe menjadi Rakyan Mahamantri Agung diangkat sebagai Adipati Tuban, Sora menjadi patih Daha (Kadiri).
1294 M Penyerangan ke Sambas. Mustika Bintang, sebuah meteor bercahaya seukuran buah kelapa jatuh di Kerajaan Sambas di Kalimantan Barat. Benda ini dianggap sebagai benda keramat yang dipercaya membawa banyak keberuntungan. Meteor ini pun disimpan oleh Raden Janur, penguasa Sambas. Mendengar hal itu, Wijaya mengirimkan pasukan ke Sambas untuk meminta benda tersebut. Sambas tak bersedia menyerahkannya, sehingga pecahlah pertempuran, yang dimenangkan pihak Majapahit. Raden Janur melarikan diri ke hutan sambil membawa Mustika Bintang dan tak diketahui lagi nasibnya. Sambas yang kehilangan Raja pun otomatis jatuh ke dalam kekuasaan Majapahit. Sejak tahun ini pulalah, dimulainya pemerintahan orang Jawa terhadap Kerajaan Sambas, yang akan berlangsung hingga tahun 1631.
1295 M Seorang tokoh licik bernama Hakayudha menghasut Ranggalawe untuk memberontak. Pemberontakan ini dipicu oleh pengangkatan Nambi sebagai patih, dan menjadi perang saudara pertama yang melanda Majapahit. Setelah Ranggalawe tewas di tangan Kebo Anabrang, Arya Wiraraja mengundurkan diri dari jabatannya sebagai pasangguhan. Ia menagih janji Wijaya tentang pembagian wilayah kerajaan. Radem Wijaya mengabulkannya. Maka, sejak saat itu, wilayah kerajaan pun hanya tinggal setengah, di mana yang sebelah timur dipimpin oleh Wiraraja dengan ibu kota di Lumajang.
1296 M Prasasti Sukamerta Raden Wijaya telah memperistri keempat anak dari Kartanegara. Keempat putri Kartanegara tersebut adalah Sri Paduka Parameswari Dyah Sri Tribhuwaneswari, Sri Paduka Mahadewi Dyah Dewi Narendraduhita, Sri Paduka Jayendradewi Dyah Dewi Prajnaparamita, dan Sri Paduka Rajapadni Dyah Dewi Gayatri. Selain itu putranya yaitu Jayanegara yang dijadikan raja muda di Daha.
1298 M Prasasti Butulan (Gresik), Sang Rama Samadya tersingkir dari kerajaan Majapahit akibat kurangnya dukungan politik. Dikisahkan bahwa kala itu Sang Rama tengah bersemedi di dalam goa bersama beberapa muridnya.
1298 M Raja Kecik Mambang mendirikan Kerajaan Keritang di Indragiri, Riau sebagai bawahan Majapahit.
1300 M Pemberontakan Lembu Sora masih karena tipu muslihat Halayudha. Dalam pemberontakan Ranggalawe, Sora memihak Majapahit. Namun, ketika Ranggalawe dibunuh dengan kejam oleh Kebo Anabrang, Sora merasa tidak tahan dan berbalik membunuh Kebo Anabrang. Peristiwa ini diungkit-ungkit oleh Halayudha sehingga terjadi suasana perpecahan. Pada puncaknya, Sora dan kedua kawannya, yaitu Gajah Biru dan Jurudemung tewas dibantai kelompok Nambi, teman seperjuangannta sendiri di halaman istana.
1300 M Kerajaan Tmasik (Singapura) pimpinan Sang Nila Utama diperkirakan merebut seluruh kekuasaan dan vasal Majapahit di Kalimantan (Borneo).
1301 M Kerajaan Aru Barumun dari Simalungun (Sumatra Utara) menyerang Kampar dan berhasil merebutnya dari Majapahit.
1305 M Prasasti Balawi (Lamongan) Raden Wijaya mengukuhkan daerah Balawi sebagai daerah perdikan atau sima swatantra atas permintaan Sang Wirapati. Keswatantraan Balawi sebenarnya telah diberikan sejak masa pemerintahan Çri Harsawijaya (Raja di Bhumi Janggala/Dyah Kebu Tal ), namun belum dikukuhkan dengan prasasti. Oleh karena itu, Wirapati memohon kepada Maharaja Narāryya Sanggramawijaya (Raden Wijaya) untuk mengukuhkan keswatantraan tanah Balawi dalam bentuk prasasti. -Indreswari (Dara Petak) dari Dharmasraya disebut sebagai ibu dari Jayanagara. Sang putra disebutkan menjabat sebagai Raja Muda di Daha. Kelak, dirinyalah yang menggantikan Raden Wijaya sebagai Maharaja Majapahit.
1309 M Raden Wijaya meninggal dunia pada tahun 1309. Ia dimakamkan di Antahpura dan dicandikan di Simping sebagai Harihara, atau perpaduan Wisnu dan Siwa. Tahta diserahkan kepada Jayanagara. Ia naik tahta sebagai Maharaja Majapahit ke-2 dengan gelar 'Sri Maharaja Wiralandagopala Sri Sundarapandya Dewa Adhiswara'.
1313 M Gajah Mada, tokoh yang kelak berperan penting dalam perkembangan sejarah Majapahit, memulai karier militernya dengan berhasil menjabat sebagai kepala kesatuan pasukan khusus Majapahit, Bhayangkara.
1316 M Pemberontakan Nambi, Kidung Sorandaka dan Pararaton menyimpulkan pemberontakan Nambi akibat fitnah dari Halayudha yang menginginkan kedudukan patih amangkubhumi sehingga terjadi kesalahpahaman antara Nambi sebagai patih dan Jayanegara sebagai Raja. Mahapati berhasil menghasut Raja agar menaklukkan Nambi dan pengikutnya dengan menyerang lebih dulu benteng Pajarakan, kemudian Gading, dan terakhir mengepung Lumajang. Siasat itu berhasil memadamkan pemberontakan. Nambi mati disambar anak panah Sang Prabu. Jayanagara akhirnya melantik Halayudha sebagai Mahapatih yang baru.
1318 M Pemberontakan Ra Semi, Pararaton mengisahkan pemberontakan itu ia lakukan di daerah Lasem. Ra Semi adalah seorang pemangku kekuasaan Majapahit di Lasem tepat sebelum Mpu Mettabhadra. Akhirnya pemberontakan kecil ini dapat ditumpas oleh pihak Majapahit di mana Ra Semi akhirnya tewas dibunuh di bawah pohon kapuk.
1319 M Pemberontakan Ra Kuti, menurut Pararaton pemberontakan ini terjadi langsung di ibu kota Majapahit dimana Jayanagara sekeluarga harus diungsikan ke desa Bendander (Jombang) dengan dikawal para prajurit bhayangkari yang dipimpin oleh Gajah Mada. Akhirnya, Ra Kuti dan komplotannya berhasil ditumpas. Atas jasa tersebut, Jayanagara pun mengangkat Gajah Mada sebagai seorang Patih di Kahuripan. Peristiwa ini juga membuka kedok Halayudha yang telah mengadu domba tokoh-tokoh penting Majapahit demi mendapatkan jabatan Mahapatih. Jayanagara yang marah pun memerintahkan hukuman mati dengan cara keji terhadap Halayudha, yakni dengan 'dicincang bak babi hutan'. Jayanagara kemudian melantik Arya Tadah (Mpu Krewes) sebagai Mahapatih yang baru.
1321 M Odorico da Pordenone, seorang musafir Kristen asal Venesia dilaporkan mengunjungi keraton Majapahit dan menemui Jayanagara. Gajah Mada berganti menjadi Patih Daha menggantikan posisi Patih sebelumnya, Arya Tilam. Pembangunan Candi Sumberjati oleh Jayanagara untuk mengenang Raden Wijaya.
1323 M Prasasti Tuhanaru Raja Majapahit, Jayanegara menambah gelarnya dengan Abhiseka Wiralanda Gopala pada tanggal 13 Desember 1323 M. Dengan patihnya yang setia dan berani bernama Dyah Malayuda dengan gelar "Rakai", Pada saat pengumuman itu bersamaan dengan pisuwanan agung yang dihadiri dari Adipati di Majapahit.
1325 M Catatan Dinasti Yuan, pihak Jawa mengirim duta besar bernama Seng-kia-lie-yulan (Adityawarman) untuk misi diplomatik. Ia pergi ke Khanbaliq (Beijing) untuk menghadap Kaisar Yuan, dalam rangka memperbaiki hubungan kedua negeri (Majapahit dan Yuan) yang sebelumnya bermusuhan tersebut.
1328 M Jayanagara tewas dibunuh oleh Ra Tanca, tabib istana yang merupakan satu-satunya anggota Dharmaputra Winehsuka yang masih hidup. Alasan pembunuhan ini kemungkinan akibat ulah Jayanagara yang diduga telah melakukan hal yang tak bisa dimaafkan terhadap istri Ra Tanca. Melihat hal itu, Gajah Mada yang tengah berada di sana langsung membunuh sang tabib saat itu juga. Tahta Majapahit jatuh ke tangan Gayatri Rajapatni, satu-satunya putri Kertanegara dan istri Raden Wijaya yang masih hidup. Namun, karena Gayatri telah menjadi seorang bhikkuni (pendeta Buddha wanita), pemerintahan diwakili oleh putrinya, Dyah Gitarja, yang naik tahta sebagai penguasa Majapahit ke-3 dengan gelar 'Tribhuwana Wijayatunggadewi'.
1329 M Menurut Nagarakretagama, Tribhuwana naik takhta atas perintah ibunya (Gayatri) menggantikan Jayanagara yang meninggal tahun 1328. Tribhuwana memerintah didampingi suaminya, Kertawardhana.
1321 M Pemberontakan Keta. Bhre Keta di Situbondo dan pemberontakan Sadeng di Jember -Gayatri wafat Menurut Pararaton terjadi persaingan antara Gajah Mada dan Ra Kembar dalam memperebutkan posisi panglima. Akhirnya, Ratu Tribhuwana sendiri, didampingi Adityawarman yang juga sepupunya, yang berangkat memimpin langsung penyerangan ke Sadeng, dan berhasil. Keta dan Sadeng pun kembali tunduk pada Majapahit.
1332 M Adityawarman dilantik sebagai Wreddamantri. Ia kemudian kembali diutus ke Khanbaliq (Beijing) sebagai duta besar untuk menghadap Kaisar Yuan.
1334 M Gajah Mada dilantik sebagai Mahapatih Majapahit, Menurut Pararaton Gajah Mada bersumpah tidak akan menikmati makanan enak (rempah-rempah) sebelum berhasil menaklukkan wilayah kepulauan Nusantara di bawah Majapahit. -Letusan Gunung Kelud.- Hayam Wuruk lahir sebagai putra dari Ratu Tribhuwana dengan suaminya, Cakradhara Kertawardhana yang menjabat sebagai Bhre Tumapel.
1337 M Wang Dayuan, seorang pengelana Yuan-Mongol mengunjungi Majapahit dan melaporkan tentang adanya sisa-sisa pasukan Mongol yang menetap dan membentuk komunitas Muslim Hui di lembah Gelam, Sidoarjo. Kemungkinan besar orang-orang inilah yang memperkenalkan bubuk mesiu serta mengajarkan ilmu membuat meriam dan senjata api sederhana kepada militer Majapahit, yang berujung pada diciptakannya 'cetbang' dan 'lantaka', yang kelak akan segera tersebar ke seluruh Nusantara.
1338 M Kerajaan Buton di Sulawesi Tenggara menjadi vasal Majapahit. Penguasanya, Ratu Wa Kaa Kaa, menikah dengan Raden Sibatara, seorang pangeran Jawa yang konon merupakan putra dari Wijaya. Keduanya pun bersama-sama memerintah Kerajaan Buton, menempatkan negeri tersebut ke dalam lingkup pengaruh Majapahit.
1339 M Invasi Majapahit ke Sumatra. Gajah Mada memulai misi penaklukannya. Bersama Adityawarman, ia menggempur negeri-negeri di Sumatra dan sekitarnya. Adityawarman berhasil menaklukkan Palembang dan Lampung, sementara Gajah Mada berhasil menduduki Bangka dan Belitung. Adityawarman kemudian dilantik sebagai Uparaja (penguasa bawahan) Majapahit di Sumatra Selatan.
1339 M Pasukan Majapahit dibawah pimpinan Mahapatih Gajahmada dan Adityawarman menyerang kerajaan Silo, Raja Indrawarman gugur dalam pertempuran dengan pasukan Majapahit. Kerajaan Silo berantakan, keturunan raja bersembunyi di Haranggaol. Para Keturunan Indrawarman akhirnya kembali ke kerajaan dan mendirikan kerajaan baru bernama Kerajaan Dolok Silo dan Kerajaan Raya Kahean.
1340 M Majapahit kemungkinan telah berhasil merebut kembali kekuasaan dan vasalnya di Kalimantan dari tangan Tumasik. Patih Gumantar, seorang pejabat Majapahit yang konon merupakan saudara dari Gajah Mada mendirikan Kerajaan Sidiniang di Mempawah sebagai bagian dari Majapahit. Gajah Mada mulai menyerang Aru Barumun, dan diperkirakan telah berhasil menduduki Kepulauan Riau, Siak, dan Rokan di tahun ini.
1343 M Invasi Majapahit ke Bali dan Lombok. Gajah Mada dan Adityawarman, konon turut didampingi oleh Ratu Tribhuwana, menggempur Bali. Di Bali, pasukan Majapahit sempat kewalahan melawan pasukan Kerajaan Pejeng (Bedahulu) pimpinan Mahapatih Kebo Iwa, yang konon merupakan kawan seperguruan Gajah Mada saat masa mudanya dalam berlatih silat dan olah kanuragan di Lamongan. Gajah Mada baru berhasil mengalahkan Kebo Iwa setelah menggunakan suatu muslihat licik. Bali pun takluk pada Majapahit, yang kemudian memindahkan pusat pemerintahannya dari Bedahulu ke Samprangan. Pasukan Majapahit kemudian lanjut menaklukkan Lombok.
1344 M Invasi Majapahit Pertama ke Sumbawa. Pasukan Majapahit berhasil menundukkan negeri-negeri kecil di bagian barat pulau tersebut, yakni Taliwang, Seran, Alas, Utan, dan Sumbawa. Mereka kemudian lanjut menggempur Kerajaan Dompu, namun mengalami kegagalan.
1345 M Seluruh wilayah Aru Barumun kemungkinan telah berhasil diduduki oleh pasukan Majapahit di tahun ini. Gajah Mada kemudian memecahnya menjadi empat kerajaan vasal, yakni Siak, Rokan, Kampar, dan Aru. Pasukan Majapahit dibawah pimpinan Mahapatih Gajahmada dan Adityawarman menyerang kerajaan Silo, sebuah negara kecil di pesisir utara Danau Toba yang didirikan oleh Senapati Indrawarman, seorang panglima Jawa yang memberontak pasca runtuhnya Singhasari. Raja Indrawarman gugur dalam pertempuran dengan pasukan Majapahit. Kerajaan Silo berantakan, keturunan raja bersembunyi di Haranggaol. Para Keturunan Indrawarman akhirnya kembali ke kerajaan dan mendirikan kerajaan baru bernama Kerajaan Dolok Silo dan Kerajaan Raya Kahean.
1345 M Pasukan Majapahit dibawah pimpinan Gajahmada menyerang Pasai, tetapi berhasil dipukul mundur oleh tentara Raja Muda Setia, bawahan Sultan Pasai di Aceh Tamiang setelah pinangan Majapahit kepada putri Junjung Bulan ditolak. Pasukan Raja Muda Setya berhasil menjebak kapal-kapal Majapahit du rawa-rawa Sungai Tamiang sehingga sulit bergetak. Gajahmada pun kembali ke Majapahit.
1347 M Pemberontakan Adityawarman. Ia mendirikan sebuah kerajaan baru bernama Malayapura yang merdeka dari Majapahit. Sebelumnya, Adityawarman telah mengunjungi negeri-negeri di Minangkabau dan menemui para penguasa serta datuk setempat. Adityawarman naik tahta sebagai raja dengan gelar 'Maharajadiraja Srimat Sri Udayadityawarman Pratapaparakrama Rajendra Maulimali Warmadewa'. Ia kemungkinan turut memasukkan Palembang dan Dharmasraya ke dalam kekuasaannya, merebut keduanya dari hegemoni Majapahit.
1350 M Tribhuwana Wijayatunggadewi turun takhta sesudah mengeluarkan prasasti Singasari. Ia kemudian kembali menjadi Bhre Kahuripan yang tergabung dalam Saptaprabhu, yaitu semacam dewan pertimbangan agung yang beranggotakan keluarga kerajaan. Hayawuruk dinobatkan menjadi Raja Majapahit, bergelar Sri Tiktawilwanagareswara Sri Rajasanagaragharbott Pasutinama Dyah Sri Hayam Wuruk, atau Paduka Bhatara Sri Rajasanagara Dyah Sri Hayam Wuruk.
1350 M Hayam Wuruk memerintahkan Gajah Mada untuk segera menghimpun pasukan dan bergegas berangkat ke Samudera Pasai ini. Pertempuran pun tak terhindarkan. Majapahit ternyata lebih unggul. Sultan Ahmad Malik Az-Zahir terpaksa menyelamatkan diri ke suatu tempat bernama Menduga yang berlokasi kira-kira 15 hari perjalanan dari ibukota Samudera Pasai (Jones, 1999: 57-65). Tetapi kerajaan Pasai tetap tegak berdiri hingga bertahun-tahun ke depan, bahkan sempat berjaya pada era Sultanah Nahrasiyah Nahrisyyah (1406-1428),
Menurut “Hikayat Raja-raja Pasai”, ketika Majapahit menyerang Pasai, dan dipukul mundur (1345), lalu menyerang kembali kerajaan Pasai (1350), Gajah Mada membawa tawanan orang Pasai yang terdiri dari para ahli, insinyur lulusan Baghdad, Damaskus dan Andalusia. Gajah Mada membebaskan tawanan tersebut setelah bernegosiasi dengan Prabu Hayam Wuruk. Kemudian orang Pasai ini bekerjasama dengan Gajah Mada untuk membangun kejayaan Majapahit. Sebagai balas jasa, Majapahit memberi otonomi kepada Kerajaan Pasai Darussalam, dan menempatkan orang Pasai di komplek elite di ibukota Majapahit – Trowulan.
Dengan adanya orang Pasai yang ahli dalam bidang tempa logam, baik itu baja maupun emas, maka didirikanlah bengkel senjata dan alat pertanian yang sempurna (standar baja Damaskus) , saluran irigasi model Andalusia di Trowulan dan pabrik koin dinar emas Majapahit yang bertuliskan kalimat syahadat.
Di tahun yang sama, Majapahit juga telah sukses menjadikan dua kerajaan lain di Aceh, Lamuri dan Tamiang, sebagai vasalnya. Beberapa kerajaan di pesisir barat Kalimantan kemungkinan juga telah menjadi vasal Majapahit, yakni Landak, Semandang, Samarahan, dan Kalaka. Pulau Bawean dan Kepulauan Masalembo juga telah dikuasai oleh Majapahit sejak tahun ini. Gajah Mada mengirim telik sandi (mata-mata) ke Kerajaan Nan Sarunai di Kalimantan Selatan. Laksamana Nala, salah satu petinggi militer terkuat Majapahit memasuki negeri itu dengan menyamar sebagai nahkoda kapal dagang bernama Tuan Penayar. Dalam penyamarannya, ia berhasil menemui penguasa Nan Sarunai, Raden Anyan dan kagum akan banyaknya barang yang terbuat dari emas murni di negeri itu. Laksamana Nala pun kembali ke Trowulan dan melaporkan hasil pengamatannya kepada Gajah Mada.
1351 M Prasasti Gajah Mada. Sebuah inskripsi buatan Gajah Mada yang menuliskan tentang pembangunan caitya (bangunan suci penganut Buddha Theravada) olehnya yang dipersembahkan untuk arwah Maharaja Kertanegara dan patihnya, Mpu Raganatha, yang tewas dalam serangan Raja Jayakatwang dari Kediri. Prasasti ini menyimpulkan bahwa Gajah Mada dan Kertanegara merupakan penganut Buddha, juga sebagai legitimasi Gajah Mada untuk mencapai misinya, politik 'Nusantara Mandala', yang kurang lebih sama dengan misi Kertanegara, yakni politik 'Dwipantara Mandala'. Caitya yang dimaksud kemungkinan besar adalah Candi Singhasari di Malang. Kerajaan Brunei dan Melanau di bagian utara Kalimantan menjadi vasal Majapahit.
1355 M Gajah Mada memimpin ekspedisi ke Semenanjung Melayu. Kala itu, seluruh kerajaan di daerah tersebut merupakan vasal dari Kerajaan Siam Ayutthaya. Namun mereka, yakni Langkasuka (Jawaka), Kedah, Manjung, Beruas, Pahang, dan Muar, telah lama ingin lepas dari pengaruh Ayutthaya. Gajah Mada pun memanfaatkan hal ini untuk menanamkan pengaruh Majapahit atas Semenanjung Melayu. Bekerja sama dengan penguasa Kerajaan Langkasuka, Sri Bharubhasa, Gajah Mada dan pasukannya berhasil mengusir pasukan Siam di seantero Semenanjung Melayu. Seluruh kerajaan di daerah tersebut pun bersedia tunduk tanpa perlawanan sebagai vasal Majapahit.
1356 M Invasi Majapahit Pertama ke Nan Sarunai. Gajah Mada mengirim armada sejumlah 5000 tentara pimpinan Senapati Arya Manggala untuk menyerang Nan Sarunai. Nan Sarunai meminta bantuan Tanjungpuri, yang mengirimkan 1000 orang prajurit pimpinan lima panglima bersaudara, Datu Banua Lima. Pertempuran sengit berlangsung selama dua hari, dan berakhir dengan kemenangan di pihak Nan Sarunai. Arya Manggala tewas terpenggal oleh mandau Panglima Angin, salah satu pimpinan pasukan Nan Sarunai. Majapahit pun terpaksa menarik mundur pasukannya.
1357 M Penyerangan ke Ayutthaya. Sumber sejarah dari Kelantan menyebutkan tentang sebuah perang antara Majapahit melawan Ayutthaya yang terjadi pada tahun ini. Gajah Mada dan Sri Bharubhasa membentuk pasukan aliansi Majapahit-Langkasuka. Dipimpin langsung oleh kedua tokoh tersebut, pasukan besar ini menyerang pusat pemerintahan Kerajaan Siam, kota Ayutthaya, dan berhasil mendudukinya untuk sementara. Pendudukan berakhir setelah penguasa Ayutthaya, Raja Ramathibodi (Uthong), berjanji untuk tidak lagi mengganggu negeri-negeri di Semenanjung Melayu yang telah mengaku sebagai vasal Majapahit. Gajah Mada dan pasukannya pun pulang kembali ke Trowulan, setelah Sri Bharubhasa mendirikan Kerajaan Chermin Jiddah menggantikan Langkasuka, yang tetap setia sebagai vasal Majapahit. Raja Bharubhasa kemudian memeluk Islam dan mengganti nama gelarnya menjadi 'Sultan Mahmud Jiddah Riayat Sa'adat as-Salam'.
1357 M Insiden Bubat. Sebuah tragedi yang diawali dengan keinginan Hayam Wuruk untuk menikahi putri Kerajaan Sunda, Dyah Pitaloka. Ia pun mengirim utusan ke Sunda untuk menyampaikan hal itu. Penguasa Sunda, Linggabuana menyambutnya dengan positif dan segera bertolak ke Majapahit untuk mendampingi putrinya menghadap Hayam Wuruk. Namun, sesampainya di sana terjadi perdebatan sengit antara Linggabuana dengan Gajah Mada (yang telah kembali dari Semenanjung Melayu). Sang Mahapatih menganggap pernikahan Hayam Wuruk dan Dyah Pitaloka sebagai pengakuan tunduknya Sunda pada Majapahit, sedangkan Linggabuana hanya menganggapnya sebagai hubungan persahabatan biasa. Kesalahpahamanpun berujung pada pecahnya pertempuran yang tidak perlu. Pertempuran berakhir dengan tewasnya Linggabuana dan para pengikutnya ditangan pasukan Bhayangkara termasuk Dyah Pitaloka yang memutuskan untuk bunuh diri. Tragedi ini membuat Hayam Wuruk sangat terpukul dan menempatkan Mahapatih Gajah Mada di Madakaripura.
Ekspedisi militer ke Indonesia Timur. Angkatan Laut Majapahit pimpinan Laksamana Nala mengadakan penaklukan ke Nusa Tenggara. Dengan armada berjumlah sekitar 3000 orang prajurit, mereka berhasil menundukkan seluruh kerajaan merdeka yang tersisa di Sumbawa (Dompu, Bima, Sapi, Sangiang). Hikayat lokal dari Nusa Tenggara Timur juga mengisahkan penaklukan Majapahit terhadap Flores (Bajo, Cibal, Ngada, Sikka, Kerantoka), Sumba, Solor, Lembata (Marisa), Pantar (Pandai, Bernusa, Munaseli), dan Alor (Bungabali). Seluruh negeri tersebut pun menjadi vasal Majapahit. Laksamana Nala kemungkinan juga telah berhasil menjadikan beberapa negeri di Sulawesi Selatan (Tallo, Bantaeng, Selayar) dan Buru (Kadali) sebagai vasal Majapahit.
1358 M Invasi Majapahit Kedua ke Nan Sarunai. Dengan jumlah armada yang lebih besar yakni 10.000 orang prajurit pimpinan Laksamana Nala, serangan kali ini sukses menaklukkan Kerajaan Nan Sarunai dan menjadikannya sebagai bagian dari Majapahit. Raden Anyan dan istrinya gugur dalam pertempuran, istana Nan Sarunai dihancurkan. Masyarakat Dayak Maanyan pun terpaksa mengungsi ke pedalaman, secara penuh meninggalkan budaya maritim mereka. Riwayat negeri Nan Sarunai yang telah berusia lebih dari 1600 tahun itu pun berakhir. Armada Majapahit lalu lanjut menyerang Tanjungpuri, namun gagal. Akhirnya kedua pihak memutuskan untuk mengadakan perjanjian damai, yang mana Tanjungpuri bersedia menjadi vasal Majapahit. Sementara bekas wilayah Nan Sarunai dianeksasi penuh oleh Majapahit. Di tahun yang sama, Majapahit juga berhasil menundukkan Kerajaan Tumasik dan seluruh jajahannya di Kepulauan Riau: Tambelan, Siantan, Jemaja, Bunguran, Serasan, Subi, Pulau Laut, Tiuman, Pulau Tinggi, Pemanggilan, Lingga, Riau, Bintan, dan Bulan. Negara itu pun bersedia menjadi bawahannya.
1358 M Prasasti Canggu, Prabu Hayam Wuruk mengatur kedudukan desa-desa di tepian Sungai Brantas dan Bengawan Solo yang menjadi tempat penyeberangan. Pada saat itu, di sekitar Bengawan Solo terdapat beberapa tempat penyeberangan yang berfungsi untuk menyeberangkan orang.
1359 M Gajah Mada diangkat kembali sebagai Mahapatih, namun memerintah dari Madakaripura.
1360 M Kunjungan Raja Kutai ke Majapahit. Penguasa Kerajaan Kutai Kartanegara, Aji Maharaja Sultan mengunjungi Majapahit. Didampingi oleh kakak sulungnya (Maharaja Sakti) dan penguasa Kutai Martadipura (Maharaja Indra Mulya), ia mendatangi keraton Trowulan untuk menimba ilmu tentang adat istiadat dan tata cara pengelolaan pemerintahan kerajaan untuk diterapkan di negerinya. Namun, Indra Mulya kemudian memutuskan untuk kembali ke negerinya tanpa sebab yang jelas. Di sana, mereka dibina langsung oleh Hayam Wuruk dan Gajah Mada (yang telah diperbolehkan kembali ke Trowulan). Setelah selesai, Aji Maharaja Sultan dan kakaknya pun kembali ke Kutai didampingi seorang Patih Jawa sebagai perwakilan Majapahit di Kutai Kartanegara. Kehadiran seorang Patih menunjukkan bahwa saat itu wilayah Kutai Kartanegara telah menjadi vasal Majapahit, secara sukarela. Di tahun yang sama, Majapahit mendirikan Kerajaan Kuripan sebagai negara bawahan di bekas wilayah Nan Sarunai.
1362 M Pembangunan Candi Bhayalango oleh Hayam Wuruk untuk mengenang neneknya, Gayatri Rajapatni. -Kerajaan Tidung di Kalimantan Utara dan Sulu (Lupah Sug) di Filipina Selatan diperkirakan telah menjadi vasal Majapahit sejak tahun ini.1364 - Gajah Mada wafat.
1365 M Puncak kejayaan Majapahit di bawah pimpinan Hayam Wuruk. Naskah Kakawin Nagarakretagama selesai ditulis oleh Mpu Prapanca, seorang bekas pejabat Majapahit yang kala itu telah menetap di sebuah dusun di pelosok Jawa Timur. Dalam karyanya, ia menuliskan daftar wilayah kekuasaan Majapahit (Negara Agung dan Mancanegara) serta vasal (Nusantara) dan negeri-negeri sahabatnya (Mitreka Satata). Palembang dan Dharmasraya kemungkinan telah berhasil direbut kembali oleh Majapahit dari pengaruh Pagaruyung. Sejak tahun ini pula, beberapa daerah di Maluku Selatan (Ambon, Banda, Gorong, Watubela, Kei) telah menjadi vasal dan bagian dari Majapahit. Hikayat Tom-Tad mengisahkan pendudukan kepulauan Kei dan Watubela oleh orang Jawa dan Bali, yang kemudian mendirikan pelabuhan pertama di sana dengan nama Balsorbay. Tiga kerajaan kecil di Semenanjung Onin, Papua Barat, yakni Rumbati, Atiati, dan Fatagar diperkirakan juga telah menjadi vasal Majapahit sejak tahun ini. Kepulauan Sitaro, Sangihe, dan Talaud diperkirakan juga telah jatuh ke tangan Majapahit, yang merebutnya dari Kerajaan Tampungan Lawo. Pasukan Majapahit di sana lalu menyatukan ketiganya menjadi sebuah koloni bernama Udamakatraya. Sebuah sumber menyebutkan bahwa Majapahit mengadakan ekspedisi militer ke Flilipina Utara untuk menaklukkan Kerajaan Tondo di Luzon. Disebutkan bahwa perang terjadi di Manila (Seludong), dan berakhir dengan kekalahan pasukan Majapahit. Namun, sumber ini meragukan sehingga tak diketahui dengan pasti apakah memang pernah terjadi perang antara Majapahit melawan Tondo.
1367 M Prasasti Biluluk I (1366 M), Biluluk II (1393 M), Biluluk III (1395 M) daerah Lamongan, Prabu Hayam Wuruk mengeluarkan peraturan terkait sumber air asin dan ketentuan pajaknya. Sumber air asin adalah aset yang sangat berharga untuk membuat garam, sehingga diperlukan peraturan yang ketat.
1368 M Raja Awang Alak Betatar naik tahta di Brunei.
1369 M Sulu memerdekakan diri dari Majapahit, lalu mengirim segerombolan perompak ke Brunei untuk menyerang dan melancarkan penjarahan besar-besaran terhadap negeri kaya tersebut. Di tahun yang sama, Majapahit kemungkinan besar telah menarik mundur pasukannya di Talaud dan meninggalkan Udamakatraya, yang kemudian direbut kembali oleh Tampungan Lawo.
1370 M Majapahit mengirim pasukan untuk mengusir para perompak Sulu dari Brunei dan berhasil dengan sukses. Tetapi kemudian armada Majapahit meninggalkan Brunei begitu saja, yang menjadi bangkrut dan miskin pasca penjarahan Sulu.
1371 M Menurut Pararaton Tribhuwana (Bhre Kahuripan) meninggal dunia setelah pengangkatan Gajah Enggon sebagai patih Hayam Wuruk menggantikan Gajahmada pada tahun 1371 dan didharmakan dalam Candi Pantarapura yang terletak di desa Panggih. Sedangkan suaminya, yaitu Kertawardhana (Bhre Tumapel) meninggal tahun 1386, dan didharmakan di Candi Sarwa Jayapurwa, yang terletak di desa Japan. Berita kematian ibunya tersebut membuat Hayam Wuruk sangat terpukul. Akibatnya, Kemaharajaan Majapahit mulai memasuki masa kemundurannya sejak tahun ini. Raja Brunei, Awang Alak Betatar mengirim utusan kepada Kaisar Cina di Nanjing untuk meminta pengakuan kedaulatan dari Kekaisaran Ming (yang telah menggantikan Kekaisaran Yuan). Dengan kata lain, Brunei berniat melepaskan diri dari hegemoni Majapahit.
1373 M Pemberontakan Sumatra Selatan. Palembang dan Dharmasraya melancarkan pemberontakan terhadap hegemoni Majapahit. Keduanya mengirim utusan kepada Kaisar Cina untuk meminta pengakuan kedaulatan dari Kekaisaran Ming (yang telah menggantikan Kekaisaran Yuan). Kaisar Cina pun bersedia dan balik mengirim utusan ke Palembang dan Dharmasraya untuk meresmikan kemerdekaan mereka. Mendengar hal ini, Hayam Wuruk marah dan memerintahkan pasukan Majapahit untuk segera memblokade Palembang dan Dharmasraya serta membunuh para utusan Cina.
1376 M Wijayarajasa mendirikan Kedhaton Timur di bekas wilayah Lumajang sebagai bawahan Majapahit.
1377 M Majapahit memadamkan Pemberontakan Sumatra Selatan. Palembang dan Dharmasraya pun berhasil takluk kembali, dan para utusan Ming dibunuh. Kemudian, Majapahit menganeksasi keduanya dan mendirikan pemerintahan langsung di sana. Mengetahui hal itu, Kaisar Cina memutuskan untuk diam dan membiarkannya, melegitimasi kekuasaan Majapahit atas Sumatra Selatan. Pemberontakan Berau. Di Kalimantan Utara, Baddit Dipattung mendirikan Kerajaan Berau dan memerdekakan diri dari Majapahit. Ia memimpin penaklukkan kembali terhadap wilayah yang sebelumnya termasuk dalam kekuasaan pendahulunya, Kerajaan Tidung.
1379 M Ayutthaya melanggar janjinya dengan kembali melancarkan invasi ke Semenanjung Melayu, menyebabkan Majapahit kehilangan kontrol atas wilayah tersebut. Ayutthaya juga menganeksasi Singapura.
1380 M Kerajaan Pekantua berdiri di Pelalawan sebagai bawahan Majapahit, didirikan oleh seorang bangsawan Singapura yang mengungsi setelah negerinya ditaklukkan oleh Ayutthaya. Majapahit mengirim pasukan pimpinan Patih Lohgender ke Tanjungpura dalam rangka ekspedisi penaklukkan terhadap negeri-negeri di sepanjang sungai Kapuas. Kerajaan Sanggau dan Sekadau kemungkinan telah takluk menjadi vasal pada tahun ini.
1383 M Kinabatangan, sebuah negeri kecil di Sabah yang didirikan oleh seorang pelarian Cina bernama Ong Sum Ping menjadi vasal dari Brunei, yang masih merupakan bawahan dari Majapahit.
1384 M Sintang takluk pada Majapahit. Pasukan Jawa membawa Demong Nutup, putra Raja Sintang, Jubair I sebagai tawanan perang. Saudarinya, Dara Juanti menyusul ke Jawa untuk membebaskannya. Saat mendarat di Tuban, sang putri dihadang oleh Patih Lohgender yang kemudian kasmaran kepadanya. Sang Patih pun bersedia membebaskan Demong Nutup. Dara Juanti lalu kembali ke Sintang didampingi kedua pria tersebut.
1385 M Raja Jubair I menikahkan Dara Juanti dengan Patih Lohgender. Sang Patih Jawa menyerahkan maskawin berupa seperangkat gamelan, yang hingga kini masih disimpan oleh keraton Kesultanan Sintang. Kemungkinan di tahun ini, Kerajaan Selimbau dan Silat telah menjadi vasal Majapahit. Pihak Majapahit kemudian menghadiahkan beberapa buah keris kepada kedua negeri di pedalaman Kapuas tersebut. Dengan ini, berakhirlah ekspedisi penaklukkan Majapahit terhadap negeri-negeri Kapuas di Kalimantan Barat.
1387 M Mpu Jatmika, seorang perantau asal Keling (salah satu kadipaten Majapahit yang terletak di antara Daha dan Tumapel) mendirikan Kerajaan Negara Dipa sebagai bawahan Majapahit. Negeri ini merupakan peleburan dari Kerajaan Kuripan dan Tanjungpuri, dengan pusat pemerintahannya terletak di kota Amuntai.
1387 M Prasasti Karang Bogem, dua tahun sebelum wafatnya Prabu Hayam Wuruk, Batara Parameswara Pamotan Wijayarajasa dyah Kudamerta, raja Kedaton Wetan yang wafat pada tahun 1388 M menetapkan tanah sima kepada Patih Tamba di Karang Bogem daerah Gresik untuk perikanan, batas selatannya adalah tanah padang, batas timurnya adalah tanah dataran yang mentok ke segara. batas barat adalah daerah pembabatan alas Demung, sampai segara. Sawahnya seluas satu jung dan pembabatan hutannya sakikil.
1389 M Hayam Wuruk wafat. Putrinya, Dyah Kusumawardhani naik tahta menggantikannya didampingi oleh suaminya, Wikramawardhana. Dalam perkembangannya, jalannya pemerintahan lebih banyak dipegang oleh Wikramawardhana, sehingga tokoh inilah yang lebih sering dianggap sebagai penguasa Majapahit ke-5 pengganti Hayam Wuruk. Parameswara, konon merupakan seorang mantan penguasa bawahan Majapahit di Palembang dan keturunan bangsawan Bintan merebut Tumasik dari Ayutthaya dan mengangkat dirinya sebagai Raja yang merdeka di sana, mengganti nama Tumasik menjadi 'Singapura'.
1391 M Chermin melepaskan diri dari Ayutthaya dan kembali menjadi vasal Majapahit. Raden Mas Pamari naik tahta sebagai penguasa ke-2 kerajaan tersebut. Ia naik tahta dengan gelar 'Paduka Sri Sultan Baki Syah'. Putranya, Maulana Nenggiri, menjadi seorang ulama muda yang giat menjalankan dakwah Islam ke berbagai tempat di Nusantara. Bahkan, sebelumnya ia dikabarkan telah berdakwah kepada Maharaja Majapahit ke-4, Hayam Wuruk.
1392 M Prasasti Ketiden, Wikramawardhana meneguhkan kembali keputusan Bhre Wĕngkĕr Śrī Wijayarājasa, kakek Kusumawarddhani, permaisurinya yang pembebasan daerah penduduk di desa Katiden. Pembebasan daerah di desa Katiden ini meliputi 11 desa. Pembebasan ini diberikan karena penduduk di desa Katiden mendapatkan tugas berat dengan menjaga dan memilihara hutan alang-alang di daerah Gunung Lejar.
1398 M Penaklukan Singapura. Melalui bantuan Sang Rajuna Tapa, Majapahit menganeksasi Singapura. Parameswara berhasil meloloskan diri ke Muar dan menetap di Malaka, tempat ia mendirikan sebuah negara besar beberapa tahun kemudian. Adipati Perbaita Sari (Datuk Merpati), konon seorang pejabat Majapahit yang terusir dari Jawa, diperkirakan tiba di Sarawak pada tahun ini. Ia memiliki seorang putra bernama Datuk Merpati Jepang, salah satu tokoh yang dipercaya sebagai leluhur aristokrat Melayu Perabangan di Sarawak saat ini. Mereka pun menetap di sana. Merpati Jepang kemudian diangkat menjadi penguasa di Samarahan setelah menikah dengan putri seorang penguasa setempat.
1400 M Di Mempawah, Patih Gumantar tewas terpenggal dalam perang kayau melawan suku Dayak Biaju, yang lalu membawa kepalanya sebagai rampasan perang. Akibatnya, Kerajaan Sidiniang pun kehilangan kepala pemerintahan. Semandang, bawahan Tanjungpura yang merupakan atasan Sidiniang kemungkinan mengambil alih pemerintahan di sana, dan menghapus monarki Sidiniang.
1401 M Brunei memulai ekspedisi perluasan wilayah. Di bawah pimpinan Awang Semaun, Awang Jerambak, dan Pateh Damang Sari, pasukan Brunei menggempur Tutong yang kala itu dipimpin oleh seorang pembesar Melanau bernama Mawangga. Baik Melanau maupun Brunei sendiri saat itu masih merupakan vasal Majapahit. Perang antar vasal ini kemungkinan diakibatkan oleh semakin merosotnya pengaruh Majapahit atas vasal-vasalnya serta hadirnya kembali Kekaisaran Cina yang diperintah oleh bangsa Han.
1402 M Parameswara mendirikan Kerajaan Malaka di Semenanjung Melayu bagian selatan, yang merdeka dari pengaruh Majapahit maupun Ayutthaya. Perang Igan meletus di Borneo Utara. Brunei melancarkan invasi besar-besaran terhadap Melanau.1403 - Bhre Wirabhumi, penguasa Blambangan yang merupakan putra Hayam Wuruk dengan seorang selir memerdekakan diri dari Majapahit. Ia mengirim utusan kepada Kaisar Cina untuk meminta pengakuan kedaulatan. Hal ini membuat hubungan antara Wirabhumi dengan Wikramawardhana semakin meruncing dan berujung pada perang besar setahun kemudian. Brunei menaklukkan Melanau.
1404 M Perang Paregreg. Perang saudara Majapahit dimulai. Konflik antara Keraton Majapahit Timur (Blambangan) pimpinan Wirabhumi dengan Keraton Majapahit Barat (Trowulan) pimpinan Wikramawardhana. Wirabhumi merebut Pamotan dan Pakembangan. Sunan Gresik, salah seorang pelopor penyebaran Islam di Jawa, mendirikan Walisongo, sebuah majelis dakwah Islam.
1405 M Ekspedisi Laut Dinasti Ming pimpinan Laksamana Cheng Ho (Zheng He). 'Armada Harta Karun', sebutan untuk jung-jung raksasa Cina dalam ekspedisi tersebut, mengunjungi berbagai pelabuhan di Nusantara, di antaranya Kelantan, Malaka, Pasai, Aru, Palembang, Semarang, dan Surabaya. Memanfaatkan kekacauan yang tengah terjadi di Jawa, Pasai dan Aru memohon bantuan Kaisar Cina untuk memerdekakan negeri mereka dari Majapahit. Cheng Ho menyampaikan hal ini pada Yongle, sang Kaisar Cina, dan ia menyetujuinya. Maka, Pasai dan Aru (serta sejumlah negara-kota kecil di pesisir Aceh) berhasil lepas dari hegemoni Majapahit.
1406 M Perang Paregreg berakhir. Kedhaton Majapahit Timur berhasil diserbu dan diduduki oleh pasukan Kedhaton Barat Kala penyerbuan terjadi, sekitar 100 orang Cina anggota ekspedisi Dinasti Ming tengah menghadap Wirabhumi. Tanpa mengetahui apakah mereka kawan atau lawan, pasukan Majapahit Barat menyerang dan membunuh mereka, bersama dengan sebagian besar penghuni istana Blambangan. Wirabhumi berhasil meloloskan diri, namun dapat dikejar dan dibunuh oleh salah seorang panglima Majapahit Barat, Raden Gajah.
1407 M Armada Harta Karun Ming kembali mengunjungi Nusantara. Kali ini singgah di beberapa negeri pesisir di Kalimantan, di antaranya Sambas dan Brunei. Beberapa puluh orang kru armada ini lalu menetap di Sambas, mendirikan permukiman Muslim Hui pertama di daerah itu. Di Brunei, mereka bersedia membantu negeri itu untuk merdeka dari Majapahit. Bahkan, penguasanya sendiri, Sultan Abdul Majid Hasan turut pergi ke Beijing untuk memohon langsung pada Kaisar Yongle.
1408 M Untuk ketiga kalinya, armada Ming kembali mengunjungi Nusantara. Saat singgah di Majapahit, Cheng Ho menyampaikan pesan Kaisar Yongle untuk Wikramawardhana agar segera membayar hutang atas terbunuhnya 100 orang utusan Cina saat Perang Paregreg. Armada Ming juga mengunjungi Brunei Di tahun yang sama, menyampaikan kabar kematian Sultan Abdul Majid Hasan serta restu Kaisar Yongle untuk kemerdekaan kesultanan tersebut. Brunei pun resmi merdeka dari Majapahit. Malaka mulai memperluas wilayahnya dengan menguasai pesisir selatan Malaya dari Selangor sampai Johor, serta merebut Singapura dari Majapahit.
1409 M Sebagai usaha untuk mendapatkan sumber emas di pegunungan Minangkabau, Majapahit melancarkan agresi militer terhadap Pagaruyung. Di Borneo, Kesultanan Brunei memulai ekspansi besar-besaran ke seantero pulau besar tersebut. Pasukan Brunei berturut-turut menundukkan Kalaka, Samarahan, Sambas, Sanggau, Landak, dan Semandang. Mereka juga berhasil menundukkan Sulu dan Berau.
1410 M Pasukan Brunei menduduki negeri-negeri Kapuas serta Tanjungpura dan Kutai.
1411 M Pertempuran Padang Sibusuk. Perang Majapahit-Pagaruyung berakhir dengan kekalahan pasukan Jawa. Majapahit juga kehilangan kontrol atas daerah Siak, Kampar, Pekantua, Keritang, dan Bintan, yang kemungkinan besar direbut oleh Pagaruyung. Puncak ekspansi Brunei. Armada kesultanan tersebut berhasil menduduki seluruh pesisir Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur. Mereka bahkan lanjut menyerang Negara Dipa, namun kemungkinan besar dapat dipukul mundur.
1412 M Ekspansi militer Brunei berakhir. Tanjungpura, Semandang, Sambas, Samarahan, Kalaka, Landak, Sanggau, Sekadau, Sintang, Selimbau, dan Silat resmi jatuh ke dalam kekuasaan Brunei. Ini menyisakan Negara Dipa, Sampit, Kotawaringin, Kendawangan, dan Kutai Kartanegara sebagai negara bawahan Majapahit yang tersisa di Kalimantan. Armada Ming untuk kesekian kalinya kembali mengunjungi Nusantara. Cheng Ho menagih Wikramawardhana untuk melunasi hutangnya, namun sang Maharaja mengatakan bahwa uangnya belumlah cukup. Mendengar hal ini, Kaisar Yongle yang merasa kasihan memutuskan untuk melepaskan hutang Majapahit terhadap Ming tersebut.
1414 M Kerajaan Malaka diperkirakan telah resmi menjadi kesultanan Islam sejak tahun ini. Konon, peristiwa ini diawali dengan surat-menyurat tentang perdagangan antara Raja Malaka (Parameswara) dengan Ratu Pasai (Ratu Nahrasyah) dan Maharaja Majapahit (Wikramawardhana). Parameswara memohon pada Wikramawardhana agar pedagang-pedagang Jawa diperbolehkan mengunjungi pelabuhan Malaka. Wikramawardhana setuju, namun berkata pada Parameswara untuk turut meminta izin pada Ratu Pasai, karena kala itu pedagang-pedagang Jawa lebih suka singgah di pelabuhan Pasai dibandingkan Malaka. Sejak lama, pedagang Jawa telah mendapat perlakuan istimewa dari Samudra Pasai yang tidak memberlakukan pungutan pajak kepada mereka. Biasanya, para saudagar Jawa menukar beras dengan lada yang banyak tumbuh di Pasai. Parameswara pun menyampaikan maksudnya pada Ratu Nahrasyah. Sang Ratu bersedia membantunya dengan satu syarat, yakni agar Parameswara memeluk Islam terlebih dahulu. Raja Malaka pun setuju, dan pedagang-pedagang Jawa (juga orang Arab, Persia, dan Gujarat) pun mulai banyak yang singgah di bandar Malaka. Sementara itu, sumber lain menyebutkan bahwa Parameswara memeluk Islam setelah menikahi seorang putri Pasai (kemungkinan salah satu putri dari Ratu Nahrasyah). Mengikuti jejak sang Raja, sebagian besar masyarakat Malaka berbondong-bondong memeluk Islam secara sukarela. Kesultanan Malaka pun mulai memasuki masa kejayaannya.
1415 M Kaisar Cina mengakui kedaulatan Majapahit atas Palembang. Kunjungan Raja Buton ke Majapahit. Penguasa Buton ke-3, Bancapatola (Bataraguru) yang merupakan cucu dari Ratu Wa Kaa Kaa dan Raden Sibatara mengunjungi keraton Trowulan, namun sempat tak diakui sebagai anggota keluarga Kerajaan Majapahit. Untuk membuktikannya, ia mengucapkan sumpah bahwa tanah yang tengah dipijaknya akan naik hingga setara dengan singgasana Maharaja Majapahit. Konon hal itu benar-benar terjadi, dan menjadi asal-usul bangunan keramat Siti Hinggil di istana Jawa hingga kini. Setelah diakui, Bancapatola diperkenankan tinggal di keraton Majapahit selama 1 tahun, sebelum pulang kembali ke Buton.
1418 M Maulana Nenggiri naik tahta sebagai penguasa Kerajaan Chermin ke-3, dinobatkan dengan gelar 'Paduka Sri Sultan Sadik Muhammad Syah'. Ia memindahkan pusat pemerintahan negerinya ke kota Nenggiri di pedalaman Kelantan.
1419 M Sunan Gresik wafat. Mpu Jatmika wafat. Lambung Mangkurat (Lembu Mengkurat), putra kedua Mpu Jatmika mengambil alih kendali pemerintahan Negara Dipa, namun tak mengangkat dirinya sebagai Raja, atas pesan sang ayah. Ia melakukan perluasan wilayah ke daerah Seruyan.Masa pemerintahan Dyah Suhita (1427-1447):
1427 M Wikramawardhana wafat. Keponakannya, Dyah Suhita naik tahta sebagai penguasa Majapahit ke-6 menggantikannya. Sang Ratu menikah dengan seorang bangsawan Melayu Kelantan dari Chermin bernama Raja Kemas Jiwa, yang mendampinginya dalam memerintah Majapahit dengan gelar 'Sang Aji Jayaningrat'.
1429 M Sang Aji Jayaningrat dilantik sebagai penguasa Chermin ke-4 menggantikan Maulana Nenggiri disebabkan adanya invansi Ayuttaya ke Jelantan. Karena hal ini, ia terpaksa bercerai dengan Ratu Suhita dan segera pergi ke Kelantan. Ia dinobatkan dengan gelar 'Paduka Sri Sultan Iskandar Syah'. Manggalawardhani Dyah Suragharini, cucu Wikramawardhana diangkat sebagai Bhre Tanjungpura. Sejak tahun ini, kekuasaan Majapahit di Kalimantan Barat yang diduduki Brunei telah berhasil dipulihkan kembali. Adanya jabatan 'Bhre Tanjungpura' juga menyimpulkan bahwa Kerajaan Tanjungpura telah dianeksasi oleh Majapahit yang mendirikan pemerintahan langsung di sana. Di Kalimantan Selatan, Lambung Mangkurat mengangkat Putri Junjung Buih sebagai Ratu Negara Dipa menggantikannya. Lambung Mangkurat mendampinginya sebagai Mangkubumi (Perdana Menteri).
1443 M Swan Liong (Arya Damar), seorang pangeran Majapahit putra Hyang Wisesa (Wikramawardhana) dilantik sebagai Adipati Palembang dan memerintah sebagai bawahan Majapahit. Menurut Kronik Sam Po Kong, ia memiliki seorang asisten Muslim bernama Bong Swi Hoo (Sunan Ampel) yang membantunya dalam mengatur administrasi Palembang.
1444 M Raden Putra (Arya Gegombak Janggala Rajasa), seorang pangeran Majapahit dilantik sebagai penguasa ke-4 Kerajaan Negara Dipa, setelah menikahi Putri Junjung Buih. Ia naik tahta dengan gelar 'Maharaja Suryanata'. Dalam memerintah, ia didampingi oleh istrinya serta Lambung Mangkurat. Menurut Hikayat Banjar, Suryanata berhasil memperluas wilayah negerinya ke pedalaman, melebur Kotarawingin dan Sampit ke dalam kekuasaannya, serta menjadikan Kutai dan Berau sebagai vasalnya. Kedua negeri itu (Kutai dan Berau) pun secara tak langsung turut jatuh ke dalam lingkup pengaruh Majapahit.Masa pemerintahan Brawijaya I / Dyah Kertawijaya (1447-1451):
1447 M Dyah Kertawijaya naik tahta sebagai Maharaja Majapahit ke-7. Ia dinobatkan dengan gelar ''Wijaya Parakramawardhana'. Prasasti Waringin Pitu. Menuliskan tentang 14 kadipaten mancanegara Majapahit di Jawa dan Kalimantan, yakni Daha, Kahuripan, Pajang, Wengker, Wirabhumi, Matahun, Tumapel, Jagaraga, Tanjungpura, Kembang Jenar, Kabalan, Singhapura, Keling, dan Kalinggapura.
1449 M Lambung Mangkurat wafat.
1450 M Peristiwa perebutan tengkorak Patih Gumantar di Kalimantan Barat. Patih Gumantar adalah pemimpin Kerajaan Mempawah berkedudukan di dekat pegunungan Sidiniang, Sangking, Mempawah Hulu yang berdiri kira-kira tahun 1340 Masehi. Konon Patih Gajahmada adalah saudara dari Patih Gumantar ini, salah satu peninggalan Patih Gajahmada di kerajaan Mempawah ini adalah sebuah keris Susuhan yang diberikan Patih Gajahmada sesudah ia melakukan lawatannya ke kerajaan Muang Thai untuk membendung serangan pasukan Mongol.
Patih Gumantar dikenal sebagai raja yang berjaya dan sangat kaya raya, sehingga banyak juga yang ingin merebut kekayaan ini. Pasukan dari kerajaan MIAJU nekad menyerangnya dengan kekuatan yang besar sehingga mengalahkan kerajaan Patih Gumantar dan terkayaunya kepala Patih Gumantar, karena memang saat itu adalah masa tenang dimana masuk musim berladang. kemudian dibawa oleh pasukan MIAJU ini ke kerajaannya. Tengkorak kepala Patih Gumantar diyakini memiliki khasiat yang luar biasa bagi kerajaan MIAJU ini sehingga kepala ini jaga dengan ketat dan disimpan didalam sebuah tajau / balanga disebut TAJAU TARUS.
1451 M Rajasawardhana naik tahta sebagai Maharaja Majapahit ke-8, dinobatkan dengan gelar 'Brawijaya II'. Sunan Ampel (dipercaya sebagai tokoh yang sama dengan Bong Swi Hoo) mendirikan Pesantren Ampeldenta di Surabaya, sebuah pusat perguruan agama Islam.
Fase Interregnum / Periode Tanpa raja 1453-1456):
1453 M Rajasawardhana wafat, meninggalkan pewaris tahta yang masih kecil. Hal ini menyebabkan Majapahit mengalami Fase Interregnum (Periode Tanpa Raja) hingga tiga tahun berikutnya.
1454 M Prabu Jaya naik tahta di Tanjungpura.
1455 M Raden Patah (Jin Bun/Pate Rodim) lahir di Palembang (sumber lain menyebutkan Jepara). Jin Bun menghabiskan sebagian besar masa mudanya di Palembang, sebagai salah satu asisten Swan Liong, penguasa Palembang yang juga merupakan salah seorang pengasuhnya sejak kecil.
1456 M Girisawardhana (Purwawisesa/Bhre Wengker) naik tahta sebagai Maharaja Majapahit ke-9.
1458 M Sultan Mansur Syah naik tahta di Malaka. Di bawah pemerintahannya, kesultanan itu mencapai puncak kejayaannya. Ia mengadakan ekspansi besar-besaran ke seantero Sumatra dan Malaya. Di bawah pimpinan Laksamana Hang Tuah, pasukan Malaka berhasil menaklukkan Pahang, Terengganu, Siak, Kampar, Rokan, dan Riau.
1459 M Pernikahan politik antara Majapahit dengan Malaka yaitu Sultan Mansur Syah dengan Dewi Galuh Candrakirana putri Ratu Suhita dengan Jatiningrat. Melalui peristiwa ini, Girisawardhana bersedia menyerahkan Keritang dan Kepulauan Siantan (Anambas-Natuna) kepada Sultan Mansur Syah. Akibatnya, Majapahit semakin kehilangan pengaruhnya atas Selat Malaka dan Laut Champa (Laut Cina Selatan).
1460 M Puti Selaro Pinang Masak mendirikan Kerajaan Jambi di atas reruntuhan Kerajaan Dharmasraya di Batanghari sebagai vasal Majapahit. Perang saudara melanda Kekaraengan Gowa di Sulawesi Selatan, antara Batara Gowa (penguasa Sombaopu) melawan adiknya, Karaeng Loe ri Sero (penguasa Makassar). Batara Gowa muncul sebagai pemenang dan menduduki Makassar. Sang adik yang kalah konon mengungsi ke Jawa, meminta perlindungan pada Majapahit. Namun tak lama kemudian, Batara Gowa wafat tanpa diketahui penyebabnya, membuat Karaeng Loe ri Sero pulang kembali ke Makassar dan menyatukan kembali Kekaraengan Gowa.
1464 M Raden Arya Dewangsa dinobatkan sebagai penguasa Negara Dipa ke-5 menggantikan ayahnya, Suryanata yang memutuskan untuk pulang kembali ke Majapahit bersama Putri Junjung Buih. Sang pangeran naik tahta dengan gelar Maharaja Carang Lalean.
1465 M Di Semenanjung Melayu, Ayutthaya menaklukkan Chermin. Sultan Iskandar Syah terpaksa mengungsi ke Champa dan wafat di sana. Untuk sementara, Majapahit kehilangan pengaruhnya di Semenanjung Melayu.
1466 M Singhawikramawardhana (Dyah Suraprabhawa/Bhre Pandansalas) naik tahta sebagai Maharaja Majapahit ke-10,
1467 M Chermin kembali menjadi vasal Majapahit, namun dengan wilayah yang jauh lebih kecil karena Kedah dan Perak telah lepas dan berganti menjadi vasal Ayutthaya.
1468 M Kudeta Trowulan Pertama. Singhawikramawardhana dilengserkan oleh putra-putra Sang Sinagara. Gindawardhana Dyah Wijayakarana baik tahta karena kakak sulungnya tewas dalam penyerangan tersebut.
1470 M Kerajaan Tanah Hitu berdiri di Ambon, memerdekakan diri dari Majapahit.
1472 M Raden Ismahayana (Raden Abdul Kahar) naik tahta di Landak. Raja Bapurung naik tahta di Tanjungpura.
1474 M Dyah Wijayakarana wafat. Adik bungsunya Girindrawardhana (Dyah Ranawijaya) naik tahta menggantikannya.
1475 M Raden Patah, putra Brawijaya V mendirikan Kesultanan Demak di pesisir utara Jawa Tengah sebagai vasal Majapahit Timur. Ia mengangkat dirinya sebagai penguasa dengan gelar 'Panembahan Jimbun'. Demak dengan cepat berkembang menjadi sebuah bandar persinggahan internasional yang kaya karena menguasai Selat Muria yang cukup strategis saat itu.
1477 M Demak melebur Semarang ke dalam pemerintahannya.
1478 M Kudeta Trowulan Kedua. Girindrawardhana menyerang Trowulan dan berhasil mendudukinya. Njo Lay Wa, pejabat Demak di Majapahit terbunuh dalam serbuan tersebut.
Girindrawardhana Dyah Ranawijaya mengangkat dirinya sebagai Maharaja Majapahit ke-12 di Daha. Ia juga dikenal dengan nama 'Sri Wilwatikta Janggala Kadiri'. Ia memerintah didampingi oleh Patih Udara (Hudhara)