Kita berkata, cinta tidak punya alasan -- itu jelas. Jika aku mencintaimu karena engkau memberikan sesuatu, itu barang dagangan, yang ada di pasar.
Jadi, bisakah aku mencintaimu, bisakah ada cinta, tanpa keinginan apa pun, secara fisik, secara psikologis, di dalam, tiada apa pun dalam bentuk apa pun? Maka itulah cinta, yang tidak punya alasan dan dengan demikian tidak terbatas. Manakala tidak ada rasa takut, kebebasan ada di situ. Maka barulah orang bisa menemukan apa yang benar. Apabila apa “yang ada“ itu tidak di-distorsi oleh rasa takut, maka apa “yang ada“ itu benar, "Ada" bukanlah kata "ada".
Kebenaran tidak dapat diukur dengan kata-kata. Cinta kasih bukanlah kata-kata, bukan kepercayaan, bukan pula sesuatu yang bisa Anda tangkap lalu mengatakan “Ini milikku“. Tanpa cinta kasih dan keindahan, yang Anda namakan Tuhan sama sekali tidak ada artinya.
Ketika Anda berkata Anda mencintai seseorang, semua itu tersirat : iri hati, keinginan memiliki, keinginan memperoleh, mendominasi, takut kehilangan, dan sebagainya. Semua itu kita namakan cinta, dan kita tidak mengenal cinta tanpa rasa takut, tanpa iri hati, tanpa pemilikan, kita sekadar berceloteh saja tentang cinta tanpa rasa takut, yang kita namakan cinta tanpa-aku, cinta murni, cinta ilahi, cinta tanpa syarat atau apa saja, tetapi faktanya ialah kita cemburu, kita mendominasi, kita posesif.
Kita akan tahu keadaan cinta itu hanya apabila kecemburuan, iri hati, sikap memiliki, dominasi berakhir dan selama kita memiliki, kita tidak pernah mencinta ... Kapan Anda memikirkan orang yang Anda cintai? Anda memikirkan dia bila ia pergi, bila ia meninggalkan Anda, bila ia tiada baru anda terasa.