Dalam terminologi Jawa, apa yang di tahun belakang menimpa Indonesia dan negara-negara lain di seluruh dunia ini disebut “Pageblug”. “Pageblug” yang berasal dari bahasa Jawa berarti masa di mana banyak wabah penyakit menular. Dahulu kala Pagebluk diatasi dengan “ruwat” atau “ruwatan”.
Ruwatan berasal dari kata “ruwat” (Jawa) atau “ngarawat” (Sunda) yang berarti merawat atau mengumpulkan. Tradisi ruwatan biasanya digelar bertepatan dengan tahun baru Saka (Jawa) atau tanggal 1 Suro, atau tahun baru Islam, 1 Muharam.
Ruwat, menurut kamus, berarti: 1) pulih kembali sebagai keadaan semula (tentang jadi-jadian, orang kena tulah); dan 2) terlepas (bebas) dari nasib buruk yang akan menimpa.
Ruwatan merupakan sarana pembebasan atau penyucian manusia atas dosa dan kesalahannya yang berdampak kesialan di dalam hidupnya. Selain itu, ritual ini juga untuk melestarikan kebudayaan Jawa kuno yang bertujuan mencari kesejahteraan hidup.
Ritual ruwatan sering kali dianggap dekat dengan hal-hal yang berbau mistis, ini terlihat dari sesajen yang terlihat setiap ritual ruwatan digelar. Sesajen ini terdiri dari buah-buahan, sayuran, dan bahkan hewan seperti ayam atau kepala kerbau.
Selain serangkaian upacara, dalam ritual ruwatan para peserta juga menyaksikan bersama pertunjukan wayang kulit yang dimainkan seorang dalang yang memiliki keahlian khusus ruwatan.
Memang sepintas tak ada hubungan langsung antara pageblug dan ruwatan, tapi faktanya masyarakat ketika itu merasa terbebas dari pageblug setelah menggelar ruwatan. Mungkin juga karena sugesti. Hingga kini tradisi ruwatan itu masih terjaga dengan baik, terutama di masyarakat Jawa dan Sunda. Setelah Islam masuk ke Indonesia, tradisi pun kemudian bergeser. Ada semacam ritual penolak bala, tapi bukan dengan ruwatan. Yaitu dalam Islam dikenal “Istighotsah”, yang berarti minta pertolongan. Meminta pertolongan kepada Allah SWT ketika kita dalam keadaan sukar dan sulit, dan hanya Allah yang bisa menolongnya. Dengan kata lain, istighotsah adalah memohon pertolongan kepada Allah untuk terwujudnya sebuah “keajaiban” atau “mukjizat” atau sesuatu yang paling tidak dianggap tidak mudah bisa diwujudkan.
Dalam Istighotsah membaca Shalawat yang diciptakan oleh Kyai Hasyim Ashari adalah “Li khomsatun uthfi biha harrol waba-il hatimah al musthofa wal murtadlo wabnahuma wa fatimah” sebanyak 1.217 kali