Kapitayan adalah kepercayaan yang dianut oleh masyarakat purba di Nusantara. Agama ini banyak terdapat di Jawa dan disebut dengan agama Jawa Kuno, agama leluhur, atau agama Jawi. Kapitayan adalah penganut monoteistik
Kapitayan dapat digambarkan sebagai ajaran yang memuja Tuhan Yang Maha Esa yang disebut Sanghyang Taya yang artinya tidak dapat digambarkan atau awang-uwung yang artinya ada tetapi tidak ada, tidak ada tetapi ada. Sanghyang Taya digambarkan sebagai pribadi dalam nama dan sifat ketuhanan yang disebut Tu atau To. yang berarti "kekuatan gaib atau supranatural". Tu atau To pada dasarnya berarti Tunggal yang juga berarti Sanghyang Tunggal
Kapitayan adalah Monotheistic (hanya mengenal satu tuhan) dan menyembah Tuhan Yang maha segalanya yang tidak dapat di dekati dengan panca indera dan pikiran
Berdasarkan legenda yang diketahui dari Toba (Batak Toba) sejarah lisan tertua yang diketahui adalah sekitar 77.000 tahun BP (Sebelum Sekarang). Beberapa nama yang dikenal di Kapitayan juga dikenal di Toba, contoh: Btara Guru. Ajaran kapitayan hanyalah tentang membuat hubungan langsung dengan Tuhan. Hubungan ini dilakukan tanpa melalui Messenger (Penyampai maksud) atau seseorang, siapa pun itu.
Kapitayan sedang mengajar manusia untuk memahami tubuhnya sendiri dan membuat hubungan melalui tubuhnya sendiri dengan Tuhan. Koneksi ini sebenarnya melekat pada seluruh tubuh manusia; perjalanan hidup manusialah yang membuat kita kehilangan pengetahuan untuk melakukan hubungan langsung ini
KAPITAYAN adalah agama yang sangat tua di Jawa. KEJAWEN / WIWITAN adalah jalan hidup atau - Pakem = Genggeman = Pegangan = Pedoman – bagi orang Jawa yang mengikuti Kapitayan. Saat ini, Kapitayan terpecah menjadi banyak sekte atau kepercayaan
Agama India berdasarkan agama Hindu dan agama tertua di Jawa adalah Kapitayan. Kapitayan bukan Hinduisme. Meskipun Hinduisme dan Kapitayan berbagi beberapa Dewa, Dewa & Dewi yang sama; dasar pemahamannya berbeda. Terutama tentang SEMAR; dia adalah Guru atau Pembimbing Spiritual tertinggi bagi orang Jawa
SEMAR turun untuk membimbing Pandawa. Pada satu titik sejarah Jawa, sosok ini diyakini hidup di Jawa sebagai manusia (harap dicatat; dalam kepercayaan Jawa – Hastinapura; Kerajaan Pandawa – terletak di Jawa kuno)
Pertarungan antara 3 bersaudara tentang siapa yang akan menggantikan posisi ayah mereka. Pertarungan ini antara SEMAR dan BTARA GURU di Swargaloka. Btara Guru kalah dalam pertarungan danTogog memisahkan pertarungan antara Semar dan Btara Guru ini.
Dalam keyakinan penganut Kapitayan, leluhur yang pertama kali sebagai penyebar Kapitayan adalah Dang Hyang Semar putera Sang Hyang Wungkuham keturunan Sang Hyang Ismaya.
Yang mengungsi ke Nusantara bersama saudaranya Sang Hantaga (Togog) akibat banjir besar di Negara asalnya dan akhirnya Semar tinggal di Jawa dan Togog di luar Jawa. Sedangkan saudaranya yang lain yaitu Sang Hyang Manikmaya, menjadi penguasa alam ghaib kediaman para leluhur yang disebut Ka-Hyang-an.
Catatan: Dalam banyak cerita di berbagai kebudayaan selalu ada cerita : Banjir Besar. Ini kemungkinan adalah Pralaya, "kiamat" yg pernah terjadi beberapa kali di bumi. Cerita tentang Batara Guru ini terkait dengan leluhur di supervolcano Toba
Konon Batara Guru punya tempat tinggal di Himalaya, dan ada jejak2nya di berbagai daerah di Nusantara, seperti Gunung Lawu. Batara Guru ini di Jawa di kenal sebagai: DEWA SIWA.
Dalam cerita Jawa terjadi peperangan antara BATARA GURU dengan SEMAR Dan saat itu pemenangnya adalah SEMAR Sehingga Semar menjadi penguasa, tuhan di Jawa (sundaland). Batara Guru kembali ke Himalaya (sambhala sebagai Budha Maitreya) Dan Togog (Sabdo Palon) menjadi penguasa, Tuhan di Eropa.
Saat itu pergantian kekuasaan di Jawa di tandai dengan Runtuhnya Majapahit. Dan di Eropa di tandai dengan Renaissance.