Nama - Nama Benua Ras

Para Kabbalah mengatakan bahwa nama asli Setan ( Naga berapi merah ) adalah nama Yehuwa yang diletakkan terbalik, karena "Setan bukanlah dewa hitam, tetapi negasi dari dewa putih," atau cahaya Kebenaran . 

Tuhan itu terang dan Setan adalah kegelapan atau Bayangan yang diperlukan untuk mematikannya, yang tanpanya cahaya murni tidak akan terlihat dan tidak bisa dipahami.

Pada gilirannya, para Rosicrucian, yang sangat mengenal makna rahasia tradisi, menyimpannya untuk diri mereka sendiri, hanya mengajarkan bahwa seluruh ciptaan adalah karena, dan hasil dari, "Perang di Surga" yang legendaris yang dibawa oleh pemberontakan para malaikat.

Sekarang MSS Vatikan. tentang Kabala - salinan tunggal yang (di Eropa) dikatakan telah dimiliki oleh Count St. Germain - berisi penjelasan doktrin yang paling lengkap, termasuk versi aneh yang diterima oleh Luciferians † dan Gnostik lainnya; dan dalam perkamen itu Tujuh Matahari Kehidupan diberikan sesuai dengan urutannya ditemukan dalam Saptasurya. 

Pengajaran ketujuh Matahari dengan tujuh sistem keberadaan , di mana “Matahari” adalah pusatnya, dan Anda memiliki tujuh bidang malaikat.

Namun, hanya empat di antaranya yang disebutkan dalam edisi-edisi Kabala yang dapat diperoleh di perpustakaan umum, dan bahkan dalam ungkapan yang kurang lebih terselubung. 

Helena Petrovna Blavatsky , "ibu" dari gerakan Zaman Baru dan okultisme modern, mengajarkan dalam Doktrin Rahasianya bahwa Lucifer "lebih tinggi dan lebih tua dari Yehuwa".

Dia lebih jauh menyatakan dalam "pekerjaan besarnya" bahwa Setan, di bawah nama dewa yang berbeda, benar-benar sebuah alegori "Baik, dan Pengorbanan, Dewa Kebijaksanaan." Blavatsky percaya Setan yang adalah dewa planet kita dan satu-satunya Dewa," 

Karena ia menyatu dengan Logos, "Putra pertama, yang tertua dari para Dewa, " dalam urutan evolusi mikrokosmik (ilahi); Saturnus (Setan), secara astronomis, "adalah yang ketujuh dan terakhir dalam urutan emanasi makrokosmik.

Benua ras pertama, "Tanah Suci Abadi", konon berlokasi di Kutub Utara. 

Ras kedua atau Hyperborean menduduki benua berbentuk tapal kuda di ujung utara. 

Ras ketiga (Lemurian) dan keempat (Atlantis) mendiami benua, sebagian besar di antaranya sekarang mungkin berada di bawah lautan, terkubur di bawah gurun, atau mungkin masih digunakan sebagai bagian dari benua yang ada. Karena ras akar bertahan selama jutaan tahun, benua tempat mereka hidup sangat bervariasi selama masa hidup mereka. Setiap ras lahir dari titik tengah ras induknya, dari siklus material atau waktu yuga. Ketika suatu ras telah memasuki kali yuga, benih-benih ras berikutnya mulai semakin muncul. Akhirnya, ketika benih-benih ini menjadi banyak, mereka dipisahkan secara geografis, dan bagian-bagian dari benua lama menjadi tidak dapat dihuni dan mulai pecah atau tenggelam. Dalam kasus ras kelima, Asia adalah tanah kelahiran bagi mereka yang melarikan diri dari Atlantis. 

Dalam Serat Mahaparwa, karangan Empu Satya di Mamenang (Kediri), tahun 851 S atau 879 C, penghuni tanah jawa pertama kali adalah para Dewa.      Dewa ini datang dari Gunung Himalaya.

Mereka datang dipimpin langsung oleh Sanghyang Guru. Berastana di gunung Lawu. Menjadi Pemomong Para Kesatria dan Raja-raja Jawa. Suatu waktu mereka kalah berperang Dan sekarang mereka kembali

Mata Ketiga dan Lemurian

Sebuah benua besar dikatakan telah ada sebelum zaman Tersier atau zaman Eosen (sekitar 56 hingga 65 juta tahun yang lalu) dan merupakan tanah Ras Akar Ketiga, sekarang disebut Lemurian. Nama itu diberikan pada tahun 1864 oleh Philip L Sclater yang, atas dasar zoologi, menganggap adanya benua yang terbentang dari Madagaskar hingga Sri Lanka dan Indonesia.

Zaman Lemurian sudah sangat lama dan jauh di belakang masa awal manusia fisik sehingga Lemurian - yang dikatakan memiliki "Mata Ketiga" di belakang kepala mereka yang pada manusia modern merosot menjadi dan diwakili oleh kelenjar pineal

LETAK MATA KETIGA

Pada otak terdapat tiga pusat penting yang sering kita latih dan kembangkan pada latihan-latihan spiritual seperti yang kita lakukan di Kriya Yoga misalnya. Ketiga pusat tersebut yang secara fisik juga diketahui yaitu; Medulla Oblongata atau Bindu yang terletak pada kepala bagian belakang, Kelenjar Pineal pada bagian tengah otak, dan Pituitari yang terletak di depan tepat di belakang titik di antara kedua alis. Ketiga pusat penting ini sebenarnya saling berhubungan.

Helena Petrovna Blavatsky pendiri Theosophical Society banyak menjelaskan tentang Mata Ketiga pada buku ‘The Secret Doctrine’. Secret Doctrine berisi ajaran dari kedua Ascended Masters; Master Kutuhumi dan Master Morya, buku esoteris kuno yang di diktekan langsung kepada Blavatsky oleh kedua Himalayan Masters tersebut sampai hari ini telah menjadi rujukan lahirnya banyak ajaran New Age di barat. Dalam Secret Doctrine dikatakan bahwa yang disebut Mata Ketiga, Mata Shiva atau Mata Kebijaksanaan itu sebenarnya bukan terletak di depan di antara kedua alis seperti yang seringkali digambarkan, tetapi terletak di belakang atau di tengah bagian kepala/otak.

Para Master telah menjelaskan tentang letak Mata Ketiga ini melalui Blavastky pada Secret Doctrine seperti berikut ini :

“Mata ketiga berada di belakang kepala.” [SD 2: 294]

“Ekspresi alegoris mistikus Hindu ketika berbicara tentang “mata Siwa”, yang menjadi pembenaran pemindahan kelenjar pineal (“mata ketiga”) dari belakang kepala ke dahi” [SD 2: 295]

Pada Secret Doctrine juga di jelaskan bahwa terbukanya Mata Ketiga adalah Pencerahan yang berhubungan dengan Intuisi Spiritual, di mana secara langsung pengetahuan/kebijaksanaan tertentu dapat diperoleh dan ini bukanlah yang dimaksud dengan kemampuan untuk melihat alam gaib. Hal ini mungkin dapat menjelaskan anggapan yang salah yang telah beredar bahwa pengaktifan Mata Ketiga berkaitan dengan melihat roh, alam gaib, hantu dsb. 

Para Master juga menjelaskan bahwa terdapat perbedaan yang mendasar antara kemampuan clairvoyance psikis dan clairvoyance spiritual.

Psikis terkenal Edgar Cayce pernah berkata, “Aktifkan selalu kelenjar pineal dan engkau tidak akan menjadi tua – Engkau akan selalu muda.

Studi menunjukkan kelenjar Pineal mengeluarkan zat yang disebut Dimethyltriptamine (DMT), yang mungkin kita telah akrab dengannya sebagai zat halusinasi yang ditemukan di Amerika Selatan dalam minuman perdukunan yang disebut Ayahuasca. Hal yang menarik tentang DMT adalah bahwa hal itu menyebabkan pengalaman yang dapat membawamu jauh melampaui keadaan kesadaran normal biasa. 

Ini mungkin mengapa kelenjar Pineal yang dikenal di banyak budaya sebagai ‘Kursi Jiwa’, ‘Pintu Gerbang untuk Semesta’, atau ‘Mata dari Pikiran’ dan ‘Pintu Gerbang untuk Alam yang lebih Tinggi’.

MATA KETIGA DAN RAS LEMURIA

Terbukanya Mata Ketiga adalah terbukanya Intuisi Spiritual, di mana secara langsung pengetahuan tertentu dapat diperoleh, atau juga dikatakan sebagai samudera kebijaksanaan yang telah terbuka. 

Kemampuan ini erat dengan “Mata Ketiga”, yang dalam tradisi mitologis dianggap berasal ras manusia tertentu sebelumnya, Ras Lemuria. 

Ras Lemuria pada masa awal dikatakan oleh Para Master memiliki kedua jenis kelamin atau hermaprodit, yang kemudian dalam perkembangan sub-sub berikutnya mulai membelah menjadi memiliki dua jenis kelamin. Untuk menjelaskan hal ini berikut kutipan dari ajaran Para Master yang dicatat oleh Blavatsky dalam tulisan-tulisannya :

“Pada awalnya, setiap keluarga dari spesies hidup adalah hermaprodit dan obyektif bermata satu. Pada hewan … mata ketiga adalah satu-satunya, seperti pada manusia, merupakan satu-satunya organ untuk melihat. Dua mata depan fisik dikembangkan di kemudian hari baik pada manusia dan hewan, saat dimulainya Ras Ketiga” [SD 2: 299].

HUBUNGAN MEDULLA OBLONGATA DAN PINEAL

Para Master di dalam Secret Doctrine juga telah mengatakan hubungan erat antara Medulla Oblongata dan Kelenjar Pineal, seperti kutipan di bawah ini :

Tentu saja, dalam keadaan normal dan abnormal dari otak, tingkat kerja aktif di medulla oblongata, bereaksi kuat pada kelenjar pineal, karena jumlah “pusat” di wilayah itu, yang juga mengontrol sebagian besar tindakan fisiologis hewan, dan juga karena lokasi yang dekat dan intim dari keduanya (medula oblongata dan pineal), maka harus diberikan tindakan “induktif” yang kuat oleh medula pada kelenjar pineal.

Semua ini cukup jelas bagi para Occultist, tapi sangat buram di mata pembaca umum “[SD 2: 295-296].

Sri Yukteswar menyatakan pandangan Kriya Yoga khususnya, bahwa chakra ajna atau mata ketiga adalah pusat tubuh yang paling penting untuk realisasi spiritual. 

Dia mengatakan bahwa esensi spiritual, kesadaran murni, dan Tuhan Yang Maha Esa berada di “gua” di antara alis. 

Ajaran Kriya, berpendapat bahwa kehidupan-energi prana atau kosmik getaran masuk ke dalam tubuh pada Medulla Oblongata, yang merupakan saklar utama yang mengontrol pintu masuk, penyimpanan, dan distribusi daya hidup. 


Kriya Yoga menganggap Medulla sebagai tiang kembar dari ajna atau Agya chakra, pusat Kristus, atau mata spiritual. 


Dalam ilmu kuno yoga, Medulla adalah pusat yang sangat penting, dimana ia digunakan untuk konsentrasi dalam merasakan suara psikis yang memanifestasi disana. Paramahansa Yogananda menyebutnya sebagai “Mulut Tuhan”, di mana getaran Aum memasuki tubuh.

Lemurian di Tanah Jawa


LEMURIA Bloodline Tanah Jawa

Kota Solo salah satu jantung pusat budaya jawa yang dikelilingi oleh daerah – daerah situs sakral peninggalan kerajaan – kerajaan besar. Sekitar 20 km dari kota solo ada makam Prabu Sri Makurung Handayaningrat di Boyolali yang menikahi Ratu Pembayun Putri Prabu Brawijaya V yang melahirkan 2 putra dan 1 putri dan memiliki cucu Mas Karebet ( Jaka Tingkir ) kelak sebagai Raja Pajang, 130 km dari kota solo menuju timur merupakan kabupaten Demak dahulu berdiri kerajaan Demak Bintoro merupakan kerajaan yang menggantikan Imperium Majapahit dimana Raja pertama merupakan anak Brawijaya V yang diasuh oleh pihak ibu dari Palembang bersaudara tiri dengan Ratu Pembayun ( satu bapak ). Jauh ke 6 abad sebelum Majapahit berdiri di Boyolali berdiri Kerajaan Kalingga di kota Sima ( Simo ) Boyolali. Solo merupakan kota pewaris budaya jawa terkuat selain Yogyakarta ( satu kerabat keturunan Mataram Islam yang didirikan Panembahan Senopati ), Kraton surakarta adalah kraton perpindahan dari Mataram Yogyakarta  Kota Gede, sebelum ke Surakarta Mataram berada di Plered ( Amangkurat I ) yang akhirnya masa Amangkurat II pindah ke Kartasura, hingga akhirnya ke Surakarta saat PB II dan terpecah lagi menjadi Ngayogyakarta dan Mangkunegaran, semua terjadi karena adanya perebutan tahta. Namun sesuai prophecy Sunan Kalijaga kepada Sultan Hadiwijaya ( Joko Tingkir ) bahwa kelak keturunan mu lah yang akan langgeng sebagai penguasa Tanah Jawa ( Sultan Agung merupakan cucu Panembahan Senopati merupakan keturunan Pajang dari Ibu ) , penguasaan atas tanah jawa akan langgeng bila ada keturunan Bukit Tugel / Wates ( Boyolali ) yang kamu lindungi dan tidak kamu tindas karena secara garis darah “Bloodline” seluruh penguasa tanah jawa sebelum Mataram merupakan abdi setia keturunan Bukit tersebut. Sunan Kalijaga hanya mengatakan keturunan tersebut adalah Raja Tanpa Mahkota dan bersimbol khusus dengan tulisan di puncak bukit “ Sembahlah Aku Yang Tunggal “.  Keturunan ini pernah disebut dalam kronikel Belanda sebagai De Orde Van Java Leeuw  yang memliki simbol sangat ditakuti oleh kerajaan – kerajaan eropa , konon Napoleon Bonaparte sempat ingin berziarah mendengar adanya makam tersebut. Salah satu Bloodline dari Bukit tersebut adalah Ki Yudho Prayitno Guru maupun senior politik Soekarno selain HOS. Cokroaminoto , dan Ki Yudho Prayitno lah yang mengajari Soekarno tentang politik internasional dan Ki Yudho lah sebelum rombongan Mohammad Hatta tiba di Belanda sudah mengatur nya dengan Ratu Belanda. 

Ki Yudho Prayitno juga adalah penasihat spiritual Hamengku Buwono (HB) VII sampai dengan HB IX. Sesungguhnya Ki Yudho Prayitno lah yang merancang negeri ini merdeka sampai dirinya wafat tahun 1978.  Ki Yudho Prayitno juga yang mengatur kepergian Bung Karno ke Eropa dan keliling dunia tahun 1929 sampai 1934. Semua arsip dokumen surat menyurat rahasia pemimpin dunia dengan Ki Yudho Prayitno sampai tahun 1978 masih lengkap tersimpan dan bisa dilihat di rumahnya di desa Klirong, Kecamatan Klirong. Lewat dokumen-dokumen itu kita akan tahu bahwa dirinya berhubungan dan mengendalikan secret society dunia kelompok-kelompok rahasia.yang mengatur keseimbangan dunia internasional sampai saat ini.

Dari arsip-arsip dokumen sejarah di desa Klirong, juga akan diketahui Ki Yudho Prayitno adalah generasi terakhir orang Lemurian. 

Di kisahkan Ki Yudho menunjukan gambar Simbol yang berada di makam tersebut dihadapan Ratu Elizabeth dan Raja Spanyol bersama seorang wanita keturunan bangsawan Jerman dan Rusia bahwa ia merupakan salah satu keturunannya,  bahkan keluarga besar Rothschild sangat menghormati Ki Yudho termasuk Madame Helena Blavatsky dan Pangeran Valesich Dolgorukov cucu Kaisar Rusia ke 4 Tsar ,memliki suami wakil Gubernur Provinsi Erifian wilayah Rusia bernama blavatsky diambil dari nama suaminya yang merupakan keturunan Israel Samaria ,perwakilan Penjaga Darah Murni di wilayah Asia Pasifik, juga Tutor soekarno saat perundingan Linggar Jati.  Madame Blavatsky lah yang memperkenalkan Ki Yudho Prayitno kepada para bangsawan elit eropa bahwa yang dia bawa merupakan Bloodline yang tidak ingin tampil dalam politik indonesia namun setidaknya keturunan ini benar – benar ada serta dapat mengikat wangsa – wangsa eropa dan israel serta penanda dari Jerusalem dan Arab keturunan Ibrahim  yang sah suatu saat kelak.

Ada wilayah di tanah jawa yang sangat dijaga oleh setiap dinasti penguasa tanah Jawa dari sejak zaman Mataram Kuno, Dinasti Sanjaya dan Syailendra, Singasari dan berlanjut ke Majapahit, Demak, Pajang dan terakhir Mataram islam. 

Kesemuanya ada semacam perjanjian tidak tertulis namun suatu kewajiban untuk menjaga wilayah bukit tersebut yang sampai saat ini terjaga keasrian dan tidak sebagai ziarah umum. 

Dalam kronikel belanda dikatakan ada suatu wilayah di Pengging ( Boyolali ) yang sangat di segani oleh seluruh keturunan Mataram bahkan hingga jauh ke belakang dinasti sebelumnya, dimana tempat tersebut pernah berdiri kerajaan yang bersimbolkan Macan ( Harimau ) Kerajaan Kalingga (Sima ) dan kerajaan tersebut selalu menjaga bukit tersebut seperti pendahulunya dan dilanjutkan ke Dinasti – dinasti penguasa tanah jawa. Kronikel belanda menceritakan saat terjadi perebutan tahta antara Pangeran Samber Nyawa bersama Pangeran Mangkubumi keduanya merupakan cucu Amangkurat III bergabung melawan PB II yang diangkat oleh belanda, ada perkataan yang dicatat oleh pembesar belanda saat Pangeran Mangkubumi di tolak naik tahta.. “ Bila saya bersama Raden Said ( Pangeran Samber Nyawa ) meminta restu kepada penguasa sah tanah jawa dimana semua kerajaan- kerajaan sebelumnya bisa dikatakan hanya sebagai penjaga keturunan pemilik sah tanah jawa apakah pemerintah belanda berani membangkang “  Belanda mengetahui bahwa ternyata mataram bukanlah penguasa tunggal atas kerajaan – kerajaan di jawa kaget dan heran, atas bantuan PB II diberitahukan bahwa ada salah satu desa bernama Eretz yang sangat dihormati leluhur mataram dan Pajang bahkan Demak dan Majapahit yang dia sendiripun belum tau pasti letaknya hanya diketahui di wilayah pengging ( Boyolali ). Saat belanda mengetahui dan melihat simbol di Batu dekat makam diatas maka, belanda kaget dan segera mencari cara agar Pangeran Samber Nyawa dan Pangeran Mangkubumi tidak mengadukan hal ini kepada keturunan pemilik/penguasa sah tanah jawa.

Simbol tersebut masih ada dan sempat di foto oleh seorang wartawan yang masih keturunan bukit tersebut orang tersebut dikenal dengan nama Ki Yudho Prayitno . 

Simbol tersebut bila ditunjukan ke seluruh Raja – raja eropa akan membuat ciut.  

“ Sembahlah Aku Yang Tunggal “.Petunjuk : Semar ( ia ). Gunung Mu( o ) ria. LEMURIA.

Semar Dewa Jawa Kuno



Dalam autobiografinya, Soeharto membuat pembedaan antara penggunaan kekuatan gaib — ramalan, mengambang di udara, kekebalan terhadap senjata, serta yang semacamnya — dan kebenaran spiritual yang dipahami melalui meditasi. Dia meremehkan rumor bahwa dia bergantung pada dukun untuk membuat keputusan penting. "Jika kita berada di tengah sebuah peperangan lantas mencari dukun," tulisnya, "kita akan dibunuh terlebih dahulu oleh musuh." Tetapi, dia menegaskan bahwa kedua jenis kekuatan mistik — yang dangkal dan yang dahsyat — memang benar-benar ada. Yang ingin ditekankan adalah bahwa Soeharto tidak bergantung pada siapa pun. Bukan berarti dukun dan peramal itu tidak ada, tetapi bahwa sang presiden, dengan kekuatannya yang jauh lebih kuat dan luas, lebih unggul daripada mereka semua. 

Keyakinan Islamnya bukan seperti orang Arab, melainkan lebih mirip ajaran mistis kuno Jawa, agama meditasi dan legenda wayang. Soeharto konon sering diam- diam keluar dari Jakarta dengan helikopternya untuk bermeditasi di gua-gua batu Dataran Tinggi Dieng di Jawa Tengah. 

Pada 1974 dia pergi ke sana bersama perdana menteri Australia, Gough Whitlam, yang memiliki hubungan paling dekat dengannya di antara semua pemimpin Barat. Selama kunjungan inilah Whitlam setuju untuk menutup mata terhadap invasi Indonesia yang semakin menjadi atas Timor Timur; sebagai tanda terima kasihnya, Soeharto membawanya ke Gua Semar yang keramat bagi dewa-dewi terpenting Jawa. 

Dalam pertunjukan wayang, Semar ditampilkan dengan cara yang tak berbeda dari badut dalam drama Shakespeare, seorang kerdil yang gendut, sering kentut, yang menjadi pelipur bagi para kesatria majikannya yang heroik. Semar sang punakawan mengolok-olok keseriusan tokoh-tokoh wayang, tapi sesungguhnya dia adalah yang paling perkasa dari seluruh dewa. Ambiguitas dewa-pelayan inilah yang menarik bagi Soeharto, presiden yang petani. Dokumen yang ditandatangani oleh Soekarno selaku presiden pada 1967, sertifikat kelahiran Orde Baru, disebut Surat Perintah Sebelas Maret. Super Semar. 

Ramalan-ramalan mistik adalah sebuah bisnis di Jawa, dan ada banyak dukun yang mengklaim hubungan dekat dengan presiden. Tetapi, ada dua nama yang paling menonjol. Yang pertama adalah istri Soeharto, keturunan Mangkunegaran Solo. Konon Ibu Tien telah mewarisi bakat dalam soal kebatinan; banyak yang percaya bahwa pudarnya kekuatan Soeharto berawal dengan kematian Ibu Tien yang mendadak pada 1996. Yang satunya adalah Sudjono Humardani, orang yang paling diakui sebagai dukun Soeharto. 

Sudjono adalah seorang jenderal yang menjadi manajer bisnis tak resmi Soeharto. Dia juga seorang ahli kebatinan Jawa yang piawai, dengan keyakinan yang teguh tentang nasib Soeharto sebagai "Ratu Adil" Jawa. Dia membuat catatan tentang pengamatan supranatural yang kemudian disampaikannya kepada Soeharto. Dia memiliki koleksi keris-keris sakti dan ahli meracik ramuan dan jamu. 

Pada awal Orde baru, Sudjono berangkat ke Amerika Serikat untuk misi diplomatik penting ditemani oleh Umar Kayam, sastrawan dan akademisi.Dalam penerbangan, Sudjono menunjukkan kepada Umar sebuah kotak tabung-tabung kecil berisi cairan dan serbuk. Sebagian untuk kesehatan dan pengobatan berbagai penyakit. Yang lain untuk pemikat, bagi lelaki dan perempuan. Sudjono memiliki selera humor yang jorok dan jelas-jelas bermaksud untuk sedikit bersenang-senang di Amerika. "Sudjono bilang, Yang ini sangat bagus. Bisa membuatperempuan mana pun mengera ng! "Kemudian saya bilang, 'Kalau yang itu? dan dia lalu menjadi sangat serius." Botol itu berisi pasir dari sebuah tempat keramat di Jawa. Sudjono bermaksud menaburkannya secara diam-diam di Gedung Putih. Dengan cara ini kekuatan magis Jawa akan menimbulkan pengaruh di benteng kekuatan Amerika itu dan misi diplomatik Orde Baru akan dijamin sukses. Orang-orang Jawa itu tiba di Washington, pergi ke Gedung Putih, dan menyelenggarakan pembicaraan formal mereka. Ketika mereka berada di luar lagi, Sudjono tersenyum kepada Umar dan menunjukkan botol yang sudah kosong. "Saya tidak tahu bagaimana dia  melakukannya dan saya tidak melihatnya sendiri," kata Umar. "Tetapi, dia menuangkan pasir itu ke bawah karpet Gedung Putih." Dan hingga masa terakhirnya, Orde Baru menikmati dukungan kuat Amerika Serikat.

Meditasi Vokal IEOUAMS Lemurian


Pada Zaman Arcadia manusia tahu cara mendengarkan suara para dewa melalui tujuh huruf vokal Alam.

Ketujuh vokal IEOUAMS bergema dalam tubuh Lemurian dengan semua musik yang tak terucapkan dari irama api yang berkesan. Murid Gnostik harus menyuarakan vokal selama satu jam setiap hari dalam urutan tertulis yang diuraikan. Setiap vokal harus diperpanjang sebagai berikut, mengosongkan paru-paru dengan setiap intonasi.

Iiiiiiiiiiiiiiiiiiiii, Eeeeeeeeeeee, Ooooooooooo, Uuuuuuuuuu, Aaaaaaaaaa, Mmmmmmm, Sssssssssssss.

Mereka diucapkan sebagai vokal Spanyol:

A seperti “tinggi"

Huruf A membuat chakra paru-paru bergetar; dengan demikian manusia memperoleh kekuatan mengingat kehidupan masa lalunya.

I seperti didalam “pohon"

Huruf I membuat kelenjar pituitari dan kelenjar pineal bergetar; dengan demikian manusia menjadi waskita.

U seperti “kamu"

Huruf U membangkitkan solar plexus (Ulu hati) bergetar dengan demikian manusia membangkitkan telepati

E seperti “jatuh"

Huruf E membuat kelenjar tiroid bergetar; dengan demikian manusia menjadi clairaudient (mendengar suara dari sesuatu yang tidak hadir)

O seperti “rendah"

Huruf O membuat cakra jantung bergetar dengan demikian manusia menjadi intuisi/insting/naluri kuat.

M seperti "bersenandung" Dan

S seperti "berdesis"

Vokal M dan S secara efisien membantu dalam pengembangan semua kekuatan gaib

Oleh karena itu, satu jam vokalisasi harian lebih berharga daripada membaca sejuta buku teosofi oriental.

Tubuh Lemurians adalah kecapi yang menakjubkan dimana ketujuh vokal alam terdengar dengan euforia kosmos yang luar biasa.



Bloodline Holy Grail

Alkitab menjelaskan bahwa kisah Bloodline dimulai dengan Adam dan Hawa, dari putra keempatnya, Syst mengembangkan garis yang berkembang melalui Methuselah dan Nuh, dan akhirnya ke Abraham yang menjadi Patriark Agung bangsa Ibrani. Itu kemudian menceritakan bahwa Abraham membawa keluarganya ke arah barat dari Mesopotamia (sekarang Irak) ke tanah Kanaan (Palestina), dari mana beberapa keturunannya pindah ke Mesir. Setelah beberapa generasi, mereka pindah kembali ke Kanaan di mana, pada waktunya, akhirnya Daud dari Betlehem menjadi Raja Kerajaan Israel yang baru ditetapkan.

Jika dilihat sebagaimana disajikan dalam tulisan suci, ini adalah kisah yang menarik; tetapi tidak ada yang menunjukkan mengapa garis keturunan leluhur Daud dan ahli warisnya istimewa. Faktanya, yang terjadi adalah sebaliknya. Nenek moyangnya digambarkan sebagai suksesi dari para pencari wilayah yang berkeliaran yang dianggap tidak memiliki arti khusus sampai zaman Raja Daud. Sejarah Alkitab mereka tidak ada bandingannya dengan, katakanlah, Firaun kontemporer Mesir kuno. Kepentingan mereka, kita diberitahu, berasal dari fakta bahwa (sejak zaman Abraham) mereka ditetapkan sebagai ' umat pilihan Allah '. Tetapi bahkan hal ini membuat kita bertanya-tanya, karena, menurut tulisan suci, Tuhan mereka menuntun mereka melalui serangkaian kelaparan, perang, dan kesulitan umum - dan, di hadapannya, orang-orang Ibrani awal ini tampaknya tidak terlalu cerdas !

Karena itu, kita dihadapkan pada beberapa kemungkinan. Entah David sama sekali bukan dari suksesi Abraham ini, dan hanya dicangkokkan ke dalam daftar oleh penulis kemudian. Atau mungkin kita telah disajikan versi yang sangat rusak dari sejarah awal keluarga - versi yang secara khusus dirancang untuk menegakkan iman Yahudi yang muncul, daripada untuk mewakili fakta sejarah.

Teks-teks Injil yang telah berada di ranah publik selama berabad-abad tidak memiliki banyak hubungan dengan kisah langsung dari zaman itu. Perjanjian Baru , seperti yang kita tahu, disusun oleh para uskup abad ke-4 untuk mendukung kepercayaan Kristen yang baru dibuat. Tetapi, bagaimana jika para ahli Taurat Yahudi sebelumnya melakukan hal yang persis sama?

Jelas, saya harus kembali ke tulisan yang lebih kuno untuk menemukan keganjilan. Masalahnya adalah, bahkan jika ini mungkin, tulisan-tulisan Ibrani yang paling awal (yang diulangi beberapa abad kemudian) sendiri hanya ditulis antara abad ke 6 dan 1 SM, jadi mereka tidak akan seotentik itu dalam penceritaan sejarah mereka. dari ribuan tahun sebelumnya. Memang, jelas bahwa inilah yang akan terjadi, karena ketika buku-buku ini pertama kali ditulis tujuan mereka adalah untuk menyampaikan sejarah yang menjunjung tinggi prinsip-prinsip kepercayaan Yahudi - iman yang tidak muncul sampai jauh ke dalam kisah leluhur.

Mengingat bahwa kelompok pertama dari buku-buku ini ditulis ketika orang-orang Yahudi ditawan di Babel Mesopotamia pada abad ke-6 SM, jelas bahwa Babel adalah tempat di mana catatan asli kemudian disimpan. Bahkan, sejak zaman Adam, sampai sekitar 19 generasi hingga Abraham, seluruh sejarah patriarkal Perjanjian Lama adalah Mesopotamia. Lebih khusus lagi, sejarah berasal dari Sumer di selatan Mesopotamia, di mana Sumeria kuno memang merujuk ke padang rumput delta Eufrat sebagai Eden.

Ketika meneliti untuk Bloodline of the Holy Grail , saya menemukan bahwa sumber yang baik untuk beberapa informasi latar belakang adalah berbagai Injil dan teks yang tidak dipilih untuk dimasukkan dalam Perjanjian Baru kanonik. Mungkin, saya pikir, hal yang sama berlaku untuk Perjanjian Lama. Buku - buku Henokh dan Yobel , misalnya, ada di antara yang tidak termasuk. Buku selanjutnya, yang perhatiannya secara khusus ditarik dalam buku-buku Perjanjian Lama Yosua dan Samuel, adalah Kitab Jasher . Tetapi meskipun penting bagi penulis Ibrani, itu tidak termasuk dalam seleksi akhir. Dua karya lain juga dikutip dalam Alkitab . Kitab Bilangan menarik perhatian kita pada Kitab Perang Yehuwa . Dan di dalam Kitab Yesaya kita diarahkan menuju Kitab Tuhan. Apa buku-buku ini? Di mana buku-buku ini? Mereka semua disebutkan dalam Alkitab (yang berarti mereka semua sebelum Perjanjian Lama), dan mereka semua dikutip sebagai yang penting. Jadi, mengapa editor merasa cocok untuk mengecualikan mereka ketika pemilihan dilakukan? 

Dalam mengejar jawaban atas pertanyaan ini dan dalam mempelajari substansi Perjanjian Lama sebelum terseleksi, satu fakta yang menjadi semakin jelas adalah bahwa dalam Alkitab berbahasa Inggris definisi ' Tuhan ' digunakan dalam konteks umum, tetapi dalam teks-teks sebelumnya perbedaan positif ditarik antara ' Yehuwa ' dan ' Tuhan '. Seringkali heran mengapa Allah Alkitabiah orang- orang Ibrani memimpin mereka melalui pencobaan dan kesengsaraan, banjir dan bencana, ketika (dari waktu ke waktu) ia tampil dengan kepribadian yang sangat bertolak belakang dan penuh belas kasihan. Jawabannya adalah, meskipun sekarang tampaknya dianut sebagai ' Satu Tuhan ' oleh gereja-gereja Yahudi dan Kristen, pada awalnya ada perbedaan yang jelas antara figur-figur Yehuwa dan Tuhan . Faktanya, mereka adalah dewa yang cukup terpisah. Dewa yang disebut sebagai ' Yehuwa ' secara tradisional adalah dewa badai, dewa murka dan pembalasan, sedangkan dewa yang disebut sebagai ' Tuhan ' adalah dewa kesuburan dan kebijaksanaan.

Jadi, apa nama yang diberikan kepada Tuhan dalam tulisan-tulisan awal? Sederhananya, itu adalah kata Ibrani yang berlaku untuk ' Tuhan ', dan kata itu adalah ' Adon '. Mengenai nama pribadi Yehuwa yang jelas , ini tidak digunakan pada masa-masa awal, dan bahkan Alkitab memberi tahu bahwa Allah Abraham disebut ' El Shaddai ', yang berarti ' Gunung Tinggi '.

Nama nyata ' Yehuwa ' berasal dari bahasa Ibrani asli YHWH , yang berarti ' Saya adalah saya ' - dikatakan sebagai pernyataan yang dibuat oleh Tuhan kepada Musa di Gunung Sinai, ratusan tahun setelah masa Abraham. Karena itu, ' Yehuwa ' sama sekali bukan nama, dan teks-teks awal merujuk hanya pada ' El Shaddai ' dan kepada lawannya, ' Adon '.

Bagi orang-orang Kanaan , dewa-dewa ini masing-masing disebut ' El Elyon ' dan ' Baal ' - yang berarti hal yang persis sama (' Lofty Mountain ' dan ' Lord ').

Dalam Alkitab modern kita, definisi ' Tuhan ' dan ' Tuhan ' digunakan dan dicampur-campur sepanjang, seolah-olah mereka adalah satu dan karakter yang sama, tetapi pada awalnya mereka tidak. Yang satu adalah dewa pendendam (pembenci rakyat), dan yang lainnya adalah dewa sosial (pendukung rakyat), dan mereka masing-masing memiliki istri, putra dan putri.

Tulisan-tulisan lama memberi tahu kita bahwa sepanjang era patriarki bangsa Israel berupaya mendukung Adon, Tuhan, tetapi pada setiap kesempatan El Shaddai (dewa badai, Yehuwa ) membalas dengan banjir, prahara, kelaparan, dan kehancuran. Bahkan pada yang paling akhir (sekitar 600 SM), Alkitab menjelaskan bahwa Yerusalem digulingkan atas permintaan Yehuwa dan puluhan ribu orang Yahudi dibawa ke pembuangan di Babel hanya karena Raja mereka (keturunan Raja David) telah mendirikan altar sebagai penghormatan. Baal, Adon. Selama penawanan inilah orang Israel melemah dan akhirnya menyerah. Mereka memutuskan untuk menyerah pada ' God of Wrath ', dan mengembangkan agama baru karena takut akan pembalasannya. Pada saat itulah nama Yehuwa pertama kali muncul - dan ini hanya 500 tahun sebelum zaman Yesus.

Suku Badui di Banten Selatan

Cerita tentang Orang- Orang yang Tak Terlihat (Manusia Dimensi Lain) Sumber spiritualitas negaranya (Indonesia) katanya, tidak akrab dengan ras lain. Itu unik karena berasal dari Orang-orang Yang Tak Terlihat, Badui, yang tumbuh tidak lebih besar dari anak berusia sepuluh tahun dan yang tinggal di bagian hutan pegunungan yang tidak dapat diakses di Banten Selatan, sekitar seratus mil barat Jakarta.

Badui "lebih dekat dengan jiwa" daripada orang lain, kata Pak Joyo, dan merupakan faktor X di latar belakang Ilmu Jawa. 

Tanpa terlihat mereka telah menginstruksikan orang-orang Jawa selama hampir tiga ribu tahun, membantu membimbing mereka dari negara primitif asli mereka ke peradaban mereka saat ini.

Badui bukan orang Indonesia dan tidak memiliki bagian dalam hukum atau ekonomi negara, tetapi hidup terpisah di wilayah hutan yang dilarang untuk orang luar dan memiliki pengetahuan spiritual yang hebat dan kekuatan magis yang aneh. Meskipun jarang terlihat oleh orang luar, mereka terpesona di pasar-pasar di seluruh Indonesia. Ketika para pemimpin spiritual dan politik Indonesia membutuhkan nasihat, kata Pak Joyo, bahkan yang paling terkenal dari mereka pergi ke hutan sendirian untuk berkonsultasi dengan para peramal Badui, karena pemahaman Orang-Orang Yang Tak Terlihat mengenai masalah spiritual adalah sesuatu yang universal yang mewujudkan tradisi purba di luar faksi atau institusi.

Presiden Soeharto tidak diragukan lagi akan menjadi salah satu dari para pemimpin puncak yang tidak terlalu bangga untuk mencari pencerahan, mungkin dari jenis politik maupun spiritual, dari orang-orang aneh di hutan. Meninggalkan para pembantunya, pengawal, dan sopirnya, dia harus naik sendirian di jalur hutan yang mengarah ke suku Badui, di sana untuk berkonsultasi dengan para "spiritual" terkemuka.

Entah kenapa, meski jauh dari peradaban penuh yang mengelilinginya, Badui tahu semua yang terjadi di dalamnya jauh sebelum berita itu terdengar di televisi. Mereka telah meramalkan Perang Dunia Kedua dan bahwa Belanda akan meninggalkan negara itu segera setelah perdamaian diumumkan. Mereka tahu nasib orang-orang di seluruh dunia. 

Orang Badui, konon, menanam pohon keramat - pohon hidup, sebagaimana mereka menyebutnya - mewakili para pemimpin suku mereka di hutan keramat yang disebut Artjas Domas, yang dikunjungi setahun sekali oleh para imam Badui berpangkat tinggi. Dengan mempelajari pertumbuhan di pohon-pohon secara terang-terangan, mereka dapat membaca nasib dan takdir tidak hanya orang, tetapi juga bangsa dan dunia. Dari pemeriksaan tahunan ini, segala sesuatu yang bernilai bagi keluarga-keluarga terkemuka mereka dicatat dalam naskah yang hanya diketahui oleh mereka. Badui dikatakan memiliki kekuatan telepati dan cara ajaib untuk menjauhkan orang lain dari permukiman mereka, terutama dari Artas Domas.

Mengapa para penghuni hutan yang aneh ini begitu berpengaruh? Apa kebijaksanaan khusus yang mereka miliki? Dari mana mereka datang? Dan mengapa mereka hidup terpisah, asing, ditakuti, tidak terlihat namun, menurut P. Joyo, semua melihat? 

Sir Stamford Raffles menyebut mereka dalam Sejarah Jawa abad kedelapan belas, namun sejak itu tidak ada pelancong dari Barat yang berhasil lebih baik daripada orang Indonesia sendiri yang menginjakkan kaki di wilayah dalam Badui atau menembus rahasia mereka.

Akhirnya saya belajar lebih banyak tentang orang-orang luar biasa ini dari Dr. Paul Stange, seorang dosen Amerika untuk Studi Asia yang tumbuh di Indonesia dan yang memperoleh gelar doktor dari Universitas Michigan di AS untuk studinya tentang Sumarah, sebuah sekte kebatinan yang telah menjadi berpengaruh di Indonesia sejak Revolusi. Dalam tesisnya, Dr. Stange mampu menghubungkan Badui secara tidak langsung dengan pertumbuhan sekte kebatinan seperti Subud dan Sumarah sebagai fenomena mutakhir dalam evolusi kesadaran mistik.

Penjaga Dunia Jiwa

Tampaknya Badui adalah ras Tamil berkulit gelap yang diyakini telah menyebar dari Afrika sejak lama ke India selatan, dan dari sana ke Asia Tenggara dan Kepulauan Pasifik, tempat mereka hidup tanpa gangguan selama ribuan tahun. Tetapi sekitar delapan ribu tahun yang lalu orang Melayu, pada saat itu ras Kaukasia dari utara, melintasi Selat Sunda dan menggusur budaya Badui di Kepulauan Sunda, dengan konsekuensi bahwa sebagian besar ras pribumi mengundurkan diri ke pedalaman pegunungan Jawa. , jauh dari penyebaran komunitas pendatang baru, sementara sisanya bermigrasi jauh ke timur.

Beberapa waktu dalam milenium pertama SM, sisa-sisa penduduk asli Tamil di Jawa bergabung dengan sekelompok besar inisiat India - mungkin, beberapa pihak berwenang berpikir, para pengungsi dari budaya lembah Indus yang sudah tidak ada lagi di mana pohon-pohon suci juga memainkan peranan penting - dan kedua kelompok, masing-masing dengan warisan kebijaksanaan rasial kuno, bersama-sama membentuk imamat Badui.

Empat puluh keluarga Hindu-Budha India, yang merupakan inti suci, mendiami sebuah kelompok pusat dari tiga desa yang dilayani oleh lingkaran luar komunitas Badui: bersama-sama kedua klan membangun pusat kekuatan spiritual di Jawa yang terisolasi meskipun hampir tiga ribuan tahun dan akhirnya sangat berkurang jumlahnya, mempertahankan struktur sakral dan identitasnya yang tidak berubah dan tempat terpentingnya dalam kehidupan keagamaan Jawa. Mereka yang berada di lingkaran esoterik bagian dalam mengenakan sarung putih dan turban, disebut Orang-Orang Putih, memiliki aturan perilaku yang ketat dan dilarang oleh hukum mereka untuk berkomunikasi apa pun dengan dunia luar, sementara mereka yang di desa-desa luar mengenakan sarung biru dan turban dan disebut Yang Biru. 

Nina Epton, seorang jurnalis Inggris yang merupakan satu-satunya orang Barat yang dikenal telah bertemu Orang-Orang Biru dan beberapa Orang Putih kudus mereka (walaupun banyak peneliti Belanda mencobanya sebelumnya), berbicara dalam bukunya The Palace and the Jungle tentang harga diri mereka yang menyendiri, udara mereka memiliki "takdir yang terpisah dari manusia lain," dan di atas semua itu, dari apa yang ia sebut "tampilan Tibet." Ini adalah pandangan mata terbuka lebar yang umum bagi banyak orang Badui, yang ia gambarkan sebagai menatap ke luar dunia ini masuk ke dunia spiritual. Itu adalah penampilan yang dia kaitkan terutama dengan foto-foto pelihat seperti Guru Padma Sambhava, inisiat besar India yang membawa agama Buddha ke Tibet. 

Epton menggambarkan fisiognomi Badui sebagai variasi dan jelas dari etnis yang lebih tua daripada orang Indonesia. Tetapi pemimpin tua dari Orang-Orang Putih, yang dianggap sebagai orang suci dan bijaksana dan jelas merupakan kasta superior bagi yang lain, jelas lebih maju secara etnis. Dia mencatat secara khusus bahwa dia memiliki wajah yang usang, sabar dan asketis yang mengingatkannya pada intelektual Eropa yang santun. Dengan pakaian lain, dia akan lewat tanpa disadari di tengah kerumunan orang Inggris, karena dia memiliki kulit yang sangat ringan, wajah yang sempit dan sikap lembut orang yang beradab. 

Penegasan ini didukung oleh sejarah pribadi seorang pelarian muda, putra seorang pu'un atau kepala Orang-Orang Putih, yang pada abad ketujuh belas lolos dari koloni untuk menjadi anak lelaki yang stabil di istana Sultan saat itu. Segera ia menjadi penasihat Sultan dan kemudian menantunya, dan hari ini keturunannya adalah keluarga Jajadiningrat, salah satu keluarga yang paling aristokrat dan berpengaruh secara politik di sekitar kepresidenan Indonesia. 

Selama tiga ratus tahun intervensi, Badui terus "membaca" pohon suci dari garis stabil anak laki-laki, untuk mengunjungi keturunan Jajadiningrat setahun sekali dengan prediksi dan saran untuk tahun yang akan datang, dan di mana perlu melindungi anggota keluarga dari bahaya.

Kapitayan Agama Purba Nusantara

Kapitayan adalah kepercayaan yang dianut oleh masyarakat purba di Nusantara. Agama ini banyak terdapat di Jawa dan disebut dengan agama Jawa Kuno, agama leluhur, atau agama Jawi. Kapitayan adalah penganut monoteistik

Kapitayan dapat digambarkan sebagai ajaran yang memuja Tuhan Yang Maha Esa yang disebut Sanghyang Taya yang artinya tidak dapat digambarkan atau awang-uwung yang artinya ada tetapi tidak ada, tidak ada tetapi ada. Sanghyang Taya digambarkan sebagai pribadi dalam nama dan sifat ketuhanan yang disebut Tu atau To. yang berarti "kekuatan gaib atau supranatural". Tu atau To pada dasarnya berarti Tunggal yang juga berarti Sanghyang Tunggal

Kapitayan adalah Monotheistic (hanya mengenal satu tuhan) dan menyembah Tuhan Yang maha segalanya yang tidak dapat di dekati dengan panca indera dan pikiran

Berdasarkan legenda yang diketahui dari Toba (Batak Toba) sejarah lisan tertua yang diketahui adalah sekitar 77.000 tahun BP (Sebelum Sekarang). Beberapa nama yang dikenal di Kapitayan juga dikenal di Toba, contoh: Btara Guru. Ajaran kapitayan hanyalah tentang membuat hubungan langsung dengan Tuhan. Hubungan ini dilakukan tanpa melalui Messenger (Penyampai maksud) atau seseorang, siapa pun itu.

Kapitayan sedang mengajar manusia untuk memahami tubuhnya sendiri dan membuat hubungan melalui tubuhnya sendiri dengan Tuhan. Koneksi ini sebenarnya melekat pada seluruh tubuh manusia; perjalanan hidup manusialah yang membuat kita kehilangan pengetahuan untuk melakukan hubungan langsung ini

KAPITAYAN adalah agama yang sangat tua di Jawa. KEJAWEN / WIWITAN adalah jalan hidup atau - Pakem = Genggeman = Pegangan = Pedoman – bagi orang Jawa yang mengikuti Kapitayan. Saat ini, Kapitayan terpecah menjadi banyak sekte atau kepercayaan

Agama India berdasarkan agama Hindu dan agama tertua di Jawa adalah Kapitayan. Kapitayan bukan Hinduisme. Meskipun Hinduisme dan Kapitayan berbagi beberapa Dewa, Dewa & Dewi yang sama; dasar pemahamannya berbeda. Terutama tentang SEMAR; dia adalah Guru atau Pembimbing Spiritual tertinggi bagi orang Jawa

SEMAR turun untuk membimbing Pandawa. Pada satu titik sejarah Jawa, sosok ini diyakini hidup di Jawa sebagai manusia (harap dicatat; dalam kepercayaan Jawa – Hastinapura; Kerajaan Pandawa – terletak di Jawa kuno)

Pertarungan antara 3 bersaudara tentang siapa yang akan menggantikan posisi ayah mereka. Pertarungan ini antara SEMAR dan BTARA GURU di Swargaloka. Btara Guru kalah dalam pertarungan danTogog memisahkan pertarungan antara Semar dan Btara Guru ini.

Dalam keyakinan penganut Kapitayan, leluhur yang pertama kali sebagai penyebar Kapitayan adalah Dang Hyang Semar putera Sang Hyang Wungkuham keturunan Sang Hyang Ismaya.

Yang mengungsi ke Nusantara bersama saudaranya Sang Hantaga (Togog) akibat banjir besar di Negara asalnya dan akhirnya Semar tinggal di Jawa dan Togog di luar Jawa. Sedangkan saudaranya yang lain yaitu Sang Hyang Manikmaya, menjadi penguasa alam ghaib kediaman para leluhur yang disebut Ka-Hyang-an.

Catatan: Dalam banyak cerita di berbagai kebudayaan selalu ada cerita : Banjir Besar. Ini kemungkinan adalah Pralaya, "kiamat" yg pernah terjadi beberapa kali di bumi. Cerita tentang Batara Guru ini terkait dengan leluhur di supervolcano Toba

Konon Batara Guru punya tempat tinggal di Himalaya, dan ada jejak2nya di berbagai daerah di Nusantara, seperti Gunung Lawu. Batara Guru ini di Jawa di kenal sebagai: DEWA SIWA. 

Dalam cerita Jawa terjadi peperangan antara BATARA GURU dengan SEMAR Dan saat itu pemenangnya adalah SEMAR Sehingga Semar menjadi penguasa, tuhan di Jawa (sundaland). Batara Guru kembali ke Himalaya (sambhala sebagai Budha Maitreya) Dan Togog (Sabdo Palon) menjadi penguasa, Tuhan di Eropa. 

Saat itu pergantian kekuasaan di Jawa di tandai dengan Runtuhnya Majapahit. Dan di Eropa di tandai dengan Renaissance.

Atlas Walisongo


Menurut Agus Sunyoto, seorang penulis, sejarawan, dan tokoh Nahdlatul Ulama. Kapitayan adalah salah-satu agama kuno yang dipeluk oleh masyarakat Nusantara. Beberapa kalangan berpendapat bahwa agama ini merupakan agama asli dan tertua di Nusantara. Kapitayan lahir jauh sebelum hadirnya pengaruh Hindu dan Budha, bahkan beberapa pihak menganggap bahwa agama ini bersumber dari ajaran nabi Adam.

Hal ini dikarenakan penganjur pertama yang disebut “Hyang Semar” merupakan keturunan kesembilan nabi Adam. Pernyataan bahwa Hyang Semar merupakan keturunan kesembilan nabi Adam ialah didasarkan pada catatan yang tertera pada kitab kuno “Pramayoga” dan “Pustakaraja Purwa” yang meruntut silsilah Hyang Semar dan memposisikannya sebagai keturunan Nabi Adam yang kesembilan.

Pelopor Monoteisme di Nusantara

Jika dalam beberapa literatur sejarah, utamanya yang diajarkan dalam buku-buku di sekolah-sekolah, menyebut para leluhur Jawa menganut tradisi animisme dan dinamisme dalam keberagamaannya, maka fakta sejarah telah menerangkan secara gamblang bahwa Kapitayan sebagai agama asli bangsa Nusantara menampilkan konsepsi monoteisme dalam ajaran agamanya. 

Konsepsi tentang Kemaha-Tunggalan Tuhan yang keberadaannya ada pada alam dimensi yang berbeda dari manusia. Secara sederhana Kapitayan didefinisikan sebagai agama yang memiliki keyakinan terhadap sesembahan utama kepada “Sang Hyang Taya”. Posisi Sang Hyang Taya sendiri dimaknai sebagai sesuatu yang “hampa, kosong, suwung, awang-uwung.
Menurut pandangan ini, Taya dimaknai “absolut” sehingga tidak dapat dipikirkan, dibayangkan, dan tidak dapat didekati oleh panca indera.

Leluhur Jawa kuno biasa mendefinisikan Sang Hyang Taya dalam ungkapan “Tan Kena Kinaya Ngapa”, yang memiliki arti “tidak bisa diapa-apakan keberadaan-Nya”. Dengan artian bahwa Zat ini tidak ada tapi ada, tidak bisa dilihat oleh mata tetapi eksistensinya diyakini ada sebagai satu-satunya sumber kekuatan. Oleh karena ketiadaannya yang sebenarnya ada, diusahakan untuk mengenal dan menyembah “Sang Hyang Taya” melalui sesembahan yang dianggap mempribadi dalam nama dan sifat “Tu” atau “To” yang berdaya ghaib serta bersifat Adikodrati. 

Selanjutnya Agus Sunyoto menjelaskan bahwa makna “Tu” atau “To” memiliki artian “tunggal dalam dzat” atau “satu pribadi”, yaitu “kebaikan dan ketidak-baikan”. “Tu” juga lazim disebut “Sang Hyang Tunggal” yang memiliki dua sifat kebaikan dan ketidakbaikan. “Tu” yang baik disebut sebagai “Tu-han” yang dikenal dengan nama “Sang Hyang Wenang”, sedangkan “Tu” yang bersifat tidak baik disebut “han-Tu” yang dikenal dengan nama “Sang Manikmaya”. Menurut ajaran Kapitayan, Sang Hyang Wenang dan Sang Manikmaya menyatu dalam sifat “Sang Hyang Tunggal”.
Berdasarkan penjelasan di atas, sifat utama Sang Hyang Tunggal adalah “ghaib” dan tidak terlacak oleh indera manusia. Kondisi yang demikian membutuhkan sarana yang dapat ditangkap oleh indera dan alam pikiran manusia, sehingga dalam keyakinan Kapitayan, Tu atau To itu mempribadi dalam segala sesuatu yang memiliki nama “Tu” dan “To” antara lain seperti : wa-Tu (batu) Tu-rumbuk (pohon beringin), Tu-gu, Tu-lang, Tu-ndak (bangunan berundak), Tu-tud (hati, limpa), To-san (pusaka), To-peng, To-ya (air).

Dalam praktiknya, puja bakti terhadap “Sang Hyang Tunggal” dilengkapi dengan sesuatu yang memiliki nama “Tu’ atau “To” semisal Tu-mpeng (sesaji), Tu-mpi (keranjang dari anyaman bambu), Tu-ak, (arak), Tu-kung (sejenis ayam), yang semuanya ditujukan untuk memohon sesuatu hal-hal yang baik. Sementara untuk persembahan kepada Sang Manikmaya dilakukan peribadatan serta sesembahan khusus yang biasa dikenal dengan sebutan “Tu-mbal”.

Konsep peribadatan di atas dikhususkan pada permohonan kebaikan dan menolak keburukan berdasarkan dua poros yang dimiliki oleh Sang Hyang Tunggal. Sementara ritual peribadatan terhadap Sang Hyang Taya biasa dilakukan melalui penyembahan dalam kehidupan keseharian yang dilakukan di suatu tempat yang disebut “sanggar” (semacam langgar) yang beratap empat (Tu-mpang).
Sanggar inilah yang mengilhami penyebutan “langgar” sebagai tempat peribadatan bagi umat muslim di berbagai pelosok, khususnya di daerah Jawa. Di Madura sendiri penyebutan tempat peribadatan dalam sistem “taneyan lanjhang” lazim disebut sebagai “langghar”.

Hingga saat ini, beberapa ritual atau sarana peribadatan peninggalan Kapitayan masih lestari dan menyatu dalam beberapa agama baru, seperti “sembahyang (sembah-Hyang), puasa (upawasa), pitutur (pitu-tur, pemberian nasehat), pidato, (pi-dha-Tu) mulang (pi-wulang, menyampaikan ilmu pengetahuan), pidana (pi-dana). Bahkan, nama ‘pondok pesantren’ yang kini menyebar ke seluruh pelosok Nusantara dan menjadi pusat transformasi keilmuan Islam adalah konsep pendidikan keagamaan yang diadopsi dari sistem pendidikan Kapitayan (santri, padepokan).

Konsep dan ajaran agama yang sedemikian lengkapnya terkesan terlalu diremehkan jika hanya dianggap sebagai pemuja animisme sebagaimana yang diuraikan dalam banyak buku-buku sejarah yang beredar di pasaran. Belum lagi soal tuduhan pelaku sinkretisme serta mencampur-adukkan agama dan budaya yang acapkali disematkan kepada para penganut agama lokal.
faktanya sejarah telah menyajikan banyak berita dan data tentang adanya ajaran monoteisme dalam beberapa ajaran agama lokal, termasuk diantaranya dalam ajaran Kapitayan. Belum lagi soal tradisi keagamaan kita saat ini yang nyatanya telah banyak mewarisi istilah-istilah yang sebenarnya telah ada sejak zaman Kapitayan yang menjadi salah-satu dari beberapa agama asli bangsa Nusantara.

Ajaran Humanisme

Sebagaimana lazimnya agama-agama besar dunia, Kapitayan juga memiliki konsepsi tentang bagaimana membangun relasi antar umat beragama. Artinya selain pandangan absolut terhadap keyakinan agamanya yang memberikan sesembahan kepada Sang Hyang Taya (Muhammad Sulton Fatoni, Buku Pintar Islam Nusantara, 2017), agama ini juga tidak menampik keberadaan agama dan kepercayaan lain di luar keyakinannya.

Selain itu, dalam konsep kapitayan, keberadaan agama lain, kebetulan memiliki konsepsi Ketuhanan yang sama-sama mengusung ajaran Tuhan yang Maha Tunggal, maka harmoni dan kerukunan bukanlah sesuatu yang sulit untuk dicapai dalam kehidupan keseharian.
Hanya saja mengenai pandangannya terhadap keberadaan agama lain ini, Kapitayan hanya memberikan keterbukaan terhadap pemahaman agama-agama yang sama-sama mengusung ajaran monoteisme, yakni suatu ajaran dan konsep agama yang menganggap Tuhan itu satu (tunggal) dan tidak terwujud berdasarkan tangkapan panca indera.
Karenanya, para penganut Kapitayan menyeleksi secara ketat masuknya pengaruh agama-agama yang datangnya dari luar. Para penganut Kapitayan sebenarnya sempat menerima ajaran Hindu Wisnu, namun karena di kemudian hari diketahui bahwa agama ini meyakini bahwa Dewa Wisnu dapat berwujud sebagai manusia, di kemudian hari para penganut Kapitayan menolak keberadaan ajaran ini.
Sementara agama Hindu yang diterima pada saat itu hanyalah Hindu Siwa yang memiliki pandangan bahwa Tuhan tidak dapat berwujud layaknya manusia. Pandangan yang demikian memiliki kesamaan konsepsi dengan ajaran ketuhanan Kapitayan yang menganggap Tuhan itu Maha Tunggal dan tidak berwujud dalam radar panca-indera.
Sehingga dalam konteks ini, hak dan kebebasan beragama dalam ajaran Kapitayan hanya berlaku pada agama-agama yang memiliki konsep ketuhanan monoteisme. Wajar saja bila di kemudian hari, Islam dapat diterima dan diperbolehkan untuk disebarluaskan di bumi Nusantara, hal ini disebabkan oleh adanya kesamaan pandangan tentang konsep ketauhidan.
Meskipun terkesan kaku dalam menerima keberadaan agama lain, tetapi keterbukaan Kapitayan terhadap agama (monoteis) lainnya patut diapresiasi, karena di zaman itu telah ada ajaran agama yang mengusung semangat moderatisme. Fakta yang demikian semakin mengukuhkan keberadaan bangsa Nusantara sebagai bangsa yang mencintai kerukunan dan menjunjung tinggi nilai keadaban. Untuk itu, menjadi tugas kita bersama sebagai pewaris tradisi leluhur untuk tetap menjaga dan memastikan kehidupan berbangsa yang harmonis, beradab, dan menghargai perbedaan. (Muwaffiq Jufri)

Rangkuman :

1. Kapitayan adalah agama rakyat monoteistik Jawa yang berasal sejak zaman Paleolitik. 

2. Dalam ajaran Kapitayan, Tuhan disebut Sang Hyang Taya yang bersifat abstrak dan tidak bisa digambarkan. 

3. Dalam ajaran Kapitayan, kekuatan gaib dari Sang Hyang Taya tersembunyi di dalam segala sesuatu yang memiliki nama Tu atau To. 

4. Dalam ajaran Kapitayan, hamba yang saleh akan dikaruniai kekuatan gaib yang bersifat positif (tu-ah) dan negatif (tu-lah). 

5. Dalam ajaran Kapitayan, mereka yang dikaruniai tu-ah dan tu-lah dianggap berhak menjadi pemimpin masyarakat. 

6. Dalam ajaran Kapitayan, hak dan kebebasan beragama hanya berlaku pada agama-agama yang memiliki konsep ketuhanan monoteisme. 

7. Dalam ajaran Kapitayan, Islam dapat diterima dan diperbolehkan untuk disebarluaskan di bumi Nusantara.