Soekarno dan Ratu Pantai Selatan

Konon : ayahanda Soekarno sebenarnya adalah Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan Pakubuwono X. Nama kecil Soekarno adalah Raden Mas Malikul Koesno. Beliau termasuk “anak ciritan” dalam lingkaran kraton Solo. Sebagai seorang pemikir handal yang mempercayai suatu kehidupan alam lain, beliau kerap mengasingkan diri dalam fenomena yang tak layak pada umumnya, yaitu selalu bertirakat dari satu gua kumuh, bebukitan terjal, hutan belantara hingga tempat wingit lainnya.

Kisah ini terjadi pada Jum’at legi, bulan Maulud 1937 H. Berawal dari sebuah mimpi yang dialaminya. Di suatu malam, beliau didatangi seekor naga besar yang ingin ikut serta mendampingi hidupnya. Naga itu mengenalkan dirinya bernama, Sanca Manik Kali Penyu, yang tinggal didalam bukit Gorong, kepunyaan dari Ibu Ratu Nyi Blorong, yang melegendaris. Dengan kejelasan mimpinya, langsung menemui KH. Rifai, yang kala itu sangat masyhur namanya. Lalu sang kyai memberinya berupa amalan atau sejenis doa Basmalah, yang konon bisa mewujudkan benda gaib menjadi nyata. Lewat suatu komtemplasi dan prosesi ritual panjang, akhirnya Bung Karno, ditemui sosok wanita cantik yang tak lain adalah Nyi Blorong sendiri. 

“Andika..!!! Derajatmu wes tibo neng arep, siap nampi mahkota loro, lan iki mung ibu iso ngai bibit kejembaran soko nagara derajat, kang manfaati soko derajatmu ugo wibowo lan rejekimu serto asih penanggihan” terang Nyi Blorong. Yang arti dari ucapan tadi kurang lebihnya : “Anakku !! Sebentar lagi kamu akan menjadi manusia yang mempunyai dua derajat sekaligus (Pemimpin umat manusia dan Bangsa gaib yang disebut sebagai istilah / Rijallul gaib). Saya hanya bisa memberikan sebuah mustika yang manfaatnya sebagai, ketenangan hatimu, keluhuran derajat, wibawa, kerejekian serta pengasihan yang akan membawamu dipermudah dalam segala tujuan” Mustika yang dimaksud tak lain berupa Paku bumi, jelmaan dari seekor naga sakti, Sanca Manik, yang di dalam mulutnya terdapat satu buah batu merah delima bulat berwarna merah putih crystal, symbol dari bendera merah putih / negara Indonesia. Sebagai sosok mumpuni sekaligus hobi dalam dunia supranatural, 7 bulan dari kedapatan mustika Sanca Manik, beliau pun bermimpi kembali. Yang mana di dalam mimpinya sosok Kanjeng Sunan KaliJaga beserta ibu Ratu Kidul menyuruh Bung Karno, datang ke bukit Tinggi Pelabuhan Ratu, Sukabumi – Jawa Barat. “Datanglah Nak ketempatku..!!! Kusiapkan jodoh dari pemberian Putranda (Nyi Blorong) yang kini telah kau terima, tak pantas melati tanpa kembang kenanga, lelaki tanpa adanya wanita” Tentunya sebagai seorang yang berpengalaman dalam pengolahan batiniah, Bung Karno, adalah salah satu orang yang sangat paham akan makna sebuah mimpi. Dalam hal ini beliau menyakini bahwa yang barusan dialaminya adalah bagian dari keneran. Dengan meminta bantuan kepada, Kartolo Harjo, asal dari kota Pekalongan, yang kala itu dianggap orang paling kaya, merekapun hari itu juga langsung menuju lokasi yang dimaksud, dengan membawa sedan cw keluaran tahun 1889. Kisah perjalanan menuju Pelabuhan Ratu, ini cukup memakan waktu panjang, pasalnya disetiap daerah yang dilaluinya Bung Karni, selalu diberhentikan oleh seseorang yang tidak dikenal. Mereka berebut memberikan sesuatu pada sosok kharismatik berupa pusaka maupun bentuk mustika. Hal semacam ini sudah sewajarnya dalam dunia keparanormalan sejak zaman dahulu kala, dimana ada sosok yang bakal menjadi cikal seorang pemimpin. maka seluruh bangsa gaib akan dengan antusiasnya berebut memamerkan dirinya untuk bisa sedekat mungkin dengannya. Untuk mengungkapkan lebih lanjut perjalanan Bung Karno menuju Pelabuhan Ratu, yang dimulai pada hari Kamis pon, Ba’da Subuh, Syawal 1938H, pertama kalinya perjalanan ini dimulai dari kota Klaten Jawa Tengah. Di tengah hutan Roban, Semarang, beliau diminta turun oleh sosok hitam berambut jambul, yang mengaku bernama, Setopati asal dari bangsa jin, dan memberikan pusaka berupa cundrik kecil, berpamor Madura dengan besi warna hitam legam. Manfaatnya, sebagai wasilah bisa menghilang. Juga saat melintas kota Brebes dan Cirebon, beliau disuruh turun oleh (empat) orang yang tidak di kenal 1. Bernama Kyai Paksa Jagat, dari bangsa Sanghiyang, memberikan sebuah keris berluk-5, manfaatnya sebagai wasilah, tidak bisa dikalahkan dalam beragumen. 2. Bernama Nyai Semporo, asal dari Selat Malaka, yang ngahyang sewaktu kejadian Majapahit dikalahkan oleh Demak Bintoro, beliau memberikan sebuah tusuk konde yang dinamai, Paku Raksa Bumi, manfaatnya, mempengaruhi pikiran manusia. 3. Bernama Kyai Aji, asal dari siluman Sleman, beliau memberikan sebuah pusaka berupa taring macan, manfaatnya, sebagai kharisma dan kedudukan derajat. 4. Bernama Ki Jaga Rana, memberikan sebuah batu mustika koplak, berwarna merah cabe, manfaatnya sebagai daya tahan tubuh dari segala cuaca. Lalu saat melintas hutan Tomo Sumedang, beliaupun dihadang oleh seorang nenek renta yang mengharuskannya turun dari mobil, mulanya Bung Karno, enggan turun, namun saat melaluinya untuk terus melajukan mobil yang dikendarainya, ternyata mobil tersebut tidak bisa jalan sama sekali, disitu beliau diberikan satu buah mustika Yaman Ampal, sebagai wasilah kebal segala senjata tajam. Juga saat melintas digerbang perbatasan Sukabumi, beliau dihadang oleh segerombolan babi hutan, yang ternyata secara terpisah, salah satu dari binatang tadi meninggalkan satu buah mustika yang memancarkan sinar kemerahan berupa cungkup kecil yang didalamnya terdapat satu buah batu merah delima mungil. Sesampainya ditempat yang dituju, Bung Karno dan temannya mulai mempersiapkan rambe rompe berupa sesajen sepati, sebagai satu penghormatan kepada seluruh bangsa gaib yang ada di tempat itu, tepatnya malam rabo kliwon, Bung Karno, mulai mengadakan ritual khususiah secara terpisah dengan temannya, semua ini beliau lakukan agar jangan sampai mengganggu satu sama lainnya dalam aktifitas menuju penghormatan kepada bangsa gaib yang mengundangnya. Dua malam beliau melakukan ritual tapa brata, dengan cara sikep kejawen yang biasa dilakukannya saat menghadapi penghormatan kepada bangsa gaib, lepas pukul 24.00, Seorang bersorban dan wanita cantik yang tiada tara datang menghampirinya, mereka berdua tak lain adalah Sunan KaliJaga dan Nyimas Nawang Wulan Sari Pajajaran, yang sengaja mengundangnya. “Anakku..!! Dalam menghadapi peranmu yang sebentar lagi dimulai, ibu hanya bisa memberikan sementara sejodoh mustika yang diambil dari dasar laut Nirsarimayu (dasar laut pantai selatan sebelah timur kaputrennya) ini mustika jodohnya dari yang sudah kamu pegang saat ini, gunakanlah mustika ini sebagai wasilah kerejekian guna membantu orang yang tidak mampu, sebab inti dari kekuatan yang terkandung didalamnya, bisa memudahkan segala urusan duniawiah sesulit apapun” Lalu setelah berucap demikian, kedua sang tokoh pun langsung menghilang dari pandangannya.

Dewi Kwan Im Dewi Laut Selatan dan Sriwijaya

 

Jalur perdagangan maritim mencipta sejuta peradaban yang menarik untuk dikaji, salah satunya adalah pemujaan sesosok dewi penyelamat, yang dipercaya Tiongkok hingga Nusantara.

Uniknya adalah, hampir semuanya berkaitan dengan Avalokiteshvara (Guanyin), sesosok dewi yang amat dicintai oleh orang Tionghoa. 

Guanyin di Sanfoqi

Paralel dengan putri Jnanacandra sebagai Tārā (Lady of the Star), di Tiongkok Guanyin dikisahkan sebagai putri Miaoshan (妙善南海觀音/Guanyin Laut Selatan). Di dalam dua naskah periode Dinasti Ming yaitu Nanhai Guanyin Quanzhuan dan Guanyin Jidu Benyuan Zhenjing (Xiangshan Baojuan), dikisahkan bahwa Guanyin terlahir sebagai putri Raja Miaozhuang yang di tanah Xinglin yang daerahnya mencakup sampai di sebelah barat India. Menariknya di kedua teks itu pula, dikatakan batas timur Xinglin adalah negara Foqi 佛齊, yaitu Sanfoqi atau dengan kata lain: Sriwijaya.

Zhao Rugua (1170–1228 M)) mencatat bahwa setiap tanggal 15 bulan ke-6 Imlek, para pangeran Sanfoqi (Sriwijaya) akan pergi ke daerah kekuasaannya, Folo’an, untuk menghormati dua rupang Buddha bertangan empat dan bertangan enam. Kapal yang mengangkutnya dikatakan secara gaib langsung ditiup ke samudera. Menurut naskah Sancai Tuhui (1607) kedua rupang ini adalah dua rupang dewi yang terbuat dari tembaga. Tanggal 15 bulan ke-6 Imlek juga dekat dengan perayaan Guanyin versi Tiongkok yaitu tanggal 19 bulan ke-6 Imlek. Apakah ini semua ada kaitannya?

Guanyin - Dewi Samudera

Beberapa peneliti berusaha membandingkan Tara, Guanyin, dan Nyai Loro Kidul. Jika kita tarik semuanya kembali pada Guanyin, barangkali bisa saja ada hubungannya, apalagi jika kita familiar dengan sebutan Nanhai Guanyin (Guanyin Laut Selatan) dan Ratu Kidul Laut Selatan. Beberapa peneliti mengaitkan Kidul dengan Tara yang dipuja di Candi Kalasan, yang lain sebagai gabungan antara Dewi Sri (Laksmi) dan Durga (yang ketiganya membentuk kosmologi unik Jawa). Dalam sutra-sutra Buddhis, ketiga Dewi ini lahir dari Avalokiteshvara itu sendiri.

Menurut Sutra Karandavyuha, Bhudevi (Sri Laksmi) juga lahir dari Avalokiteshvara dan Umadevi (Durga) mendapat peneguhan dari Avalokiteshvara. 

Fakta unik lainnya, Guanyin berjubah ayu putih yang kita lihat di film Sun Wukong itu adalah Tara. Orang Tiongkok secara kreatif menyatukan wujud Avalokiteshvara dan Tara.

Dikatakan dalam Sutra Mahavairocana bahwa Tara berjubah putih adalah perwujudan dari Avalokiteshvara. Dalam Sutra Pancamudra Pandaravasini Dharani atau Sutra Guanyin Berjubah Putih juga disebutkan mantra Tara. Dari 33 perwujudan Guanyin, juga ada Duoluo Guanyin (Tara Avalokiteshvara) yang berjubah putih.

Guanyin dan Tara keduanya dikenal sebagai penyelamat pelayaran. Orang-orang Tionghoa selalu memuja Guanyin ketika berlayar ke Nusantara, khususnya Nanhai Guanyin. Mereka juga memuja satu dewi lagi yaitu Mazu atau Tianshang Shengmu yang merupakan titisan dari Avalokiteshvara Laut Selatan. Maka dari itu kita lihat dalam setiap hunian perantau Tionghoa di tanah air kita ini hampir selalu berdiri kelenteng Mazu. Paling awal sejak masa Song, yaitu pada tahun 1138 M, Xiangying Miaoji mencatat para pelaut dari Fujian ke Sriwijaya sudah memuja sesosok dewi pelayaran yang kemungkinan adalah Mazu.

Kunlun = Jawa/Sumatera?

Jawa dan Sumatera zaman dulu juga disebut sebagai Kunlun dan masyarakatnya sebagai orang-orang Kunlun. Catatan-catatan Tiongkok menyebut orang-orang Kunlun ini berkeyakinan Buddhis.

Menarik untuk diketahui bahwa sejak zaman dahulu Tiongkok memuja seorang dewi Xi Wangmu yang tinggal di pegunungan Kunlun.

Maharaja Nanzhao (877-897) juga dikisahkan mempersunting pengantin dari negara Kunlun dan diduga merupakan asal usul rupang Acuoye Guanyin yang berlanggam Sriwijaya. Acuoye sendiri berasal dari kata “Ajaya” yang diduga berasal dari kata Sriwijaya.

Guanyin di Nusantara

Jika kita berjalan-jalan di Pulau Bali atau Gunung Kawi, kita akan banyak menyaksikan kelenteng Avalokiteshvara atau Guanyin di kompleks Pura seperti Pura Ulundanu, Pura Klentingsari, Pura Goa Giri Putra Nusa Penida, dan banyak pura lainnya.

Klenteng/pelinggih Guanyin di sana teruwujud dalam suatu bangunan dan rupang yang khas Tionghoa. Klenteng tertua di Nusantara juga adalah Klenteng Guanyin (Jinde Yuan di Batavia).

Zheng He atau Sam Poo Kong juga turut membawa pemujaan Mazu ke Nusantara. Zheng He berkali-kali memohon Mazu untuk keselamatan pelayarannya.

Atas saran Biksu Shenghui, krunya dan Biksu Daoyan, gurunya, Zheng He mencetak kitab Taishang shuo tianfei jiuku lingyan jing. Pada masa Ming ini, Mazu memang dipandang sebagai manifestasi dari Avalokiteshvara termasuk di Jepang.

Nusantara memang tampaknya berjodoh erat dengan Avalokiteshvara dan Tara. Rupang-rupangnya juga banyak sekali ditemukan di Jawa dan Sumatera. Atlantis?

Mengenal Sedulur Papat Lima Pancer

Meditasi 5 Elemen Sufi Sedulur Papat Limo Pancer

Seri pertama — Bumi: Mulailah dengan bernapas masuk dan keluar secara alami melalui lubang hidung Anda selama lima siklus napas penuh. Seri lima nafas pertama ini difokuskan untuk memurnikan diri Anda dengan unsur bumi. Ketika Anda menarik napas, bayangkan bahwa Anda menarik energi dan daya tarik bumi ke dalam diri Anda. Ini beredar melalui sistem energi halus Anda dan mengisi kembali dan memperbarui vitalitas dan kekuatan tubuh Anda. Ketika Anda menghembuskan napas, bayangkan bahwa medan magnet bumi menarik semua unsur atau energi berat di dalam diri Anda ke tanah untuk dimurnikan dan dilepaskan. Dengan setiap napas, Anda akan merasa direvitalisasi, lebih ringan, kurang padat, dan lebih jernih ke aliran bebas napas, kehidupan, dan energi.

Seri kedua — Air: Kemudian dengan seri kedua lima nafas, bayangkan memurnikan diri Anda dengan energi air. Tarik napas melalui hidung dan buang napas melalui mulut, bayangkan air terjun murni, energi jernih mengalir ke Anda dari surga di atas, mengalir melalui Anda, dan melarutkan, memurnikan apa pun di dalam diri Anda yang mungkin menghalangi aliran energi-kehidupan yang bergerak melalui Anda . Dengan setiap napas, rasakan bahwa Anda dicuci bersih dan jernih, karena aliran energi dan cahaya ini mengalir melalui Anda.

Seri ketiga — Api: Dengan serangkaian lima napas berikutnya, bersihkan diri Anda dengan unsur api. Tarik napas melalui mulut dan buang napas melalui lubang hidung Anda, biarkan napas mengalir ke arah ulu hati Anda saat Anda menarik napas, lalu bangkit dan memancarkan cahaya dari pusat jantung Anda, bersinar di antara tulang belikat, dan seperti mata air. melalui mahkota kepala Anda. Menghirup api, menghembuskan cahaya, membayangkan dan menegaskan bahwa sirkulasi energi ini adalah api yang memurnikan yang mengumpulkan segala kotoran atau kemacetan yang tersisa dan membakar mereka menjadi pancaran dan cahaya dalam api hati Anda.

Seri keempat — Udara: Dengan siklus napas berikutnya, bayangkan memurnikan diri Anda dengan elemen udara. Menghirup dan menghembuskan napas melalui mulut Anda, bayangkan elemen udara menyapu Anda seperti angin yang bertiup melalui ruang seluruh tubuh Anda, memurnikan rasa kepadatan atau halangan yang mungkin tersisa.

Seri kelima — Eter : Akhirnya, bernapas dengan sangat lembut melalui lubang hidung Anda, bayangkan diri Anda dimurnikan oleh elemen paling halus - elemen “eter” dari zaman dahulu, atau energi paling halus yang menyuntikkan ruang, atau bidang kuantum dari potensi tak terbatas. Biarkan napas yang paling halus ini melarutkan semua rasa soliditas atau kepadatan yang tersisa dan biarkan hati dan pikiran Anda terbuka untuk menjadi jernih dan luas seperti langit yang tak terbatas.

Penutup : Berenergi dan dimurnikan, rasakan pergeseran halus, namun mendalam yang telah terjadi hanya dalam 25 napas. Membawa rasa fokus, tenang, dan keterhubungan yang dalam dari latihan ini ke meditasi Anda berikutnya atau kedalam kehidupan sehari-hari Anda.

Elemen : Bumi, Air, Api, Udara dan Eter  berada dalam napas, sesuai dengan arah yang dibutuhkan. Kita bisa merasakan mereka dalam nafas. Ada lima arah, empat arah dan satu ke dalam. Anda mungkin bertanya, "Pengaruh apa yang bisa dimiliki oleh arah itu?" Saya akan menjawab bahwa jika Anda mengambil bola dan melemparkannya kesegala arah, bola tidak akan pergi sama jauh disetiap lemparan.

Praktek Ajaran Ilmu Kebatinan

Praktek Ajaran Ilmu Kebatinan sedulur papat limo pancer

Sunan Kalijaga menjelaskan ada 4 saudara yang bisa mengantarkan pada keselamatan, kesehatan, keberuntungan, dan kekayaan. Konsep tersebut dijelaskan dalam “Sedulur Papat Kalimo Pancer”. Konsep ini menjelaskan bahwa diri kita sebagai pancer (pusat) memiliki empat saudara yang terdiri dari satu kakak dan tiga adik. 

Diri kita sebagai elemen akasa, yaitu ruang kosong tempat bersemayam roh atau jiwa, perlu dukungan Kakang kawah (elemen tanah), Getih (elemen air), Adi Ari-ari (elemen api), dan Puser (elemen udara). Bila kelima elemen ini bersatu dan berjalan seiring, segala urusan hidup bisa lebih lancar dan mudah. Setiap berkurang satu elemen, maka akan semakin berkurang sinergi atau keselarasan hidup.

Agar segala urusan dalam hidup jadi mudah, keempat elemen di luar tubuh harus terus hidup dan berjalan beriringan. Kakang Kawah, Adi Ari-ari, Getih, dan Puser harus terus dihidupkan untuk mendukung. Maka Anda bisa meraih kesehatan, kekayaan, keselamatan, dan kebahagiaan. "Manusia tidak pernah lahir sendiri. Selalu ada empat roh lain yang ikut lahir dan menyerupai wujud manusianya. Merekalah yang di namakan sedulur papat limo pancer."

Keilmuan Sedulur Papat bisa membantu banyak permasalahan Hidup. Pengetahuan tentang Sedulur Papat dan Pancer adalah pengetahuan gaib dimensi tinggi. Tidak banyak orang yang mampu melihat / bertemu dengan sedulur papatnya sendiri walaupun mereka sudah bisa melihat gaib , tidak mudah untuk kita sendiri bisa bertemu / melihat sedulur papat kita sendiri.

Banyak sekali tulisan tentang sedulur papat. Tetapi karena sifatnya adalah pengetahuan dari mulut ke mulut, yang penulisnya sendiri mungkin tidak mengetahui kebenaran dan kesejatian dari sedulur papat, maka tulisan-tulisan itu lebih banyak hanya bersifat konsep saja. Tetapi ada juga yang tulisannya bersifat pengkultusan, yang jauh sekali kebenarannya dari kesejatian sedulur papat yang sungguh-sungguh ada dan nyata ada.

Sejak jaman dulu masyarakat dan spiritualitas Jawa meyakini bahwa setiap manusia mempunyai saudara-saudara halus yang mendampinginya. Mereka tidak kelihatan oleh mata biasa. Mereka tergolong sebagai roh-roh halus. Saudara-saudara halus ini banyak yang menyebutnya dengan istilah Saudara Batin, atau disebut juga Roh Sedulur Papat. Para sedulur ini wajahnya mirip dengan masing-masing orang yang bersangkutan.

Roh sedulur papat aktif memberikan ide-ide pemikiran, nasehat-nasehat dan ajaran yang bersifat keduniawian (berupa ide-ide dan ilham), yang mengarahkan seseorang menjadi memiliki kecerdasan batin di dalam perbuatan-perbuatannya, kaya dengan ide dan ilham, bisa menemukan jawaban-jawaban dari permasalahannya dan tidak akan menemukan jalan buntu dalam setiap permasalahan (feeling / intuisinya tajam).

Dalam hal ini para sedulur papat berperan sebagai pendamping kehidupan duniawi manusia. Sedulur papat berperan sebagai penasehat spiritual , yang pada tingkatan yang tinggi akan menjadi Guru Sejati , mengantarkan seseorang menjadi waskita, mengerti kebijaksanaan hidup dan mungkin juga weruh sak durunge winarah.

Daya kekuatan yang berasal dari “sedulur papat” mempunyai semacam spesifikasi sumber daya untuk mendapatkan rejeki, sandang dan pangan.

Meditasi Sejati

Kita sering kali mencampuradukkan meditasi dengan konsentrasi atau kontemplasi.

Singkatnya, kita dapat mengatakan bahwa konsentrasi pada dasarnya bersifat objektif. Konsentrasi adalah pemusatan perhatian pada rangsangan indra. Ketika Anda mendengarkan atau membaca secara intensif, Anda memfokuskan kesadaran Anda pada serangkaian getaran tertentu yang datang kepada Anda melalui organ reseptif tertentu, seperti mata atau telinga.

Kontemplasi sebaliknya bersifat subjektif.

Kesadaran difokuskan pada akal, ingatan, imajinasi, dengan kata lain, pada ide-ide yang sudah ada dalam kesadaran atau yang sedang disusun kembali menjadi suatu tatanan baru. Baik dalam konsentrasi maupun dalam kontemplasi, kemauan diperlukan. Keduanya bukanlah keadaan pasif.

Meditasi sejati sering kali keliru diartikan sebagai sebuah kata bersama dengan proses mental lainnya tetapi sebenarnya sangat berbeda. Tujuan meditasi bukanlah untuk memfokuskan perhatian pada sesuatu secara khusus. Dalam meditasi, Anda berusaha mengubah tingkat kesadaran. Anda mencoba menggunakan kondisi kesadaran lain tetapi Anda tidak mengantisipasi apa yang akan terwujud. Dalam meditasi, Anda tidak memiliki pikiran terbatas yang pasti dalam benak seperti dalam kontemplasi.

Kesadaran dapat diibaratkan seperti tuts piano. Ia terdiri dari serangkaian oktaf atau tingkatan, yang satu menyatu dengan yang lain. Pada level terendah adalah bentuk kesadaran yang paling umum kita gunakan, yaitu kesadaran objektif. Tepat di atasnya terdapat subjektif dengan berbagai prosesnya—penalaran, ingatan, dan seterusnya—yang telah kami sebutkan.

Di luar kedua level ini masih banyak lagi.

Psikologi telah menetapkan seluruh aliran kesadaran di luar banyak nama ini, seperti prasadar, bawah sadar, dan bawah sadar. Meditasi sejati bertujuan untuk mencapai satu atau lebih tingkat kesadaran lainnya. Analogi lain dapat digunakan untuk penjelasan yang lebih baik, yaitu tentang tangga. Biasanya dalam kesadaran kita, kita berganti dari anak tangga pertama – yang objektif, ke anak tangga kedua – yang subjektif, pada tangga kesadaran ini. Faktanya, kita telah belajar bahwa masih banyak lagi anak tangga di atas kedua anak tangga ini yang mungkin belum kita alami.

Meditasi adalah keinginan untuk mencapai dan mengalami keadaan pikiran bawah sadar ini.

Gambaran dan sensasi yang mungkin dialami akan sangat berbeda dalam berbagai hal dibandingkan dengan apa yang biasa kita persepsikan secara objektif dan subjektif.

Faktanya, apa yang disebut intuisi, atau wawasan, adalah kilasan kesadaran yang datang dari salah satu tingkat kesadaran lainnya.

Jadi, akibatnya, tujuan meditasi adalah untuk mewujudkan transisi kesadaran sehingga melalui perubahan itu kita dapat mencapai tingkat pikiran yang lebih tinggi.

Bagaimana transisi kesadaran atau meditasi ini dicapai?

Tidak ada rumus yang universal dan pasti. Ada banyak metode yang dapat dipraktikkan dan yang mungkin sering kali berasal dari berbagai agama Timur, sistem mistik dan metafisik. Tidak peduli teknik mana yang digunakan, meditasi sejati tidak ada hubungannya dengan hipnosis diri atau kondisi seperti trans.

Tasawuf adalah Cinta

Bagian yang sangat mendasar dari tasawuf adalah Cinta. Mereka menganggapnya lebih tinggi dari apapun di dunia, bahkan agama.

Anda dapat mempelajari Tuhan melalui segala sesuatu dan setiap orang di alam semesta, karena Tuhan tidak terkurung di masjid, kuil, sinagoga, atau gereja. Namun jika Anda masih perlu mengetahui di mana sebenarnya tempat tinggal-Nya, hanya ada satu tempat untuk mencarinya, di hati seorang kekasih sejati.

Sufi sejati adalah seorang yang bahkan ketika ia dituduh secara tidak adil, diserang dan dikutuk dari semua sisi, ia dengan sabar bertahan, tidak mengucapkan sepatah kata pun yang buruk tentang para pengkritiknya. 

Seorang Sufi tidak pernah menyalahkan orang lain. Bagaimana bisa ada lawan atau saingan atau bahkan “orang lain” jika tidak ada “diri”? Bagaimana bisa ada orang yang patut disalahkan padahal hanya ada Satu? Guru Sufi Bawa Muhaiyaddeen mengatakan: “Hanya Allah yang dapat menyembah Allah”.

Cinta Sufi

 

Subjek terpenting untuk dipelajari sepanjang hidup ini adalah diri kita sendiri. Apa yang biasanya kita lakukan adalah mengkritik orang lain, menjelek-jelekkan mereka, atau tidak menyukai mereka; tapi kami selalu memaafkan diri kami sendiri. Ide yang tepat adalah untuk melihat sikap kita sendiri, pikiran dan ucapan dan tindakan kita sendiri, dan untuk memeriksa diri kita sendiri untuk melihat bagaimana kita bereaksi terhadap semua hal yang menguntungkan dan tidak disukai kita, untuk melihat apakah kita menunjukkan kebijaksanaan dan kendali dalam reaksi kita atau apakah kita tanpa kendali dan pikiran. 

Dia yang dulu mencintai tidak bisa membenci. Orang yang membenci adalah dia yang tidak bisa menghargai.  Kebencian ditemukan di kelas-kelas evolusi yang lebih rendah, bukan di tingkat yang lebih tinggi; dan semakin tinggi evolusi berkembang, semakin sedikit kebencian dan prasangka. Di alam yang lebih tinggi tidak ada racun, karena objeknya lebih tinggi, standarnya lebih tinggi, bola lebih besar. Setinggi set ideal seseorang, begitu tinggi mencapai satu, dan itu adalah dengan meningkatkan standar kecantikan langkah demi langkah yang satu naik dan naik ke surga tertinggi. Daripada bergantung pada orang lain untuk bersikap baik padanya, sufi berpikir jika dia baik kepada orang lain, itu sudah cukup. 

Pelajaran terbesar dari mistisisme adalah mengetahui semua, mendapatkan semua, mencapai semua hal dan diam. Semakin banyak keuntungan yang diperoleh murid, semakin rendah hatinya dia, dan ketika seseorang menjadikan keuntungan ini sebagai sarana untuk membuktikan dirinya lebih tinggi dari yang lain, itu adalah bukti bahwa dia tidak benar-benar memilikinya. Dia mungkin memiliki percikan di dalam dirinya, tetapi obor belum menyala. Ada pepatah di antara umat Hindu bahwa pohon yang menghasilkan banyak buah dahannya merendah. 

Rahasia mistisisme, misteri filsafat, semuanya harus dicapai setelah pencapaian kedamaian. Anda tidak bisa menolak untuk mengakui yang ilahi dalam diri seseorang yang merupakan orang yang damai. Bukan orang yang banyak bicara, bukan yang argumentatif, yang terbukti bijaksana.  Dia mungkin memiliki kecerdasan, kebijaksanaan duniawi, namun mungkin tidak memiliki kecerdasan murni, yang merupakan kebijaksanaan sejati. Terlepas dari Tuhan, dapatkah seseorang menjelaskan sesuatu yang halus dan halus seperti syukur, cinta, atau pengabdian, dengan kata-kata? Seberapa banyak yang bisa dijelaskan? Kata-kata terlalu tidak memadai untuk menjelaskan perasaan yang luar biasa, jadi bagaimana Tuhan bisa dijelaskan dengan kata-kata? Setiap jenis kekuatan terletak pada satu hal yang kita sebut dengan nama sederhana: cinta. Amal, kemurahan hati, kebaikan, kasih sayang, daya tahan, toleransi, dan kesabaran - semua kata ini adalah aspek yang berbeda dari satu aspek; mereka adalah nama yang berbeda hanya dari satu hal: cinta. 

Apakah itu dikatakan, 'Tuhan adalah cinta,' atau apapun nama yang diberikan padanya, semua nama adalah nama Tuhan; namun setiap bentuk cinta, setiap nama untuk cinta, memiliki ruang lingkupnya yang khas, memiliki kekhasannya sendiri. Cinta sebagai kebaikan adalah satu hal, cinta sebagai toleransi adalah hal lain, cinta sebagai kemurahan hati adalah hal lain, cinta sebagai kesabaran adalah hal lain; namun dari awal sampai akhir itu hanyalah cinta. Cinta adalah pelukan Bunda ilahi, ketika lengan itu terentang, setiap jiwa jatuh ke dalamnya.

Dengan berjalan terus dan terus berada di jalan cinta yang bahkan dari kedalaman terendah jiwa dapat mencapai surga tertinggi. Manusia bahkan dapat meningkatkan cita-citanya sampai setinggi itu di mana ia menjadi mampu untuk mencintai Tuhan tanpa bentuk, 

Tuhan yang tidak bernama, yang di atas semua kebaikan dan kebajikan; Bahkan Dia tidak dapat dibatasi untuk kebajikan, karena Dia melampaui kebaikan.