Sejumlah sejarawan mencatat Islam mulai masuk ke China pada awal abad ke 7, yakni sekitar tahun 678 Masehi, di masa pemerintahan Dinasti Tang. Dalam kitab sejarah Chiu T’hang Shu misalnya, disebutkan bahwa pemerintah China pernah menerima kunjungan diplomatik dari kerajaan Arab pada zaman Khalifah Utsman bin Affan.
Saat itu Khalifah Utsman mengutus Sa'ad bin Abi Waqqas bersama 15 orang rekannya untuk membawa ajaran Islam ke daratan China. Bak gayung bersambut, mereka kemudian diterima secara terbuka oleh Kaisar Yung Wei dari Dinasti Tang.
Bahkan sang Kaisar mengizinkan pembangunan Masjid Huaisheng atau masjid Memorial di Canton, masjid pertama di daratan China. Sejak itu lambat laun Islam mulai berkembang di Negeri Tirai Bambu.
Ada dua jalur utama penyebaran agama Islam di China, yakni melalui darat atau biasa disebut dengan Jalur Sutera, dan jalan laut melalui pelayaran alias Jalur Lada. Selain utusan Khalifah Utsman, masuknya agama Islam ke China juga dibawa oleh saudagar dari Arab dan Persia.
Orang China yang pertama kali memeluk Islam adalah etnis Hui Chi. Sejak saat itu, pemeluk Islam di China kian bertambah banyak. Bahkan pada masa Dinasti Song berkuasa, sejumlah pedagang muslim telah menguasai industri ekspor dan impor di China. Pada zaman itu pemerintahan selalu menyerahkan jabatan direktur jenderal pelayaran kepada orang muslim.
Kini, pemeluk Islam di China memang masih menjadi minoritas. Namun kebijakan pemerintah yang memisahkan antara urusan agama dan kenegaraan membuat umat Islam tetap leluasa menjalankan ibadah.
Meski merupakan negara komunis, hingga tahun 2012 lalu China tercatat memiliki tak kurang dari 45.000 masjid. Angka ini diperkirakan masih akan terus bertambah, terutama di kota-kota yang banyak penganut agama Islamnya. Seperti di Xinjiang dan Ningxia, Guilin, dan Zhengzhou. Pekan lalu detiknews mengunjungi langsung tiga kota di China yang menjadi tempat bermukimnya komunitas muslim, yakni di Guilin, Zhengzhou, dan Beijing. Sejumlah pengurus masjid, dan sekolah Islam yang ditemui detiknews mengaku pemerintah China juga memberikan bantuan dana untuk pembangunan tempat ibadah, dan lembaga pendidikan. "Tiga bangunan utama di bagaian depan masjid ini mendapat bantuan dana dari pemerintah," kata Haji Yusuf, Imam di Masjid Beita di Zhengzhou.
Islam Masuk ke Nusantara
Sekitar abad ke 15 imigran China Muslim yang sebagian besar berasal dari Guang Dong dan Fujian, mendarat di Nusantara (Indonesia). Mereka tinggal di Indonesia dengan mata pencaharian pedagang, pertanian, dan pertukangan. Pada masa inilah para imigran China (Tionghoa) muslim menyebarkan ajaran agama Islam. Beberapa daerah tujuan imigran China (Tionghoa) muslim adalah Sambas, Lasem, Palembang, Banten, Jepara, Tuban, Gresik, dan Surabaya.
Pada tahun 1405 sampai 1433, rombongan muhibah Laksamana Cheng Ho yang beragama Islam beberapa kali singgah di Indonesia. Anak buah laksamana Cheng Ho terdiri atas berbagai pemeluk agama, termasuk agama Islam. Saat singgah di Indonesia terutama di Sumatera dan Jawa mereka juga menyebarkan ajaran agama Islam. Jadi nampak jelas peran etnis Tionghoa sebagai salah satu penyebar agama Islam di Indonesia.
Mengutip buku Sejarah Kebudayaan Islam karya Imam Subchi, jalur penyebaran Islam di Indonesia terdiri dari jalur perdagangan, pernikahan, tasawuf, pendidikan, kesenian, dan politik. Berikut penjelasannya.
1. Jalur Perdagangan
Pada tahap permulaan, penyebaran Islam dilakukan dengan jalur perdagangan. Ini terlihat dari kesibukan lalu lintas perdagangan pada abad ke-7 hingga ke-16 M. Menurut Tome Pires, aktivitas perdagangan pada masa itu banyak melibatkan bangsa-bangsa penjuru dunia, termasuk bangsa Arab, Persia, China, dan sebagainya. Di pesisir pulau Jawa, banyak pedagang muslim bermukim hingga berhasil mendirikan musala, masjid, dan pondok atau lembaga pendidikan Islam. Para pedagang muslim tersebut pun memanfaatkan kesempatan ini untuk berdakwah.
2. Jalur Pernikahan
Jalur ini berkaitan dengan jalur perdagangan, karena pada masa itu para pedagang muslim memiliki status sosial yang lebih baik dari kebanyakan pribumi. Maka dari itu, penduduk pribumi, utamanya putri-putri bangsawan tertarik menjadi istri para pedagang tersebut. Sebelum melangsungkan pernikahan, penduduk pribumi harus diislamkan terlebih dahulu. Para wanita dan keluarga tidak merasa keberatan dengan persyaratan ini, karena proses pengislaman berlangsung sederhana.
3. Jalur Tasawuf
Jalur tasawuf tidak kalah penting dalam proses penyebaran Islam di Indonesia. Sifat khas dari jalur ini adalah mengakomodasi budaya lokal, sehingga banyak masyarakat Indonesia tertarik menerima ajaran Islam. Dengan tasawuf, bentuk Islam yang diajarkan kepada penduduk pribumi memiliki kesamaan dengan alam pikiran mereka yang sebelumnya menganut Hindu. Ini membuat ajaran agama baru mudah dimengerti dan diterima.
Adapun ahli tasawuf pada masa itu di antaranya Hamzah Fansuri, Syekh Lemah Abang, dan Sunan Panggung.
4. Jalur Pendidikan
Pendekatan pendidikan tidak luput menjadi salah satu jalur penyebaran Islam di Indonesia. Pendidikan Islam pada masa itu utamanya terjadi di pesantren ataupun pondok-pondok yang mulai tersebar. Di pesantren atau pondok tersebut, calon ulama, guru, atau kiai mendapat pengetahuan keagamaan dari seorang guru. Setelah keluar dari pesantren atau pondok tempat mereka belajar, mereka akan kembali ke kampung halaman masing-masing kemudian meneruskan dakwah untuk menyebarkan agama Islam di berbagai tempat.
5. Jalur Kesenian
Salah satu tokoh yang melakukan penyebaran Islam melalui jalur kesenian adalah Sunan Kalijaga. Salah satu anggota wali songo tersebut menampilkan cerita yang dipetik dari kisah seperti Mahabarata dan Ramayana, tetapi di dalam cerita itu disisipkan ajaran Islam dan nama-nama pahlawan Islam.
6. Jalur Politik
Jalur politik menjadi salah satu cara penyebaran Islam di Indonesia yang memiliki peran besar. Hal ini lantaran banyak rakyat pribumi masuk Islam setelah rajanya memeluk Islam terlebih dahulu. Berdasarkan keadaan ini, pada masa itu muncul pepatah bahwa agama raja adalah agama rakyat. Artinya, seorang rakyat akan tunduk pada perintah raja dan segala tindak-tanduk raja akan diikuti oleh rakyatnya, begitu pula dalam hal keagamaan.