Bismillaahirrahmaanirrahiim,
Saudaraku yang senantiasa dirahmati Allah Swt dan selalu dirindukan oleh Rasulullah saw, kali ini izinkan saya untuk berbagi tulisan bertajuk “Setetes Rahasia Huruf Alif dalam Sudut Pandang Ilmu Gematria”.
Untuk itu, sebelum kita melanjutkan kajian kita, maka saya akan terlebih dulu memberikan beberapa catatan kecil sebelum kita memulai kajian ini...
1. Tulisan ini sangatlah panjang, maka bacalah dengan perlahan dan jika perlu disave terlebih dulu dan dibaca kemudian ketika sudah memiliki waktu luang.
2. Silahkan untuk percaya ataupun tidak percaya dengan isi tulisan ini, karena posisi saya hanyalah sebatas menyampaikan kajian.
3. Tulisan ini disarikan dari berbagai sumber baik sumber referensi ilmiah ataupun sumber referensi spiritual seperti diskusi lahiriah dan diskusi batiniah.
4. Beberapa dari isi tulisan ini mungkin masih mengandung kesalahan dan kekeliruan sehingga masih perlu diperbaiki.
Jika Anda setuju dengan beberapa catatan kecil di atas mari kita lanjutkan, dan jika Anda tidak setuju maka disarankan untuk berhenti sampai disini...
Bismillah...
Mari kita mulai,
ALIF berasal dari huruf ALEP yg merupakan huruf pertama dari alfabet Proto-Kanaan, yang kemudian diturunkan ke dalam alfabet Semitik menjadi alfabet Fenisia “ALEPH”, alfabet Suryani “ALAPH”, alfabet Ibrani “ALEF”, alfabet Arab “ALIF” dan alfabet Yunani “ALPHA”.
Dalam bentuk “Aksara Tulis”, maka huruf ALIF ditulis “ا” dalam alfabet Arab dan ditulis “א“ dalam alfabet Ibrani, dan memiliki nilai gematria “1”.
Sedangkan dalam bentuk “Aksara Eja” maka huruf ALIF akan dieja sebagai “A-LA-FA” yg memiliki nilai gematria “111”.
A —> Alif = 1.
LA —> Lam = 30.
FA —> Fa = 80.
A-LA-FA = 1+30+80 = 111.
Inilah alasannya mengapa huruf ALIF selain merupakan simbol “TUNGGAL” sekaligus merupakan simbol “MANUNGGAL” atau simbol “kesatuan” yang disebut dalam kearifan lokal Nusantara sebagai “TRI TUNGGAL” yakni “Tiga yang Manunggal menjadi Satu”.
Karena sebagai aksara Tulis, ALIF memiliki nilai gematria “1” sedangkan sebagai aksara Eja, ALIF memiliki nilai gematria “111”.
1 —> 111 ( ALIF —> A-LA-FA ).
Dari “satu” menjadi “tiga”.
Dari “satu” Aksara Tulis “ALIF” kemudian diucapkan menjadi “tiga” Aksara Eja: ALIF Fathah - ALIF Kasrah - ALIF Dhamah dan dibaca “A - I - U” yg dimaknai sbb:
- Dari mengenal vokal “A”, kemudian mengenal vokal “I”, dan akhirnya mengenal vokal “U”.
- Dari “larah” kemudian menjadi “lirih” dan akhirnya menjadi “luruh”.
- Dari “asah” kemudian menjadi “asih” dan akhirnya menjadi “asuh”.
- Dari “mananggal” kemudian menjadi “maninggal” dan akhirnya menjadi “manunggal”.
- Dari “menanggalkan” kemudian menjadi “meninggalkan” dan akhirnya menjadi “menunggalkan”.
- Dari “penanggalan” (angka - kalender) kemudian menjadi “peninggalan” (tulisan - prasasti) dan akhirnya menjadi “penunggalan” (relief - candi).
Dan secara fonetik alfabet Arab:
- A = Alif.
- I = Ya.
- U = Waw.
A - I - U = Alif-Ya-Waw (dibaca: “AYWA”).
Dan “AYWA” dalam khazanah Bahasa Nusantara yg telah hilang dan punah, artinya adalah “KEINDAHAN”.
Dan kata “AYWA” ini kemudian dijadikan sebagai salam keseharian sebagai “RAH-AYWA” yg kemudian mengalami transliterasi menjadi “RAH-AYU” (dibaca: RAHAYU).
- RAH = GERAK.
- AYWA = KEINDAHAN.
Salam RAH-AYWA -> Salam RAH-AYU -> Salam RAHAYU -> Salam GERAK KEINDAHAN.
Dan “RAH-AYWA” yang bermakna “GERAK KEINDAHAN” ini merupakan gambaran tiga jenis gerakan ibadahnya para malaikat di langit.
Diriwayatkan oleh Ibnu Asakir bahwa Dzulqarnain bertanya kepada sahabatnya dari golongan malaikat yang selalu mendatanginya yg bernama Rafael.
Dzulqarnain bertanya, “Tolong ceritakan kepadaku bagaimana Anda beribadah di langit”. Sang Malaikat yg bernama Rafael menangis dan berkata, “Apa Anda ingin membandingkan ibadah Anda dengan ibadah kami di langit? Aku beritahu sesungguhnya di langit ada malaikat yang hanya BERDIRI saja tidak pernah duduk, dan ada malaikat yang hanya SUJUD saja tidak pernah bangun dari sujudnya, dan ada pula malaikat yang hanya RUKUK saja tidak pernah bangun dari rukuknya sambil berkata “Tuhan kami, kami tidak pernah beribadah kepadamu dengan sebenar-benarnya ibadah”.
Jadi “RAH-AYWA” yang bermakna “GERAK KEINDAHAN” sejatinya menggambarkan tiga jenis gerakan ibadahnya para malaikat di langit yakni gerakan: BERDIRI - RUKUK - SUJUD.
- BERDIRI adalah perlambang gerak TEGAK yang mencirikan sifat KERAS yg kemudian menjadi simbol gerak dari huruf ALIF.
- SUJUD adalah perlambang gerak LENTUR yang mencirikan sifat LUNAK yg kemudian menjadi simbol gerak dari huruf WAW.
- Sedangkan RUKUK adalah perlambang gerak SETENGAH TEGAK dan SETENGAH LENTUR yang mencirikan sifat KERAS sekaligus LUNAK yg kemudian menjadi simbol gerak dari huruf YA.
Nah harmoni dari ketiga GERAKAN ibadah para malaikat inilah (BERDIRI - RUKUK - SUJUD) yg kemudian disebut sebagai GERAK “ALIF-YA-WAW” yang diakronim menjadi GERAK “AYWA” yg bermakna “GERAK KEINDAHAN” dimana kata “AYWA” sendiri yg merupakan akronim dari “ALIF-YA-WAW” memiliki nilai gematria “17”.
- ALIF = 1.
- YA = 10.
- WAW = 6.
ALIF-YA-WAW (dibaca: “AYWA”) = 1+10+6 = 17.
Dan nilai gematria “17” dari kata “AYWA” yg bermakna “GERAK KEINDAHAN” yg menggambarkan tiga gerakan ibadah para malaikat di langit yakni “BERDIRI-RUKUK-SUJUD” kemudian disempurnakan Allah Swt menjadi perintah “17 RAKAAT SHALAT 5 WAKTU” yg diturunkan kepada Rasulullah saw dan umatnya. Dan jika kita menghitung dengan teliti jumlah gerakan yg dilakukan dalam SHALAT 5 WAKTU yg totalnya berjumlah 17 Rakaat adalah sbb :
Jumlah Gerakan Rakaat Shalat tanpa Tasyahud Awal/Tasyahud Akhir:
(1) berdiri -> (2) rukuk -> (3) berdiri i’tidak -> (4) sujud -> (5) duduk antara dua sujud -> (6) sujud. (Total : 6 Gerakan). Dan Jumlah Gerakan Rakaat Shalat dengan Tasyahud Awal/Tasyahud Akhir: (1) berdiri -> (2) rukuk -> (3) berdiri i’tidak -> (4) sujud -> (5) duduk antara dua sujud -> (6) sujud -> (7) duduk tasyahud. (Total : 7 Gerakan).
Maka dengan demikian:
- Shalat SHUBUH (Rakaat 1: 6 gerakan, Rakaat 2: 7 gerakan, Total: 13 gerakan).
- Shalat DZUHUR (Rakaat 1: 6 gerakan, Rakaat 2: 7 gerakan, Rakaat 3: 6 gerakan, Rakaat 4: 7 gerakan. Total: 26 gerakan).
- Shalat ASHAR (Rakaat 1: 6 gerakan, Rakaat 2: 7 gerakan, Rakaat 3: 6 gerakan, Rakaat 4: 7 gerakan. Total: 26 gerakan).
- Shalat MAGHRIB (Rakaat 1: 6 gerakan, Rakaat 2: 7 gerakan, Rakaat 3: 7 gerakan, Total: 20 gerakan).
- Shalat ISYA (Rakaat 1: 6 gerakan, Rakaat 2: 7 gerakan, Rakaat 3: 6 gerakan, Rakaat 4: 7 gerakan. Total: 26 gerakan).
Sehingga :
- SHUBUH = 13 gerakan.
- DZUHUR = 26 gerakan.
- ASHAR = 26 gerakan.
- MAGHRIB = 20 gerakan.
- ISYA = 26 gerakan.
SHALAT 5 WAKTU = 13+26+26+20+26 = 111 Gerakan.
Atau dengan kata lain:
17 Rakaat = 111 Gerakan.
Dari sini kita mendapatkan sebuah kode bilangan :
“17 —> 111”.
Dan kode bilangan ini ternyata terekam dalam Al-Quran sebagai Surat AL-ISRA yakni Surat ke-17 yg memiliki jumlah ayat 111 ayat.
17 (nomor surat) —> 111 (jumlah ayat).
17 —> nilai gematria dari kata “AYWA” sebagai perlambang “TIGA GERAK” Ibadah Para Malaikat yakni “BERDIRI-RUKUK-SUJUD” yg kemudian menjadi perlambang dari “TIGA GERAK KEINDAHAN” yakni “Tegak, Lentur dan Tegak sekaligus Lentur”.
111 —> nilai gematria dari kata “A-LA-FA” yg merupakan Aksara Eja dari huruf ALIF.
Sehingga kode bilangan “17 -> 111” atau “111 -> 17” adalah siloka dari “Tiga Gerakan yang Manunggal menjadi Satu” yg kemudian disiloka menjadi “TRI TUNGGAL” yakni “Tiga yang Manunggal menjadi Satu” yg dalam kearifan lokal Sunda disebut sebagai “TRI TANGTU”.
“TRI TUNGGAL” —> Tiga Gerakan “AYWA” (ALIF-YA-WAW).
- ALIF : perlambang dari Gerakan Vertikal (Gerak Berdiri) sebagai siloka Hubungan antara Manusia dan Tuhannya, yg dalam Ajaran Islam disebut sebagai “Hablum minallah” dan dalam kearifan lokal Nusantara disebut sebagai “Hamemayu Hayuning Diri”.
- YA : perlambang dari Gerakan Horizontal (Gerak Rukuk) sebagai siloka Hubungan antara Manusia dan Sesama Manusia, yg dalam Ajaran Islam disebut sebagai “Hablum minannaas” dan dalam kearifan lokal Nusantara disebut sebagai “Hamemayu Hayuning Sasama”.
- WAW : perlambang dari Gerakan Diagonal (Gerak Sujud) sebagai siloka Hubungan antara Manusia dan Seluruh Makhluk di Alam Semesta, yg dalam Ajaran Islam disebut sebagai “Hablum minal makhluqi fil ‘aalamiin” dan dalam kearifan lokal Nusantara disebut sebagai “Hamemayu Hayuning Bhawana”.
Dari “satu” menjadi “tiga”.
Dari “1” menjadi “111”.
Dari “tunggal” menjadi “manunggal”.
Dari “AHAD” menjadi “WAAHID”.
Dari asal yang “satu” kemudian “manunggal” di dalam seluruh makhluk ciptaan.
Sebagaimana disebutkan dalam Shuhuf Nabi Ibrahim as Sepher Yetzirah 2.5 tentang huruf ALEF / ALEPH,
“Tuhan Yahweh menunjukkan cara kombinasi huruf, masing-masing dengan masing-masing, ALEF (ALEPH) dengan semua, dan semua bersama ALEF (ALEPH).”
Shuhuf Nabi Ibrahim as (Sepher Yetzirah) menyebutkan bahwa Huruf ALEF / ALEPH / ALIF manunggal dalam semua huruf atau dengan kata lain semua huruf tercipta dari Huruf ALEF / ALEPH / ALIF.
Sementara dalam konteks penciptaan makjluk, terciptanya semua huruf berasal dari Huruf ALEF / ALEPH / ALIF ini sama halnya dengan terciptanya semua makhluk berasal dari unsur AIR sebagaimana disebutkan di dalam Al-Quran.
“... dan Kami jadikan segala sesuatu yang hidup berasal dari AIR.” (QS. Al-Anbiya 21 : 30)
Dan dalam sudut pandang gematria, baik huruf ALEF / ALEPH / ALIF ataupun unsur AIR keduanya sama-sama memiliki nilai gematria “111”.
- ALIF = A-LA-FA = Alif-Lam-Fa = 1+30+80 = 111.
- AIR = MAA’I = Mim-Alif-Ain = 40+70+1 = 111.
Huruf ALIF, selain berperan sebagai “Aksara Tulis” yg memiliki nilai gematria “1” dan “Aksara Eja” yg memiliki nilai gematria “111”, ternyata juga berperan sebagai “Aksara Suara” yg ketika huruf “ALIF” disuarakan maka ia akan terdengar sebagai “ALIIF” yg jika ditransformasi ke dalam “Aksara Tulis” maka ia akan menjadi "اليف" yg terbentuk dari huruf “alif-lam-ya-fa” yg memiliki nilai gematria “121”.
Dan 121 adalah kuadrat dari bilangan “11” atau “11 x 11”.
Dan bilangan “11” adalah nilai gematria dari kata “AHABA” (Alef-Chet-Beth) yg dalam Bahasa Ibrani bermakna “CINTA” yg kemudian dalam Bahasa Arab menjadi kata dasar dari kata “MAHABBAH”.
Dalam hadits disebutkan, “Allah mencintai yang GANJIL”. (HR. Bukhari No. 6410, Muslim No. 2677) Dan jika kita menjumlahkan kuadrat dari masing-masing bilangan ganjil dari bilangan 1 sampai bilangan 11 maka akan didapat :
(1x1) + (3x3) + (5x5) + (7x7) + (9x9) + (11x11) = 1+9+25+49+81+121 = 286.
Dan bilangan “286” merupakan jumlah ayat dari Surat ke-2 dalam Al-Quran yakni Surat AL-BAQARAH yg bermakna “SAPI BETINA” atau “LEMBU BETINA” atau “BANTENG BETINA”.
Dan dalam buku “Sejarah Kawitane Wong Jawa Lan Wong Kanung” yg oleh Prof. Slamet Mulyana disebut “Buku Kanung” disebutkan bahwa nama Pulau Jawa berasal dari kata “JAWI” yg berarti “SAPI BETINA” atau “BANTENG BETINA” yg kemudian dikenal sebagai “LEMBU NANDI” atau “LEMBU ANDINI”.
Dan dalam Bahasa Semit, kata ALEF (dalam Bahasa Arab disebut “ALIF”) artinya adalah “SAPI” atau “LEMBU” dan bentuk piktograf huruf ALEF dalam Bahasa Ibrani diturunkan dari piktograf Proto Sinaitik berdasarkan huruf hieroglif Mesir yg berbentuk “KEPALA SAPI”.
Dan kata “JAWI” yg berarti “SAPI BETINA” atau “BANTENG BETINA” dalam kaidah original gematria memiliki nilai gematria:
- JA = Jim = 3.
- WI = Waw = 6.
JAWI = Jim-Waw = 3-6 (dibaca “36”).
Ada apa dengan bilangan “36”?
Ternyata bilangan “36” adalah jumlah bilangan ganjil dari 1 sampai dengan bilangan 11 berturut-turut yakni:
1+3+5+7+9+11 =36.
Dan bilangan “36” adalah nilai original gematria dari kata “JIWA” dan juga merupakan nilai ordinal gematria dari kata “LAVA” (Lamed-Vav) dalam Bahasa Ibrani yg kemudian mengalami transliterasi ke dalam Bahasa Inggris sebagai “LOVE” yg bermakna “CINTA” dan ke dalam Bahasa Arab sebagai “LUBB” yg bermakna “rasa rindu yg paling terdalam yg berasal dari Hati (Qalbu)” dan ke dalam Bahasa Nusantara menjadi “LAWU” atau “LUWU” yg maknanya seluruhnya berkaitan erat dengan Hati (Qalbu).
Dan ini pula sebabnya mengapa dalam Hadits Rasulullah saw, Surat Yasin yakni surat ke-36 dalam Al-Quran disebut sebagai “Qalbu Qur’an” atau “Jantungnya Quran”.
“Sesungguhnya segala sesuatu memiliki QALBU, dan QALBU QUR’AN adalah YASIN”. (HR. At-Tirmidzi No. 2812)
Lalu ada apa dengan JAWI, JIWA, LAVA, LOVE, LUBB, LAWU, LUWU dan QALBU (Jantung) ...?
Jawabnya ternyata ada dalam Shuhuf Nabi Ibrahim (Sepher Yetzirah).
Dalam Sepher Yetzirah 3.5 disebutkan,
“Tuhan Yahweh menyebabkan huruf ALEF (ALEPH) menjadi Raja atas NAFAS, yakni UDARA yg dibentuk di alam semesta, dan kemudian menyegelnya di dalam DADA”.
Jadi Shuhuf Nabi Ibrahim as menegaskan bahwa Huruf ALEF / ALEPH / ALIF disegel Allah Swt di dalam DADA sebagai NAFAS.
Pertanyaannya:
“Ada apa dengan DADA?”
Ternyata jawabnya ada dalam hadits qudsi berikut ini,
“Aku jadikan pada tubuh anak Adam itu QASHRUN (istana), di situ ada SHADRUN (DADA), di dalam dada itu ada QALBU (JANTUNG), di dalamnya ada FU’AD, di dalamnya ada SYAGHAF (kerinduan), didalamnya ada LUBB (kerinduan yg mendalam), dan di dalamnya ada SIRR (rahasia), sedangkan di dalam sirr ada ANA (Tuhan)”
Ternyata menurut hadits qudsi ditegaskan bahwa di dalam SHADR (DADA) ternyata ada QALBU (JANTUNG) dan di dalam QALBU (JANTUNG) yg paling terdalam ternyata ada ALLAH.
Dan hal ini sesuai dengan apa yg disampaikan Allah Swt kepada Nabi Daud as:
"Wahai Daud! Kosongkan untuk-Ku sebuah rumah, agar Aku bisa tinggal di dalamnya!"
Mendengar perintah tersebut Nabi Daud as tidak mengerti dan lantas bertanya,
"Bagaimana caranya wahai Tuhanku?"
Lantas Allah berfirman,
"Kosongkan QALBUMU hanya untuk-Ku!"
Ketika saya memberikan Private Class Training Pengenalan Jati Diri, ada seorang peserta yg bertanya kepada saya,
“Lalu secara anatomi tubuh manusia, kira-kira apa yang dimaksud sebagai QALBU? Hati (Lever) ataukah Jantung (Kardia)?”
Dan saya (Yeddi) menjawab,
Secara lughawiyah, QALBU memiliki arti asli yaitu JANTUNG. Arabic Wikipedia mendefinisikan QALBU sebagai organ JANTUNG:
"QALBU adalah organ tubuh yang banyak mengandung otot dan berongga yang mendorong darah di dalam sistem sirkulasi dengan cara seperti pompa."
Dan ini sejalan dengan Hadits yg menyebutkan bahwa ketika JANTUNG kita sehat, maka seluruh tubuh kita pun akan sehat dan bebas dari berbagai penyakit. Namun sebaliknya, jika JANTUNG kita biarkan kotor, maka darah yg mengalir ke seluruh tubuh pun akan menjadi darah yang kotor dan menjadi biang penyakit.
"Ketahuilah bahwa dalam diri ini terdapat segumpal daging, jika dia baik maka baiklah seluruh tubuh ini dan jika dia buruk, maka buruklah seluruh tubuh; ketahuilah bahwa dia adalah QALBU“. (HR. Bukhari No. 52 dan Muslim No. 1599)
Memang kebanyakan orang Indonesia mengartikan QALBU sebagai HATI, dan itu keliru karena HATI dalam bahasa arabnya adalah KIBDUN atau KIBDAH atau KABID. Kalau JANTUNG letaknya di tengah dada sebelah kiri, sedangkan HATI letaknya di dada kanan sebelah bawah. Oleh sebab itu mulai sekarang jangan lagi mengartikan QALBU sebagai HATI, karena QALBU adalah JANTUNG.
Kemudian pertanyaan selanjutnya adalah,
“Mengapa Shuhuf Nabi Ibrahim as menyebutkan bahwa Huruf ALEF / ALEPH / ALIF disegel di DADA?” Nah izinkan saya menjawabnya dengan kaidah Ilmu Gematria.
Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah saw bersabda “Sesungguhnya Allah mempunyai 99 nama, yaitu 100 kurang 1. Siapa yg menghafalnya akan masuk syurga.” (Sahih Bukhari) Dan dalam Private Class Training Pengenalan Jati Diri, saya menyampaikan bahwa dalam sudut pandang Ilmu Gematria maka penjabaran hadits di atas adalah sebagai berikut,
“100 kurang 1”
👉 100 = nilai gematria dari huruf “QAF”.
👉 1 = nilai gematria dari huruf “ALIF”.
Dan dalam kaidah Gematria, maka kalimat “100 kurang 1” dimaknai sbb:
100 = Qaf.
1 = Alif.
100 - 1 = Alif + Qaf (dibaca: “AQU” —> transliterasi menjadi “AKU”).
100 + 1 = Qaf + Alif (dibaca: “QAA” —> transliterasi menjadi “KO”).
Seorang peserta private class training yg dalam dua kali pertemuan training duduk di bagian paling belakang dengan penuh adab bertanya kepada saya,
“Maaf beribu maaf yg bodoh ini izin untuk bertanya. Kita tahu bahwa 99 nama Allah seluruhnya berbahasa Arab, lantas mengapa yg 1 nama khusus yg Allah rahasiakan itu justru berbahasa Indonesia? Karena yg saya dapat dan saya pahami sampai saat ini bahwa Bahasa Arab dari kata “AQU” (dibaca “AKU”) adalah “ANA” ( انا ).”
Dan dalam kaidah gematria, kata “ANA” ( انا ) memiliki nilai gematria sbb,
- Alif = 1.
- Nun = 50.
- Alif = 1.
“ANA” ( انا )
= 1 +50+1 = 52.
Dan jauh berbeda dengan kata “AQU” (dibaca: “AKU”) yg memiliki nilai gematria sbb,
- Alif = 1.
- Qaf = 100.
“Sehingga jika kita pakai kaidah gematria maka akan didapat angka 100-1 hasilnya adalah “99”. Jauh berbeda nilai gematrianya dengan kata “ANA” ( انا ) yg memiliki nilai gematria “52”. Mohon pencerahan agar saya yg bodoh ini gak tersesat. Mohon maaf kalau pola berpikir saya salah.”
Dan Saya menjawab pertanyaan sbb,
Dalam sebuah riwayat hadits disebutkan bahwa Rasulullah saw pernah berkata, “Ana AHMAD bila MIM”. Dan Rasulullah saw juga pernah berkata, “Ana ‘ARABI bila AIN”.
Nah dalam kaidah Ilmu Gematria maka kedua perkataan Rasulullah saw di atas akan dapat dijabarkan sbb:
👉 Kata “AHMAD” ( احمد ) adalah kata yg terbentuk dari rangkaian huruf “Alif-Ha-Mim-Dal” yg memiliki nilai gematria sbb:
- Alif = 1.
- Ha = 8.
- Mim = 40.
- Dal = 4.
“AHMAD” ( احمد )
= 1+8+40+4 = 53.
Dan ketika Rasulullah saw mengatakan,“Ana AHMAD bila MIM” Maka kata “AHMAD” ( احمد ) yg terbentuk dari rangkaian huruf “Alif-Ha-Mim-Dal” akan menjadi rangkaian huruf “Alif-Ha-Dal” yg akan dibaca sebagai “AHAD” yg memiliki nilai gematria “13”.
👉 Jadi yg dimaksud dengan kalimat “AHMAD bila MIM” maknanya merujuk kepada kata “AHAD” yg dalam QS. Al-Ikhlas ayat 1 disebutkan “Qul Huwa Allahu AHAD” yg berarti “Katakaanlah bahwa Allah itu AHAD”.
👉 Dan demikian pula halnya dengan Kata “‘ARAB” ( عرب ) adalah kata yg terbentuk dari rangkaian huruf “Ain-Ra-Ba” yg memiliki nilai gematria sbb:
- Ain = 70.
- Ra = 200.
- Ba = 2.
“‘ARAB” ( عرب )
= 70+200+2 = 272.
Dan ketika Rasulullah saw mengatakan,“Ana ‘ARAB bila AIN” Maka kata “‘ARAB” ( عرب ) yg terbentuk dari rangkaian huruf “Ain-Ra-Ba” akan menjadi rangkaian huruf “Ra-Ba” yg akan dibaca sebagai “RABB”.
👉 Jadi yg dimaksud dengan kalimat “ARAB bila AIN” maknanya merujuk kepada kata “RABB” yg bermakna “Tuhan”. Maka demikian pula halnya dengan kalimat “100 kurang 1” yg berasal dari redaksi hadits “Sesungguhnya Allah mempunyai 99 nama, yaitu 100 kurang 1.”
100 = Qaf.
1 = Alif.
100-1 = “QAF bila ALIF”.
Lalu apa yg dimaksud dengan kalimat “QAF bila ALIF” ...? Sang Guru menjelaskan bahwa,
👉 QAF maknanya merujuk kepada “QALBU” yg berarti “JANTUNG”.
👉 Sedangkan ALIF disini maknanya merujuk kepada “ANA” yg merujuk kepada “Sang AKU” yg berada dalam entitas jiwa manusia yg dalam Bahasa Sunda disebut “AING” dan dalam Bahasa Yunani disebut “EGO” dan dalam Bahasa Sansekerta disebut “AHAMKARA”.
Tolong Bedakan dengan kata “ANA” ( أَنَا ) yg dalam Al-Quran merujuk kepada Allah Swt.
إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا أَنَا ( QS. Thaha 20 : 14 )
( إِنَّنِي ) Sesungguhnya Aku ANA ( أَنَا )
Allah ( اللَّهُ ) Tidak ada Tuhan ( لَا إِلَٰهَ )
Kecuali ANA ( إِلَّا أَنَا ).
Lalu bedanya “ANA” yg merujuk kepada manusia dan “ANA” yg merujuk kepada Allah swt itu dimana?
Jawab:
“ANA” yg merujuk kepada manusia ditulis “ انا “ (alif-nun-alif), memiliki nilai gematria “52” dan dalam Bahasa Sunda dikenal sebagai “AING” dan dalam Bahasa Yunani dikenal sebagai “EGO” dan dalam Bahasa Sansekerta dikenal sebagai “AHAMKARA”.
Sedangkan “ANA” yg merujuk kepada Allah swt ditulis “ أَنَا “ (hamzah-alif-nun-alif), memiliki nilai gematria 53 dan maknanya merujuk kepada أَنَا اللَّهُ. Jadi yg dimaksud dengan kalimat “100 kurang 1” atau dalam bahasa gematria adalah “QAF bila ALIF” maknanya adalah “QALBU tanpa ANA” yakni “JANTUNG yg di dalamnya tidak terdapat ANA milik manusia yg disebut sbg AING atau EGO atau AHAMKARA”.
Dan ketika kembali kepada pertanyaan “Lalu apa itu Nama Tuhan yg ke-100?” Jawabnya adalah “ANA” yg ditulis “ أَنَا “ (hamzah-alif-nun-alif) yg memiliki nilai gematria 53, yg harus diikat kuat di dalam QALBU kita sebanyak 9 kali lewat Tasyahud Awal dan Tasyahud Akhir dalam shalat 5 waktu sehari semalam yg berjumlah 17 Rakaat.
Dalam hadits disebutkan, Dari Ibn Umar ra, beliau berkata, “Bahwa apabila Rasulullah saw duduk tasyahud, beliau meletakkan tangan kirinya diatas lutut kirinya dan meletakkan tangan kanannya diatas lutut kanannya, dan beliau LINGKARKAN jarinya sehingga membentuk angka LIMA PULUH TIGA, lalu beliau memberi isyarat dengan jari telunjuk.” (HR. Muslim No. 912)
Dalam riwayat yg lain disebutkan dengan redaksi kalimat “Mengikat LIMA PULUH TIGA” yg bermakna “Mengikat ANA “ أَنَا “ (hamzah-alif-nun-alif) yang merujuk kepada أَنَا اللَّهُ di dalam QALBU (JANTUNG) kita”. Dan Allah swt berfirman dalam hadits qudsi “Arasy-Ku dan Kursi-Ku dan Langit-Langit-Ku tidak ada yang mampu memuat ANA ( أَنَا ). Hanya QALBU (JANTUNG) hamba-Ku yang mampu memuat ANA ( أَنَا )”. Jadi yang dimaksud oleh Shuhuf Nabi Ibrahim as (Sepher Yetzirah) dengan kalimat “Tuhan Yahweh menyegel Huruf ALEF / ALEPH / ALIF di dalam DADA” maknanya sama dengan apa yang disebutkan dalam Hadits Rasulullah saw sebagai “Mengikat LIMA PULUH TIGA”.
👉 Mengikat 53 = Mengikat ANA ( أَنَا ) di dalam QALBU (JANTUNG).
👉 Menyegel ALEF / ALEPH / ALIF di dalam DADA = Menyegel ANA ( أَنَا ) di dalam QALBU (JANTUNG).
Pertanyaan berikutnya, “Mengikat atau Menyegelnya dengan apa?”
Jawab:
Menyegelnya dengan kalimat TAUHID yakni LAA ILAAHA ILALLAH yg memiliki nilai gematria “165” sehingga : 165 - 53 = 112. Dan bilangan “112” adalah kode nomor surat ke-112 dalam Al-Quran yakni Surat AL-IKHLAS.
Jadi jawabnya adalah,
“Mengikat ANA ( أَنَا ) yg dalam QS. Thaha 20:14 ditegaskan dengan kalimat “أَنَا اللَّهُ” dengan cara “IKHLAS” yg bermakna “MENGOSONGKAN” atau “SUWUNG”. Pahami makna “IKHLAS” dari Surat AL-IKHLAS itu sendiri. Surat ini dinamai dengan Surat AL-IKHLAS namun kita tidak akan pernah menemukan satu pun kata “IKHLAS” di dalam surat tersebut. Sehingga pelajaran yg diperoleh adalah bahwa yg dimaksud “IKHLAS” adalah “MENGOSONGKAN”.
Jadi, jika kita ingin mengikat atau menyegel
ANA ( أَنَا ) di dalam QALBU (JANTUNG) kita maka caranya adalah sebagaimana disampaikan Allah Swt kepada Nabi Daud as sbb, “Wahai Daud! Kosongkan untuk-Ku sebuah rumah, agar Aku bisa tinggal di dalamnya! Dan Kosongkan QALBUMU hanya untuk-Ku!" Ibrahim Haqqi menambahkan, "QALBU adalah Rumah Allah, maka bersihkanlah atau kosongkanlah QALBU dari selain Allah agar Sang ANA ( أَنَا ) bisa bersemayam di Bait-Nya yang ada di dalam QALBU.” Dan Rasulullah saw juga bersabda, "QALBU (JANTUNG) itu lebih utama daripada KA’BAH dan JANNAH (SURGA).” Mengapa Rasulullah saw mengatakan bahwa BAITULLAH di dalam QALBU lebih utama daripada KA’BAH dan JANNAH (SURGA)?
Jawabnya Karena KA’BAH dibangun karena tujuannya adalah sebagai BAITUL HARAM (Rumah Suci) yang dithawafi oleh banyak orang, sedangkan QALBU adalah dibangun dengan cara mengosongkannya dari selain Allah tujuannya adalah sebagai BAITULLAH (Rumah Allah) yang dithawafi oleh diri kita sendiri.
Di KA’BAH terdapat HAJAR ASWADH dalam Bahasa Arab atau HAGAR ASVAD dalam bahasa ibrani yg berarti “BATU HITAM” sedangkan pada QALBU (JANTUNG) terdapat HAJAR ABYADH dalam Bahasa Arab atau HAGAR ABYAD dalam Bahasa Ibrani yg berarti “BATU PUTIH” dengan SIRR sebagai pusat keinginannya. Dan kata “ABYAD” dalam Bahasa Ibrani memiliki nilai gematria sbb:
ABYAD = Aleph-Beth-Yod-Dalet.
Aleph = 1.
Berh = 2.
Yod = 10.
Dalet = 4.
ABYAD = Aleph-Beth-Yod-Dalet = 1+2+10+4 = 17.
Dan kata “ABYAD” diartikan sebagai “PUTIH” dalam Bahasa Indonesia yg jika ditulis dalam Aksara Arab Jawi adalah “فوطايه” yg dibaca “PUTIH” dan memiliki nilai gematria sbb:
PUTIH = Fa-Waw-Tha-Alif-Ya-Ha’
Fa = 80.
Waw = 6.
Tha = 9.
Alif = 1.
Ya = 10.
Ha’ = 5.
PUTIH = Fa-Waw-Tha-Alif-Ya-Ha’ = 80+6+9+1+10+5 = 111.
Lagi-lagi kita dipertemukan dengan kode bilangan “17 —> 111”.
17: A - I - U (Aywa) -> 111: A-La-Fa (Alif).
17: Jumlah Rakaat -> 111: Jumlah Gerakan Shalatnya.
17: Nomor Surat -> 111: Jumlah Ayatnya.
17: Abyad -> 111: Artinya (yaitu “PUTIH”).
Jadi nilai gematria “17” ini sama dengan nilai gematria dari kata “AYWA” yg berkaitan dengan “Tiga Gerak Keindahan” dari gerak ibadah para malaikat di langit yakni “Berdiri-Rukuk-Sujud” yg kemudian disempurnakan dan diabadikan menjadi Perintah “Shalat 5 Waktu 17 Rakaat”.
Jadi Ternyata Ibadah “Shalat 5 Waktu 17 Rakaat” itu justru akan membuat QALBU (JANTUNG) kita senantiasa tetap ABYAD (PUTIH).
Diriwayatkan dari Abu Said al-Khudry ra dari Rasulullah SAW, bahwa beliau saw bersabda : "QALBU (JANTUNG) itu ada empat. QALBU PUTIH SUSU (ABYAD) yang didalamnya ada PELITA yang memancarkan Cahaya, itulah Qalbu orang beriman. Dan QALBU hitam terbalik, itulah Qalbu orang kafir. Dan QALBU yang tertutup yang terikat pada tutupnya, itulah Qalbu orang munafiq. Dan QALBU yang bermuka dua, di dalamnya ada Iman dan kemunafikan." Jadi kata Rasulullah saw bahwa QALBU yang ABYAD (QALBU yang PUTIH SUSU) adalah QALBU yang di dalamnya ada PELITA yang memancarkan CAHAYA. Dan PELITA dalam khazanah kearifan lokal Nusantara disebut sebagai “DIAN”, yang dalam Bahasa Arab disebut sebagai “DIIN” (Dal-Ya-Nun) dan dalam Bahasa Sansekerta disebut sebagai “DAYANA” yg berarti “MEDITASI” atau “DZIKIR”. Jadi cara untuk membuat DIAN (PELITA) di dalam QALBU itu menyala dan memancarkan cahaya maka caranya adalag dengan melaksanakan “Shalat 5 Waktu 17 Rakaat” sebagai TIANG DIIN dan “Meditasi” (“Dzikir”) sebagai TIANG DAYANA.
Dan Imam Ali bin Abi Thalib ra berkata, “Tidurnya QALBU adalah akibat kelalaiannya dari DZIKIR kepada Allah dan bangunnya QALBU berasal dari DZIKIR yang dilakukan”. Dan Mengapa Rasulullah saw mengatakan bahwa BAITULLAH di dalam QALBU lebih utama daripada KA’BAH di MEKAH dan JANNAH (SURGA)? Karena KA’BAH di MEKAH sejatinya hanyalah sebuah bangunan segi empat berbentuk KUBUS yang memiliki dimensi volume 11 x 11 x 11 satuan yakni sebesar 1.331 satuan yang jika dibaca dengan kaidah hukum sasandi ilmu gematria maka akan menjadi:
1331 = 13-31.
13 —> adalah nilai gematria dari kata “AHAD” yg bermakna “TUHAN itu SATU” dan berkaitan erat dengan TAUHID.
31 —> adalah nilai gematria dari huruf “LAM ALIF” yg dibaca sebagai “LAA” yg bermakna “PENIADAAN” atau “PENGOSONGAN”. Dan makna dari pembacaan hukum sasandi bilangan “13-31” sebagai hasil dari volume tiga dimensi KA’BAH 11x11x11 sejatinya adalah perlambang dari “QALBU yang ABYAD (PUTIH SUSU, nilai gematria 111)” yakni QALBU yang selalu bersih dengan TAUHID (AHAD, nilai gematria 13) dan QALBU yang selalu bersih dengan LAM ALIF (dibaca “LAA”, nilai gematria 31) yakni KOSONG dari segala hal selain Allah, KOSNG dari segala bentuk keraguan, kebimbangan dan taqlid).
Dan bilangan “1331” merupakan penjumlahan deret kuadrat dari masing-masing bilangan ganjil dari 1 sampai dengan 19.
1 = AHAD = nilai gematria “13”.
19 = WAAHID = nilai gematria “19”.
Jadi deret bilangan ganjil dari 1 sampai 19 merupakan perlambang transformasi dari AHAD menuju WAAHID atau dari TUNGGAL menuju MANUNGGAL.
Sehingga:
(1x1) + (3x3) + (5x5) + (7x7) + (9x9) + (11x11) + (13x13) + (15x15) + (17x17) + (19x19) = 1+9+25+49+81+121+169+225+289+361
= 1331.
Jika transformasi geometri dari deret bilangan di atas adalah bentuk “PIRAMIDA BERUNDAK SEPULUH” yang jika PIRAMIDA tersebut dipotong dua maka akan terbentuk dua buah PIRAMIDA BERUNDAK sbb:
Piramida berundak yg pertama:
(1x1) + (3x3) + (5x5) + (7x7) + (9x9) + (11x11) = 286.
Dan piramida berundak yg kedua:
(13x13) + (15x15) + (17x17) + (19x19) = 1.045.
Jika bentuk geometri piramida “286” adalah bangunan PIRAMIDA BERUNDAK di PULAU JAWA. Maka bentuk geometri piramida “1045” dengan ukuran panjang 11, lebar 11 dan tinggi 11 tanpa atap yang di dalamnya hanyalah berupa ruang kosong adalah bangunan KA’BAH di MEKAH.
Jika bilangan “286” dimaknai sebagai Surat AL-BAQARAH yg memiliki total jumlah ayat 286 ayat dan AL-BAQARAH bermakna “SAPI BETINA” atau “LEMBU BETINA” yang dalam khazanah kearifan lokal Nusantara merupakan arti dari asal mula nama Pulau JAWA yakni “JAWI” yg bermakna “SAPI BETINA” atau “LEMBU BETINA”.
Dan “JAWI” atau “JAWA” merujuk kepada “JIWA” sebagai pemaknaan bilangan “286” yg merupakan “BAITULLAH” di dalam QALBU sebagai PUSAT THAWAF dalam konteks MIKROKOSMOS.
Maka bilangan “1045” merujuk kepada besar sudut yg dibentuk oleh molekul AIR yakni H2O sebesar 104,5 derajat yg merujuk kepada “KA’BAH” yg berada di PUSAT AIR (Mata Air ZAMZAM) yg merupakan “BAITUL HARAM” di Alam Semesta (disebut “Hudallinnaas” dalam QS. Ali Imran 3 : 96) sebagai PUSAT THAWAF dalam konteks MAKROKOSMOS.
Dan bilangan “286” merupakan komplemen dari bilangan “1045” karena:
286 + 1.045 = 1.331.
Dan 1.331 = 11x11x11 (bentuk geometri dari KA’BAH).
Jika 286 = JAWI / JAWA (JIWA).
Maka 1.045 = MEKAH (AIR ZAMZAM).
Sehingga:
Pasangan “286 - 1045” adalah pasangan “JAWA - MEKAH yg disiloka sebagai “Kawruh JAWA MEKAH” dalam Jangka Prabu Jayabaya.
Jika 286 = JAWI / GOWI / GU / GAIA (TANAH).
Maka 1.045 = AIR.
Sehingga:
Pasangan “286 - 1045” adalah pasangan “TANAH - AIR” yg disiloka menjadi “TANAH AIR”.
Demikianlah kajian singkat saya tentang sedikit rahasia HURUF ALIF dalam sudut pandang ilmu gematria.
Wallahu ‘alam Bish Shawab.
Mohon maaf atas kesalahan karena Kesalahan semata-mata datangnya hanya dari diri saya pribadi dan Kebenaran datangnya semata-mata hanya dari Allah Swt Yang Maha Benar dan memiliki kebenaran yang tunggal dan bersifat mutlak.
Salam RAH-AYWA,
Jaya Jayanti Nusantaraku
NB:
Saya izinkan untuk membagikan tulisan ini dengan tetap menyebutkan sumber aslinya agar semakin banyak orang yang dapat mengambil manfaat dari tulisan ini dan menjadi amal jariyah ilmu yang pahalanya tdak ada habis-habisnya.