Meditasi Rumi

 

Rasakan tubuh Anda terhubung ke Bumi melalui ROOT CHAKRA Anda, terletak di pangkal tulang belakang dan di kaki, warnanya merah, melambangkan kelangsungan hidup. Dengarkan kata-kata Rumi, "Maukah kamu menjadi peziarah di jalan cinta? Syarat pertama adalah membuat dirimu rendah hati seperti debu dan abu."  

Meningkatkan fokus energi Anda sekarang ke CHAKRA SACRAL Anda yang terletak di daerah perut bagian bawah Anda, warnanya oranye, itu melambangkan seksualitas dan hasrat. Dengarkan kata-kata Rumi, "Kamu terlahir dengan potensi. Kamu terlahir dengan kebaikan dan kepercayaan. Kamu terlahir dengan ide dan impian. Kamu terlahir dengan kebesaran. Kamu terlahir dengan sayap. Kamu tidak ditakdirkan untuk merangkak. Anda memiliki sayap untuk belajar menggunakannya dan terbang. "  

Menaikkan fokus energi Anda sekarang ke SOLAR PLEXUS CHAKRA Anda, itu terletak di atas area pusar, warnanya kuning, melambangkan ego, kekuatan dan kemauan. Dengarkan kata-kata Rumi, "Aku bukan rambut ini, aku bukan kulit ini, aku adalah jiwa yang hidup di dalam. Alam semesta bukan di luar dirimu, lihat ke dalam dirimu; semua yang kamu inginkan, kamu sudah ada."

Menaikkan fokus energi Anda ke CHAKRA JANTUNG Anda, yang terletak di area dada Anda, warnanya hijau, itu melambangkan cinta dan hubungan. Dengarkan kata-kata Rumi, "Pusat hatimu adalah tempat kehidupan dimulai - tempat terindah di Bumi."

Menaikkan fokus energi Anda ke CHAKRA THROAT Anda, warnanya biru, melambangkan komunikasi. Dengarkan kata-kata Rumi, "Angkat kata-katamu, bukan suara. Hujan yang menumbuhkan bunga, bukan Petir. Rasa sakit yang kamu rasakan adalah pembawa pesan, dengarkan mereka."

Meningkatkan fokus energi Anda ke CHAKRA MATA KETIGA Anda, yang terletak di antara alis Anda, warnanya ungu, melambangkan intuisi dan kemampuan supernatural Anda. Dengarkan kata-kata Rumi, "Selamat tinggal hanya untuk mereka yang mencintai dengan matanya karena bagi mereka yang mencintai dengan hati dan jiwa tidak ada yang namanya perpisahan."  

Mendaki fokus energi Anda ke CROWN CHAKRA, di sini kami membayangkan cahaya putih masuk dan keluar dari atas kepala kami. Ini melambangkan kesadaran kita yang lebih tinggi bergabung dengan kesadaran universal atau penyerahan diri. Dengarkan kata-kata Rumi, "Aku sudah lama mencari, untuk benda yang disebut cinta ini, aku telah menunggangi komet melintasi langit, dan aku telah melihat ke bawah dan ke atas. Lalu suatu hari aku melihat ke dalam diriku dan inilah yang saya temukan, matahari keemasan bersemayam di sana memancarkan cahaya dan suara Tuhan. "

Aku datang untuk menyeretmu keluar dari dirimu sendiri Dan membawamu ke dalam hatiku. Saya datang untuk menghadirkan keindahan Anda tidak pernah tahu Anda memilikinya Dan mengangkatmu seperti doa ke langit.        “Ada suara yang tidak menggunakan kata-kata. Dengarkan." - Rumi -

Shalat Jiwa Rumi

Engkau mungkin bertanya, jikalau Tuhan mengendalikan segala-galanya, lalu untuk apa manusia berupaya? 

Memang betul bahwa Tuhan Maha Kuasa. Namun manusia juga perlu berusaha, sebab bila tanpa usaha, manusia tidak bisa memetik manfaat yang bakal diperolehnya dari Rahmat Ilahi. 

Bliss hanya bisa dirasakan ketika engkau memiliki Divine grace dan juga human endeavour (upaya/usaha); persis seperti halnya engkau baru bisa menikmati hembusan angin dari kipas-angin jikalau engkau memiliki kipas-angin dan arus listrik untuk menggerakkannya.

Hasratku kepada Sang Kekasih telah membawaku terbang melintasi samudera ilmu dan keluasan Al Quran. Aku menjadi mabuk

Ku telusuri bentangan sajadah dan masjid dengan segenap hasrat dan kekhusukan. 

Ku kenakan pakaian pertapa untuk untuk memperkaya kebajikan

Cinta menghampiriku, dan berkata, Wahai Sang Guru, lepaskanlah dirimu dari sajadah. Tidakkah kah ingin hatimu tergetar dihadapan-Ku? Tidak kah kau ingin melampaui pengetahuan dan penglihatan? Maka tundukkanlah kepalamu.

~ Jalaluddin Rumi

Shalat Jiwa yang jauh melampaui Shalat Tubuh. 

Shalatnya tubuh, terbatas

Shalatnya Ruh, tak terbatas

Ia tenggelam dan tak sadarnya ruh

Hingga segenap bentuk tetap berada di luar

Ketika itu tak ada lagi ruang yang memisahkan

Dikisahkan : “Ketika Rasulullah sampai di satu tempat, malaikat Jibril berkata, "Saya tidak mau ikut lagi. Kalau saya ikut, sayap saya akan terbakar. Berangkatlah engkau sendirian.” 

Lalu Rasulullah berangkat ke satu tempat. Di situ malaikat pun tidak ada; hanya ada Rasulullah dan Allah. Kalau seseorang shalatnya sudah merasa seperti itu, dia telah melakukan Mi’raj. 

Seperti kata para Sufi, “Engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat Allah, melihat seluruh kebesaran-Nya dengan seluruh mata batinmu."

Tentang Shalat Jiwa, kembali disampaikan Rumi :

”Adakah jalan yang lebih dekat menuju Tuhan daripada Shalat?” ”Tidak,” dia menjawab; ”Namun shalat itu bukan hanya bentuknya saja. Shalat itu ada permulaan dan ujungnya, sepertinya semua yang berbentuk dan bertubuh dan yang melibatkan ucapan dan suara; tapi jiwa itu bebas dan tak terbatas. 

Para Nabi telah memperlihatkan hakekat shalat yang sesungguhnya…. Shalat adalah ketenggelaman dan ketidaksadaran jiwa, sehingga seluruh bentuk-bentuknya tinggal di permukaan. Shalat seperti itu, bahkan Jibril, yang merupakan Ruh Suci tak dapat ruang. 

Orang dapat berusaha, tapi siapa yang shalat seperti ini dikecualikan dari kewajiban agama, karena dia kehilangan kesadaran. Tenggelam dalam Kesatuan Ilahi itu adalah Shalat Jiwa.”

“Bagi para pecinta, bahkan Jibril sekalipun adalah hijab.”

Rumi - Jangan Kembali Tidur

 


Ketika mistikus Sufi dan penyair Jalal-ud-Din Rumi meninggal saat matahari terbenam di Konya, Turki selatan, pada tanggal 17 Desember 1273, dia telah hidup selama hampir setengah dari enam puluh enam tahun di Matahari Hati yang Terbangun. 

Dengan cahaya kemegahan sebagai inspirasinya yang konstan, Rumi menyusun 3.500 odes, 2.000 quatrains, dan epik spiritual besar yang disebut Mathnawai, dan mendirikan Mevlevi Order yang, di bawah putranya Sultan Walad dan penerusnya, adalah untuk menyebarkan visinya ke seluruh penjuru dunia Islam, dari desa-desa paling terpencil di Turki dan Iran hingga Jakarta, dari Tangier hingga Sarajevo. 

Sekarang, lebih dari 700 tahun kemudian, melalui terjemahan perintis (dan luar biasa) dari Coleman Barks, Robert Bly, Jonathon Star, dan lainnya, Rumi hampir sama dikenal dan dihormati di Barat seperti dia telah lama berada di Timur.

Tidak lama sebelum kematiannya, Rumi menulis tentang hasratnya untuk Kekasihnya, Syams-I-Tabriz, dan maknanya :

Kata-kata lembut yang kami ucapkan satu sama lain disimpan di dalam hati rahasia surga. Suatu hari, seperti hujan, mereka akan jatuh dan menyebar Dan misteri mereka akan tumbuh hijau di seluruh dunia. 

Puisi indah karya penyair sufi terkemuka Rumi ini mengingatkan kita akan kekuatan "Amrit Vela", waktu ambrosial sebelum fajar ketika meditasi kita bisa menjadi paling efektif. Setiap orang bergumul dengan suara batin yang memberitahu mereka untuk kembali tidur daripada bangun dan memulai hari dengan sadhana , atau latihan spiritual. Biarkan kekuatan suara Rumi meyakinkan Anda… jangan kembali tidur!

Angin saat fajar memiliki rahasia untuk diberitahukan kepada Anda

Jangan kembali tidur

Anda harus meminta apa yang sebenarnya Anda inginkan

Jangan kembali tidur

Orang-orang bolak-balik melintasi ambang pintu

Tempat dua dunia bertemu

Pintu itu bulat dan buka

Jangan kembali tidur. 

“Melakukan seperti yang dikatakan orang lain, saya Buta.

Datang ketika orang lain memanggil saya, saya Tersesat.

Lalu aku meninggalkan semua orang, aku juga.

Kemudian saya menemukan Semua Orang, Saya sendiri juga. ”

Ilmu Tharekat Fira'un

 

Di abad yang ke 15, merata-rata dunia memperakui bahawa kebangkitan Islam telah pun menjulang kembali. Perubahan sikap manusia sejagat yang telah lama tenggelam di dalam lamunan budaya kuning dan gila dunia telah berubah menuju ke arah pendekatan Islam. Mereka telah kembali ke pangkal untuk menerbitkan semula sinar kehidupannya dengan Allah Taala, Mereka kembali kepada Syariat Muhamad s.a.w. malahan tidak kurang pula meneroka ke arah jalan yang lebih tinggi untuk rnenjangkau ke alam mengenal diri dan mengenal Tuhan (ilmu Hakiki dan Makrifat). Dunia amnya dan negara khususnya, pengajaran ilmu Hakikat dan Tarikat tumbuh seperti cendawan, di sana-sini kita dengar ada saja orang mengajar jalan Hakikat dan Tarikat di samping belajar ilmu Hakikat dan Tarikat tersebut. Minat mereka untuk mempelajari jalan ini haruslah dipuji, kerana dengan minat tersebut mereka akan rnenemui jalan sebenar untuk mengenal akan dirinya dan Tuhannya. Sesungguhnya jalan Tarikat dan Hakikat merupakan jalan-jalan yang pernah diterokai oleh para-para Wali Allah untuk merapatkan diri mereka kepada Allah. Jadi perubahan sikap serta kesedaran mendadak di kalangan masyarakat untuk mendalami ilmu Hakikat dan Tarikat haruslah disanjung oleh masyarakat yang celik dan tidak pula bermata ikan kering. Minat dan kesedaran orang ramai terhadap pentingnya jalan Hakikat dan Tarikat dewasa ini begitu meluas sekali, ianya timbul dikalangan orang-orang tua, para muda-mudi, para-para alim ulama syariat mahupun si jahil bodoh, pendek kata ianya mula berleluasa menyerapi hati dan kalbu ahli-ahli masyarakat kita sekarang.

Tumbuhnya kesedaran ini mungkin daripada faktor-faktor berakhirnya dunia dan timbulnya hidayat pertolongan dari pada Allah s.w.t.

Seperti firman Allah Taala : An-Nasr – 1-3


اِذَا جَآءَ نَصْرُ اللّٰهِ وَالْفَتْحُ وَرَاَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُوْنَ فِيْ دِيْنِ اللّٰهِ اَفْوَاجًا

فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ ۗ اِنَّهٗ كَانَ تَوَّابًا

Apabila talah pertolongan Allah dan kemenangan dan kamu lihat manusia mahukan agama Allah dengan berduyun-duyun, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepadaNya, sesungguhnya Dialah maha penerima Taubat“

Daripada satu pusat Tarikat ke satu pusat Tarikat, daripada satu pusat Hakikat satu pusat pembelajaran Hakikat, daripada seorang guru kepada seorang guru yang lain. Pengajaran Tarikat dan Hakikat terus tumbuh di merata tempat di seluruh pelosok negara kita. Bermacam-macam nama Tarikat timbul di sana-sini, di sana Tarikatnya bernama ini dan di sini pula bernama itu. Sesungguhnya pertubuhan pusat-pusat pengajian ilmu ini harus menjadi kebanggaan kepada masyarakat kita yang celik dan dapatlah mengerti bahawa luasnya ilmu pengetahuan Allah s.w.t. di muka bumi ini. Akan tetapi tidak kurang pula di kalangan pengajar-pengajar iimu Hakikat, memesongkan pembelajaran ilmu ini, menyimpang jauh dari pada jalan Tarikat dan Hakikat yang mempunyai persambungan mata rantai dengan Rasulullah s.a.w dan para-para sahabatnya.

Sebahagian yang diterangkan pada bab-bab yang lain bahawa jika sekiranya satu-satu pengajian ilmu Tarikat dan Hakikat yang tidak mempunyai persambungan dan bermata rantai dengan Rasulullah s.a.w maka satu-satu Tarikat itu bolehlah disifatkan sebagai jalan Tarikat dan jalan Hakikat palsu dan rekaan semata-mata. Sesungguhnya dewasa ini terdapat di kalangan tertentu yang menggelarkan diri mereka sebagai guru-guru Pengajian Tarikat dan Hakikat berserta anak-anak muridnya yang berpegang dengan satu pemahaman palsu, di mana mereka berpegang konsep, bahawa mereka tidak pertu lagi menunaikan tanggungjawab syariat selepas orang itu menceburkan diri ke alam IImu Hakikat. Mereka tidak perlu menunaikan solat, tidak perlu lagi puasa dan sebagainya, malahan tidak kurang pula menghalalkan diri mereka untuk melakukan zina dengan perempuan yang tidak dinikahinya. Sesungguhnya pemahaman seperti inilah yang menjadi kebimbangan junjungan besar kita Nabi Muhammad saw di mana baginda sangat-sangat yang umatnya akan berpecah kepada 73 golongan yang kesemuanya akan disumbat dalam neraka kecuali satu golongan saja yang akan dlkurniakan Syurga. Sesungguhnya di dalam pengajian ilmu Tarikat dan Hakikat. Tidak ada satu jalan pun untuk membolehkan orang-orang yang beriman dan berilmu ini dapat melepaskan diri mereka daripada Syariat Muhammad s.a.w. selagi dirinya berjasad, waras fikirannya dan masih makan minum sebagaimana makan minumnya orang awam.

Maka selama itulah mereka sekali-kali tidak boleh meninggalkan Syariat tubuh itulah yang mengandungi rahsia Allah s.w.t, selagi adanya tubuh dan masih dikatakan hidup, maka selama itulah syariat meliputi batang tubuh seseorang itu. Sesungguhnya Syariat itu adalah pakain bagi jasad, Tarikat itu adalah jalan bagi hati, dan hakikat itu adalah pegangan Nurani dan Makrifat itu adalah tunjangan bagi qalbun. Adapun kita mengatakan Tarikat dan Hakikat Firaun adalah disebabkan manusia-manusia yang mengakui bahawa dia adalah “Tuhan”, adalah sama seperti Firaun kerana Firaun adalah seorang manusia yang mengakui dirinya adalah “Tuhan”. Firaun mendabik dada dan memperakui dengan mulutnya bahawa “Dialah Tuhan”, seraya berkata. “Kalau hendak kenaI Tuhan inilah Dia ……….

Begitulah dengan kebanyakan orang yang menjalani Tarikat dan Hakikat Firaun, mendabik dada dan apabila ditanya dimanakah yang dikatakan tuhan itu ……. ! Lantas mereka menjawab inilah tuhan, sambil menunjukkan jarinya ke dada mereka. Dalam hal ini, ilmu baru sejengkal sudah cuba menduga lautan ilmu yang dalam. Tidak sedar dia itu kambing hendak berak seperti gajah. Banyak lagi telatah-telatah yang curang dan biadab yang ditunjukkan oleh anai-anai Hakikat danTarikat Firaun yang cuba meruntuhkan dirinya sendiri. Dari mana asalnya usul galur ilmu mereka tidaklah pula kita ketahui, tetapi dapat dijelaskan tidak ada satu pendapat ulama. Para para “ulama” Tasauf yang muktabar sama ada di zaman dahulu ataupun sekarang yang memberi peluang, bahawasanya orang yang belajar Tarikat dan Hakikat yang hidup berjasad, berumah tangga, kencing berak, makan minum seperti orang awam, boleh meninggalkan syariat ataupun memerdekakan dirinya daripada Syariat Muhammad s.a.w., walaupun ianya seorang yang bermartabat tinggi.

Sesungguhnya, Junjungan Besar Nabi Muhammad s.a.w. beristeri, makan minum seperti orang awam. Baginda telah mendapat restu dan keredaan besar dari pada Allah. s.w.t. dan maksum dari segala-galanya, terbukti tidak pernah meninggalkan syariat. Baginda menunaikan sembahyang dan puasa sebagaimana orang biasa. Kalau hendak dikira Rasulullah itu letaknya pada martabat wali mana? Kalau makam, makam mana? Sudah tentu, kita akan menjawab pada makam dan martabat yang tertinggi di alam maya ini. Apa hal dengan kita yang bukan Nabi, juga bukan Rasul dan tinggi mana pula makam dan martabat kita? Lantas-Iantas hendak mendabik dada dan meninggalkan syariat. Alangkah mudahnya mereka belajar jalan Tarikat dan Hakikat, dan mengenal tuhan bagaikan belajar mengenal buah hulu (baulu) di Pasar besar. Hendak kenal buah hulu (baulu) pun sudah payah, mesti menuntut untuk mengetahui mana pokoknya? Mana dahannya? Mana bunganya? Datang-datang wujud buah……..Nah! inilah buahnya.

Tuhan dan mengenal diri, bukan semudah itu cek oi …….. . Dimanakah kita hendak persalahkan masalah ini. Kepada guru ataupun kepada murid, sedangkan ilmu Hakikat dan Tarikat adalah ilmu yang sebenar. Mungkin atau sengaja silap guru kerana mengajar ilmu yang salah, mengajar satu-satu ilmu yang tidak dialaminya sendiri iaitu mursyid dan mendabik dada. Akulah orang tinggi di dalam hakikat dan tarikat sedangkan dia mengajar satu ilmu yang dia sendiri tidak pernah mengalaminya dan tidak pula sampai ke martabat untuk diijazah mengajar orang lain. Ataupun guru-guru tersebut tidak menerangkan secara yang jelas dan terang kepada muridnya sehingga terbentuk satu kefahaman yang sebenar keliru, supaya maksud dan hujung jatuh penerangan kepada sesuatu hal yang berkaitan jalan Hakikat dan Tarikat Itu sampai ke maksud sebenar guru yang berkenaan. Lantas muridnya mengambil satu pemahaman yang tidak betul dan diamal kembali oleh murid yang berkenaan mengikut rasa, dan selera naluri sendiri. Terpesonglah murid Itu dari landasan Hakikat dan Tarikat yang berkenaan.

Kemungkinan juga penyelewengan ilmu hakikat dan tarikat ini timbul kerana kesilapan murid, kerana sebelum menuntut satu-satu Ilmu Hakikat dan Tarikat, tidak meneliti dahulu usul galur jalan Tarikat dan Hakikat tersebut, daripada orang yang hendak diperguruinya. Samaada satu-satu jalan itu mempunyai persambungan rantai yang bersambung dari seorang guru kepada seorang guru yang lain dari seorang Wali Allah kepada Wali Allah yang lain, sampailah kepada akar umbi, para-para sahabat dan Rasulullah sendiri. Kemungkinan juga kesesatan ini timbul akibat daripada silapnya murid mengambil jalan singkat dan membuat pemahaman sendiri tanpa dirujuk kepada guru tentang sesuatu hal yang berkaitan tentang kaedah-kaedah perjalanan Tarikat dan Hakikat. Kemungkinan juga faham yang menimbulkan tarikat dan Hakikat Firaun, mereka yang mengakui bahawa guru di mana mereka mengajar murid-muridnya terlebih dahulu mendapatkan ijazah daripada guru asalnya.

Mereka mengajar ikut perasaan mereka sendiri. Mereka sendiri yang kenal diri yang memang layak mengajar sedangkan sebenarnya ilmu yang diperolehinya belum sampai kemana-mana, maka guru semacam ini bukan dinamakan guru mursyid, ianya adalah guru auta ataupun guru pusing alam. Pada sudut yang lain, kemungkinan timbulnya jalan Hakikat dan Tarikat fir’aun dari golongan-golongan opportunis (Munafik) yang ingin mengambil kesempatan kepada muridnya untuk menjadi batu loncatan bagi mencapai satu-satu matlamat demi kepentingan peribadi. Dengan menjadikan medan ilmu ini sebagai tempat penyambung nyawa mereka. Lantaran amalan jenis Tarikat dan Hakikat Firaun ini, ramai di kalangan masyarakat yang mempunyai niat untuk merapatkan diri mereka dengan Allah s.w.t. terpesong kesuatu jalan yang sesat dan mereka ini akan kerugian di dunia dan akhriat. Oleh itu wahai anak cucuku jauhilah dirimu daripada amalan Tarikat dan Hakikat Firaun ini. Semoga kita bersama di berkati oleh Allah dinaikkan pangkat darjat olehNya di dunia dan akhirat. Dan sedarlah wahai Insan bahawa sesuatu amalan yang tidak memiliki persambungan dengan Rasulullah s.a.w. adalah batal dan karut semata-mata.


Kita Bharu

Kelantan

 


Ka'bah





Ka'bah adalah titik fokus dunia Muslim, yang dihadapi setiap Muslim di dunia saat berdoa kepada Tuhan. Kata Arab Kabah berarti 'persegi', 'kubus', 'tinggi' atau 'sesuatu yang menonjol'. Itu juga dikenal sebagai Rumah Suci, Rumah Tuhan atau Rumah Kedudukan Tinggi.

Salah satu Rukun Islam yang Lima adalah melakukan Haji, atau Ziarah ke Mekah, di mana peziarah pada beberapa kesempatan mengelilingi Kabah tujuh kali sebagai prasyarat untuk menyelesaikan haji mereka. Muslim juga dapat melakukan Umroh, atau Ziarah kecil, di mana mereka kembali mengelilingi Ka'bah.

Sama seperti Kabah yang dianggap sebagai Rumah Tuhan di Bumi, ada tempat yang sesuai di atas Kabah di Surga yang disebut Baitul Ma'mur yang memiliki status serupa dan penghormatan terkait. Hal ini telah dijelaskan oleh Hadrat Ali dan Hadrat Abdullah bin Abbas, yang keduanya membenarkan bahwa inilah makna dari ayat empat Surat At-Tur. Setiap hari tujuh puluh ribu Malaikat mengelilingi Baitul Ma'mur dan berdoa di sana, tetapi tidak seperti kita di Bumi, mereka hanya diperbolehkan melakukan ziarah ini satu kali.

Pembangun Ka'bah adalah Malaikat, Adam dan kemudian Ibrahim dan Ismail. Setelah mereka Ka'bah dibangun kembali delapan kali. Dimensi internal adalah lebar 10.5m x lebar 8.2m, dengan tinggi keseluruhan 14m. Dindingnya terbuat dari batu yang bersumber dari lima gunung berbeda.

Hajar Aswad, dibangun di salah satu sudut Ka'bah. Hajar Aswad selalu dianggap suci sepanjang sejarah, yang ditegaskan kembali oleh Nabi Muhammad SAW, yang biasa menyapa dan mencium Batu ini. Nabi berkata bahwa, “Hajar Aswad datang dari surga dan lebih putih dari susu. Dosa-dosa manusialah yang menghitamkannya.” Batu itu awalnya ditempatkan ke posisi oleh Nabi Ibrahim dan kemudian dipindahkan ke posisi yang sama oleh Nabi Muhammad SAW, damai dan berkah besertanya, sebelum dia diberi kenabian.

Seyyed Hossein Nasr menyatakan, “Arsitektur tentu saja merupakan par excellence dari penataan ruang, dan semua arsitektur sakral mencapai tujuan dasarnya untuk menempatkan manusia di hadapan Yang Ilahi melalui sakralisasi ruang yang dibentuk, ditata, dan diorientasikan dengan cara dari berbagai teknik arsitektur. Arsitektur suci Islam yang paling primordial adalah Ka'bah, titik di mana poros Surgawi menembus bumi. Kuil primordial ini dibangun oleh Nabi Adam sendiri dan kemudian dibangun kembali oleh Nabi Ibrahim adalah cerminan duniawi dari kuil surgawi yang juga tercermin dalam hati manusia. Harmoni dimensi, stabilitas dan simetri Kabah, pusat kosmos Islam, dapat ditemukan dalam arsitektur suci seluruh dunia Islam.”

Ada konsep 'Mengkuadratkan Lingkaran' dalam Geometri Suci. Dalam bukunya, 'Sacred Geometry', Robert Lawler menjelaskan, “Perjalanan Ka'bah di Mekah adalah ritual simbolis yang berkaitan dengan konsep Kuadrat Lingkaran. Dalam Geometri Suci, ini adalah praktik yang berupaya membangun persegi yang hampir sama kelilingnya dengan keliling lingkaran tertentu, atau yang luasnya hampir sama dengan luas lingkaran tertentu. Meskipun demikian, Kuadrat Lingkaran sangat penting bagi ahli geografi-kosmologis karena baginya lingkaran mewakili ruang roh yang murni dan tidak termanifestasi, sedangkan persegi mewakili dunia yang nyata dan dapat dipahami. 

Ketika persamaan yang dekat ditarik antara lingkaran dan persegi, yang tak terbatas mampu mengekspresikan dimensi atau kualitasnya melalui yang terbatas.

Wahai kafilah haji, kemana engkau akan pergi, yang kau cinta ada di sini

Ia begitu dekat, melekat di dinding hatimu, usah berpayah di gurun pasir

Jika kau mampu menangkap gambaran cinta, engkaulah kabah itu sendiri

Sepuluh kali telah kau kunjungi Kabah, sekali ini saja kau ziarahi diri

Kabah adalah rumah cintaNya, jika benar kau telah lihat, tunjukan jejak cinta ini

Mana bunga yang kau petik dari taman, mana permata dari lautan rahmat Ilahi

Dengan segala kepayahan yang kau lewati, harta karun itu masih saja terhalang tabir.


~ Rumi

Rahasia Huruf Alif


ILMU GEMATRIA 

Bismillaahirrahmaanirrahiim,

Saudaraku yang senantiasa dirahmati Allah Swt dan selalu dirindukan oleh Rasulullah saw, kali ini izinkan saya untuk berbagi tulisan bertajuk “Setetes Rahasia Huruf Alif dalam Sudut Pandang Ilmu Gematria”.

Untuk itu, sebelum kita melanjutkan kajian kita, maka saya akan terlebih dulu memberikan beberapa catatan kecil sebelum kita memulai kajian ini...

1. Tulisan ini sangatlah panjang, maka bacalah dengan perlahan dan jika perlu  disave terlebih dulu dan dibaca kemudian ketika sudah memiliki waktu luang.

2. Silahkan untuk percaya ataupun tidak percaya dengan isi tulisan ini, karena posisi saya hanyalah sebatas menyampaikan kajian. 

3. Tulisan ini disarikan dari berbagai sumber baik sumber referensi ilmiah ataupun sumber referensi spiritual seperti diskusi lahiriah dan diskusi batiniah.

4. Beberapa dari isi tulisan ini mungkin masih mengandung kesalahan dan kekeliruan sehingga masih perlu diperbaiki.

Jika Anda setuju dengan beberapa catatan kecil di atas mari kita lanjutkan, dan jika Anda tidak setuju maka disarankan untuk berhenti sampai disini...

Bismillah...

Mari kita mulai,

ALIF berasal dari huruf ALEP yg merupakan huruf pertama dari alfabet Proto-Kanaan, yang kemudian diturunkan ke dalam alfabet Semitik menjadi alfabet Fenisia “ALEPH”, alfabet Suryani “ALAPH”, alfabet Ibrani “ALEF”, alfabet Arab “ALIF” dan alfabet Yunani “ALPHA”.

Dalam bentuk “Aksara Tulis”, maka huruf ALIF ditulis “ا” dalam alfabet Arab dan ditulis “א“ dalam alfabet Ibrani, dan memiliki nilai gematria “1”.

Sedangkan dalam bentuk “Aksara Eja” maka huruf ALIF akan dieja sebagai “A-LA-FA” yg memiliki nilai gematria “111”.

A —> Alif = 1.

LA —> Lam = 30.

FA —> Fa = 80.

A-LA-FA = 1+30+80 = 111.

Inilah alasannya mengapa huruf ALIF selain merupakan simbol “TUNGGAL” sekaligus merupakan simbol “MANUNGGAL” atau simbol “kesatuan” yang disebut dalam kearifan lokal Nusantara sebagai “TRI TUNGGAL” yakni “Tiga yang Manunggal menjadi Satu”.

Karena sebagai aksara Tulis, ALIF memiliki nilai gematria “1” sedangkan sebagai aksara Eja, ALIF memiliki nilai gematria “111”.

1 —> 111 ( ALIF —> A-LA-FA ).

Dari “satu” menjadi “tiga”.

Dari “satu” Aksara Tulis “ALIF” kemudian diucapkan menjadi “tiga” Aksara Eja: ALIF Fathah - ALIF Kasrah - ALIF Dhamah dan dibaca “A - I - U” yg dimaknai sbb:

- Dari mengenal vokal “A”, kemudian mengenal vokal “I”, dan akhirnya mengenal vokal “U”.

- Dari “larah” kemudian menjadi “lirih” dan akhirnya menjadi “luruh”.

- Dari “asah” kemudian menjadi “asih” dan akhirnya menjadi “asuh”.

- Dari “mananggal” kemudian menjadi “maninggal” dan akhirnya menjadi “manunggal”.

- Dari “menanggalkan” kemudian menjadi “meninggalkan” dan akhirnya menjadi “menunggalkan”.

- Dari “penanggalan” (angka - kalender) kemudian menjadi “peninggalan” (tulisan - prasasti) dan akhirnya menjadi “penunggalan” (relief - candi).

Dan secara fonetik alfabet Arab:

- A = Alif.

- I = Ya.

- U = Waw.

A - I - U = Alif-Ya-Waw (dibaca: “AYWA”).

Dan “AYWA” dalam khazanah Bahasa Nusantara yg telah hilang dan punah, artinya adalah “KEINDAHAN”. 

Dan kata “AYWA” ini kemudian dijadikan sebagai salam keseharian sebagai “RAH-AYWA” yg kemudian mengalami transliterasi menjadi “RAH-AYU” (dibaca: RAHAYU).

- RAH = GERAK.

- AYWA = KEINDAHAN.

Salam RAH-AYWA -> Salam RAH-AYU -> Salam RAHAYU -> Salam GERAK KEINDAHAN. 

Dan “RAH-AYWA” yang bermakna “GERAK KEINDAHAN” ini merupakan gambaran tiga jenis gerakan ibadahnya para malaikat di langit. 

Diriwayatkan oleh Ibnu Asakir bahwa Dzulqarnain bertanya kepada sahabatnya dari golongan malaikat yang selalu mendatanginya yg bernama Rafael.

Dzulqarnain bertanya, “Tolong ceritakan kepadaku bagaimana Anda beribadah di langit”. Sang Malaikat yg bernama Rafael menangis dan berkata, “Apa Anda ingin membandingkan ibadah Anda dengan ibadah kami di langit? Aku beritahu sesungguhnya di langit ada malaikat yang hanya BERDIRI saja tidak pernah duduk, dan ada malaikat yang hanya SUJUD saja tidak pernah bangun dari sujudnya, dan ada pula malaikat yang hanya RUKUK saja tidak pernah bangun dari rukuknya sambil berkata “Tuhan kami, kami tidak pernah beribadah kepadamu dengan sebenar-benarnya ibadah”.

Jadi “RAH-AYWA” yang bermakna “GERAK KEINDAHAN” sejatinya menggambarkan tiga jenis gerakan ibadahnya para malaikat di langit yakni gerakan: BERDIRI - RUKUK - SUJUD. 

- BERDIRI adalah perlambang gerak TEGAK yang mencirikan sifat KERAS yg kemudian menjadi simbol gerak dari huruf ALIF.

- SUJUD adalah perlambang gerak LENTUR yang mencirikan sifat LUNAK yg kemudian menjadi simbol gerak dari huruf WAW. 

- Sedangkan RUKUK adalah perlambang gerak SETENGAH TEGAK dan SETENGAH LENTUR yang mencirikan sifat KERAS sekaligus LUNAK yg kemudian menjadi simbol gerak dari huruf YA. 

Nah harmoni dari ketiga GERAKAN ibadah para malaikat inilah (BERDIRI - RUKUK - SUJUD) yg kemudian disebut sebagai GERAK “ALIF-YA-WAW” yang diakronim menjadi GERAK “AYWA” yg bermakna “GERAK KEINDAHAN” dimana kata “AYWA” sendiri yg merupakan akronim dari “ALIF-YA-WAW” memiliki nilai gematria “17”. 

- ALIF = 1.

- YA = 10.

- WAW = 6.

ALIF-YA-WAW (dibaca: “AYWA”) = 1+10+6 = 17.

Dan nilai gematria “17” dari kata “AYWA” yg bermakna “GERAK KEINDAHAN” yg menggambarkan tiga gerakan ibadah para malaikat di langit yakni “BERDIRI-RUKUK-SUJUD” kemudian disempurnakan Allah Swt menjadi perintah “17 RAKAAT SHALAT 5 WAKTU” yg diturunkan kepada Rasulullah saw dan umatnya. Dan jika kita menghitung dengan teliti jumlah gerakan yg dilakukan dalam SHALAT 5 WAKTU yg totalnya berjumlah 17 Rakaat adalah sbb :

Jumlah Gerakan Rakaat Shalat tanpa Tasyahud Awal/Tasyahud Akhir: 

(1) berdiri -> (2) rukuk -> (3) berdiri i’tidak -> (4) sujud -> (5) duduk antara dua sujud -> (6) sujud. (Total : 6 Gerakan). Dan Jumlah Gerakan Rakaat Shalat dengan Tasyahud Awal/Tasyahud Akhir: (1) berdiri -> (2) rukuk -> (3) berdiri i’tidak -> (4) sujud -> (5) duduk antara dua sujud -> (6) sujud -> (7) duduk tasyahud. (Total : 7 Gerakan).

Maka dengan demikian:

- Shalat SHUBUH (Rakaat 1: 6 gerakan, Rakaat 2: 7 gerakan, Total: 13 gerakan).

- Shalat DZUHUR (Rakaat 1: 6 gerakan, Rakaat 2: 7 gerakan, Rakaat 3: 6 gerakan, Rakaat 4: 7 gerakan. Total: 26 gerakan).

- Shalat ASHAR (Rakaat 1: 6 gerakan, Rakaat 2: 7 gerakan, Rakaat 3: 6 gerakan, Rakaat 4: 7 gerakan. Total: 26 gerakan).

- Shalat MAGHRIB (Rakaat 1: 6 gerakan, Rakaat 2: 7 gerakan, Rakaat 3: 7 gerakan, Total: 20 gerakan).

- Shalat ISYA (Rakaat 1: 6 gerakan, Rakaat 2: 7 gerakan, Rakaat 3: 6 gerakan, Rakaat 4: 7 gerakan. Total: 26 gerakan).

Sehingga :

- SHUBUH = 13 gerakan.

- DZUHUR = 26 gerakan.

- ASHAR = 26 gerakan.

- MAGHRIB = 20 gerakan.

- ISYA = 26 gerakan.

SHALAT 5 WAKTU = 13+26+26+20+26 = 111 Gerakan.

Atau dengan kata lain:

17 Rakaat = 111 Gerakan.

Dari sini kita mendapatkan sebuah kode bilangan :

“17 —> 111”.

Dan kode bilangan ini ternyata terekam dalam Al-Quran sebagai Surat AL-ISRA yakni Surat ke-17 yg memiliki jumlah ayat 111 ayat.

17 (nomor surat) —> 111 (jumlah ayat).

17 —> nilai gematria dari kata “AYWA” sebagai perlambang “TIGA GERAK” Ibadah Para Malaikat yakni “BERDIRI-RUKUK-SUJUD” yg kemudian menjadi perlambang dari “TIGA GERAK KEINDAHAN” yakni “Tegak, Lentur dan Tegak sekaligus Lentur”.

111 —> nilai gematria dari kata “A-LA-FA” yg merupakan Aksara Eja dari huruf ALIF. 

Sehingga kode bilangan “17 -> 111” atau “111 -> 17” adalah siloka dari “Tiga Gerakan yang Manunggal menjadi Satu” yg kemudian disiloka menjadi “TRI TUNGGAL” yakni “Tiga yang Manunggal menjadi Satu” yg dalam kearifan lokal Sunda disebut sebagai “TRI TANGTU”. 

“TRI TUNGGAL”  —> Tiga Gerakan “AYWA” (ALIF-YA-WAW).

- ALIF : perlambang dari Gerakan Vertikal (Gerak Berdiri) sebagai siloka Hubungan antara Manusia dan Tuhannya, yg dalam Ajaran Islam disebut sebagai “Hablum minallah” dan dalam kearifan lokal Nusantara disebut sebagai “Hamemayu Hayuning Diri”.  

- YA : perlambang dari Gerakan Horizontal (Gerak Rukuk) sebagai siloka Hubungan antara Manusia dan Sesama Manusia, yg dalam Ajaran Islam disebut sebagai “Hablum minannaas” dan dalam kearifan lokal Nusantara disebut sebagai “Hamemayu Hayuning Sasama”.  

- WAW : perlambang dari Gerakan Diagonal (Gerak Sujud) sebagai siloka Hubungan antara Manusia dan Seluruh Makhluk di Alam Semesta, yg dalam Ajaran Islam disebut sebagai “Hablum minal makhluqi fil ‘aalamiin” dan dalam kearifan lokal Nusantara disebut sebagai “Hamemayu Hayuning Bhawana”.  

Dari “satu” menjadi “tiga”.

Dari “1” menjadi “111”.

Dari “tunggal” menjadi “manunggal”.

Dari “AHAD” menjadi “WAAHID”.

Dari asal yang “satu” kemudian “manunggal” di dalam seluruh makhluk ciptaan.

Sebagaimana disebutkan dalam Shuhuf Nabi Ibrahim as Sepher Yetzirah 2.5 tentang huruf ALEF / ALEPH,

“Tuhan Yahweh menunjukkan cara kombinasi huruf, masing-masing dengan masing-masing, ALEF (ALEPH) dengan semua, dan semua bersama ALEF (ALEPH).”

Shuhuf Nabi Ibrahim as (Sepher Yetzirah) menyebutkan bahwa Huruf ALEF / ALEPH / ALIF manunggal dalam semua huruf atau dengan kata lain semua huruf tercipta dari Huruf ALEF / ALEPH / ALIF. 

Sementara dalam konteks penciptaan makjluk, terciptanya semua huruf berasal dari Huruf ALEF / ALEPH / ALIF ini sama halnya dengan terciptanya semua makhluk berasal dari unsur AIR sebagaimana disebutkan di dalam Al-Quran.

“... dan Kami jadikan segala sesuatu yang hidup berasal dari AIR.” (QS. Al-Anbiya 21 : 30)

Dan dalam sudut pandang gematria, baik huruf ALEF / ALEPH / ALIF ataupun unsur AIR keduanya sama-sama memiliki nilai gematria “111”.

- ALIF = A-LA-FA = Alif-Lam-Fa = 1+30+80 = 111.

- AIR = MAA’I = Mim-Alif-Ain = 40+70+1 = 111.

Huruf ALIF, selain berperan sebagai “Aksara Tulis” yg memiliki nilai gematria “1” dan  “Aksara Eja” yg memiliki nilai gematria “111”, ternyata juga berperan sebagai “Aksara Suara” yg ketika huruf “ALIF” disuarakan maka ia akan terdengar sebagai “ALIIF” yg jika ditransformasi ke dalam “Aksara Tulis” maka ia akan menjadi "اليف" yg terbentuk dari huruf “alif-lam-ya-fa” yg memiliki nilai gematria “121”.

Dan 121 adalah kuadrat dari bilangan “11” atau “11 x 11”.

Dan bilangan “11” adalah nilai gematria dari kata “AHABA” (Alef-Chet-Beth) yg dalam Bahasa Ibrani bermakna “CINTA” yg kemudian dalam Bahasa Arab menjadi kata dasar dari kata “MAHABBAH”.

Dalam hadits disebutkan, “Allah mencintai yang GANJIL”. (HR. Bukhari No. 6410, Muslim No. 2677) Dan jika kita menjumlahkan kuadrat dari masing-masing bilangan ganjil dari bilangan 1 sampai bilangan 11 maka akan didapat :

(1x1) + (3x3) + (5x5) + (7x7) + (9x9) + (11x11) = 1+9+25+49+81+121 = 286.

Dan bilangan “286” merupakan jumlah ayat dari Surat ke-2 dalam Al-Quran yakni Surat AL-BAQARAH yg bermakna “SAPI BETINA” atau “LEMBU BETINA” atau “BANTENG BETINA”.

Dan dalam buku “Sejarah Kawitane Wong Jawa Lan Wong Kanung” yg oleh Prof. Slamet Mulyana disebut “Buku Kanung” disebutkan bahwa nama Pulau Jawa berasal dari kata “JAWI” yg berarti “SAPI BETINA” atau “BANTENG BETINA” yg kemudian dikenal sebagai “LEMBU NANDI” atau “LEMBU ANDINI”.

Dan dalam Bahasa Semit, kata ALEF (dalam Bahasa Arab disebut “ALIF”) artinya adalah “SAPI” atau “LEMBU” dan bentuk piktograf huruf ALEF dalam Bahasa Ibrani diturunkan dari piktograf Proto Sinaitik berdasarkan huruf hieroglif Mesir yg berbentuk “KEPALA SAPI”.

Dan kata “JAWI” yg berarti “SAPI BETINA” atau “BANTENG BETINA” dalam kaidah original gematria memiliki nilai gematria:

- JA = Jim = 3.

- WI = Waw = 6.

JAWI = Jim-Waw = 3-6 (dibaca “36”).

Ada apa dengan bilangan “36”?

Ternyata bilangan “36” adalah jumlah bilangan ganjil dari 1 sampai dengan bilangan 11 berturut-turut yakni:

1+3+5+7+9+11 =36.

Dan bilangan “36” adalah nilai original gematria dari kata “JIWA” dan juga merupakan nilai ordinal gematria dari kata “LAVA” (Lamed-Vav) dalam Bahasa Ibrani yg kemudian mengalami transliterasi ke dalam Bahasa Inggris sebagai “LOVE” yg bermakna “CINTA” dan ke dalam Bahasa Arab sebagai “LUBB” yg bermakna “rasa rindu yg paling terdalam yg berasal dari Hati (Qalbu)” dan ke dalam Bahasa Nusantara menjadi “LAWU” atau “LUWU” yg maknanya seluruhnya berkaitan erat dengan Hati (Qalbu). 

Dan ini pula sebabnya mengapa dalam Hadits Rasulullah saw, Surat Yasin yakni surat ke-36 dalam Al-Quran disebut sebagai “Qalbu Qur’an” atau “Jantungnya Quran”. 

“Sesungguhnya segala sesuatu memiliki QALBU, dan QALBU QUR’AN adalah YASIN”. (HR. At-Tirmidzi No. 2812)

Lalu ada apa dengan JAWI, JIWA, LAVA, LOVE, LUBB, LAWU, LUWU dan QALBU (Jantung) ...?

Jawabnya ternyata ada dalam Shuhuf Nabi Ibrahim (Sepher Yetzirah).

Dalam Sepher Yetzirah 3.5 disebutkan,

“Tuhan Yahweh menyebabkan huruf ALEF (ALEPH) menjadi Raja atas NAFAS, yakni UDARA yg dibentuk di alam semesta, dan kemudian menyegelnya di dalam DADA”.

Jadi Shuhuf Nabi Ibrahim as menegaskan bahwa Huruf ALEF / ALEPH / ALIF disegel Allah Swt di dalam DADA sebagai NAFAS.

Pertanyaannya:

“Ada apa dengan DADA?”

Ternyata jawabnya ada dalam hadits qudsi berikut ini,

“Aku jadikan pada tubuh anak Adam itu QASHRUN (istana), di situ ada SHADRUN (DADA), di dalam dada itu ada QALBU (JANTUNG), di dalamnya ada FU’AD, di dalamnya ada SYAGHAF (kerinduan), didalamnya ada LUBB (kerinduan yg mendalam), dan di dalamnya ada SIRR (rahasia), sedangkan di dalam sirr ada ANA (Tuhan)”

Ternyata menurut hadits qudsi ditegaskan bahwa di dalam SHADR (DADA) ternyata ada QALBU (JANTUNG) dan di dalam QALBU (JANTUNG) yg paling terdalam ternyata ada ALLAH. 

Dan hal ini sesuai dengan apa yg disampaikan Allah Swt kepada Nabi Daud as:

"Wahai Daud! Kosongkan untuk-Ku sebuah rumah, agar Aku bisa tinggal di dalamnya!"

Mendengar perintah tersebut Nabi Daud as tidak mengerti dan lantas bertanya,

"Bagaimana caranya wahai Tuhanku?"

Lantas Allah berfirman,

"Kosongkan QALBUMU hanya untuk-Ku!"

Ketika saya memberikan Private Class Training Pengenalan Jati Diri, ada seorang peserta yg bertanya kepada saya,

“Lalu secara anatomi tubuh manusia, kira-kira apa yang dimaksud sebagai QALBU? Hati (Lever) ataukah Jantung (Kardia)?”

Dan saya (Yeddi) menjawab,

Secara lughawiyah, QALBU memiliki arti asli yaitu JANTUNG. Arabic Wikipedia  mendefinisikan QALBU sebagai organ JANTUNG:

"QALBU adalah organ tubuh yang banyak mengandung otot dan berongga yang mendorong darah di dalam sistem sirkulasi dengan cara seperti pompa."

Dan ini sejalan dengan Hadits yg menyebutkan bahwa ketika JANTUNG kita sehat, maka seluruh tubuh kita pun akan sehat dan bebas dari berbagai penyakit. Namun sebaliknya, jika JANTUNG kita biarkan kotor, maka darah yg mengalir ke seluruh tubuh pun akan menjadi darah yang kotor dan menjadi biang penyakit.

"Ketahuilah bahwa dalam diri ini terdapat segumpal daging, jika dia baik maka baiklah seluruh tubuh ini dan jika dia buruk, maka buruklah seluruh tubuh; ketahuilah bahwa dia adalah QALBU“. (HR. Bukhari No. 52 dan Muslim No. 1599)

Memang kebanyakan orang Indonesia mengartikan QALBU sebagai HATI, dan itu keliru karena HATI dalam bahasa arabnya adalah KIBDUN atau KIBDAH atau KABID. Kalau JANTUNG letaknya di tengah dada sebelah kiri, sedangkan HATI letaknya di dada kanan sebelah bawah. Oleh sebab itu mulai sekarang jangan lagi mengartikan QALBU sebagai HATI, karena QALBU adalah JANTUNG.

Kemudian pertanyaan selanjutnya adalah,

“Mengapa Shuhuf Nabi Ibrahim as menyebutkan bahwa Huruf ALEF / ALEPH / ALIF disegel di DADA?” Nah izinkan saya menjawabnya dengan kaidah Ilmu Gematria.

Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah saw bersabda “Sesungguhnya Allah mempunyai 99 nama, yaitu 100 kurang 1. Siapa yg menghafalnya akan masuk syurga.” (Sahih Bukhari) Dan dalam Private Class Training Pengenalan Jati Diri, saya menyampaikan bahwa dalam sudut pandang Ilmu Gematria maka penjabaran hadits di atas adalah sebagai berikut,

“100 kurang 1”

👉 100 = nilai gematria dari huruf “QAF”.

👉 1 = nilai gematria dari huruf “ALIF”. 

Dan dalam kaidah Gematria, maka kalimat “100 kurang 1” dimaknai sbb:

100 = Qaf.

1 = Alif.

100 - 1 = Alif + Qaf (dibaca: “AQU” —> transliterasi menjadi “AKU”).

100 + 1 = Qaf + Alif (dibaca: “QAA” —> transliterasi menjadi “KO”).

Seorang peserta private class training yg dalam dua kali pertemuan training duduk di bagian paling belakang dengan penuh adab bertanya kepada saya,

“Maaf beribu maaf yg bodoh ini izin untuk bertanya. Kita tahu bahwa 99 nama Allah seluruhnya berbahasa Arab, lantas mengapa yg 1 nama khusus yg Allah rahasiakan itu justru berbahasa Indonesia? Karena yg saya dapat dan saya pahami sampai saat ini bahwa Bahasa Arab dari kata “AQU” (dibaca “AKU”) adalah  “ANA” ( انا ).”

Dan dalam kaidah gematria, kata “ANA” ( انا ) memiliki nilai gematria sbb,

- Alif = 1.

- Nun = 50.

- Alif = 1.

 “ANA” ( انا )

= 1 +50+1 = 52.

Dan jauh berbeda dengan kata “AQU” (dibaca: “AKU”) yg memiliki nilai gematria sbb,

- Alif = 1.

- Qaf = 100.

“Sehingga jika kita pakai kaidah gematria maka akan didapat angka 100-1 hasilnya adalah “99”. Jauh berbeda nilai gematrianya dengan kata  “ANA” ( انا ) yg memiliki nilai gematria “52”. Mohon pencerahan agar saya yg bodoh ini gak tersesat. Mohon maaf kalau pola berpikir saya salah.”

Dan Saya menjawab pertanyaan sbb,

Dalam sebuah riwayat hadits disebutkan bahwa Rasulullah saw pernah berkata, “Ana AHMAD bila MIM”. Dan Rasulullah saw juga pernah berkata, “Ana ‘ARABI bila AIN”.

Nah dalam kaidah Ilmu Gematria maka kedua perkataan Rasulullah saw di atas akan dapat dijabarkan sbb:

👉 Kata “AHMAD” ( احمد ) adalah kata yg terbentuk dari rangkaian huruf “Alif-Ha-Mim-Dal” yg memiliki nilai gematria sbb:

- Alif = 1.

- Ha = 8.

- Mim = 40.

- Dal = 4.

“AHMAD” ( احمد )

= 1+8+40+4 = 53.

Dan ketika Rasulullah saw mengatakan,“Ana AHMAD bila MIM”  Maka kata “AHMAD” ( احمد ) yg terbentuk dari rangkaian huruf “Alif-Ha-Mim-Dal” akan menjadi rangkaian huruf “Alif-Ha-Dal” yg akan dibaca sebagai “AHAD” yg memiliki nilai gematria “13”.

👉 Jadi yg dimaksud dengan kalimat “AHMAD bila MIM” maknanya merujuk kepada kata “AHAD” yg dalam QS. Al-Ikhlas ayat 1 disebutkan “Qul Huwa Allahu AHAD” yg berarti “Katakaanlah bahwa Allah itu AHAD”. 

👉 Dan demikian pula halnya dengan Kata “‘ARAB” ( عرب ) adalah kata yg terbentuk dari rangkaian huruf “Ain-Ra-Ba” yg memiliki nilai gematria sbb:

- Ain = 70.

- Ra = 200.

- Ba = 2.

“‘ARAB” ( عرب ) 

= 70+200+2 = 272.

Dan ketika Rasulullah saw mengatakan,“Ana ‘ARAB bila AIN” Maka kata “‘ARAB” ( عرب ) yg terbentuk dari rangkaian huruf “Ain-Ra-Ba” akan menjadi rangkaian huruf “Ra-Ba” yg akan dibaca sebagai “RABB”.

👉 Jadi yg dimaksud dengan kalimat “ARAB bila AIN” maknanya merujuk kepada kata “RABB” yg bermakna “Tuhan”. Maka demikian pula halnya dengan kalimat “100 kurang 1” yg berasal dari redaksi hadits “Sesungguhnya Allah mempunyai 99 nama, yaitu 100 kurang 1.”

100 = Qaf.

1 = Alif.

100-1 = “QAF bila ALIF”.

Lalu apa yg dimaksud dengan kalimat  “QAF bila ALIF” ...? Sang Guru menjelaskan bahwa,

👉 QAF maknanya merujuk kepada “QALBU” yg berarti “JANTUNG”.

👉 Sedangkan ALIF disini maknanya merujuk kepada “ANA” yg merujuk kepada “Sang AKU” yg berada dalam entitas jiwa manusia yg dalam Bahasa Sunda disebut “AING” dan dalam Bahasa Yunani disebut “EGO” dan dalam Bahasa Sansekerta disebut “AHAMKARA”.

Tolong Bedakan dengan kata “ANA” ( أَنَا ) yg dalam Al-Quran merujuk kepada Allah Swt.

إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا أَنَا  ( QS. Thaha 20 : 14 )

( إِنَّنِي ) Sesungguhnya Aku ANA ( أَنَا )

Allah ( اللَّهُ ) Tidak ada Tuhan ( لَا إِلَٰهَ )

Kecuali ANA ( إِلَّا أَنَا ).

Lalu bedanya “ANA” yg merujuk kepada manusia dan “ANA” yg merujuk kepada Allah swt itu dimana?

Jawab:

“ANA” yg merujuk kepada manusia ditulis “ انا “ (alif-nun-alif), memiliki nilai gematria “52” dan dalam Bahasa Sunda dikenal sebagai “AING” dan dalam Bahasa Yunani dikenal sebagai “EGO” dan dalam Bahasa Sansekerta dikenal sebagai “AHAMKARA”. 

Sedangkan “ANA” yg merujuk kepada Allah swt ditulis “ أَنَا “ (hamzah-alif-nun-alif), memiliki nilai gematria 53 dan maknanya merujuk kepada أَنَا اللَّهُ. Jadi yg dimaksud dengan kalimat  “100 kurang 1” atau dalam bahasa gematria adalah “QAF bila ALIF” maknanya adalah “QALBU tanpa ANA” yakni “JANTUNG yg di dalamnya tidak terdapat ANA milik manusia yg disebut sbg AING atau EGO atau AHAMKARA”.

Dan ketika kembali kepada pertanyaan “Lalu apa itu Nama Tuhan yg ke-100?” Jawabnya adalah “ANA” yg ditulis “ أَنَا “ (hamzah-alif-nun-alif) yg memiliki nilai gematria 53, yg harus diikat kuat di dalam QALBU kita sebanyak 9 kali lewat Tasyahud Awal dan Tasyahud Akhir dalam shalat 5 waktu sehari semalam yg berjumlah 17 Rakaat. 

Dalam hadits disebutkan, Dari Ibn Umar ra, beliau berkata, “Bahwa apabila Rasulullah saw duduk tasyahud, beliau meletakkan tangan kirinya diatas lutut kirinya dan meletakkan tangan kanannya diatas lutut kanannya, dan beliau LINGKARKAN jarinya sehingga membentuk angka LIMA PULUH TIGA, lalu beliau memberi isyarat dengan jari telunjuk.” (HR. Muslim No. 912)

Dalam riwayat yg lain disebutkan dengan redaksi kalimat “Mengikat LIMA PULUH TIGA” yg bermakna “Mengikat ANA “ أَنَا “ (hamzah-alif-nun-alif) yang merujuk kepada أَنَا اللَّهُ di dalam QALBU (JANTUNG) kita”. Dan Allah swt berfirman dalam hadits qudsi “Arasy-Ku dan Kursi-Ku dan Langit-Langit-Ku tidak ada yang mampu memuat ANA ( أَنَا ). Hanya QALBU (JANTUNG) hamba-Ku yang mampu memuat ANA ( أَنَا )”. Jadi yang dimaksud oleh Shuhuf Nabi Ibrahim as (Sepher Yetzirah) dengan kalimat “Tuhan Yahweh menyegel Huruf ALEF / ALEPH / ALIF di dalam DADA” maknanya sama dengan apa yang disebutkan dalam Hadits Rasulullah saw sebagai “Mengikat LIMA PULUH TIGA”.

👉 Mengikat 53 = Mengikat ANA ( أَنَا ) di dalam QALBU (JANTUNG).

👉 Menyegel ALEF / ALEPH / ALIF di dalam DADA = Menyegel ANA ( أَنَا ) di dalam QALBU (JANTUNG).

Pertanyaan berikutnya, “Mengikat atau Menyegelnya dengan apa?”

Jawab:

Menyegelnya dengan kalimat TAUHID yakni LAA ILAAHA ILALLAH yg memiliki nilai gematria “165” sehingga : 165 - 53 = 112. Dan bilangan “112” adalah kode nomor surat ke-112 dalam Al-Quran yakni Surat AL-IKHLAS.

Jadi jawabnya adalah,

“Mengikat ANA ( أَنَا ) yg dalam QS. Thaha 20:14 ditegaskan dengan kalimat “أَنَا اللَّهُ”  dengan cara “IKHLAS” yg bermakna “MENGOSONGKAN” atau “SUWUNG”.  Pahami makna “IKHLAS” dari Surat AL-IKHLAS itu sendiri. Surat ini dinamai dengan Surat AL-IKHLAS namun kita tidak akan pernah menemukan satu pun kata “IKHLAS” di dalam surat tersebut. Sehingga pelajaran yg diperoleh adalah bahwa yg dimaksud “IKHLAS” adalah “MENGOSONGKAN”.

Jadi, jika kita ingin mengikat atau menyegel 

ANA ( أَنَا ) di dalam QALBU (JANTUNG) kita maka caranya adalah sebagaimana disampaikan Allah Swt kepada Nabi Daud as sbb, “Wahai Daud! Kosongkan untuk-Ku sebuah rumah, agar Aku bisa tinggal di dalamnya! Dan Kosongkan QALBUMU hanya untuk-Ku!" Ibrahim Haqqi menambahkan, "QALBU adalah Rumah Allah, maka bersihkanlah atau kosongkanlah QALBU dari selain Allah agar Sang ANA ( أَنَا ) bisa bersemayam di Bait-Nya yang ada di dalam QALBU.” Dan Rasulullah saw juga bersabda, "QALBU (JANTUNG) itu lebih utama daripada KA’BAH dan JANNAH (SURGA).” Mengapa Rasulullah saw mengatakan bahwa BAITULLAH di dalam QALBU lebih utama daripada KA’BAH dan JANNAH (SURGA)?

Jawabnya Karena KA’BAH dibangun karena tujuannya adalah sebagai BAITUL HARAM (Rumah Suci) yang dithawafi oleh banyak orang, sedangkan QALBU adalah dibangun dengan cara mengosongkannya dari selain Allah tujuannya adalah sebagai BAITULLAH (Rumah Allah) yang dithawafi oleh diri kita sendiri. 

Di KA’BAH terdapat HAJAR ASWADH dalam Bahasa Arab atau HAGAR ASVAD dalam bahasa ibrani yg berarti “BATU HITAM” sedangkan pada QALBU (JANTUNG) terdapat HAJAR ABYADH dalam Bahasa Arab atau HAGAR ABYAD dalam Bahasa Ibrani yg berarti “BATU PUTIH” dengan SIRR sebagai pusat keinginannya. Dan kata “ABYAD” dalam Bahasa Ibrani memiliki nilai gematria sbb:

ABYAD = Aleph-Beth-Yod-Dalet.

Aleph = 1.

Berh = 2.

Yod = 10.

Dalet = 4.

ABYAD = Aleph-Beth-Yod-Dalet = 1+2+10+4 = 17.

Dan kata “ABYAD” diartikan sebagai “PUTIH” dalam Bahasa Indonesia yg jika ditulis dalam Aksara Arab Jawi adalah “فوطايه” yg dibaca “PUTIH” dan memiliki nilai gematria sbb:

PUTIH = Fa-Waw-Tha-Alif-Ya-Ha’

Fa = 80.

Waw = 6.

Tha = 9.

Alif = 1.

Ya = 10.

Ha’ = 5.

PUTIH = Fa-Waw-Tha-Alif-Ya-Ha’ = 80+6+9+1+10+5 = 111.

Lagi-lagi kita dipertemukan dengan kode bilangan “17 —> 111”.

17: A - I - U (Aywa) -> 111: A-La-Fa (Alif).

17: Jumlah Rakaat -> 111: Jumlah Gerakan Shalatnya.

17: Nomor Surat -> 111: Jumlah Ayatnya.

17: Abyad -> 111: Artinya (yaitu “PUTIH”).

Jadi nilai gematria “17” ini sama dengan nilai gematria dari kata “AYWA” yg berkaitan dengan “Tiga Gerak Keindahan” dari gerak ibadah para malaikat di langit yakni “Berdiri-Rukuk-Sujud” yg kemudian disempurnakan dan diabadikan menjadi Perintah “Shalat 5 Waktu 17 Rakaat”.

Jadi Ternyata Ibadah “Shalat 5 Waktu 17 Rakaat” itu justru akan membuat QALBU (JANTUNG) kita senantiasa tetap ABYAD (PUTIH).   

Diriwayatkan dari Abu Said al-Khudry ra dari Rasulullah SAW, bahwa beliau saw bersabda : "QALBU (JANTUNG) itu ada empat. QALBU PUTIH SUSU (ABYAD) yang didalamnya ada PELITA yang memancarkan Cahaya, itulah Qalbu orang beriman. Dan QALBU hitam terbalik, itulah Qalbu orang kafir. Dan QALBU yang tertutup yang terikat pada tutupnya, itulah Qalbu orang munafiq. Dan QALBU yang bermuka dua, di dalamnya ada Iman dan kemunafikan." Jadi kata Rasulullah saw bahwa QALBU yang ABYAD (QALBU yang PUTIH SUSU) adalah QALBU yang di dalamnya ada PELITA yang memancarkan CAHAYA. Dan PELITA dalam khazanah kearifan lokal Nusantara disebut sebagai “DIAN”, yang dalam Bahasa Arab disebut sebagai “DIIN” (Dal-Ya-Nun) dan dalam Bahasa Sansekerta disebut sebagai “DAYANA” yg berarti “MEDITASI” atau “DZIKIR”. Jadi cara untuk membuat DIAN (PELITA) di dalam QALBU itu menyala dan memancarkan cahaya maka caranya adalag dengan melaksanakan “Shalat 5 Waktu 17 Rakaat” sebagai TIANG DIIN dan “Meditasi” (“Dzikir”) sebagai TIANG DAYANA. 

Dan Imam Ali bin Abi Thalib ra berkata, “Tidurnya QALBU adalah akibat kelalaiannya dari DZIKIR kepada Allah dan bangunnya QALBU berasal dari DZIKIR yang dilakukan”. Dan Mengapa Rasulullah saw mengatakan bahwa BAITULLAH di dalam QALBU lebih utama daripada KA’BAH di MEKAH dan JANNAH (SURGA)? Karena KA’BAH di MEKAH sejatinya hanyalah sebuah bangunan segi empat berbentuk KUBUS yang memiliki dimensi volume 11 x 11 x 11 satuan yakni sebesar 1.331 satuan yang jika dibaca dengan kaidah hukum sasandi ilmu gematria maka akan menjadi:

1331 = 13-31.

13 —> adalah nilai gematria dari kata “AHAD” yg bermakna “TUHAN itu SATU” dan berkaitan erat dengan TAUHID.

31 —> adalah nilai gematria dari huruf “LAM ALIF” yg dibaca sebagai “LAA” yg bermakna “PENIADAAN” atau “PENGOSONGAN”. Dan makna dari pembacaan hukum sasandi bilangan “13-31” sebagai hasil dari volume tiga dimensi KA’BAH 11x11x11 sejatinya adalah perlambang dari “QALBU yang ABYAD (PUTIH SUSU, nilai gematria 111)” yakni QALBU yang selalu bersih dengan TAUHID (AHAD, nilai gematria 13) dan QALBU yang selalu bersih dengan LAM ALIF (dibaca “LAA”, nilai gematria 31) yakni KOSONG dari segala hal selain Allah, KOSNG dari segala bentuk keraguan, kebimbangan dan taqlid).

Dan bilangan “1331” merupakan penjumlahan deret kuadrat dari masing-masing bilangan ganjil dari 1 sampai dengan 19.

1 = AHAD = nilai gematria “13”.

19 = WAAHID = nilai gematria “19”.

Jadi deret bilangan ganjil dari 1 sampai 19 merupakan perlambang transformasi dari AHAD menuju WAAHID atau dari TUNGGAL menuju MANUNGGAL.

Sehingga:

(1x1) + (3x3) + (5x5) + (7x7) + (9x9) + (11x11) + (13x13) + (15x15) + (17x17) + (19x19) = 1+9+25+49+81+121+169+225+289+361

= 1331.

Jika transformasi geometri dari deret bilangan di atas adalah bentuk “PIRAMIDA BERUNDAK SEPULUH” yang jika PIRAMIDA tersebut dipotong dua maka akan terbentuk dua buah PIRAMIDA BERUNDAK sbb:

Piramida berundak yg pertama: 

(1x1) + (3x3) + (5x5) + (7x7) + (9x9) + (11x11) = 286.

Dan piramida berundak yg kedua:

(13x13) + (15x15) + (17x17) + (19x19) = 1.045.

Jika bentuk geometri piramida “286” adalah bangunan PIRAMIDA BERUNDAK di PULAU JAWA. Maka bentuk geometri piramida “1045” dengan ukuran panjang 11, lebar 11 dan tinggi 11 tanpa atap yang di dalamnya hanyalah berupa ruang kosong adalah bangunan KA’BAH di MEKAH.

Jika bilangan “286” dimaknai sebagai Surat AL-BAQARAH yg memiliki total jumlah ayat 286 ayat dan AL-BAQARAH bermakna “SAPI BETINA” atau “LEMBU BETINA” yang dalam khazanah kearifan lokal Nusantara merupakan arti dari asal mula nama Pulau JAWA yakni “JAWI” yg bermakna “SAPI BETINA” atau “LEMBU BETINA”.

Dan “JAWI” atau “JAWA” merujuk kepada “JIWA” sebagai pemaknaan bilangan “286” yg merupakan “BAITULLAH” di dalam QALBU sebagai PUSAT THAWAF dalam konteks MIKROKOSMOS. 

Maka bilangan “1045” merujuk kepada besar sudut yg dibentuk oleh molekul AIR yakni H2O sebesar 104,5 derajat yg merujuk kepada “KA’BAH” yg berada di PUSAT AIR (Mata Air ZAMZAM) yg merupakan “BAITUL HARAM” di Alam Semesta (disebut “Hudallinnaas” dalam QS. Ali Imran 3 : 96) sebagai PUSAT THAWAF dalam konteks MAKROKOSMOS.

Dan bilangan “286” merupakan komplemen dari bilangan “1045” karena:

286 + 1.045 = 1.331.

Dan 1.331 = 11x11x11 (bentuk geometri dari KA’BAH).

Jika 286 = JAWI / JAWA (JIWA).

Maka 1.045 = MEKAH (AIR ZAMZAM).

Sehingga:

Pasangan “286 - 1045” adalah pasangan “JAWA - MEKAH yg disiloka sebagai “Kawruh JAWA MEKAH” dalam Jangka Prabu Jayabaya.

Jika 286 = JAWI / GOWI / GU / GAIA (TANAH).

Maka 1.045 = AIR. 

Sehingga:

Pasangan “286 - 1045” adalah pasangan “TANAH - AIR” yg disiloka menjadi “TANAH AIR”.

Demikianlah kajian singkat saya tentang sedikit rahasia HURUF ALIF dalam sudut pandang ilmu gematria.

Wallahu ‘alam Bish Shawab.

Mohon maaf atas kesalahan karena Kesalahan semata-mata datangnya hanya dari diri saya pribadi dan Kebenaran datangnya semata-mata hanya dari Allah Swt Yang Maha Benar dan memiliki kebenaran yang tunggal dan bersifat mutlak. 

Salam RAH-AYWA,

Jaya Jayanti Nusantaraku


NB:

Saya izinkan untuk membagikan tulisan ini dengan tetap menyebutkan sumber aslinya agar semakin banyak orang yang dapat mengambil manfaat dari tulisan ini dan menjadi amal jariyah ilmu yang pahalanya tdak ada habis-habisnya.

Alif Lam Lam Ha


Hosh dar dam

Hosh berarti "pikir". Dar berarti "dalam". Dam berarti "napas". Artinya, menurut Abdul Khaliq al-Ghujdawani bahwa :

"pencari/pejalan/murid yang bijak harus melindungi napasnya terhadap kealpaan/kesembronoan, menarik dan menghembuskan, dengan itu selalu menjaga kalbunya berada dalam Hadhirat Allah; dan dia harus menghidup kan napasnya dengan pengabdian dan penghambaan dan mempersembahkan pengabdian itu kepada Tuhannya penuh dengan kehidupan/kegairahan, karena setiap tarikan dan hembusan napas dengan demikian (Hadirat) itu adalah hidup dan menyambung dengan Hadirat Ilahi. Setiap tarikan dan hembusan napas dengan kealpaan/kecerobohan adalah mati, terputus hubungan dengan Hadirat Ilahi."

Ubaidullah al-Ahrar mengatakan, "Missi paling penting dalam Thariqat ini adalah untuk melindungi napasnya, dan dia yang tak dapat menjaga napasnya, baginya akan dikatakan, ‘dia telah kehilangan dirinya.''

Shaikh Naqsabandy mengatakan, "Thariqat ini dibangun atas dasar napas. Sehingga adalah suatu keharusan bagi semuanya untuk menjaga napasnya pada waktu menarik dan menghem buskan dan selanjutnya, untuk menjaga napasnya dalam interval antara menarik dan menghembuskan napas."

Shaikh Abul Janab Najmuddin al-Kubra mengatakan dalam bukunya, Fawatih al-Jamal, "Dzikr mengalir dalam diri setiap makhluq hidup dengan keharusan napasnya – meskipun tanpa niat – sebagai suatu tanpa ketundukan, yang adalah bagian dari penciptaannya. Melalui napasnya, bunyi huruf "Ha" dari asmaul husna Allah dibuat dalam setiap penghembusan dan penarikan dan itu adalah tanda dari Essensi Tak-Nampak sedang mengungkapkan penekanan Ke-Unik-an Allah. 

Jadi sangatlah penting untuk selalu “hadir” dengan napas itu, agar supaya menyadari (merasakan) Essensi dari Al Khaliqu."

Nama 'Allah' yang melingkupi sembilan puluh sembilan asmaul-husna terdiri dari empat huruf : Alif  Lam Lam  Ha (ALLAH). Pengikut Sufi mengatakan bahwa Dzat Allah Azza Wa Jalla yang gaib sempurna dinyatakan dengan huruf terakhir, "Ha" itu. 

Huruf ini mewakili Dia Yang Maha gaib Sempurna (Ghayb al-Huwiyya al-Mutlaqa lillah 'azza wa jall). 

Lam pertama adalah untuk identifikasi (tacrif) dan Lam kedua adalah untuk penekanan (mubalagha).

Memelihara napasmu dari ketidak-pedulian akan menuntunmu kepada Hadhirat Nya secara utuh, dan Hadhirat Utuh akan menuntun engkau kepada Pandangan (Vision) utuh, dan Pandangan (Vision) utuh akan menuntun engkau kepada Manifestasi Utuh sembilanpuluh sembilan asma ul husna Allah. 

Allah akan menuntun engkau kepada Manifestasi sembilanpuluh sembilan Asma Nya dan keseluruhan Asma Nya yang lain, karena dikatakan bahwa, "Asma Allah adalah sebanyak napas umat manusia."

Rabbani mengatakan, "Hendaknya diketahui bahwa sang pencari pada awalnya mungkin menggunakan khalwat external untuk mengisolasi dirinya dari orang, beribadah dan konsentrasi kepada Allah, Azza wa Jalla, sampai dia mencapai tahap yang lebih tinggi. 

Pada waktu itu dia akan dianjurkan oleh shaikh-nya, dalam kata-kata Sayyid al-Kharraz, Kesempurnaan bukan pada peragaan kekuatan karomah, tetapi kesempurnaan adalah duduk bersama orang (banyak), menjual dan membeli, menikah dan mempunyai anak; namun tak pernah meninggalkan kehadiran Allah bahkan sekejabpun.''

Hanya Al-Qur'an Yang Memberi Keterangan Ubun-ubun



Firman Allah, “Tidak ada suatu binatang melata pun melainkan 
Dia-lah yang memegang ubun-ubunnya. Sesungguhnya Tuhanku di atas jalan yang lurus.” (Hud: 56)

Doa Nabi SAW, “Ya Allah, sesungguhnya aku adalah hamba-Mu, anak hamba laki-laki-Mu dan anak hamba perempuan-Mu, ubun-ubunku ada di tangan-Mu…”

Juga seperti doa Nabi SAW, “Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan setiap sesuatu yang Engkau pegang ubun-ubunnya…”

Sisi-Sisi Mukjizat Ilmiah:

Prof. Keith L Moore mengajukan argumen atas mukjizat ilmiah ini dengan mengatakan, “Informasi-informasi yang kita ketahui tentang fungsi otak itu belum pernah disebutkan sepanjang sejarah, dan kita tidak menemukannya sama sekali dalam buku-buku kedokteran. 

Seandainya kita mengumpulkan semua buku pengobatan di masa Nabi Muhammad SAW dan beberapa abad sesudahnya, maka kita tidak menemukan keterangan apapun tentang fungsi frontal lobe atau ubun-ubun. Pembicaraan tentangnya tidak ada kecuali dalam kitab Al-Qur’an al-Karim. 

Hal itu menunjukkan bahwa ini adalah ilmu Allah yang pengetahuan-Nya meliputi segala sesuatu. 

Pengetahuan tentang fungsi frontal lobe dimulai pada tahun 1842, yaitu ketika salah seorang pekerja di Amerika tertusuk ubun-ubunnya stik, lalu hal tersebut memengaruhi perilakunya, tetapi tidak membahayakan fungsi tubuh yang lain. Dari sini para dokter mulai mengetahui fungsi frontal lobe dan hubungannya dengan perilaku seseorang.

Jadi, siapa yang memberitahu Nabi Muhammad SAW diantara seluruh umat di bumi ini tentang rahasia dan hakikat tersebut?

Syeikh Ibnu Athaillah Ra berkata dalam Al-Hikam: ”Sejak engkau tahu bahwa setan tidak akan pernah melupakanmu, maka tugasmu adalah tidak melupakan Dia yang memegang ubun-ubunnya. Ketika orang lain sibuk beribadah, sibukkanlah dirimu dengan-Nya yang disembah. Ketika mereka sibuk dengan cinta, sibukkanlah dirimu dengan Sang Kekasih. Ketika mereka berusaha menunjukkan berbagai keajaiban, carilah ketenangan dalam doa. Ketika mereka melipat gandakan ibadah, datangilah Allah Yang Maha Pengasih.

Dari Tafsir Ibnu Katsir Tentang S.Hud:56 yaitu :

Maksudnya, semuanya berada di bawah kekuasaan dan keperkasaan-Nya. Dialah Tuhan, Hakim yang seadil-adilnya dan tidak pernah lalim dalam keputusan-Nya, sesungguhnya Dia berada pada jalan yang lurus.

Al-Walid ibnu Muslim telah meriwayatkan dari Safwan ibnu Amr, dari Aifa' ibnu Abdul Kala'i sehubungan dengan firman-Nya: Tidak ada suatu binatang melata pun melainkan Dialah yang memegang ubun-ubunnya. Sesungguhnya Tuhanku di atas jalan yang lurus. (Huud:56) Aifa' mengatakan bahwa Allah memegang ubun-ubun semua hamba­Nya, lalu Dia mengajari orang mukmin, sehingga terasa bagi orang mukmin bahwa Dia lebih sayang ketimbang seorang ayah kepada anaknya. Lalu Aifa' membacakan firman-Nya:

Apakah yang memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu Yang Maha Pemurah. (Al-Infithar: 6)

Dalam jawaban Nabi Hud ini terkandung hujah yang mematahkan dan dalil yang pasti yang menunjukkan kebenaran dari apa yang disampaikannya kepada mereka, juga menunjukkan kebatilan dari apa yang mereka kerjakan, yaitu penyembahan mereka kepada berhala-berhala. Padahal berhala-berhala itu tidak dapat memberikan manfaat, tidak pula dapat mendatangkan mudarat, bahkan berhala-berhala itu adalah benda-benda mati yang tidak dapat mendengar, tidak dapat melihat, tidak dapat melindungi, dan tidak dapat memusuhi. Sesungguhnya yang berhak disembah secara murni dan ikhlas hanyalah Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Di tangan kekuasaan-Nyalah kerajaan, dan Dialah yang mengaturnya. Tidak ada sesuatu pun melainkan berada di bawah kepemilikan, pengaruh, dan kekuasaan-Nya, maka tidak ada Tuhan selain Dia, dan tidak ada Rabb selain Dia





Rahasia Titik BA

“Seluruh kandungan rahasia Al-Qur’an ada di dalam Al-Fatihah. Dan semua yang ada dalam Al-Fatihah ada di dalam Bismillaahirrahmaanirrahiim, dan setiap kandungan yang ada dalam Bismillaahirrahmaanirrahiim ada di dalam huruf ‘BA’. Dan setiap yang terkandung di dalam ‘BA’ ada di dalam TITIK yang berada dibawah BA”. "Sayidina Ali bin Abi Talib"

 :“Bismillaahirrahmaanirrahim itu kedudukannya sama dengan “KUN” dari Allah”, bagi yang sudah memecahkan rahasia titik di bawah huruf BA”.

Chakra Sahasrara, yang paling atas, sebenarnya bukan chakra. Dikatakan bahwa chakra Sahasrara adalah tempat tinggal Purusha atau Siwa atau kesadaran. Secara simbolis, ini dikenal sebagai chakra 1.000 atau lebih kelopak, tetapi kami mencoba memahami ini dengan cara yang berbeda. Seluruh otak adalah area, yang merupakan chakra Sahasrara, namun pusat utamanya adalah kelenjar di otak yang dikenal sebagai tubuh hipofisis. Kelenjar ini adalah pusat yang merupakan chakra yang sebenarnya, jika tidak otak adalah seluruh area yang dikenal sebagai Sahasrara. Daun lotus, yang seharusnya menjadi simbol chakra Sahasrara, menutupi seluruh wilayah Sahasrara. Setiap chakra terhubung langsung dengan Sahasrara. Dengan menggunakan istilah chakra, ini dimaksudkan untuk menggambarkan titik ini sebagai pusat atau pleksus; berdasarkan area, itu berarti area hebat yang dikontrolnya. Chakra Sahasrara adalah tubuh hipofisis dan area Sahasrara adalah seluruh otak dan masing-masing dan setiap chakra terhubung langsung dengan otak (atau area Sahasrara).

Dalam chakra Sahasrara inilah semua suara, semua 'dewa,' semua kualitas, dan semua kemampuan berbaring tidak aktif. Untuk membuka ribuan kelopak bunga teratai yang besar ini, meditasi yang dilakukan sangat sederhana; tidak perlu banyak waktu dan merupakan salah satu meditasi yang paling mudah. Tetapi ingat bahwa meditasi itu sendiri di Sahasrara tidak memberi Anda hasil yang diinginkan. Kebangkitan Sahasrara tergantung pada kebangkitan chakra lainnya. Jika semua chakra dibangunkan, maka seluruh otak atau seluruh chakra Sahasrara terjaga. Jika hanya satu chakra tertentu yang terjaga dan yang lain tidak, maka hanya satu area khusus Sahasrara yang akan terjaga dan kemampuannya dapat terlihat bermanifestasi dalam kehidupan kita. Dengan praktik-praktik tertentu, seperti sirshasana, sarvangasana, dan vipareeti karani, Anda dapat memengaruhi otak dan chakra Sahasrara dengan sangat luas. Ada juga praktik pranayama yang membantu dalam kebangkitan shakti atau dalam kebangkitan tubuh hipofisis. Juga dikatakan dalam beberapa teks bahwa siddhasana memainkan peranan yang sangat penting dalam kebangkitan Sahasrara.

Kita telah menyadari satu hal penting dalam hal ini: bahwa rahasianya ada di puncak, tetapi kuncinya ada pada setiap chakra dan bahwa cadangan energi yang ada di atas di Sahasrara. Dengan mengatakan ini, kami tidak mengklaim bahwa tujuan akhir adalah membangkitkan chakra Sahasrara, namun ketika kesadaran berada di Sahasrara, itu adalah sesuatu seperti 'samadhi' (dikenal sebagai Laya Samadhi). Kami menyebutnya Laya Samadhi atau Laya Yoga Samadhi; ini mengacu pada ketika pembubaran kesadaran normal terjadi dan yogi tetap dalam tingkat kebahagiaan yang lebih tinggi dan keadaan persekutuan yang lebih tinggi dengan dirinya sendiri.

“Misalkan air laut dijadikan tinta, dan daun-daun diseluruh jagat ini dijadikan kertasnya, masih belum cukup untuk menuliskan ilmu Allah, Ki Sanak,” ujar Sunan Bonang.

“Tidak sebanyak itu yang saya mau tuntut. Saya cuma perlu satu titik. Di titik Ba itu, Kanjeng,” balas Raden Mas Syahid yang kelak bergelar Sunan Kalijaga.

Nama Tuhan yang Seratus

 

Khabira. Ini adalah nama Sufi, namaTuhan. Secara harfiah artinya yang melihat semuanya, yang menyadari, sang penglihat dari semuanya. Dan itu tersembunyi pada semua orang - sang saksi. Apa yang kita lihat mungkin benar, mungkin tidak benar, tetapi sang penglihat selalu benar. Yang terlihat mungkin iya, mungkin tidak. Di malam hari engkau melihat sebuah mimpi, di pagi hari engkau menemukan bahwa ternyata itu tidak nyata, tetapi ia yang melihat mimpi itu masih tetap nyata. Di pagi hari, di malam hari, sepanjang waktu ia adalah nyata. Engkau melihat sebuah tali dan engkau berpikir, dalam kegelapan malam, bahwa itu adalah seekor ular. Tapi ketika engkau mendekat engkau tahu bahwa itu adalah palsu, itu tidak seperti itu. Tapi sang penglihat itu tidak palsu. Bahkan dalam melihat suatu halusinasi, sang penglihat tetap nyata; penglihat tidak pernah palsu.

'Khabira' berarti: yang melihat, sang saksi yang ada di dalam. Sufi memiliki nama-nama yang indah untuk Tuhan; kesemuanya mereka memiliki sembilan puluh-sembilan nama untuk Tuhan. 

Kita bertanya-tanya mengapa tidak seratus? Ini terlihat sangat tidak lengkap. Sudah pasti, untuk alasan-alasan yang samar, nama yang ke seratus sengaja dibiarkan tidak terucapkan. Itu adalah nama Tuhan yang sebenarnya yang tidak dapat diucapkan. 

Tao yang dapat diucapkan bukanlah tao yang sesungguhnya dan Tuhan yang dapat dibicarakan bukanlah Tuhan yang sesungguhnya, Tan Keno Kinoyo Ngopo

Karena kata 'Tuhan' memalsukan realitas Ketuhanan. Jadi nama keseratus adalah nama yang sesungguhnya - apa yang disebut Hindu sebagai 'Satnam', nama yang sebenarnya - tetapi tidak dapat diucapkan. Ini akan kehilangan keindahannya jika diucapkan. Itu tetap tak terucapkan, pada inti terdalam dari Hati. Tapi sembilan puluh-sembilan nama dapat diucapkan hanya sebagai bantuan untuk mencapai yang keseratus. 

Nama yang keseratus adalah sebuah ketiadaan - apa yang dikatakan oleh para Buddha sebagai ‘Nirvana', Ketiadaan.Jadi aku menyebutnya sembilan puluh - sembilan nama dari ketiadaan; salah satunya adalah 'khabira'. Masuklah ke dalam gagasan itu dan jadilah lebih dan lebih lagi sebagai sang penglihat. Ubahlah dirimu dari yang terlihat menjadi penglihat. 

Saat melihat pohon, ingatlah ia yang melihat; saat makan, ingatlah ia yang makan; saat berjalan, ingatlah ia yang berjalan. Alih-alih melakukan penekanan kepada yang ada diluar, tekankan pada yang di dalam, dan perlahan-lahan itu akan menjadi jelas tentang siapakah sang penglihat ini. Itulah realitas kita yang sebenarnya dan itu adalah Tuhan.

99 Nama Suci Tuhan


Asma'ul Husna (bahasa Arab : أسماء ٱلله ٱلحسنى 'asmā'u llahi l-Husna , " Nama Indah Allah") adalah nama-nama dikaitkan dengan Tuhan dalam Islam oleh Muslim. Sementara beberapa nama hanya ada dalam Al-Qur'an, dan yang lainnya hanya ada dalam hadits, ada beberapa nama yang muncul di keduanya. Dalam beberapa hadis dari Syiah dan Sunni , dikatakan bahwa Mahdi mengungkapkan nama-100. 

Ada tradisi di Sufisme untuk efek 99 nama titik Allah untuk mistis " Nama yang Agung dan Superior " (Ismu l-'A'ẓam ( الاسم ٱلأعظم ). Ini "Nama Allah" dikatakan" yg jika dipanggil/dizikirkan,  Dia akan menjawabnya." Nama Tuhan yang paling besar adalah 'Aku Ada'. Sumber Baháʼí menyatakan bahwa nama ke-100 diturunkan sebagai "Baháʼ " (Arab : اء ‎ "kemuliaan, kemegahan"), yang muncul dalam kata Bahá'u'lláh dan Baháʼí. Mereka juga percaya bahwa itu adalah nama Tuhan yang terbesar. "Sesungguhnya, ada sembilan puluh sembilan nama Tuhan, seratus dikurangi satu. Siapa yang menghitungnya akan masuk surga." (Sahih Muslim, Vol. 4, no. 1410) Namun telah dikabarkan bahwa ada nama ke-100 yang disembunyikan. Dalam tasawuf, gagasan tentang nama ke-100 adalah yang paling menonjol. Ia telah menjadi objek devosi mistik yang sulit dipahami, simbol transendensi Tuhan. 

Jantung misteri 99 Nama suci Allah. 

Ini adalah kendaraan untuk memahami sifat Tuhan yang tak terbatas, dan untuk menemukan potensi ilahi dalam setiap jiwa. Nama Allah yang ke-100 adalah “Ana” (aku/aku). Cendekiawan terpelajar dan mistik Mansur Al-Hallaj dihukum mati pada abad ke-9 karena mengungkap rahasia ini. Banyak orang pada saat itu tidak memahami arti sebenarnya di balik kata-katanya, “Ana 'l-Ḥaqq” (Akulah kebenaran), dan mereka yang memahaminya dapat melihatnya berpotensi membahayakan gengsi dan otoritas mereka. Itu sebabnya Hallaj harus dibungkam.

Al Hallaj berkata :

Aku melihat Tuhanku dengan mata  hati aku bertanya, 'Siapakah Engkau?' Dia menjawab, 'Kamu'. Hanya dibutuhkan orang yang bijaksana untuk memahami apa yang dimaksud dengan ini. Hallaj mengatakan bahwa Tuhan ditemukan di dalam diri kita masing-masing, dan bahwa terhubung dengan yang ilahi membutuhkan usaha, tetapi dimungkinkan dengan kontemplasi dan penyembahan. Pada dasarnya, Anda dapat mencapai Tuhan di dalam hati Anda - tetapi hanya jika Anda memiliki Niya (Niat) yang murni dan pemahaman tentang Al-Qur'an dan Sunnah dan di atas semua itu tujuan sebenarnya dari Islam, yaitu untuk membebaskan kita.

Ini bukan sesuatu yang dapat dengan mudah dijelaskan melalui internet. Bahkan cendekiawan terpelajar, yang menghabiskan hidup mereka mempelajari Islam, tahu bahwa masalah itu rumit. Mereka yang memberikan jawaban cepat dan mudah adalah mereka yang tidak tahu. Orang-orang dibunuh selama berabad-abad untuk mengetahui hal ini. Karena para pemimpin dan penguasa tidak ingin orang biasa tahu bahwa mereka dapat berpikir sendiri atau menemukan kebenaran dengan mencari ke dalam. Sebaliknya, para pemimpin dan ulama hanya menuntut kepatuhan yang tunduk pada tuntutan mereka. Ajaran apa pun yang melemahkan ketaatan hanya akan melemahkan kekuatan dan pengaruh yang maha kuasa, itulah sebabnya kebenaran ini dipendam dan disembunyikan begitu lama.

“Aku telah hafal dari Rasulullah dua macam ilmu, pertama ialah ilmu yang aku dianjurkan untuk menyebarluaskan kepada sekalian manusia yaitu Ilmu Syariat. 

Dan yang kedua ialah ilmu yang aku tidak diperintahkan untuk menyebarluaskan kepada manusia yaitu Ilmu yang seperti “Hai’atil Maknun”. 

Maka apabila ilmu ini aku sebarluaskan niscaya engkau sekalian memotong leherku (engkau menghalalkan darahku). (HR. Thabrani)

Simbol Angka Tigabelas


Angka 13 itu memiliki unsur 3 di dalamnya yang merupakan simbol yang bermakna OM, Allah, Tuhan, Alpha dan Omega..

Angka 3 ini juga jika di miringkan membentuk seperti Trisula Shiva atau juga seperti simbol Allah dalam tulisan Arab, yang sebenarnya itu memiliki makna Tiga Jalur Energi Utama dalam tubuh manusia..

Perhatikan hal ini mencari Allah tidak perlu ke mana - mana semua itu ada ditubuhmu. Penjelasannya begini: ada tiga buah jalur, ida, pinggala, sushumna bentuknya seperti trisula engkau dapat melihat itu pada tulisan Allah yang ditulis menggunakan tulisan arab. Alif di sebelah lam pertama menandakan jalur pinggala atau jalur panas atau jalur matahari lam, yang kedua bersanding dengan Huruf Ha menandakan jalur dingin atau jalur ida atau jalur bulan yin dan yang bersatu menimbulkan batas tengah atau sushumna. Itulah Allah yang tertulis di tubuh manusia sebagai jalur mengalirnya ruh atau energy kundalini, jadi kini engkau memahami apa itu Allah.

Alif pertama unsurnya api, Lam pertama unsurnya angin, Lam kedua unsurnya air, Ha unsurnya tanah, 4 unsur bersatu bangkitlah ruh atau kundalini. Allah itu tidak ghaib bagi yang tahu, bagi yang tidak tahu Allah itu ghaib. Allah itu sistem jalur energy kundalini atau energy ruh atau energy atomik di tubuh manusia, yang disebut ruh karena jaman dulu manusia tidak bisa menjelaskan secara fisika tapi jaman sekarang sudah bisa dijelaskan, orang jaman dulu menganggap Allah itu Tuhan yang tidak ada penjelasan, padahal ada penjelasannya. Hukumnya: selama masih bisa ditulis dan diucapkan maka ada penjelasannya dan bisa dijelaskan dan boleh dipelajari.

Jadi Angka 13 itu berati Penyatuan. 1 nya berati Tuhan, 3 nya berarti jalur Tulang Belakang. Jadi Penyatuan dengan Tuhan di kepala yang naik melalui 3 Jalur Utama Tulang Belakang.